Anda di halaman 1dari 39

Agribisnis Rumput Laut

BAB 5.
POTENSI AGRIBISNIS RUMPUT LAUT

ndonesia dikenal sebagai negara yang subur dan kaya akan sumber daya

I alam. Sebagai negara dengan luas wilayah laut lebih dari 70%, salah satu
kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan adalah sumber daya hayati. Selain
ikan, alternatif hasil laut yang bisa diolah adalah rumput laut. Rumput laut
termasuk dalam anggota alga (tumbuhan memiliki klorofil atau zat hijau daun).
Tumbuhan yang hidup di perairan dangkal dan menempel pada karang yang mati
ini dibagi ke dalam 4 kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga merah),
Phaeophyceae (alga cokelat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae
(alga biru hijau).

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan
makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti
agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam
industri.

Komoditas rumput laut merupakan salah satu komoditas yang masuk dalam
program revitalisasi perikanan. Dua alasan penting rumput laut tersebut menjadi
pilihan. Pertama, pasar produk derivatif dalam bentuk food grade dan nonfood
grade sangat bervariasi dan permintaan pasar dunia terhadap produk ini cukup
tinggi (Anggadiredja, 2007); kedua, penguasaan teknologi budidaya (sistem rakit
atau long line) mudah diadopsi oleh pembudidaya.

Sukadi (2007) menyatakan bahwa sebagai komoditas komersial, bisnis rumput


laut terus berkembang pada beberapa lokasi di Indonesia, seperti: di Jawa Timur
(Kabupaten Sumenep), di Gorontalo (Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten
Boalemo, dan Kabupaten Pahuwato), di NTT (sekitar pulau Sabu), Sulawesi
Selatan (Kabupaten Takalar), NTB serta Bali. Namun, struktur pasar komoditi ini
sangat tertutup, sehingga resiko pedagang cukup tinggi.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 155


Agribisnis Rumput Laut

Rumput laut alam: Sulawesi Selatan, Riau, Jawa Barat, Maluku, Nusa Tenggara
Barat. Rumput laut budidaya: Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tengggara Barat,
Sulawesi Selatan, Selawesi Tenggara, Sulawesi Utara.

Rumput laut sebagai salah satu komoditas perdagangan dunia, telah banyak
dikembangakan di Indonesia, seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara
Timur, Sulawesi, Sumatera, Jawa dan daerah lainnya. Hal ini menunjukan ting-
ginya permintaan pasar atas komoditi rumput laut. Pengembangan produksi
rumput laut ini didorong oleh beberapa kebutuhan industri makanan, farmasi,
kedokteran dan kertas. Rumput laut lebih banyak diekspor secara langsung,
dibandingkan melalui pengolahan terlebih dahulu. Dalam konteks ini, Indonesia
adalah kawasan penyediaan bahan baku bagi negara-negara industri.

5.1. Peta Agribisnis Rumput Laut Indonesia

Rumput laut potensial adalah jenis-jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat
digunakan diberbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat.
Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida
karagin. Agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida
agar-agar. Karaginofit dan agarofit merupakan rumput laut merah (Rhodophy-
ceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang mengandung
bahan utama polisakarida alginat.

5.1.1. Jenis rumput laut potensial penghasil karaginan

Rumput laut penghasil karaginan seperti E. cottonii dan E. spinosum merupakan


rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan bahan baku
industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Sedangkan E. edule dan Hypnea
sp. hanya sedikit sekali diperdagangkan dan tidak dikembangkan dalam usaha
budidaya. Hypnea biasanya dimanfaatkan oleh industri agar. Sebaliknya E.
cottonii dan E. spinosum dibudidayakan oleh masyarakat pantai. Dari kedua jenis
tersebut E. cottonii yang paling banyak dibudidayakan karena permintaan
pasarnya sangat besar. Jenis lainnya Chondrus spp., Gigartina spp., dan Iridaea
spp tidak ada di Indonesia (Gambar 5.1).

Wilayah potensial untuk pengembangan budidaya rumput laut Eucheuma terletak


di perairan pantai Nanggroe Aceh Darussalam (Sabang); Sumatera Barat (Pesisir
Selatan, Mentawai); Riau (Kepulauan Riau, Batam); Sumatera Selatan; Bangka
Belitung, Banten (dekat Ujung Kulon, Teluk Banten/P. Panjang); DKI Jakarta

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 156


Agribisnis Rumput Laut

(Kepulauan Seribu); Jawa Tengah (Karimun Jawa), Jawa Timur (Situbondo dan
Banyuwangi Selatan, Madura); Bali (Nusa Dua/Kutuh Gunung Payung, Nusa
Penida, Nusa Lembongan, dan Buleleng); Nusa Tenggara Barat (Lombok Barat
dan Lombok Selatan, pantai Utara Sumbawa Besar, Bima, dan Sumba); Nusa
Tenggara Timur (Maumere, Larantuka, Kupang, P. Roti selatan); Sulawesi Utara;
Gorontalo; Sulawesi Tengah; Sulawesi Tenggara; Sulawesi Selatan; Kalimantan
Barat; Kalimantan Selatan (Pulau Laut); Kalimantan Timur; Maluku (P. Seram, P.
Osi, Halmahera, Kep. Aru dan Kei); Papua (Biak, Sorong).

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.1. Rumput laut penghasil karaginofit (a) Eucheuma cotonni, (b) Hypnea
sp, (c) Chondrus crispus, (d) Gigartina sp

Rumput laut Eucheuma di Indonesia umumnya tumbuh di perairan yang


mempunyai rataan terumbu karang. Eucheuma tumbuh dengan melekat pada
substrat karang mati atau kulit kerang ataupun batu gamping di daerah intertidal
dan subtidal. Tumbuhan ini tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Sebaran
Eucheuma dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 157


Agribisnis Rumput Laut

Tabel 5.1. Sebaran Eucheuma di perairan Indonesia


Jenis rumput laut Sebaran Perairan
Eucheuma spinosum Kep. Riau, Selat Sunda, Kep. Seribu (DKI
Jakarta), Sumbawa (NTB), Ngele-ngele,
Sanana (NTT), Wakatobi dan Muna (Sulawesi
Tenggara), Kep. Banggai dan Togian, P. Dua
dan P.Tiga (Sulawesi Tengah), Seram Timur,
Kep. Kei dan Kep. Aru (Maluku).
Eucheuma edule Kep. Seribu (Jawa Barat), Bali, Seram Timur
(Maluku), P. Dua dan P. Tiga (Sulawesi
Tengah), Wakatobi dan P. Muna (Sulawesi
Tenggara), Tolimau, Kep. Kei (Maluku).
Eucheuma serra Bali
Eucheuma cottonii Kep. Banggai, Togian, P. Dua dan P. Tiga
(Sulawesi Tengah), P. Seram Timur, Selat Alas
Sumbawa.
Eucheuma
Euc heuma crassum Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Kep. Aru
(Maluku Tenggara)
Eucheuma arnoldhii Bali, Seram Timur (Maluku)
Eucheuma leewenii Nusa Kambangan (Jawa Tengah)
Eucheuma crustaeforme Kep. Sangir (Sulawesi Utara)
Eucheuma horizontal P. Selayar (Sulawesi Selatan)
Eucheuma adhaerens P. Ternate (Maluku Utara)
Eucheuma vermiculare Kep. Seribu (DKI Jakarta)
Eucheuma dichotomum Kep. Seribu (DKI Jakarta), Kep. Kei, Elat
(Maluku)
Eucheuma cervicome Seram Timur (Maluku)
Eucheuma striatum Kep. Seribu (DKI Jakarta)
Eucheuma simplex Seram Timur (Maluku)
Eucheuma spp. Seram Timur (Maluku)
Sumber: Atmadja dan Sulistijo (1983)

Nurdjana (2007) dalam workshop rumput laut dan hewan lunak yang diseleng-
garakan di Makasar menggambarkan beberapa propinsi di Indonesia yang
berpotensi untuk mengembangkan produksi budidaya rumpiut laut Eucheuma
cottonii dan presentasenya khususnya seperti dalam diagram/ Gambar 5.2
dibawah ini.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 158


Agribisnis Rumput Laut

S u lS e l
NT T 23%
31%

Ba li
19%

L a in n y a
1%

J a Ba r S u lT e n g
0% NT B 14%
J a T im
1% 4%
Ka lBa r S u lT r a JaT e n g
G o r o n t a lo
S u lUt 1% 1% 3%
1%
1%

Gambar 5.2. Presentase produksi daerah potensi budidaya Eucheuma cottonii di


Indonesia

5.1.2. Jenis rumput laut potensial penghasil agarofit

Jenis rumput laut penghasil agarofit yang dikembangkan secara luas terbatas
pada Gracilaria spp (Gambar 5.3). Di Indonesia, Gracilaria verrucosa umumnya
dibudidayakan di tambak. Jenis ini mempunyai thallus berwarna merah ungu dan
kadang-kadang berwarna kelabu kehijauan dengan percabangan alternate atau
dichotomy, perulangan lateral berbentuk silindris, meruncing di ujung dan
mencapai tinggi 1-3 cm serta berdiameter antara 0,5 - 2,0 mm (Soegiarto et al.,
1978).

(a) (b)
Gambar 5.3 Rumput laut penghasil agarofit (a) Gracilaria veruccosa (b) Gelidium
latifolium (www.ecocorp.fao.org)

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 159


Agribisnis Rumput Laut

Gracilaria verucosa dan G. gigas banyak dibudidayakan, di perairan Sulawesi


Selatan (Kab. Jeneponto, Takalar, Sinjai, Wajo, Palopo, Bone, Maros); Lombok
Barat Pantai Utara P. Jawa (Serang, Tangerang, Bekasi, Karawang, Brebes,
Pemalang, Tuban, dan Lamongan). Gracilaria selain dari budidaya juga didapat
dari alam. Panen dari alam kualitasnya kurang baik karena tercampur dengan
jenis lain. Gelidium spp. belum dibudidayakan orang. Seluruh produksi Gelidium
dihasilkan dari alam. Rumput laut ini ditemukan hampir di seluruh perairan Indo-
nesia. Sebaran Gelidium di perairan Indonesia disajikan dalam Tabel 5.2.

