Dosen Pengampu :
Dr. Dian Ayubi SKM MQIH
Kelompok 3 :
Disusun Oleh :
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Diketahui Komunikasi Risiko
2. Diketahui Peran Faktor Manusia
3. Diketahui Pelatihan dan Supervisi
4. Diketahui Tim. Budaya dan Mengelola Risiko
4
BAB II
PEMBAHASAN
dalam rekam medis. Faktor sosial, budaya dan bahasa mungkin menjadi hambatan untuk
menerapkan pengambilan keputusan bersama, tetapi jika ini mewakili lebih dari sebagian
kecil pertemuan dokter, solusi harus dicari. Hambatan eksternal seperti kebijakan dan
prosedur yang diartikulasikan dengan buruk dapat membuat komunikasi risiko kepada
pasien tidak mungkin dilakukan secara efektif. Hambatan lingkungan mungkin juga
termasuk kurangnya waktu dan sumber daya, pernyataan menyesatkan dalam materi
pendidikan pasien, kendala organisasi, kurangnya penggantian, dan staf yang tidak
memadai.
Komunikasi risiko untuk pengambilan keputusan yang benar-benar terinformasi
memerlukan negosiasi dan pembangunan konsensus, proses yang menekankan
kepentingan atau kekhawatiran yang mendasari posisi masing-masing pihak terkait
keputusan terapeutik. Kegagalan untuk memahami kepentingan masing-masing pihak
dapat mempersulit pengambilan keputusan yang memuaskan. Oleh karena itu, pihak
yang terlibat dalam diskusi tersebut untuk meningkatkan kemungkinan hasil yang
memuaskan jika mereka:
1. Identifikasi, diskusikan, dan tujukan minat untuk mempelajari mengapa dokter,
pasien, atau anggota keluarga menegaskan posisi tertentu.
2. Hargai dinamika interpersonal dalam komunikasi risiko dan bantu orang untuk terus
maju. Emosi mungkin memainkan peran besar dalam pengambilan keputusan medis,
tetapi perasaan tidak boleh dibiarkan mengubah diskusi tentang setiap pilihan dan
manfaatnya.
3. Pertimbangkan setiap alternatif, minimalkan penilaian pada awalnya. Tujuannya
adalah untuk memastikan bahwa pasien memahami pilihan dan bahwa dokter
memahami keinginan pasien. Salah satu produk sampingannya adalah pasien mungkin
merasa bahwa mereka dihargai dan bahwa dokter mereka terbuka dan jujur.
4. Sepakati kriteria dan prinsip yang digunakan untuk menilai setiap opsi.
Telah disarankan bahwa jalur perawatan dapat berkontribusi untuk mengurangi lama
rawat inap dan meningkatkan efisiensi dengan meminimalkan duplikasi tugas dan
intervensi yang tidak tepat. Namun, ada beberapa masalah yang terkait dengan jalur
perawatan, termasuk waktu dan biaya peluang pelaksanaannya dan pekerjaan yang
diperlukan. Yang terpenting adalah kurangnya bukti yang mendukung manfaat yang
diklaim mereka. Ada sejumlah besar literatur yang melaporkan peningkatan efisiensi
dan kualitas perawatan tetapi ini hampir seluruhnya, dengan pengecualian satu uji
coba terkontrol secara acak, berdasarkan studi kasus dan observasi. Selanjutnya,
evaluasi yang lebih ketat diperlukan untuk menilai dampak jalur terhadap efisiensi.
6. Alokasi Sumber Daya
Sumber daya yang tersedia untuk perawatan kesehatan terbatas. Pembuat kebijakan,
manajer dan dokter membutuhkan informasi yang relevan dan dapat diandalkan untuk
menginformasikan alokasi sumber daya. Pedoman yang dikembangkan secara ketat
dapat membantu dalam proses ini dengan menyoroti di bawah atau di atas penyediaan
layanan tertentu. Namun, hal ini tidak jarang mengakibatkan pedoman digunakan
sebagai instrumen politik. Spesialis, pasien atau kelompok penekan kadang-kadang
menggunakan pedoman (dengan kualitas variabel) sebagai dasar untuk penyediaan
layanan yang lebih baik atau lebih adil. Oleh karena itu, pedoman klinis dapat
membantu memberikan perawatan kesehatan yang lebih baik dengan margin
keamanan yang lebih besar. Namun, klinisi dan manajer harus menyadari kesalahan
yang dapat dihindari dan kebutuhan untuk pengembangan, diseminasi dan
implementasi yang direncanakan dan dilaksanakan dengan hati-hati untuk
mewujudkan manfaat potensial ini.
meta-analisis atau uji coba terkontrol secara acak) dan yang didasarkan pada opini dan
pengalaman klinis. Terlepas dari bukti yang tersedia, faktor-faktor lain secara sah
dapat mempengaruhi perumusan rekomendasi, termasuk relevansi bukti dengan
populasi sasaran, pertimbangan ekonomi, nilai-nilai pengembang pedoman dan
masyarakat, dan masalah praktis tentang implementasi.
4. Apakah pedoman ini telah ditinjau secara eksternal?
Tinjauan eksternal meningkatkan validitas dan membantu pra-uji relevansi dan
penerimaan pedoman. Penilaian oleh dokter dan ahli metodologi pedoman, tidak
secara langsung terlibat dalam pengembangan pedoman, memungkinkan pemeriksaan
kelengkapan informasi klinis dan ketelitian metode yang dilaporkan.
5. Apakah pedoman ini mutakhir?
Karena basis bukti dapat berubah seiring waktu, semua pedoman harus
mencantumkan tanggal kedaluwarsa ketika rekomendasi akan ditinjau dan diperbarui
jika perlu.
6. Apakah pengembang pedoman memiliki potensi konflik kepentingan?
Badan yang bertanggung jawab untuk pengembangan pedoman harus diidentifikasi
dengan jelas dan proses pengembangan harus independen secara editorial dari badan
pendanaan. Kriteria ini membantu mengidentifikasi konflik kepentingan. Misalnya,
tanpa independensi editorial, pedoman yang disponsori oleh perusahaan farmasi dapat
secara implisit, atau sebaliknya, merekomendasikan program manajemen yang
mendukung pengobatan obat tertentu. Alternatifnya, pedoman yang dibuat oleh
spesialisasi tertentu mungkin keliru terhadap rekomendasi yang membutuhkan
perluasan spesialisasi tersebut.
7. Dimana dan kapan pedoman ini dapat diterapkan?
Keadaan ketika pedoman tidak dapat diterapkan, seperti ketika peralatan yang sesuai
atau staf terlatih tidak tersedia, harus disebutkan. Demikian pula, pilihan pengelolaan
yang mungkin dan rekomendasi selanjutnya harus diuraikan dengan jelas. Peran
preferensi pasien harus dipertimbangkan untuk membantu staf klinis memutuskan
kapan waktu yang tepat untuk mempertimbangkan hal ini, misalnya dalam
memutuskan antara dua atau lebih perawatan yang mungkin. Karena pedoman
biasanya berlaku untuk sekelompok pasien secara keseluruhan, individu dapat
menerima perawatan yang tidak tepat jika rekomendasi tidak ditulis atau diartikan
dengan baik tanpa mengacu pada kebutuhan dan preferensi individu. Misalnya, dokter
yang mengikuti pedoman pengelolaan hipertensi perlu menyadari keterbatasan mereka
11
dan memperhitungkan penyakit yang sudah ada sebelumnya dan faktor risiko yang
mungkin mempersulit pengobatan dan mengubah hasil.
8. Apa manfaat potensial dari mengikuti pedoman ini?
Manfaat kesehatan potensial dari rekomendasi berikut dapat mencakup penurunan
angka kematian, peningkatan kualitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan,
kepastian atau penghindaran prosedur yang tidak perlu. Ini perlu ditetapkan secara
obyektif untuk mendukung pengambilan keputusan klinis.
9. Berapa biaya potensial untuk mengikuti pedoman ini?
Implementasi pedoman sering kali memiliki implikasi sumber daya, yang terkait
dengan implementasi dan dari biaya tambahan atau penghematan yang dihasilkan dari
rekomendasi berikut. Idealnya, evaluasi teknologi perawatan kesehatan baru
menggabungkan penilaian keefektifan biaya. Karena data efektivitas biaya mungkin
tidak tersedia, pedoman mungkin perlu memperhitungkan beberapa perkiraan biaya
relatif dalam menyajikan rekomendasinya.
Pedoman yang dikembangkan dengan buruk tidak hanya berpotensi membahayakan
pasien. Mereka dapat menambah kebingungan tentang praktik terbaik dan
menimbulkan kebencian terhadap pedoman yang dikembangkan dengan lebih ketat.
Selain mendorong alokasi sumber daya yang lebih adil, penerapan pedoman juga
dapat mempromosikan penyediaan intervensi atau fasilitas perawatan kesehatan yang
tidak tepat. Oleh karena itu, pengembang pedoman harus mempertimbangkan
implikasi yang lebih luas dan kemungkinan biaya yang tidak diketahui serta
konsekuensi dari rekomendasi mereka. Sebagai contoh, merekomendasikan pengujian
H. Pylori rutin untuk pasien dengan dispepsia dengan tujuan mengurangi beban kerja
layanan endoskopi diagnostik dapat meningkatkan permintaan secara paradoks karena
prevalensi tinggi dari presentasi klinis ini di perawatan primer.
2. Berfokus pada sejumlah kecil titik kritis dalam proses perawatan atau jalur di mana
ruang lingkup kesalahan terbesar ada atau di mana konsekuensi kesalahan paling
besar.
3. Penggunaan analisis insiden kritis untuk mengeksplorasi faktor-faktor organisasi yang
berkontribusi terhadap kejadian buruk (atau di mana jalur gagal) dan menilai apakah
tindakan yang berbeda akan mencegah kejadian tersebut.
Salah satu hal penting dalam rekayasa faktor manusia adalah pekerja tetap sehat /
segar bugar sebelum, selama dan sesudah bekerja. Rekayasa faktor manusia melindungi
pekerja agar dapat bekerja dengan aman, sehat dan nyaman. Selain itu rekayasa faktor
manusia dapat menghilangkan atau mengurangi akibat yang membahayakan manusia.