Tabel 5.2.Sebaran Gelidium di perairan Indonesia


Jenis Rumput Laut Sebaran
Gelidium latifolium Pantai Barat Sumatera ( dari Aceh sampai
Lampung ), Ujung Genteng ( DKI Jakarta ),
Teluk Noimini (NTT), Labuhan (NTB), P. Kidang
(Riau), Marlaut, Geser (Maluku),
Gelidium cartilagineum
cartilagineum Pangandaran (Jawa Barat), Terora (Bali), Hoga,
Lintea (NTT)
Gelidium rigidum Sebesi (Sulawesi Tenggara), Ujung Genteng,
Pangandaran, Anyer (Banten), Cilurah (Jawa
Barat), Terora (Bali), Tanjung Keramat (NTB)
Gelidium corneum Pangandaran, Labuan (Jawa Barat)
Gelidium crinale Pangandaran (Jawa Barat), Lombok (NTB),Tual
(Maluku), Timor (NTT)
Gelidium cologlosum Nias (Sumatera Utara)
Gelidium pusilium Kangean, Damar (Madura), Maumere, Sika
(NTT)
Gelidium pannosum P. Kambing, Tual (Maluku), Teluk Noimini
(NTT), Nias (Sumatera Utara)

Nurdjana (2007) dalam workshop rumput laut dan heewan lunak yang
diselenggarakan di Makasar juga menggambarkan beberapa propinsi di Indonesia
yang berpotensi untuk mengembangkan produksi budidaya rumput laut Gracillaria
sp dan presentasenya khususnya seperti dalam diagram/Gambar 5.4 dibawah ini.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 160


Agribisnis Rumput Laut

S u lS e l
98%

JaB ar
1% J a T im
1%
Gambar 5.4. Presentase produksi daerah potensi budidaya Gracilaria sp di
Indonesia

5.1.3. Jenis Rumput Laut Potensial Penghasil Alginat

Di Indonesia Sargassum spp. dan Turbinaria spp merupakan satu-satunya sum-


ber alginate (Gambar 5.5). Kandungan alginat dalam kedua rumput laut coklat
tersebut relatif tergolong rendah, sehingga secara ekonomis kurang menguntung-
kan. Sargassum spp. dan Turbinaria spp. belum dibudidayakan di Indonesia,
Permintaan Sargassum spp. masih sangat terbatas.

Di dunia, Sargassum spp. ada sekitar 400 spesies; sedangkan di Indonesia


dikenal ada 12 jenis, yaitu : Sargassum duplicatum, S. hitrix, S. echinocarpum, S.
gracilinum, S. obtuspfolium, S. binderi, S. polyceystum, S. micro-phylum, S.
crassifolium, S. aquafolium, S. vulgare, dan S. polyceratium. Hormophysa di
Indonesia dijumpai satu jenis yaitu H. tricuetra. Turbinaria spp. ada 4 jenis, yaitu T.
conoides, T. conoides, T. ornata, T. murrayana dan T. deccurens.

(a) (b)
Gambar 5.5. Rumput laut penghasil alginate (a) Sargassum sp (b) Turbinaria sp
Direktorat Pembinaan SMK (2008) 161
Agribisnis Rumput Laut

Alga coklat Sargassum spp. termasuk tumbuhan kosmopolitan, tersebar hampir di


seluruh perairan Indonesia Penyebaran Sargassum spp. di alam sangat luas
terutama di daerah rataan terumbu karang di semua wilayah perairan pantai.

5.2. Kontribusi dan


dan Peran Rumput Laut

Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat pembagian rumput laut
berdasarkan koloid yang dikandungnya, maka di bab ini akan dijelaskan lebih
dalam mengenai kandungan dalam rumput laut serta peranannya dalam industri
pangan maupoun non pangan.

Berbeda dengan alga coklat, alga merah secara eksklusif hidup di perairan laut
daerah tropis, yaitu daerah yang dangkal sampai ke daerah yang dalam. Produksi
getah rumput laut (alga) merah ini, merupakan sumber bahan mentah bagi agar-
agar karaginan dan furcellaran. Polisakarida tersebut terdiri dari unit galaktosa dan
mengadakan ikatan glikosidik secara berselang dengan (α1-3) (ß1-4). Bahan yang
dikandung oleh alga merah maupun coklat tersebut disebut gummi alami atau
mucilages. Beberapa ahli berpendapat bahwa gummi tersebut pada hakekatnya
merupakan suatu polisakarida dan secara keseluruhan polisakarida yang dipro-
duksi oleh alga disebut fikokoloid (phycocolloid).

Pada umumnya, ada tiga kelompok fikokoloid, yaitu:


a. Ester sulfat yang larut dalam air, contohnya karaginan dan agar-agar
b. Laminaran yang larut dalam air
c. Polyuronida yang larut dalam larutan alkali, contohnya algin atau alginin.

Kandungan kadar sulfat dalam polisakarida tersebut dapat digunakan sebagai


salah satu parameter untuk membedakan berbagai jenis polisakarida yang
terdapat dalam alga merah. Menurut Food Chemical Codex, USA (1974) yang
disebut karaginan, minimal harus mengandung sulfat sebanyak 18% dari berat
kering. Sedang untuk agar-agar hanya mengandung sulfat sekitar 3 – 4 % saja dari
berat keringnya. Adapun furcellaran mengandung 8 – 9 % sulfat. Secara komersial,
sebetulnya agar-agar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu agarose yang
bebas dari sulfat dan agaropektin yang mengandung sulfat.

Tanaman rumput laut mempunyai komposisi kimia yang bervariasi tergantung


pada spesies, tempat tumbuh serta musim. Kandungan rumput laut yang berupa
agar-agar, karaginan dan algin menyebabkan rumput laut mempunyai arti penting
dalam dunia perindustrian

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 162


Agribisnis Rumput Laut

5.2.1. Algin/Alginat
Algin/Alginat

Algin merupakan komponen utama dari getah ganggang coklat (Phaeophyceae),


dan merupakan senyawa penting dalam dinding sel spesies ganggang yang
tergolong dalam kelas Phaeophyceae. Secara kimia, algin merupakan polimer
murni dari asam uronat yang tersusun dalam bentuk rantai linier yang panjang.

Ada dua jenis monomer penyusun algin, yaitu ß-D-Mannopyrasonil Uronat dan α-
L-Asam Gulopyranosyl Uronat. Dari kedua jenis monomer tersebut, algin dapat
berupa homopolimer yang terdiri dari monomer sejenis, yaitu ß-D-asam-
Manopyranosil Uronat saja atau α-L-Asam Guloppyranosil Uronat saja; atau algin
dapat juga berupa senyawa heteropolimer jika monomer penyusunannya adalah
gabungan kedua jenis monomer tersebut, seperti yang diilustrasikan pada Gambar
5.6. Istilah algin sebenarnya adalah garam dari asam alginan. Garam asam alginat
yang paling banyak dijumpai adalah garam dalam bentuk natrium alginat.

Gambar 5.6. Gugus alginat (Winarno, 1996).

5.2.1.1. Sumber algin

Pada umumnya algin terdapat dalam semua spesies ganggang yang tergolong
dalam kelas Phaeophyceae dengan kadar yang berbeda-beda. Namun demikian,
secara komersial sebagian besar alga diproduksi hanya dari spesies; Macrocystis
pyrifera, Laminaria byperborea, Laminaria digitata, Laminaria japonica, Asco-
phyllum nodosum, Ecklonia maxima, dan Eisenia bycyclis (Gambar 5.7).
Sedangkan di Indonesia sendiri algin banyak diproduksi dari rumput laut jenis
Sargassum sp dan Turbinaria yang jumlahnya melimpah di perairan alam
Indonesia.

Macrocystis pyrifera merupakan sumber utama produksi algin dunia. Rumput laut
tersebut merupakan grand kelp, yang banyak terdapat pada daerah dingin di
Lautan Pasifik dengan kedalaman 8 sampai 25 m dan melebar dengan diameter
1,2 m. Jenis alga ini merupakan tanaman perineal yang dapat mencapai umur 8 -

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 163


Agribisnis Rumput Laut

10 tahun. Alga ini menyembulkan duri-duri yang tumbuh dengan kecepatan 30 cm


per hari. Pemanenannya dapat dilakukan dua sampai empat kali setahun.
Laminaria byperborea juga merupakan sumber algin utama dari jenis kelp yang
lebih kecil. Jari-jari tanaman tersebut menyembul ke atas dengan panjang 1,5 - 3
m, dan ujungnya bercabang membentuk payung.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.7. Rumput laut penghasil algin (a) Laminaria, (b) Macrocystis pyrifera
(c) Ascophyllum nodosum, (d) Ecklonia maxima

Produksi dan suplai algin, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat. Algin
tersebut pada umumnya dipanen secara mekanis dari spesies Macrocystis
pyrifera di sepanjang pantai California Selatan. Produsen kedua terbesar adalah
Inggris, yang memproduksi alga dari jenis Laminaria byperborea dan Ascop-
phyllum nodosum sebagai sumber bahan mentahnya.

Kandungan asam alginat dari batang alga spesies Laminaria pada tanaman yang
telah tua, relatif tetap sepanjang tahun. Adapun kandungan asam alginat dari
bahan kering Laminaria byperborea adalah 17 – 33 %, Laminaria digitata 25 – 44
%, sedangkan Ascopphyllum nodosum 22 – 30 %. Kadar asam alginate pada
batang (stines) ini biasanya lebih tinggi daripada rumpun (fronds).

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 164


Agribisnis Rumput Laut

5.2.1.2. Produksi algin

Berbagai hak paten mengenai pembuatan dan produksi algin telah banyak
disiarkan dan dipublikasikan. Namun, secara teknis produksi alga tersebut pada
dasarnya melalui beberapa tahap. Bila algin diproduksi dari Macrocystis pyrifera,
maka sebaiknya diproses secara basah, yaitu sesudah dipanen segera
dikumpulkan. Jadi tidak perlu memakai proses pengeringan lebih dahulu.

Alga tersebut dicuci kemudian dilarutkan dalam alkali, yaitu larutan natrium
karbonat. Setelah selulosanya dihilangkan maka alginnya dapat dipisahkan
dengan cara pengendapan dalam bentuk garam kalsium atau asam alginat. Bila
hasilnya kalsium alginat, maka endapan itu sebaiknya dicuci dengan asam
sehingga hasilnya berubah menjadi asam alginat. Kemudian ditambah basa untuk
memperoleh jenis garam yang dikehendaki. Pemisahan alginat ini dapat dilakukan
dengan teknik baru, yaitu dengan cara elektrolisis. Setelah algin terkumpul, lalu
dikeringkan, digiling dan dianalisis komposisinya, barulah dicampur untuk meng-
hasilkan berbagai jenis dan mutu algin. Dalam memproduksi algin, produk
turunannya yang terpenting adalah propilen glikol.

5.2.1.3. Grading

Algin dalam pasarannya sebagian besar berupa natrium alginat yaitu suatu garam
alginat yang larut dalam air. Jenis algin lain yang larut dalam air ialah kalium atau
ammonium alginat. Sedangkan, algin yang tidak larut dalam air adalah kalsium
alginat dan asam alginat. Dan devirat atau produk turunan yang terpenting adalah
propylene glycol alginate.

Algin yang memiliki mutu food grade, harus bebas dari selulosa dan warnanya
sudah dilunturkan (bleached) sehingga terang atau putih. Pharmaceutical grade,
biasanya juga bebas dari selulosa dan dilunturkan sehingga berwarna putih
bersih.

Disamping grade tersebut, ada lagi yang disebut industrial grade yang biasanya
masih mengijinkan adanya beberapa bagian dari selulosa, dengan warna dari
coklat sampai putih. Juga, pH algin bervariasi dari 3,5 – 10, dengan viskositas (1%
larutan air) 10 - 5.000 cps; dan kadar air 5 – 20 % dengan ukuran partikel 10 – 200
Standar Mesh. Penjualan alginate di pasar internasional banyak berupa sodium
alginate, dengan harga saat ini mencapai US$ 3,08/oz

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 165


Agribisnis Rumput Laut

5.2.1.4. Fungsi algin

Algin membentuk garam yang larut dalam air dengan kation monovalen, serta
amin yang berat molekul rendah, dan ion magnesium. Oleh karena algin merupa-
kan molekul linier dengan berat molekul tinggi, maka mudah sekali menyerap air.
Karena alasan tersebut, maka algin baik sekali fungsinya sebagai bahan
pengental.

Di berbagai keadaan, algin dapat berfungsi sebagai senyawa peningkat daya


suspensi larutan (stabilisator) dengan proses pengentalan larutan itu sendiri. Di
sistem lain, algin mampu menjaga suspensi karena muatan negatifnya serta
ukuran kalorinya yang memungkinkan membentuk pembungkus bagi partikel yang
tersuspensi. Sifat viskositasnya yang tinggi mampu mempengaruhi stabilitas emul-
si minyak dalam air. Propilen glikol alginat memiliki gugus lipofilik maupun hidrofilik
yang terdapat dalam molekul dan merupakan emulsifier yang asli dengan sifat
pengental yang kuat.

Peranan algin khususnya natrium alginat sebagai emulsifier terutama terletak


pada sifat daya pengentalannya meskipun daya perlindungan sebagai pembung-
kus sering menonjol. Istilah stabilisator (pengatur keseimbangan) bagi algin lebih
tepat bila disebut sebagai stabilisator emulsi, stabilisator es krim, atau juga
stabilisator produk susu.

Pada es krim, sifat stabilisator sangat kompleks, yaitu dengan cara daya ikat air
dan perlindungan koloid. Algin yang larut dalam susu, mampu mencegah terjadi-
nya pembentukan kristal es yang kasar dalam es krim yang biasanya terjadi
karena perlakuan freezing thawing yang berulang-ulang. Ukuran koloid dari algin
banyak membantu memperbaiki body dan kehalusan (smoothness) es krim terse-
but.

Karena kalsium memiliki dua buah ion positif, maka ion tersebut mampu berga-
bung dengan dua gugus karboksil dan juga bergabung dengan molekul algin.
Disamping itu, ikatan sekunder mungkin saja terjadi di antara ion kalsium ke dalam
larutan alginat pada air akan menghasilkan pembentukan gumpalan/ endapan
ikatan menyilang yang tidak larut. Namun hal ini terletak pada teknik dan cara
penambahan formulasi larutan yang ditambahkan, sehingga dapat diperoleh ben-
tuk gumpalan baik berupa serabut atau lembaran film.

Disamping kalsium, metal dengan ion double maupun triple dapat pula
menghasilkan gumpalan serabut serupa dengan algin. Baik algin dalam bentuk

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 166


Agribisnis Rumput Laut

asam atau garam yang larut dalam air dengan logam divalent atau trivalent
maupun kombinasi dari senyawa tersebut, dapat digunakan untuk membentuk gel
algin yang mengeras menjadi padat pada suhu kamar. Tekstur gel tersebut akan
berkisar dari yang lembut, empuk sampai yang keras dan kuat dengan cara
mengatur rasio antara jumlah garam dan asam.

Pembentukan gel yang uniform (seragam/sama) hanya dimungkinkan bila ramuan


diaduk dengan baik sebelum pembuatan gel dicampur dengan beberapa asam.
Contohnya, D-glucono-1,5 lakton, yang lambat sekali membentuk asam dalam
larutan air, akan lebih baik bila digabung dengan kalsium fosfat dan natrium
alginat.

Asam lain yang dapat membantu pembentukan gel adalah adipic-acid, asam
fumarat atau asam sitrat yang dikombinasikan dengn garam alginate yang larut,
kalsium karbonat, kalsium fosfat atau kalsium tartrat. Demikian pula halnya
dengan garam kalsium yang sedikit larut, seperti kalsium sulfat yang secara
perlahan membebaskan ion kalsium yang dapat dicampur dengan tepung algin
untuk membentuk komposisi tepung yang mampu larut dalam air pada suhu kamar
dan mengental menjadi gel setelah dibiarkan beberapa saat.

Penambahan polifosfat sebagai senyawa sequestering agent atau suatu penam-


bahan larutan anion, mampu membentuk komponen yang tidak larut dengan
polyvalent ion metal, dan ini dapat ditambahkan untuk mengendalikan waktu
seting sehingga dapat menunda waktu gelasi seperti yang dikehendaki. Tingginya
berat molekul dan strukturnya yang linier, algin dapat membentuk lapisan tipis film
yang kuat. Adanya gugus hydrophylik, karboksil dan hydroksil, menyebabkan film
yang terbentuk tahan terhadap penetrasi minyak maupun pelumas. Bila larutan
algin ini dilapiskan di atas permukaan kertas atau paper board, maka terjadilah
kertas tahan minyak (grease oil proof film).

5.2.1.5. Algin dalam industri makanan

Telah bertahun-tahun lamanya algin menjadi bagian dalam kelp sebagai makanan
khusus. Di zaman modern, algin murni telah digunakan dalam makanan lebih dari
45 tahun. Dari hasil analisis dan percobaan pada binatang, natrium alginat dan
propylene glycol alginat terbukti aman untuk dikonsumsi, tidak bersifat alergi dan
tidak bersifat racun. Algin dapat dimanfaatkan sebagai komoditi yang penting
dalam industri hasil susu, roti, kue serta jenis makanan lain.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 167


Agribisnis Rumput Laut

Produk susu
a. Es Krim: Algin berfungsi sebagai stabilisator yang mampu mempertahankan
keutuhan (body) es yang alami, halus serta memiliki konsistensi yang
creamy (warna krem). Seperti telah disebutkan sebelumnya, algin dapat
mencegah timbulnya kristal es yang besar dalam es krim. Flavor (cita rasa)
dapat terasa secara jelas dan mencair di mulut dengan baik. Dalam hal ini,
yang banyak digunakan adalah milk soluble algin dan propilen glikol alginat
dengan konsentrasi 0,1 - 0,5 persen.
b. Ice milk (susu es): merupakan frozen desert yang mengandung lemak susu
sebesar 2 – 7 persen, dijual dalam bentuk padat, hard frozen atau soft serve
ice milk. Penggunannya sama seperti pada es krim dengan dosis sebesar
0,2 – 0,5 persen dari berat es milk.
c. Milk Shake Mixes: Hard frozen ice milk yang akan digunakan untuk milk
shake mixes memerlukan sifat yang stabil dan perlu stabilisator 0,25 - 0,5
persen.
d. Sherbets (Serbat): merupakan frozen desert yang mengandung lemak
sebesar 1 – 2 % dan kurang dari 5% milk solid. Sherbets distabilkan dengan
stabilisator propylene glycol alginate dengan dosis 0,3 - 0,5 % dari berat
bahan.

Disamping itu, algin dapat digunakan sebagai stabilisator pada produk coklat susu,
serta produk susu lainnya, seperti yogurt, susu asam dan lain sebagainya untuk
membantu menstabilkan keutuhan/ bentuk (body) dari produk tersebut.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.8. Produk susu yang menggunakan algin sebagai bahan tambahan (a)
yogurt, (b) ice milk, (c) sherbets, dan (d) milk shake

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 168


Agribisnis Rumput Laut

Produk Roti-
Roti-kue

Algin banyak digunakan pada produk roti-kue karena sifatnya yang bagus dalam
mencengkram air (water holding capacity) sehingga produk tersebut tdak cepat
kering pada udara dengan kelengasan yang rendah.

Disamping itu, dengan penambahan algin, tekstur yang halus dapat dipertahan-
kan. Dosis yang digunakan sekitar 0,1 – 0,5%. Algin tersebut dapat digunakan
dalam berbagai produk kue dan roti seperti cake filling dan toppings, bakery jellies,
meringues, glazes, pie filling, dan lain sebagainya.

French dressing (bumbu salad): sifat unik yang dimiliki propylene glycol alginate
aitu baik sebagai emulsi maupun bahan pengental tepat sekali diterapkan dalam
produk french dressing. Dressing dengan algin dapat tahan lama dan tidak pecah,
bila disimpan pada suhu tinggi maupun rendah. Propilen glikol alginat dengan
cepat larut dalam air tanpa pemanasan dan sangat mudah membaur dengan
larutan asam. Dosis yang digunakan kira-kira 0,5% atau lebih rendah.