Rekayasa faktor manusia yang diantaranya dalam perangkat medis, perangkat lunak medis
dan desain area kerja kesehatan mampu mengubah cara pendekatan tenaga kesehatan dan
manajer risiko terhadap error dalam pengaturan perawatan kesehatan.
Rekayasa faktor manusia adalah sebuah usaha multidisiplin untuk meningkatkan dan
mengumpulkan iformasi tentang kemampuan manusia dan batas-batasnya, serta
menggunakan informasi tersebut ke peralatan, sistem-sistem, perangkat lunak, fasilitas,
prosedur, pekerjaan, lingkungan, pelatihan, kepegawaian dan manajemen personal untuk
menghasilkan keamanan, kenyamanan dan penampilan manusia yang efektif.
Rekayasa faktor manusia dimuai dari strategi manajemen risiko klinis preventif yang
lahir dari analisis rekayasa faktor manusia, yaitu termasuk:
1. Proses pengadaan
2. Mengembangkan perangkay lunak, area kerja dan prosedur dalam
organisasi pelayanan kesehatan
3. Penekatan pengawasan (contoh: audit)
13
a. Irama Sirkadian
14
Irama sikardian memiliki beragam peran dalam tubuh. Irama ini dapat memengaruhi
siklus tidur, suhu tubuh, pencernaan, kebiasaan makan, pelepasan hormon, dan fungsi
penting tubuh lainnya. Lambat atau cepatnya jam biologis tubuh dapat menyebabkan
irama sirkadian yang terganggu atau berjalan tidak normal. Jam biologis tubuh adalah
sistem yang mengatur proses dalam tubuh tetap berjalan berdasarkan jadwal yang
terhubung dengan siklus matahari. Irama yang tidak teratur dapat meningkatkan risiko
munculnya beragam kondisi kesehatan, misalnya obesitas, gangguan tidur, diabetes,
bahkan hingga depresi dan gangguan bipolar. Umumnya waktu berfungsi dan memroses
di tingkat individu, organisasi, sosial dan lingkungan selaras. Keadaan ini pada tenaga
medis dapat menjaditidak sinkron yang berasal dari shift malam reguler.
b. Stress Kerja
Stres sebagai akibat ketidakseimbangan antara tuntutan dan sumber daya yang
dimiliki individu, semakin tinggi kesenjangan terjadi semakin tinggi juga stress yang
dialami individu, dan akan mengancam. Stres merupakan reaksi negatif dari orang-orang
yang mengalami tekanan berlebih yang dibebankan kepada mereka akibat tuntutan,
hambatan, atau peluang yang terlampau banyak.
Stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk
menghadapi lingkungan. Stres didasarkan pada asumsi bahwa yang disimpulkan dari
gejala-gejala dan tanda – tanda faal, perilaku, psikologikal dan somatik, adalah hasil dari
tidak/kurang adanya kecocokan antara orang (dalam arti kepribadiannya, bakatnya, dan
kecakapannya) dan lingkungannya, yang mengakibatkan ketidakmampuannya untuk
menghadapi berbagai tuntutan terhadap dirinya secara efektif
Luthan (2006: 441) menjelaskan perbedaan antara stress dan kecemasan:
Stres bukan masalah kecemasan, yang artinya bahwa, kecemasan terjadi dalam
lingkup emosional dan psikologis, sementara stress terjadi dalam lingkup emosional,
psikologis, dan juga fisik. Stres dapat disertai dengan kecemasan, tetapi keduanya
tidak sama.
Stres bukan hanya ketegangan saraf: ketegangan saraf mungkin dihasilkan oleh stress,
tetapi keduanya tidak sama. Orang yang pingsan menunjukkan stress, dan beberapa
orang 3 mengendalikannya serta tidak menunjukkannya melalui ketegangan saraf.
Stres bukan sesuatu yang selalu merusak, buruk atau dihindari. Eustres tidak merusak
atau buruk, tetapi merupakan sesuatu yang perlu dicari, bukannya dihindari. Stres
tidak dapat dielakkan, kuncinya adalah bagaimana kita menangani stress.
15
Stres adalah aspek umum pengalaman pekerjaan, yang paling sering terungkap
sebagai ketidakpuasan kerja, tetapi juga terungkap dalam dalam keadaan afektif yang
kuat: kemarahan, frustrasi, permusuhan, dan kejengkelan. Respon yang lebih pasif juga
umum, misalnya kejenuhan dan rasa bosan (tedium), kelelahan jiwa (burnout), kepenatan
(fatigue), tidak berdaya, tidak ada harapan, kurang gairah, dan suasana jiwa depresi
(Kaswan, 2015).
Hal-hal yang dapat menyebabkan stress kerja diantaranya:
Faktor-faktor yang berhubungan dengan pekerjaan seperti beban kerja yang
berlebihan/ kurang, tekanan waktu, jam kerja dan shift kerja, pekerjaan yang
memerlukan fisik dan juga pekerjaan yang berulang.
Ambiguitas kerja, konflik peran kerja, dan tingkat tanggung jawab
Tuntutan yang bertentangan antara kehidupan pekerjaan (interaksi dengan bawahan,
rekan kerja, atasan dalam pekerjaan) dan pribadi (rekan/ keluarga di uar pekerjaan).