Candy gels (Permen agar-agar): kombinasi algin dengan garam kalsium atau
asam, digunakan untuk membuat candy gels ini mencapai tekstur empuk sampai
pada pengunyahannya (chewing body gels). Candy (permen) tersebut bersifat
bening dan tahan lama. Dengan algin, permen memiliki retention (penyimpanan)
air yang bagus. Dosis yang digunakan sekitar 0,1 – 0,7 %.

Beer (bir): algin banyak digunakan untuk proses stabilisasi buih bir. Dalam
produksi, bir bila ditambahkan dengan propylene glycol alginate 40 sampai 80
ppm (1 mg/liter) akan dapat menghasilkan buih yang stabil, tahan lama dan lebih
creamer.

Canning (pengalengan): dalam pengalengan pangan yang mengandung cairan


atau gravying, waktu pemrosesan (pemanasan) dikurangi dengan mengganti
sebagian besar pati cukup rendah untuk membiarkan proses berlangsung secara
pemanasan konveksi. Ketika suhu diturunkan setelah proses sterilisasi, kalsium
ion bereaksi dengan algin sehingga menyebabkan viskositas meningkat untuk
mencapai nilai akhir.

Penggunaan algin pada produk makanan sebagai bahan tambahan dapat dilihat
pada Gambar 5.9

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 169


Agribisnis Rumput Laut

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.9. Produk pangan yang menggunakan algin sebagai bahan tambahan
(a) roti, (b) bumbu salad, (c) pengalengan dan (d) buih pada bir

Produk lain

Selain produk tersebut di atas, yang banyak menggunakan algin adalah makanan
untuk pelangsing tubuh atau dietetic foods berkalori rendah. Algin memiliki nilai
kalori sangat rendah yaitu hanya sekitar 1,4 kkal/gram. Karena penggunaan algin
dalam makanan pelangsing pada umumnya kurang dari 1% maka kontribusi algin
dalam total kalori sangatlah kecil. Oleh karena itu, dengan penambahan algin akan
dapat membantu memperbaiki cita rasa produk dengan kadar gula rendah.
Berbagai susunan makanan (dietetic foods) yang terkenal adalah bumbu salad
(salad dressing) kalori rendah, imitasi French dressing, dietetic jellies, selei (jam),
sirup, puding, sauce, icing dan berbagai permen (candies).

5.2.1.6. Fungsi algin dalam industri farmasi dan kosmetika

Suspensi ; algin banyak digunakan untuk bahan suspensi dan sebagai koloid atau
pelindung bagi bahan pharmaceutical seperti pada penicillin preparat sulfat.
Konsentrasi algin yang biasa digunakan sekitar 0,25 – 2,0 %

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 170


Agribisnis Rumput Laut

Salep dalam pembuatan pasta, salep atau obat kurap (ointment); juga digunakan
Salep;
algin untuk memantapkan body (bentuk) dan stabilitas emulsi dari ointment
tersebut. Salep yang mengandung algin mudah dioleskan dan konsentrasi yang
diperlukan adalah 0,5 sampai 3,5 %.
Tablet Algin digunakan pula sebagai pengikat/ binder atau sebagai disintegrasi).
Tablet;
Jumlah algin yang diberikan sekitar 0,5 – 5% dari berat tablet. Sebagai disinte-
grating agent dalam tablet, partikel asam alginat mampu menyerap air dengan
cepat dan akibatnya tablet membengkak sehingga hancur. Sedangkan sebagai
binder digunakan natrium alginat dalam bentuk tablet atau krim (Gambar 5.10)
Cetakan gigi;
gigi algin juga digunakan dalam pembuatan gigi palsu sebagai cetakan
(Gambar 5.10)

Gambar 5.10. Penggunaan algin sebagai bahan kosmetik dan farmasi

5.2.1.7. Fungsi algin dalam Industri Kertas dan Tekstil

Kertas dapat digunakan sebagai surface sizing (2500 m2 per kg), crafting 0,5%,
Kertas:
bahan perekat (adhesif) 0,1 sampai 0,2%.

Tekstil digunakan untuk printing silk atau silk serve printing. Ini dapat
Tekstil;
memperbaiki warna yang timbul (1,5 -3%). Finishing sebagai bahan perekat
(adhesif). Untuk pewarna tekstil, alga coklat yang digunakan adalah yang memiliki
struktur manuronat lebih banyak dalam hal ini ada pada Sargassum dan
Turbinaria. Struktur kimianya mengikat zat pewarna, namun lebih mudah
melepaskannya pada bahan kain.

Ketel uap Algin digunakan sebagai boiler feed water compounds, yaitu pelindung
Ketel uap;
koloid. Hal ini disebabkan karena algin mampu memberikan fasilitas agar endapan
air pada ketel uap (boiler) bersifat lunak dan tidak menjadi kerak pada dinding
dalam ketel uap (boiler). Endapan itu lebih mudah disingkirkan keluar tanpa
banyak kesulitan. Dengan ditambahkannya algin juga akan mengurangi terben-
tuknya buih, hanya luka sedikit serta mudah membaur dengan air. Yang telah

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 171


Agribisnis Rumput Laut

diizinkan untuk ketel uap (boiler) bagi proses makanan adalah natrium alginat dan
ammonium alginat.

Selain ramah lingkungan karena bukan bahan kimia berbahaya dan beracun,
harga pewarna alami dari rumput laut juga relatif murah dibandingkan pewarna
kimia sintetis. Pembuatan batik cap dengan pewarna rumput laut dapat menekan
biaya hingga 25 persen. Pemanfaatan potensi alam Indonesia ini juga akan
berdampak pada penghematan devisa karena akan mengganti pewarna batik
yang selama ini masih impor. Selain itu, pengolahan rumput laut menjadi zat
pewarna merupakan peluang usaha baru bagi industri lokal dan selanjutnya juga
akan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.

5.2.2. Karaginan

Karaginan merupakan getah rumput laut yang diekstraksi dengan air atau larutan
alkali dari spesies tertentu dari kelas Rhodophyceae (alga merah). Karaginan
merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri atas ester kalium, natrium, mag-
nesium dan kalsium sulfat dengan galaktosa dan 3,6 anhydrogalaktocopolimer.

Sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickener (bahan pengental),


gelling agent (pembentuk gel), pengemulsi dan lain-lain, karaginan sangat penting
peranannya. Sifat ini banyak dimanfaatkan oleh industri makanan, obat-obatan,
kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya.

Karaginan dapat diperoleh dari hasil pengendapan dengan alkohol, pengeringan


dengan alat (drum drying) dan pembentuk karaginan. Jenis alkohol yang dapat
digunakan untuk pemurnian hanya terbatas pada metanol, etanol, dan isopro-
panol.

Secara komersial, karaginan digunakan untuk tujuan standarisasi, serta dicampur


dengan garam (food grade salt) untuk mendapat sifat gelasi serta kepekatan yang
diinginkan.

5.2.2.1. Sumber karaginan

Sumber karaginan dari daerah tropis adalah spesies Eucheuma cottonii yang
menghasilkan kappa karaginan, Echeuma spinosum yang menghasilkan iota
karaginan (Tabel 5.3). Kedua jenis Eucheuma tersebut banyak terdapat di
sepanjang pantai Filipina dan Indonesia. Sebagian besar karaginan sebetulnya
diproduksi dari jeni Chondrus crispus yang berwarna merah tua, bentuknya seperti

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 172


Agribisnis Rumput Laut

daun parsley dan hidup pada kedalaman sekitar 3 meter. Jenis terakhir ini banyak
tumbuh di daerah utara Lautan Atlantik yaitu di pantai Kanada, Maine (Amerika
Serikat), Inggris dan Perancis.

Tabel 5.3. Karaginan dari beberapa jenis algae


Jenis algae karaginofit Fraksi karaginan
Furcellaria fastigiata Kappa
Agardhiella tenera Iota
Eucheuma spinosum Iota
Eucheuma cottonii Kappa, Lambda
Anatheca montagnei Iota
Hypnea musciformis Kappa
Hypnea nidifica Kappa
Hypnea setosa Kappa
Chondrus crispus Kappa, Lambda, Iota
Chondrus spp. Lambda
Gigartina stellata Lambda, Kappa, Iota
Gigartina acicularis Lambda, Kappa
Gigartina pistillata Lambda, Kappa
Iridea radula Iridophyean Kappa
Phyllophora nervosa Lambda
Gymnogongrus spp Phyllophoran
Tichocarpus crinitus Iota, Lambda, Kappa
Sumber: Chapman & Chapman (1980)

5.2.2.2. Jenis dan sifat fisika


fisika – kimia karaginan
karaginan

Karaginan merupakan polisakarida yang linier atau lurus dan merupakan molekul
galaktan dengan unit-unit utamanya adalah galaktosa. Karaginan merupakan
molekul besar yang terdiri lebih dari 1000 residu galaktosa. Oleh karena itu,
variasinya juga banyak sekali. Karaginan dibagi atas tiga kelompok utama, yaitu
kappa, iota dan lamda Karaginan yang memilki struktur bentuk yang jelas.

Kappa karaginan tersusun dari α (1->3) D galaktosa-4 sulfat dan ß (1->4) 3,6
anhydro–D galaktosa. Disamping itu, karaginan sering mengandung D-galatosa-6
sulfat ester dan 3,6 anhydro-D Galaktosa 2-sulfat ester. Adanya gugusan 6-sulfat
dapat menurunkan daya gelasi dari karaginan, tetapi dengan pemberian alkali
mampu menyebabkan terjadinya transeliminasi gugusan 6-sulfat, yang meng-
hasilkan terbentuknya 3,6 anhydro-D galaktosa. Dengan demikian derajat
keseragaman molekul meningkat dan daya gelasinya juga bertambah.
Direktorat Pembinaan SMK (2008) 173
Agribisnis Rumput Laut

Iota karaginan, ditandai dengan adanya 4-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6
anhydro-D galaktosa. Gugusan 2-sulfat ester tidak dapat dihilangkan oleh proses
pemberian alkali seperti halnya kappa karaginan. Iota karaginan sering mengan-
dung beberapa gugusan 6-sulfat ester yang menyebabkan kurangnya kesera-
gaman molekul yang dapat dihilangkan dengan pemberian alkali.

Lamda karaginan berbeda dengan kappa dan iota karaginan disulphated α (1->4)
D galaktosa. Tidak seperti halnya pada kappa dan iota karaginan yang selalu
memiliki gugus 4-phosphat ester, posisi dari sulfat terkait dapat dengan mudah
ditentukan karaginan dengan bantuan infrared spectrophotometer. Perbedaan
kappa, iota, dan lamda karaginan pada struktur kimianya dapat dilihat pada
Gambar 5.11.

Di pasaran, karaginan merupakan tepung berwarna kekuning-kuningan, mudah


larut dalam air, membentuk larutan kental atau gel, tergantung dari proporsi fraksi
kappa dan lambda karaginan serta keseimbangan kation dalam larutan.

Hidrasi karaginan terjadi lebih cepat pada pH rendah, hidrasi terjadi lebih lambat
pada pH 6 atau lebih. Kekentalan larutan karaginan tergantung pada konsentrasi,
temperatur, tipe karaginan dan berat molekulnya. Karaginan kering dapat disim-
pan dengan baik selama 1,5 tahun pada suhu kamar dan pH 5 - 6,9.

Gambar 5.11. Gugus kappa, iota dan lambda karaginan (Winarno, 1996).

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 174


Agribisnis Rumput Laut

5.2.2.3. Sifat dasar karaginan

Sifat dasar karaginan terdiri dari tiga tipe karaginan, yaitu kappa, iota dan lambda
karaginan. Tipe karaginan yang paling banyak dalam aplikasi pangan adalah
kappa karaginan. Sifat-sifat karaginan meliputi kelarutan, viskositas, pembentukan
gel dan stabilitas pH.

a. Kelarutan

Kelarutan karaginan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya tipe
karaginan, temperatur, pH, kehadiran jenis ion tandingan dan zat-zat terlarut
lainnya. Gugus hidroksil dan sulfat pada karaginan bersifat hidrofilik sedangkan
gugus 3,6 anhidro-D-galaktosa lebih hidrofobik. Lambda karaginan mudah larut
pada semua kondisi karena tanpa unit 3,6-anhidro-D-galaktosa dan mengandung
gugus sulfat yang tinggi. Karaginan jenis iota bersifat lebih hidrofilik karena adanya
gugus 2-sulfat dapat menetralkan 3,6-anhidro-D-galaktosa yang kurang hidrofilik.
Karaginan jenis kappa kurang hidrofilik karena lebih banyak memiliki gugus 3,6-
anhidro-D-galaktosa (Towle 1983; cPKelco ApS 2004).

Karakteristik daya larut karaginan juga dipengaruhi oleh bentuk garam dari gugus
ester sulfatnya. Jenis sodium umumnya lebih mudah larut, sementara jenis
potasium lebih sukar larut. Hal ini menyebabkan kappa karaginan dalam bentuk
garam potasium lebih sulit larut dalam air dingin dan diperlukan panas untuk
mengubahnya menjadi larutan, sedangkan dalam bentuk garam sodium lebih
mudah larut. Lambda karaginan larut dalam air dan tidak tergantung jenis
garamnya (cPKelco ApS 2004). Daya kelarutan karaginan pada berbagai media
dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4. Daya kelarutan karaginan pada berbagai media pelarut


Medium Kappa Iota Lambda
Air panas Larut di atas 60⁰C Larut di atas 60⁰C Larut
Air dingin Garam natrium, larut Garam Na, larut Larut
garam K, Ca, tidak garam Ca member
larut disperse thixotropic
Susu panas Larut Larut Larut
Susu dingin Garam Na, Ca, K tidak Tidak larut Larut
larut tetapi akan
mengembang
Larutan gula pekat Panas, larut Larut, sukar Larut, panas
Larutan garam pekat Tidak larut Larut, panas Larut, panas
Sumber : Winarno (1996)

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 175


Agribisnis Rumput Laut

Suryaningrum (1988) menyatakan bahwa karaginan dapat membentuk gel secara


reversibel, artinya dapat membentuk gel pada saat pendinginan dan kembali cair
pada saat dipanaskan. Pembentukan gel disebabkan karena terbentuknya struktur
heliks rangkap yang tidak terjadi pada suhu tinggi.

b. Stabilitas pH

Karaginan dalam larutan memiliki stabilitas maksimum pada pH 9 dan akan


terhidrolisis pada pH di bawah 3,5. Pada pH 6 atau lebih umumnya larutan
karaginan dapat mempertahankan kondisi proses produksi karaginan (cPKelco
ApS 2004). Hidrolisis asam akan terjadi jika karaginan berada dalam bentuk
larutan, hidrolisis akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu. Larutan
karaginan akan menurun viskositasnya jika pH-nya diturunkan di bawah 4,3
(Imeson, 2003).

Kappa dan iota karaginan dapat digunakan sebagai pembentuk gel pada pH
rendah, tetapi tidak mudah terhidrolisis sehingga tidak dapat digunakan dalam
pengolahan pangan. Penurunan pH menyebabkan terjadinya hidrolisis dari ikatan
glikosidik yang mengakibatkan kehilangan viskositas. Hidrolisis dipengaruhi oleh
pH, temperatur dan waktu. Hidrolisis dipercepat oleh panas pada pH rendah
(Moirano, 1977). Stabilitas karaginan dalam berbagai media pelarut dapat dilihat
pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Daya kestabilan ketiga jenis karaginan terhadap perubahan pH


Stabilitas Kappa Iota Lambda
Pada keadaan pH Stabil Stabil Stabil
netral dan alkali
pH asam Terhidrolisa bila Terhidrolisa Terhidrolisa
dipanaskan Stabil dalam
Stabil dalam bentuk gel
keadaan gel
Sumber : Winarno (1996)

5.2.2.4. Fungsi karaginan

Karaginan sangat penting peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseim-


bangan), thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain.
Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik,
tekstil, cat, pasta gigi dan industri lainnya. Perlu ditambahkan bahwa dewasa ini
sekitar 80% produksi karaginan digunakan dalam produk makanan. Selain itu juga

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 176


Agribisnis Rumput Laut

berfungsi sebagai stabilisator, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi


kolid), film former (mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah
terjadinya pelepasan air) dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan)
(Anggadireja et al., 1993).

Penggunaan karaginan dalam bahan pengolahan pangan dapat dibagi dalam dua
kelompok, yaitu untuk produk-produk yang menggunakan bahan dasar air dan
produk-produk yang menggunakan bahan dasar susu (Gambar 5.12). Pada
produk makanan yang berasal dari susu, karaginan telah dikenal luas sebagai
aditif penting. Penambahan karaginan (0,01 - 0,05 %) pada es krim berfungsi
sebagai stabilisator yang baik. Sedangkan penambahan karaginan (0,02 - 0,03 %)
pada susu coklat dapat mencegah pengendapan coklat dan pemisahan krim serta
meningkatkan kekentalan lemak dan pengendapan kalsium.

Di bidang industri kue dan roti, kombinasi karaginan dengan garam natrium
lambda atau karaginan dengan lesitin dapat meningkatkan mutu adonan. Dengan
demikian, kue atau roti yang bermutu tinggi dapat dihasilkan. Bila dikombinasikan
dengan garam kalsium, maka karaginan sangat efektif sebagai gel pengikat atau
gel pelapis produk daging. Dalam jumlah yang relatif kecil, karaginan juga
digunakan pada produk makanan lainnya misalnya macaroni, jam jelly, sari buah,
bir dan lain-lain.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.12. Produk pangan yang menggunakan bahan karaginan (a) macaroni
(b) manisan jelly (c) es krim dan (d) susu nabati

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 177


Agribisnis Rumput Laut

Di luar industri pangan, karaginan banyak digunakan dalam industri farmasi.


Penambahan karaginan (0,8 – 12 %) pada pasta gigi akan memperhalus tekstur
dan memperbaiki sifat busanya. Sedangkan kegunaan karaginan pada produk
farmasi lain umumnya ditujukan untuk memperbaiki sifat suspensi dan emulsi
produk.

Sedangkan karaginan yang dihasilkan dari rumput laut dalam industri farmasi
banyak dimanfaatkan dalam campuran untuk pasta gigi, salep, kapsul, plester dan
filter. Pada industri kosmetik karaginan dimanfaatkan sebagai campuran cream,
lotion, sampo, dan cat rambut. Sedangkan dalam industri lain karaginan juga
dapat dimanfaatkan dalam industri tekstil, kertas, fotografi, insektisida, pestisida,
cat dan bahan pengawet kayu.

(a) (b)

(c) (d)
Gambar 5.13. Produk karaginan dalam industri farmasi (a) pasta gigi, (b)
cangkang kapsul, (c) krim wajah dan (d) pewarna tekstil (industri
tekstil)

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 178


Agribisnis Rumput Laut

5.2.2.5. Standar Mutu

Standar karaginan dalam bentuk tepung adalah 99% lolos saringan 60 mesh, dan
memiliki tepung densitas (yang diendapkan oleh alkohol) adalah 0,7 dengan kadar
air 15% pada RH 50 dan 25% pada RH 70. Penggunaan ini biasanya dilakukan
pada konsentrasi serendah 0,005% sampai setinggi 3% tergantung produk yang
ingin diproduksi. Sedang, suhu gelasi dari dari karaginan berbanding lurus dengan
konsentrasi kation yang terdapat dalam sistem. Pada saat sekarang, standar
karaginan yang kini banyak dikenal adalah European Economic Community (EEC)
Stabilizer Directive dan FAO/WHO specification. Standar mutu karaginan yang
telah diakui dikeluarkan oleh Food Agriculture Organization (FAO), Food
Chemicals Codex (FCC) dan EEC. Spesifikasi mutu karaginan dapat dilihat pada
Tabel 5.6.

Tabel 5.6. Standar mutu karaginan


Spesifikasi FAO FCC EEC
Zat volatile (%) Maks 12 Maks 12 Maks 12
Sulfat (%) 15-40 18-40 15-40
Kadar abu (%) 15-40 Maks 35 15-40
Viskositas (cP) Min 5 - -
Kadar abu tidak larut dalam asam (%) Maks 1 Maks 1 Maks 2
Logam berat
Pb (ppm) Maks 10 Maks 10 Maks 10
As (ppm) Maks 3 Maks 3 Maks 3
Cu (ppm) - - Maks 50
Zn (ppm) - - Maks 25
Kehilangan
ehilangan karena kekeringan (%) Maks 12 Maks 12 -
Sumber : A/S Kobenhvns Pektifabrik (1978)

5.2.3. Fulcellaran

5.2.3.1. Sumber dan sifat fisiko kimia fulcellaran

Fulcellaran diproduksi dari Rhodophyceae (ganggang merah), khususnya dari


genus Fulcellaran. Yang utama dari genus Fulcellaran fastigiata forma
aegagrapila, yang telah diproduksi menjadi Fulcellaran sejak perang dunia kedua
berakhir.