Faktor perkembangan karir seperti kurangnya jaminan pekerjaan, promosi dan ambisi
yang gagal.
Strukutur dan budaya organisasi, politik dalam kantor, komunikasi, partisipasi dalam
pengambilan keputusan, organisasi kerja dan kepercayaang terhadap organisasi.
c. Kelelahan
Secara garis besar kelelahan kerja merupakan suatu kondisi yang timbul karena
aktivitas individu hingga individu tersebut tidak mampu lagi mengerjakannya. Dengan
kata lain, kelelahan kerja dapat mengakibatkan terjadinya penurunan kinerja yang
berakibat pada peningkatan kesalahan kerja dan berujung pada kecelakaan kerja
(Nurmianto, 2004). Beberapa teori oleh para ahli mengenai definisi kelelahan kerja, yaitu
:
Kelelahan merupakan kondisi dimana tubuh mengalami kehabisan energi karena
perpanjangan kerja yang dilakukan. Kelelahan sering muncul pada jenis pekerjaan
yang dilakukan secara berulang-ulang atau monoton (Nurmianto, 2004).
Kelelahan merupakan kondisi yang menunjukkan keadaan tubuh baik fisik maupun
mental yang semuanya berakibat pada penurunan daya kerja serta ketahanan tubuh
(Suma’mur P, 2009).
Kelelahan merupakan suatu bagian dari mekanisme tubuh untuk melakukan
perlindungan agar tubuh terhindar dari kerusakan yang lebih parah, dan akan kembali
pulih apabila melakukan istirahat (Tarwaka, 2014).
16
Jenis kelelahan Menurut (Suma’mur P, 2009) dan (Tarwaka, 2014), kelelahan dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu:
Kelelahan menurut proses
o Kelelahan otot, merupakan kelelahan yang ditandai dengan kondisi tremor atau
perasaan nyeri pada otot. Kelelahan ini terjadi karena penurunan kapasitas otot
dalam bekerja akibat dari kontraksi yang berulang, baik karena gerakan yang statis
maupun dinamis. Sehingga seseorang tampak kehilangan kekuatannya untuk
melakukan pekerjaan.
o Kelelahan umum, merupakan kelelahan yang ditandai dengan berkurangnya
kemauan untuk bekerja karena pekerjaan yang monoton, intensitas, lama kerja,
kondisi lingkungan, sesuatu yang mempengaruhi mental, status gizi, dan status
kesehatan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (S, 2011) juga membuktikan
bahwa sebesar 60% pekerja buruh angkut dengan sikap kerja yang tidak baik
mengalami kelelahan secara umum.
Kelelahan menurut waktu
o Kelelahan akut, merupakan kelelahan yang ditandai dengan kehabisan tenaga fisik
dalam melakukan aktivitas, serta akibat beban mental yang diterima saat bekerja.
Kelelahan ini muncul secara tiba-tiba karena organ tubuh bekerja secara
berlebihan.
o Kelelahan kronis, juga disebut dengan kelelahan klinis yaitu kelelahan yang
diterima secara terus-menerus karena faktor atau kegiatan yang dilakukan
berlangsung lama dan sering. Kelelahan ini sering terjadi sepanjang hari dalam
jangka waktu yang lama, serta kadang muncul sebelum melakukan pekerjaan dan
menimbulkan keluhan seperti sakit kepala, sulit tidur, hingga masalah pencernaan
memiliki orientasi saat ini dan membantu pegawai untuk mencapai keahlian dan
kemampuan tertentu agar berhasil dalam melaksanakan pekerjaannya.
Tujuan diadakannya pelatihan dan pengembangan yang diselenggarakan perusahaan
terhadap pegawai dikarenakan perusahaan menginginkan adanya perubahan dalam
prestasi kerja pegawai sehingga dapat sesuai dengan tujuan perusahaan. Jadi sebelum
melakukan 18 pelatihan dan pengembangan akan dijelaskan terlebih dahulu tujuan
perusahaan tersebut. Menurut Panggabean (2012) tujuan dilakukan program pelatihan dan
pengembangan adalah untuk kepentingan pegawai dan perusahaan.
Kepentingan pegawai:
o Memberikan keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan pegawai.
o Meningkatkan moral pegawai. Dengan keterampilan dan keahlian yang sesuai
dengan pekerjaannya mereka akan antusias untuk menyelesaikan pekerjaannya
dengan baik.
o Memperbaiki kinerja. Program pelatihan dan pengembangan dapat meminimalkan
ketidakpuasan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan.
o Membantu pegawai dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan
struktur organisasi, teknologi maupun sumber daya manusianya.
o Peningkatan karier pegawai. Peluang ini menjadi besar karena keterampilan dan
keahlian mendukung untuk bekerja lebih baik.
o Meningkatkan jumlah balas jasa yang dapat diterima pegawai.
Kepentingan perusahaan:
o Memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia.
o Penghematan. Dengan pelatihan dan pengembangan diharapkan pegawai dapat
bekerja lebih efektif dan efisien.
o Mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan.
o Memperkuat komitmen pegawai.