Fulcellaran terdiri dari dua komponen yang menyerupai karaginan. Satu


diantaranya memiliki daya gelasi dan yang satunya lagi memiliki sifat mengental-

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 179


Agribisnis Rumput Laut

kan. Fulcellaran larut dalam air pada suhu 75⁰C, dan juga larut dalam susu yang
mendidih. Gel dari fulcellaran bersifat keras dan mencapai viskositas maksimum
pada pH 8 dan maksimum kekerasan gel dicapai pada suhu 43⁰C.

5.2.3.2. Produksi fulcellaran

Setelah Fulcellaran fastigiata dipanen dan dicuci, kemudian disimpan dalam


larutan alkali selama dua sampai tiga minggu. Setelah perendaman, Fulcellaran
dimasak dalam air mendidih untuk mengekstraksi kandungan fulcellaran. Hasil
ekstraksi disaring atau dapat juga disentrifusi. Untuk merangsang proses gelasi
fulcellaran, hasil penyaringan tersebut ditambah larutan garam kalium. Gel yang
terbentuk dibekukan kemudian dicairkan (thawing), lalu diproses untuk menghi-
langkan air dan kotoran. Cara produksi fulcellaran ini hampir sama dengan cara
produksi agar-agar.

5.2.3.3. Kegunaan

Seperti halnya karaginan, Fulcellaran juga banyak digunakan dalam industri


makanan sebagai pembentuk gel, pengental, stabilisator (pengatur keseimbang-
an), pengemulsi, dan sebagainya. Produk makanan dan minuman yang sering
menggunakan Fulcellaran adalah jelly, jam, sari buah, bir, produk ging dan susu.

Fulcellaran dapat digunakan untuk mengentalkan jam marmalat (jam dari kulit
jeruk) dan produk sejenisnya. Dibandingkan dengan pektin sebagai pembentuk gel
yang sudah lama dikenal pada produk tersebut, maka fulcellaran memiliki bebe-
rapa kelebihan. Pektin membutuhkan kadar gula minimum 50-60 % dengan tingkat
keasaman tertentu. Sedangkan fulcellaran mampu membentuk gel dengan kon-
sentrasi gula yang rendah, bahkan tanpa penambahan gula. Umumnya, konsen-
trasi fulcellaran yang digunakan berkisar antara 0,2 – 0,5%, tergantung pada
konsentrasi gula dan kekerasan yang diinginkan.

Pada sari buah, fulcellaran berfungsi sebagai pengatur keimbangan suspensi.


Selain membuat produk lebih viscous dan homogen, pengendapan dapat dihindari
dalam waktu yang lama. Dalam industri bir, fulcellaran digunakan sebagai penjer-
nih karena mampu berinteraksi dengan protein, membentuk flokuasi yang
selanjutnya mengendap. Dengan demikian, keruhan bir sebagai akibat adanya
protein dapat dihindari.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 180


Agribisnis Rumput Laut

5.2.4. Laminaran

Laminaran adalah polisakarida dari 20 gula glukosa phyraure, glikosidik yang


membentuk molekul spiral. Disamping itu juga, terdapat manitol pada akhir rantai.
Jumlah laminaran dalam ganggang merah (Laminariaceae) sangat bervariasi.

Laminaran tidak membentuk larutan viscous maupun gel. Walaupun hingga kini
masih belum digunakan dalam makanan. Namun demikian, laminaran sulfat telah
dapat digunakan sebagai obat yaitu sebagai obat anti koagulan. Laminaran relatif
mudah dipecah atau dimetabolisir oleh mikroba dan dapat menstimulasi aktivitas
pertumbuhan mikroflora dalam lumen sapi.

5.3. Peranan Agribisnis Rumput


Rumput Laut

Rumput laut cukup mudah dibudidayakan di perairan pantai di Indonesia. Rumput


laut (seaweed) merupakan salah satu komoditi yang potensial dan dapat menjadi
andalan bagi upaya pengembangan usaha skala kecil dan menengah yang sering
disebut sebagai UKM. Hal ini terjadi karena rumput laut sangat banyak digunakan
oleh manusia, baik melalui pengolahan sederhana yang langsung dikonsumsi
maupun melalui pengolahan yang lebih komplek untuk dijadikan barang setengah
jadi dan diolah lebih lanjut oleh industri hilir menjadi barang jadi yang dapat
digunakan (dikonsumsi) langsung, seperti produk farmasi, kosmetik dan pangan
serta produk lainnya.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas hasil perikanan yang sebagian
besar diekspor dalam bentuk kering dan produk setengah jadi. Di pasar
internasional rumput laut yang berasal dari Indonesia masih dihargai rendah.
Penyebab rendahnya mutu rumput laut di Indonesia adalah kadar air yang tinggi.
Sebab, kadar air tinggi akan menghasilkan rendemen (hasil ekstrak) rumput laut
dan kekuatan gel yang lebih rendah. Selain kadar air yang tinggi juga disebabkan
kadar kotoran (pasir, garam dan campuran jenis rumput lain) yang tinggi.

Rumput laut tumbuh di perairan pantai dan pulau-pulau karang di perairan


Indonesia. Pada umumnya tumbuh di daerah litoral atau sub litoral sampai
kedalaman tertentu yang masih dapat dicapai oleh cahaya matahari. Rumput laut
merupakan salah satu komoditas perikanan yang telah lama dimanfaatkan,
terutama oleh masyarakat di daerah pantai. Mereka memanfaatkan menjadi bahan
makanan, sayuran, manisan, dll. Pemanfaatan rumput laut akhir-akhir ini
ditekankan pada kandungan kimiawinya, yaitu agar, karaginan dan alginat.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 181


Agribisnis Rumput Laut

Ekstrak rumput laut yang berupa agar, karaginan dan alginat merupakan bahan
baku untuk beberapa industri, sehingga merupakan komoditas yang cukup
potensial (Sudjiharno dan Aji, 1999)

Selain masalah mutu rendah, persaingan dengan negara pengekspor lainnya dan
monopoli perdagangan dunia untuk komoditas ini, harga rumput laut pun sering
tidak menentu berakibat merugikan petani. Saat ini penanganan dan pengolahan
pasca panen rumput laut perlu diusahakan secara optimal. Sebetulnya teknologi
penanganan dan pengolahannya (terutama agar-agar kertas) cukup sederhana
dan tidak memerlukan modal yang besar dan peralatan yang canggih. Jika
teknologi pasca panen rumput laut dapat dikembangkan dan diterapkan dengan
baik, maka agroindustri yang bertujuan meningkatkan nilai tambah, menambah
lapangan kerja dan mengurangi impor produk jadi rumput laut dapat tercapai.
Rumput laut akan lebih bernilai ekonomis setelah mendapat penanganan lebih
lanjut.

Di pasar domestik perdagangan komoditas ini lebih banyak dalam bentuk rumput
laut kering. Perdagangan dalam bentuk rumput laut basah belum dikenal. Hal ini
terkait dengan belum berkembangnya industri pengolahan rumput laut basah yang
dapat diproses menjadi berbagai produk turunan alginat. Perlu dicatat bahwa pada
pasar domestik tidak ada standar mutu perdagangan rumput laut kering. Di
pasaran terdapat rumput laut kering mutu Gorontalo, Takalar, Sumenep dan lain-
lain.

Variasi mutu ini menyulitkan industri pengolahan lokal, karena biaya pengola-
hannya semakin meningkat. Pada tingkat pedagang besar mutu rumput laut kering
ditentukan secara visual dengan kandungan kadar air 35 – 37%. Surabaya menjadi
salah satu pusat distribusi, perdagangan dan industri pengolahan rumput laut
penting saat ini, karena pertama perdagangan tradisional rumput laut yang
memerlukan sentra distribusi yang tepat waktu dan cepat ke pusat pengolahan di
Jakarta dan Surabaya. Kedua, dekat dengan wilayah Indonesia Timur yang
merupakan pusat budidaya rumput laut.

Di Surabaya dan Jakarta, rumput laut tersebut diolah menjadi produk turunan:
refined carragenan, semi refined carragenan (food grade dan pet food), alkali
treated chips, atau diekspor dalam bentuk raw dried sea weed. Ekspor raw dried
sea weed dalam bentuk chip lebih sering dilakukan karena dengan perlakuan
sederhana akan memperoleh nilai tambah yang tinggi di pasar ekspor. Insentif
ekspor dalam bentuk chip ini menurut Ma’ruf (2007), didorong oleh harga rumput

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 182


Agribisnis Rumput Laut

laut dalam bentuk chip sekitar Rp. 35 ribu per kg, sementara harga rumput laut
kering pada tingkat pengolah rata-rata sekitar Rp.7.500 – Rp.8.000 per kg.

Sebagian besar rumput laut di Indonesia diekspor dalam bentuk kering. Bila
ditinjau dari segi ekonomi, harga hasil olahan rumput laut seperti karaginan jauh
lebih tinggi dari pada rumput laut kering. Oleh karena itu, untuk meningkatkan nilai
tambah dari rumput laut dan mengurangi impor akan hasil-hasil olahannya, maka
pengolahan rumput laut menjadi karaginan di dalam negeri perlu dikembangkan.

Rumput laut diketahui kaya akan nutrisi esensial, seperti enzim, asam nukleat,
asam amino, mineral, trace elements, dan vitamin A,B,C,D,E dan K. Karena
kandungan gizinya yang tinggi, rumput laut mampu meningkatkan sistem kerja
hormonal, limfatik, dan juga saraf. Selain itu, rumput laut juga bisa meningkatkan
fungsi pertahanan tubuh, memperbaiki sistem kerja jantung dan peredaran darah,
serta system pencernaan.