Perusahaan yang gagal menyediakan pelatihan dan pengembangan akan kehilangan
pegawai yang berorientasi pencapaian yang merasa frustasi karena merasa tidak ada
kesempatan untuk promosi dan akhirnya memilih keluar untuk mencari perusahaan lain
yang menyediakan pelatihan dan pengembangan untuk kemajuan karier mereka. Dengan
tujuan dilaksanakannya pelatihan dan pengembangan ini menggambarkan bahwa peranan
program ini sangat penting bagi perkembangan pegawai dan perusahaan itu sendiri.
18
Pegawai baru
Pegawai baru tersebut belum mempunyai kemampuan sesuai dengan persyaratan yang
dilakukan, oleh karena itu diperlukan pelatihan dengan tujuan agar dapat memberikan
kemampuan pada pegawai tersebut.
Perubahan teknologi
Perubahan teknologi akan mengubah suasana kerja dalam organisasi. Artinya akan
ada suatu pekerjaan yang mengharuskan penguasaan teknologi baru. Hal ini akan
mempengaruhi susunan pegawai suatu organisasi/perusahaan disebabkan tidak adanya
pegawai yang menguasai teknologi baru tersebut, dengan demikian diperlukan
pelatihan.
Mutasi
Pendidikan dan pelatihan diperlukan jika ada mutasi dalam artian dipindahtugaskan
dari satu pekerjaan ke pekerjaan lainnya (bukan hanya pindah tempat untuk
menduduki jabatan baru, melainkan belum cukup bekal untuk menduduki jabatan
baru tersebut). Mutasi penting dilakukan karena mutasi akan menghilangkan
kejenuhan atau kebosanan bagi pegawai. Dengan adanya mutasi, maka pegawai akan
memiliki banyak kemampuan dan keahlian sekaligus memberikan suasana baru bagi
kerja pegawai.
Promosi
Dalam rangka promosi diperlukan pendidikan dan pelatihan tambahan, karena
biasanya kemampuan seseorang yang akan dipromosi untuk menduduki posisi jabatan
tertentu masih belum cukup. Dengan adanya promosi, maka pegawai berlomba -
lomba untuk berbuat yang terbaik agar memperoleh promosi dari pimpinan. Agar
organisasi berkembang maka organisasi/perusahaan harus melakukan promosi.
19
b. Pengawasan
Pengawasan dapat di definiskan sebagai proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan
organisasi dan manajemen dapat tercapai. Ini berkenaan dengan cara-cara membuat
kegiatan-kegiatan sesuai yang direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya
hubungan yang sangat erat antara perencanaan dan pengawasan.
Kontrol atau pegawasan adalah fungsi di dalam manajemen fungsional yang harus
dilaksanakan oleh setiap pimpinan semua unit/satuan kerja terhadap pelaksanaan
pekerjaan atau pegawai yang melaksanakan sesuai dengan tugas pokoknya masing-
masing. Dengan demikian, pengawasan oleh pimpinan khusunya yang berupa
pengawasan melekat (built in control), merupakan kegiatan manajerial yang dilakukan
dengan maksud agar tidak terjadi penyimpangan dalam melaksanakan pekerjaan. Suatu
penyimpangan atau kesalahan terjadi atau tidak selama dalam pelaksanaan pekerjaan
tergantung pada tingkat kemampuan dan keterampilan pegawai. Para pegawai yang selalu
mendapat pengarahan atau bimbingan dari atasan, cenderung melakukan kesalahan atau
penyimpangan yang lebih sedikit dibandingkan dengan pegawai yang tidak memperoleh
bimbingan.
Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah apabila aparat pengawasan/pimpinan organisasi
melakukan pemeriksaan langsung pada tempat pelaksanaan pekerjaan, baik dengan
sistem inspektif, verifikatif, maupun dengan sistem investigatif. Metode ini
dimasudkan agar segera dapat dilakukan tindakan perbaikan dan penyempurnaan
dalam pelaksanaan pekerjaan. Sedangkan sistem pengawasan langsung oleh atasannya
disebut built in control.
Pengawasan Tidak langsung
Pengawasan Tidak Langsung adalah apabila aparat pengawasan/pimpinan
organisasi melakukan pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan hanya melalui laporan-
laporan yang masuk kepadanya. Laporan-laporan tersebut dapat berupa uraian kata-
kata deretan angka-angka atau statistik yang berisi gambaran atas hasil kemajuan
yang telah tercapai sesuai dengan pengeluaran biaya/ anggaran yang telah
direncanakan. Kelemahan dari pengawasan tidak langsung ini tidak dapat segera
mengetahui kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaannya, sehingga dapat
menimbulkan kerugian yang lebih banyak.
Pengawasan Formal
Pengawasan Formal adalah pengawasan yang secara formal dilakukan oleh
unit/ aparat pengawasan yang bertindak atas nama pimpinan organisasinya atau atasan
dari pimpinan organisasi itu. Dalam pengawasan ini biasaya telah ditentukan
prosedur, hubungan, dan tata kerjanya.
Pengawasan Informal
Pegawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal
atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan
22
oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribadi), atau
secara incognito. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kekakuan dalam
hubungan antara atasan dan bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki
keterbukaan dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan dan
penyempurnaannya dari bawahannya. Untuk masalah-masalah yang dihadapi oleh
bawahannya yang tidak mungkin dipecahkan sendiri, maka pimpinan dapat
memberikan jalan keluar pemecahannya. Sebaliknya bawahan juga merasa bangga
karena diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya secara langsung terhadap
pimpinannya. Jelasnya bahwa pengawasan informal mendekatkan hubungan pribadi
yang bersifat informal. Hal ini sangat menguntungkan terhadap pelaksanaan tugas-
tugas pekerjaan.
Pengawasan Administratif
Pengawasan Administratif adalah pengawasan yang meliputi bidang
keuangan, kepegawaian, dan material. Pengawasan keuangan menyangkut tentang pos
pos anggaran (rencana anggaran), pelaksanaan anggaran yang meliputi kepengurusan
administratif dan pengurusan bendaharawan. Hal ini menyangkut prosedur
penerimaan dan prosedur pengeluaran uang. Pengawasan kepegawaian menyangkut
hal hal yang berhubungan dengan administratsi kepegawaian serta menyangkut
terhadap hak- hak mereka yang harus dipenuhi (gaji, kenaikan pangkat, dan fasilitas-
fasilitas lain). Pengawasan material adalah untuk mengetahui apakah barangbarang
yang disediakan (dibeli) sesuai dengan rencana pengadaannya
Kerjasama tim adalah suatu proses dimana tim memiliki sasaran atau tujuan yang sama yang
dapat mengembangkan hubungan timbal balik yang efektif untuk mencapai tujuan tim
(Tarricone & Luca, 2002). Dalam praktiknya, manager menjamin seseorang memahami
tanggungjawab kolega terdekatnya maupun unit kerjanya disamping tanggungjawabnya.
Sehingga tanggungjawab ini mendukung kelompok lain dan mengemban tanggung jawab
formal atas keselamatan instalasi. Maka dari itu, kerjasama tim sangat diperlukan dalam
tindakan keselamatan (INSAG, 1991).
Menurut Survei Budaya Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Hospital Surveyon Patient Safety
Culture),yang dikeluarkan oleh AHRQ (American Hospital Research and Quality) tahun
23
2004 bahwa kerjasama tim tidak hanya melakukan koordinasi dan kolaborasi dalam unit
kerja di rumah sakit antara satu unit dengan unit yang lain dalam memberikan pelayanan
yang terbaik untuk pasien, namun dilakukan juga antar staf untuk saling mendukung satu
sama lain, saling menghormati, dan bekerja sama sebagai tim (AHRQ, 2016).
Kerjasama yang baik merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya budaya
keselamatan. Tim didefinisikan sebagai kumpulan yang dapat dibedakan dari dua atau lebih
orang yang berinteraksi, dinamis dan saling bergantung, dan melakukan fungsi tertentu
sesuai dengan tugasnya masing-masing. Penelitian menunjukkan bahwa kurangnya
kerjasama dan budaya yang bersifat individualis dapat menyebabkan timbulnya kesalahan
yang berulang (Tourani et al., 2015).
Hampir seluruh pekerjaan yang terdapat dalam perawatan kesehatan dilakukan secara
berkelompok dan interdisipliner. Faktor yang mempengaruhi kerja kelompok digambarkan
pada bagan berikut ini:
Pemimpin Performa
Proses/ Dinamika
Pengetahuan Produktivitas
Komunikasi
Kemampuan Kualitas
Koordinasi
Sikap
Kooperasi/ Konflik Error/ kejadian
Gaya Kecelakaan
Anggota
Kelompok
Pengetahuan
Kemampuan Work Tugas
Skap Sumberdaya
Organisasi
Budaya Lingkungan
Ukuran
Struktur
Gaya/ tipe
Organisasi
Ukuran
Norma
Peran Status
Kepaduan
Gambar tersebut menjelaskan bagaimana faktor individu, kepemimpinan dan struktur tim
dapat mempengaruhi dinamika kelompok yang kemudian mempengaruhi hasil seperti
produktivitas, keamanan dan atau kepuasan. Peran yang diadopsi oleh anggota tim juga
dapat mempengaruhi efektivitas dengan peran yang terkini dan akuntabilitas anggota tim.
Apabila peran antara kelompok kerja tidak didefinisikan secara jelas maka akan
menimbulkan masalah (WHO, 2009).
Kerja tim yang baik atau sukses mampu meminimalisir masalah keselamatan pasien dan
dapat meningkatkan moral dan kesejahteraan anggota kelompok, serta kemampuan
kelompok (WHO, 2009). Kelompok/ tim yang sukses dikarakteristikkan sebagai berikut
(WHO, 2011a):
a. Memiliki tujuan umum dimana semua anggota kelompok menghasilkan tujuan yang
jelas dan sama yang meliputi kepentingan dan kepemilikan.
d. Memiliki komunikasi yang efektif untuk berbagi ide dan informasi akan menyimpan
catatan tertulis serta memberikan waktu untuk refleksi tim.
e. Perpaduan yang bagus melalui tim dengan semangat dan komitmen tim ingin selalu
bekerja sama.