Rumput laut dikenal juga sebagai obat tradisional untuk batuk, asma, bronkhitis,
TBC, cacingan, sakit perut, demam, rematik, bahkan dipercaya dapat meningkat-
kan daya seksual. Kandungan yodiumnya diperlukan tubuh untuk mencegah
penyakit gondok. Di Cina, rumput laut juga biasa digunakan untuk pengobatan
kanker. Tingginya tingkat konsumsi rumput laut mungkin berhubungan dengan
rendahnya insiden kanker payudara pada wanita di negara tersebut. Mungkin hal
itu disebabkan oleh kandungan klorofil rumput laut yang bersifat antikarsinogenik.
Selain itu, karena kandungan vitamin C dan antioksidannya yang dapat melawan
radikal bebas, rumput laut bermanfaat untuk memperpanjang usia dan mencegah
terjadinya penuaan dini.

Semua rumput laut kaya akan kandungan serat yang dapat mencegah kanker
usus besar. Serat dapat melancarkan pencernaan dengan membentuk zat seperti
gelatin dalam usus halus dan meningkatkan kadar air dalam feses. Konsumsi
serat dapat membantu metabolisme lemak sehingga menurunkan kadar kolestrol
darah dan gula darah. Rumput laut juga membantu pengobatan tukak lambung,
radang usus besar, susah buang air besar, dan gangguan pencernaan lainnya.

5.4. Prospek Pengembangan Industri Rumput Laut

Memiliki puluhan ribu pulau dan perairannya yang begitu luas meliputi dua pertiga
luas wilayahnya atau 5,8 juta km persegi, dapat tergambar potensi pengembangan
rumput laut Indonesia yang sangat tinggi. Di sekeliling pulau-pulau yang banyak

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 183


Agribisnis Rumput Laut

itu hampir semuanya ditumbuhi rumput laut. Namun, teluk yang airnya tenang,
relatif dangkal, bersuhu panas, atau sedikit hari hujan, itulah daerah yang paling
digemarinya. Dalam hal ini kawasan timur Indonesia merupakan daerah yang
memiliki potensi rumput laut yang terbesar.

Dari penelitian yang pernah dilakukan pada zaman Belanda, yaitu pada Ekspedisi
Sibolga pernah ditemukan 555 jenis rumput laut di perairan Indonesia. Ketika itu
diketahui 56 jenis di antaranya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan,
mulai dari makanan ternak hingga bahan baku industri. Jenis yang memiliki nilai
ekonomis umumnya termasuk dalam suku Rhodophyceae (alga merah), antara
lain marga Glacilaria, Gelidium, Hypnea, Eucheuma, dan Gelidiopsis. Meskipun
memiliki beragam jenis rumput laut, Indonesia belum banyak memanfaatkan
potensi sumber daya hayati itu. Selama ini yang dimanfaatkan hanyalah
Eucheuma (E spinosum dan E cottonii), Glacilaria, dan Sargassum. Itu pun
dilakukan dengan cara mengambilnya dari alam. Hal ini bila dibiarkan dapat
mengancam kelestarian spesies rumput laut itu dan merusak ekosistem perairan.

Karena itu, Rokhmin Dahuri dalam kunjungannya di Sulawesi Selatan,


menekankan perlunya pengembangan budidaya rumput laut dan lebih lanjut pada
pengolahannya agar dapat memberi nilai tambah dan peningkatan pendapatan
bagi para nelayan. Dalam kunjungan kerja itu, Rokhmin antara lain meninjau
lokasi budidaya rumput laut di Palopo dan industri pengolahan rumput laut di
Takalar, Sulawesi Selatan.

Upaya pengembangan budidaya rumput laut, jelas Fathuri Sukadi mulai tahun
2003 dilakukan melalui program Intensifikasi Budi Daya Rumput Laut di 18
provinsi pada areal seluas 17.416 hektar. Untuk itu akan didistribusikan benih atau
bibit rumput laut sebanyak hampir 209 ribu ton. Program Inbud rumput laut itu
dilakukan dari hulu hingga hilir, mulai dari penyuluhan hingga penyediaan modal.
"Selain itu, diharapkan terjadi jaringan kerja sama antar kelompok pembudidaya
dari tingkat kecamatan hingga provinsi untuk mengembangkan bisnis tersebut,"
lanjut Fathuri. Untuk itu Ditjen Perikanan Budidaya DKP, pada tahun anggaran
2003 menyediakan anggaran melalui dana dekonsentrasi (Dekon) sebesar Rp11,9
miliar yang akan didistribusikan di 23 provinsi. Dana itu dialokasikan untuk paket
kegiatan percontohan, pelatihan, operasi petugas lapangan, temu lapang, temu
usaha, dan ribuan paket penguatan permodalan.

Lebih lanjut Rokhmin mengharapkan pengembangan usaha rumput laut ke arah


industri. "Budi daya rumput laut harus diikuti dengan pengembangan industri
pengolahannya. Karena, sesungguhnya nilai tambah yang tinggi justru pada

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 184


Agribisnis Rumput Laut

pengolahan pascapanen," ujarnya. Industri pengolahan bahan baku rumput laut


menjadi bahan setengah jadi apalagi bahan jadi belum banyak dilakukan di
Indonesia. Sebagian besar produksi rumput laut di ekspor sebagai bahan mentah,
yaitu rumput laut yang telah dikeringkan. Padahal bila bahan baku rumput laut
diolah, dapat memberi nilai tambah beberapa kali lipat.

Pengolahan rumput laut yaitu E cottonii menjadi karaginan misalnya, Farid Ma’ruf
dari BRKP memberi gambaran dicapai 20 hingga 30 kali lipat peningkatan nilai
tambahnya. Bila dijual dalam bentuk bahan baku harganya 0,3 dollar AS
perkilogram. Namun, dalam bentuk SRC (semi refined carrageenan) berharga 6
dollar AS/kg dan menjadi 10 dollar.

Hal inilah yang membuat Indonesia menjadi pihak yang dirugikan. Dengan
mengekpor bahan mentah pihak asing yang menuai keuntungan besar. Filipina
negara pengimpor rumput laut Indonesia misalnya, yang areal budi dayanya jauh
di bawah Indonesia, bisa mengekspor produk olahan rumput laut sebesar 700 juta
dollar AS per tahun. Sementara itu, Indonesia hanya sekitar 130 juta dollar AS
saja. Upaya merintis industri rumput laut telah dimulai di BRKP sejak beberapa
tahun lalu. Instalasi pembuatan karaginan skala laboratorium telah dihasilkan
BRKP dengan kapasitas 60 kg intake per tiga jam. Menurut Setiawan Tedja,
Presdir perusahaan itu, tahun ini diharapkan dapat diproduksi karaginan dalam
bentuk jadi beberapa ton per hari yang akan diekspor ke Cina. Sementara itu,
lanjut Farid, tahun lalu merencanakan pula pengembangan industri rumput laut di
Biak dan Sumenep untuk karaginan skala SRC, Semarang untuk produksi alginat,
dan Lampung untuk pembuatan karaginan sebagai bahan baku makanan.

Beberapa jenis rumput laut yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai
bahan industri rumput laut dengan nilai tambah yang tinggi. Penggunaan teknologi
yang sesuai dengan tingkat dan skala usaha pengolahan dapat memacu tumbuh
dan berkembangnya industri rumput laut. Teknologi terapan data dikembangkan
ditingkat petani atau masyarakat yang menghasilkan bahan mentah, teknologi
madya dapat dikembangkan untuk usaha kecil menengah (UKM) yang menghasil-
kan produk setengah jadi, teknologi tinggi untuk industri yang menghasilkan bahan
jadi dan teknologi formulasi untuk produk siap pakai.

Dalam pengembangan agribisnis rumput laut perlu dibentuk suatu sistem penyera-
sian antara penyediaan bahan baku, sumber daya manusia, permodalan, hukum,
kelembagaan dan sistem pemasaran serta perlunya sosialisasi hasil riset yang
melibatkan pemerintah daerah, institusi riset dan swasta. Saat ini sudah tersedia
prototipe peralatan untuk mengolah rumput laut menjadi bahan setengah jadi

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 185


Agribisnis Rumput Laut

maupun bahan jadi. Dalam pengembangannya pemerintah daerah perlu menye-


diakan lahan, dana awal, pengamanan lokasi dan penyediaan fasilitas peralatan
serta SDM lokal. Sedangkan pihak swasta perlu pula menyediakan lahan, dana,
jaminan pasar dan kontrol kualitas bahan baku yang dilakukan bersama institusi
riset serta penyelenggara pelatihan.

5.4.1. Peluang dan tantangan agribisnis rumput laut

Pengembangan rumput laut, sampai saat ini ekspornya masih dalam bentuk
kering utuh, baik untuk rumput laut penghasil karagenan, agar maupun alginat.
Hal ini dikarenakan permintaan pasar. Nilai tambah yang mungkin diperoleh dari
rumput laut Eucheuma adalah dengan memproses menjadi ATC (Alkali Treat-
ment Cottonii). Hal ini adanya kecenderungan importir lebih menyukai rumput
laut kering (tanpa perlakuan alkali). Sedangkan di dalam negeri, Eucheuma
banyak dijual dalam bentuk makanan seperti manisan, cendol, sirup dan lain-lain.
Namun pemasaran produk tersebut masih terbatas. Untuk rumput laut penghasil
agar seperti Gracilaria dan Gilidium banyak dibutuhkan untuk memenuhi industri
agar-agar dalam negeri baik untuk bentuk tepung, batang maupun kertas.
Sedangkan untuk agar-agar penghasil alginat (Turbinaria, Sargasum dll.),
pemasarannya masih terbatas pada bentuk bahan beku kering.

Alur proses pemanfaatan rumput laut, melibatkan adanya kualitas rumput laut
yang baik, hal ini diawali dari pemilihan bibit unggul pada teknik budidaya rumput
laut. Untuk mendapatkan bibit yang unggul dalam budidaya maka diperlukan
adanya usaha rekayasa genetika untuk mencari bibit unggul dengan hasil agar
maupun karagenan yang berkualitas sebagai bahan baku industri. Bahan baku
agar dan karagenan yang berkualitas akan lebih baik bila didukung dengan
teknologi prosesing pada teknik pengolahan rumput laut, sehingga pada masing-
masing tahapan proses akan saling berkaitan dan berhubungan mulai dari teknik
budidaya hingga pengolahan hasil budidaya rumput laut (Gambar 5.14).