Dilihat sebagai:
Dilihat sebagai: Dilihat sebagai:
Persepsi organisasi
Atribut tujuan Persepsi individu
organisasi (is or has) (bagaimana (dampak pada individu)
Metode:
Metode: Metode: Kuesioner,
Wawancara
Observasi, Audit Observasi
,Kuesioner
Risiko adalah potensi terjadinya kerugian dan dapat ditimbulkan dari proses atau kegiatan yang
dilakukan saat ini atau kejadian pada masa yang akan datang. Manajemen risiko adalah
pendekatan proaktif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas
risiko. Dan juga menghilangkan atau meminimalkan dampak risiko (Carroll, 2004).
Manajemen risiko meliputi kegiatan identifikasi hazard dan penilaian risiko. Kedua
29
komponen tersebut merupakan fungsi utama dari sistem manajemen keselamatan. Berikut
merupakan rekomendasi pengukuran untuk membantu mengidentifikasi adanya potensi hazard
(Occupational Safety and Health Administration, 2013):
b. Menciptakan prosedur kerja yang aman dan mudah dipahami untuk pekerja
c. Menyiapkan APD
f. Merencanakan dan menyiapkan kondisi apabila terjadi keadaan darurat serta dan
mengadakan pelatihan yang memadai
g. Menghadirkan program surveilan medis dalam keadaan darurat untuk mengurangi
risiko dari insiden yang mungkin dapat terjadi
h. Tanggungjawab manajerial untuk memantau kegiatan yang berlangsung diluar
pelaksanaan tindakan jaminan kualitas (penilaian secara berkala terhadap praktek kerja,
program pelatihan, pengendalian dokumen, prosedur penugasan staf dan sistem
jaminan kualitas) (Roughton & Mercurio, 2002)
Penelitian Almost, et.al. (2018) menunjukkan leading indikator yang penting untuk K3 di
fasilitas kesehatan yaitu komitmen manajemen, komunikasi K3, kompetensi karyawan
terkait K3, partisipasi karyawan dalam K3, dan kesehatan kerja (Almost, et.al., 2018).
Kategori risiko insiden keselamatan menurut Leape (2002) antara lain:
30
Kategori
No. Definisi
Risiko
Strategi dan Risiko yang terkait dengan model keterlibatan dokter termasuk menarik
1 Hubungan
danmempertahankan panel dokter yang berpengalaman untuk operasional
Dokter
di RS.
Risiko yang terkait dengan pendekatan multidisiplin untuk perawatan
Pelayanan akut, perawatan khusus, diagnostik dan investigasi serta program
2
Medis kesehatan. Ini termasuk risiko yang terkait dengan fasilitas yang tidak
memadai dan pengobatan
yang tidak akurat dari penyakit di masing-masing area layanan.
6 Operasional Risiko terkait dengan kecukupan kebijakan dan prosedur yang terkait
Keperawatan dengan
operasional keperawatan dan menjaga pelayanan berkelanjutan.
7 Fasilitas dan Risiko yang terkait dengan ketidakcukupan atau kegagalan fasilitas dan
Peralatan peralatan
utk pelaksanaan pelayanan.
8 Farmasi Risiko terkait proses farmasi dan pengiriman produk farmasi ke unit RS
dan pasien,
Risiko terkait dengan budaya, struktur organisasi, komunikasi,
Sumber Daya rekrutmen, manajemen kinerja, remunerasi, pembelajaran &
9
Manusia pengembangan, retensi, Kesehatan & Keselamatan Kerja dan
hubungan industrial, termasuk sistem
pendukung, proses dan prosedur.
31
Ruang lingkup manajemen risiko rumah sakit antara lain: (a) Risiko pasien,
(b) Risiko staf klinis, (c) Risiko karyawan, (d) Risiko kekayaan, (e) Risiko keuangan, (f)
Risiko lainnya (Carroll, 2004). Ruang lingkup tersebut digambarkan dengan hexagonal
di bawah ini:
Tetapkan Konteks
Identifikasi Risiko
Monitor dan Review
Komunikasi dan Konsultasi
Analisa Risiko
PenilaianRisiko
Evaluasi Risiko
Kelola Risiko
Daftar Risiko
Analisis Risiko
Analisis risiko klinis bertujuan untuk memisahkan risiko klinis kecil yang dapat
diterima dari risiko klinis besar yang tidak dapat diterima (ACHS, 2013). Analisis
risiko dapat menyediakan data yang dapat digunakan untuk membantu program
evaluasi dan pengelolaan risiko klinis. Analisis risiko klinis ini melibatkan
pertimbangan sumber-sumber risiko klinis, konsekuensinya dan kemungkinan
terjadinya konsekuensi tersebut. Pada analisis risiko perlu adanya kedalaman
analisis ditentukan melalui kompleksitas aktivitas dan ketersediaan informasi/
data. Menghitung tingkat risiko klinis suatu kegiatan, dapat mempertimbangkan
unsur-unsur individu dari risiko klinis secara individual dankemudian digabungkan
untuk membentuk tingkat risiko. Perhitungan tersebut dapat menggunakan rumus
berikut (Apollo Hospitals, 2016):
1 2 3 4 5
INSIGNIFICANT MINOR MODERATE MAJOR CATASTROPHIC
Berkurangnya fungsi
Cedera luas
Dapat diatasi motorik/sensorik
CEDERA Kehilanga
Tidak ada cedera dengan pertolongan Setiap kasus yang Kematian
PASIEN n fungsi
pertama memperpanjang
utama
perawatan
permanen
PELAYANAN/ Terhenti lebih dari 1jam Terhenti lebih dari Terhenti lebih dari
Terhenti lebih dari 1 hari Terhenti permanen
OPERASIONAL 8 jam 1minggu
BIAYA/ Kerugian lebih dari Kerugian lebih dari Kerugian lebih dari Kerugian lebih dari
Kerugian kecil
KEUANGAN 0,1% anggaran 0,25% anggaran 0,5% anggaran 1% anggaran
Media nasional
Media lokal Media lokal Media nasional
PUBLIKASI Rumor
Waktu singkat Waktu lama Kurang Lebih dari 3 hari
dari 3hari
Dampak kecil thd Dampak serius thd
Dampak bermakna thd
moril karyawan dan moril karyawan Menjadi
REPUTASI Rumor moril karyawan dan
kepercayaan dankepercayaan masalahberat
kepercayaan masyarakat
masyarakat masyarakat bagi pr
Untuk memetakan risiko terhadap probabilitas dan dampak dapat menggunakan risk
matrix. Disamping itu, risk matrix dapat menjelaskan mitigasi risiko pada tingkat
yang bisa ditolerir (Apollo Hospitals, 2016).
35
Pengelolaan Resiko
Langkah-langkah dalam pengelolaan risiko yaitu 1) identifikasi opsi pengelolaan yang tepat
diantaranya menghindari risiko, menerima risiko, transfer risiko, retensi risiko, mengurangi
dampak/ konsekuensi, mengurangi probabilitas/ kemungkinan, kontrol risiko, 2) mengkaji
kelayakan opsi pengelolaan, analisis biaya manfaat, 3) memilih opsi pengelolaan risiko yang
36
Risiko yang dinilai kritis harus dituliskan dalam profil risiko. Profil tersebut berisi rincian
risiko, faktor yang berkontribusi, skor risiko, dokumentasi kontrol dan rencana tindakan
khusus dan praktis. Rencana tindakan harus terikat oleh waktu dan tanggung jawab untuk
memfasilitasi pemantauan status di masa depan. Praktik dan pengendalian mitigasi harus
mencakup penentuan kebijakan, prosedur, praktik, dan proses yang memastikan bahwa
tingkat risiko yang ada diturunkan ke tingkat yang dapat diterima. Dalam banyak kasus
risiko yang signifikan mungkin masih ada setelah mitigasi tingkat risiko dengan penanganan
risiko. Risiko yang masih ada ini perlu dipertimbangkan dengan tepat. Dalam kasus risiko
keuangan, hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi yaitu asuransi oleh lembaga eksternal
dan asuransi diri atau pendanaan internal (Apollo Hospitals, 2016).
37
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Menurut Theodorsin (1969) dalam Liliweri (2007), komunikasi merupakan suatu proses
pemindahan informasi dari satu atau sekelompok orang kepada satu atau sekelompok orang
lain dengan menggunakan simbol-simbol tertentu sehingga memberikan suatu pengaruh.
Komunikasi menjadi salah satu faktor penentu mutu pelayanan di rumah sakit dan kepuasan
pasien merupakan salah satu indikator pelayanan yang bermutu. Berdasarkan piramida
kebutuhan Abraham Maslow, untuk memenuhi berbagai kebutuhan manusia maka mereka
selalu mengarahkan diri dengan tingkah laku komunikasi.Guideline (panduan) merupakan
pedoman sebagai “buku resep” yang memiliki peran penilaian klinis dalam perawatan pasien
untuk mengansumsikan peserta didik telah memiliki keterampilan dasar, pengetahuan, dan
pengalaman untuk mengikuti suatu resep tersebut. Dokter dan manajer perlu memutuskan
apakah pengenalan mereka akan mengarah pada peningkatan kualitas perawatan dengan
biaya yang dapat diterima.
Sebagian besar kesalahan di layanan kesehatan tidak dapat ditangani dengan menggunakan
penanganan risiko klinis yang berfokus pada masalah tradisional seperti litigasi, asuransi dan
disiplin pribadi. Pemikirin yang hanya berorientasi pada sistem tidaklah cukup. Yang juga
dibutuhkan adalah disiplin formal yang disebut rekayasa faktor-faktor manusia.. Rekayasa
faktor manusia yang diantaranya dalam perangkat medis, perangkat lunak medis dan desain
area kerja kesehatan mampu mengubah cara pendekatan tenaga kesehatan dan manajer
risiko terhadap error dalam pengaturan perawatan kesehatan.
Agar kondisi praktik aman terlaksana dengan baik harus diperhatikan pengelolaan terkait
waktu kerja, stress, kelelahan, pelatihan, supervisi, kerjasama tim, budaya dan pengelolaan
resiko.Tim perlu dimasukkan ke dalam struktur manajemen yang memungkinkan
akuntabilitas mereka diakui secara jelas oleh semua orang. Tim yang baik akan menjadi tim
yang terbuka untuk belajar dari kesalahan mereka serta keberhasilan mereka. Pemimpin tim
yang baik akan sangat penting untuk proses ini. Sumber daya tambahan sangat penting
untuk melakukan ini, dan juga untuk menyediakan cadangan untuk menghindari krisis.
38
DAFTAR PUSTAKA