Sebagai gambaran kebutuhan bahan baku rumput laut dunia dalam bentuk refine
karaginan (RC), semi refine karaginan (SRC), agar, alginate (food grade) serta
alginate (non food grade) sampai tahun 2010 dapat terlihat pada Tabel 5.7.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 186


Agribisnis Rumput Laut

Gambar 5.14. Alur proses dan peran rumput laut dalam perindustrian

Tabel. 5.7. Prediksi pasar global produk olahan rumput laut (ton)
Jenis Produk 2006 2007 2008 2009 2010
Karaginan (RC) 26.160 27.470 28.850 30.285 31.800
Karaginan (SRC) 33.350 36.690 40.355 44.390 48.830
Agar 12.375 13.600 14.970 16.470 18.120
Alginate (food grade) 10.730 11.530 12.400 13.330 14.330
Alginate (industrial grade) 20.735 22.800 25.090 27.600 30.360
Sumber : Jana T. Anggadiredja & Zatnika, BPPT Seaweed Tim (2006)

Tingginya permintaan kebutuhan bahan baku rumput laut dalam bentuk karaginan
dan agar di dunia dalam industri pangan maupun non pangan dapat terlihat pada
Tabel 5.8, dimana pada tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa produksi rumput
laut Indonesia masih belum dapat memenuhi kebutuhan dunia. Meskipun didukung
dengan produksi luar negeri kebutuhan karagenan dan agar dunia tetap belum
dapat terpenuhi, hal ini berarti peluang pasar untuk budidaya dan pengolahan
rumput laut masih sangat terbuka. Data peluang pasar rumput laut dapat terlihat
pada Tabel 5.9.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 187


Agribisnis Rumput Laut

Tabel 5.8 Prediksi kontribusi rumput laut Indonesia (Eucheuma dan Gracilaria) di
pasar global (ton)
Product 2006 2007 2008 2009 2010
Eucheuma sp
Kebutuhan Dunia 202.300 218.100 235.300 253.900 274.100
Produksi Indonesia 56.000 60.000 66.000 73.000 80.000
Gracilaria sp
Kebutuhan Dunia 79.200 87.040 95.840 105.440 116.000
Produksi Indonesia 29.000 36.000 41.500 48.000 57.500
Sumber : Jana dkk, BPPT Seaweed Team- ISS, (2006)

Tabel 5.9. Peluang pasar rumput laut dunia (ton)


Product
Product 2006 2007 2008 2009 2010
Eucheuma sp:sp
Kebutuhan Dunia 202.300 218.100 235.300 253.900 274.100
Produksi Indonesia 56.000 60.000 66.000 73.000 80.000
Prod. Luar Negeri 100.000 105.000 110.250 115.800 121.590
Peluang Pasar 46.300 53.100 59.050 65.100 72.510
Gracilaria sp:
sp
Kebutuhan Dunia 79.200 87.040 95.840 105.440 116.000
Produksi Indonesia 29.000 36.000 41.500 48.000 57.500
Prod. Luar negeri 37.000 40.700 44.770 49.250 54.200
Peluang Pasar 14.200 10.340 9.570 8.190 4.300
Sumber : Jana dkk, BPPT Seaweed Team- ISS, (2006)

Jika melihat peluang pasar yang masih sangat terbuka untuk memenuhi
kebutuhan rumput laut dunia maka hendaknya hal ini dapat memicu masyarakat
Indonesia dalam pengembangan agribisnis rumput laut baik dari sektor budidaya
maupun sektor pengolahan rumput laut. Didukung dengan sumber daya alam yang
sangat melimpah, maka sangat mungkin bagi pengusaha, petani maupun
pengolah rumput laut untuk mengembangkan usaha rumput laut.

Potensi perikanan Indonesia yang memeiliki peluang besar untuk dikembangkan


karena mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengentaskan
kemiskinan (pro-poor), menyerap tenaga kerja (pro-job) dan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi (pro-growth). Kondisi rumput laut dunia pun masih sangat
terbuka lebar, karena kebutuhan bahan baku, bahan olahan hingga produk akhir
industri yang berbahan dasar karagenan dan agar juga sangat tinggi.
Pengembangan usaha rumput laut juga dapat memanfaatkan modal yang relative
sedikit karena dapat dilakukan dalam skala rumah tangga dengan skala kecil
Direktorat Pembinaan SMK (2008) 188
Agribisnis Rumput Laut

hingga skala industri besar atau model cluster yang melibatkan beberapa petani
rumput laut untuk memperoleh hasil yang lebih optimal.

Sedangkan tantangan dan kendala dalam budidaya rumput laut antara lain:
a. Penyediaan bibit belum sesuai dengan kebutuhan tepat mutu, jumlah, waktu
dan harga.
b. Mutu produk relatif rendah antara lain disebabkan oleh : umur panen yang
tidak cukup ditandai oleh variasi kadar keraginan, sanitasi, kadar air dan
kekentalan
c. Cara pengeringan yang kurang higienis
d. Penerapan teknologi budidaya belum disesuaikan dengan daya dukung
lahan
e. Lemahnya kelembagaan pada on farm, akses pada sumber inovasi,
informasi pasar, permodalan dan kemitraan yang masih lemah.

5.4.1.1. Kekuatan dan kelemahan

Berdasarkan uraian tentang permasalahan maupun potensi sebagaimana dapat


diikuti pada bagian-bagian sebelumnya, pelaksanaan kebijakan dan program-
program pembangunan perikanan oleh DKP, khususnya terkait dengan revitalisasi
ketiga komoditas, kekuatan dan kelemahan yang ada dapat diidentifikasi sebagai
berikut:

Kekuatan:
1. Potensi lahan budidaya
Potensi lahan budidaya masih cukup luas
2. Produktivitas budidaya
Produktivitas budidaya maupun penangkapan Indonesia di wilayah maupun
penangkapan atau perairan tertentu dapat dimaksimalkan karena sejauh ini
masih dimanfaatkan jauh dibawah potensi maksimalnya.
3. Kuantitas Tenaga Kerja
Indonesia memilki jumlah tenaga kerja yang melimpah.
4. Dukungan regulasi
Pada akhir-akhir ini, berbagai regulasi dan deregulasi telah dilakukan pema-
saran luar negeri untuk mendorong perdagangan luar negeri.
5. Dukungan riset
DKP memiliki lembaga riset perikanan yang kapasitasnya dapat diandalkan,
yang memiliki mandat penelitian aspek hulu sampai dengan hilir yang pada
periode ini difokuskan pada bidang - bidang revitalisasi.
6. Dukungan kebijakan

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 189


Agribisnis Rumput Laut

Kebijakan dan program revitalisasi telah diperkuat dengan peraturan


program revitalisasi dan perundangan budidaya.

Kelemahan:
1. Fasilitas-fasilitas
Fasilitas permodalan untuk sektor perikanan masih minim atau masih kurang
membuka akses terhadap usaha-usaha perikanan.
2. Kemampuan pemasaran Kemampuan pemasaran rendah.
3. Hubungan baik
Hubungan baik dengan bank belum cukup terjalin.
4. Kualitas tenaga kerja
Kualitas tenaga kerja sangat perlu ditingkatkan.
5. Sistem penanganan hasil
Sistem penanganan hasil belum mampu menjaga kualitas.
6. Sistem distribusi
Sistem distribusi masih lemah.
7. Sarana transportasi
Sarana transportasi masih buruk di dalam negeri.
8. Ketergantungan harga
Meskipun Indonesia merupakan produsen besar, masalah domestic harga
internasional menyebabkan harga ditentukan oleh mitra internasionalnya.
9. Pajak ekspor
Pajak ekspor terlalu tinggi

5.4.1.2. Peluang dan ancaman

Berdasarkan uraian tentang permasalahan maupun potensi sebagaimana dapat


diikuti pada bagian-bagian sebelumnya, pelaksanaan kebijakan dan program-
program pembangunan perikanan oleh DKP, khususnya terkait dengan revitalisasi
ketiga komoditas, juga dapat diidentifikasi adanya peluang dan ancaman sebagai
berikut:

Peluang
1. Perubahan pasar
Perubahan peraturan pasar membuka peluang bagi sebagian peraturan
dagang produk Indonesia karena negara lain terkena dampak peraturan
Internasional tersebut (misal kasus udang Vietnam).
2. Globalisasi
Globalisasi telah memungkinkan teknologi secara cepat masuk ke dalam
industri perikanan di Indonesia.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 190


Agribisnis Rumput Laut

3. Pangsa pasar
Pangsa pasar Indonesia masih rendah tapi cenderung menaik.
4. Peluang pasar
Trend pasar dunia terus meningkat pada skala internasional.

Ancaman
1. Peningkatan kekuatan
Negara pesaing meningkat kemampuannya dalam tawar-menawar dari pem-
beli atau pemasok.
2. Perubahan teknologi
Teknologi budidaya (misal vanamei) mengancam eksistensi teknologi budi-
daya lokal.
3. Perubahan dalam peraturan sering menguntungkan dan dimanfaatkan oleh
peraturan negara pesaing.
4. Hambatan tarif
Hambatan tarif dan non tarif menyulitkan penetrasi pasar non tarif Indonesia.

RANGKUMAN

Rumput laut merupakan salah satu sumber devisa negara dan sumber
pendapatan bagi masyarakat pesisir. Selain dapat digunakan sebagai bahan
makanan, minuman dan obat-obatan, beberapa hasil olahan rumput laut seperti
agar-agar, alginat dan karaginan merupakan senyawa yang cukup penting dalam
industri. Rumput laut penghasil karaginan seperti E. cottonii dan E. spinosum
merupakan rumput laut yang secara luas diperdagangkan, baik untuk keperluan
bahan baku industri di dalam negeri maupun untuk ekspor. Jenis rumput laut
penghasil agarofit yang dikembangkan secara luas terbatas pada Gracilaria spp.
Di Indonesia Sargassum spp. dan Turbinaria spp merupakan satu-satunya sum-
ber alginate. Hasil olahan dari rumput laut sangat berperan penting dalam industri
pangan seperti es krim, olahan susu, roti, jelly, jam, pelapis daging, dsb maupun
industri non pangan seperti perlengkapan ortodonti (pasta gigi, dan cetakan gigi),
kosmetik, pewarna tekstil dan kertas, hingga ketel uap.

APLIKASI KONSEP

Berkunjunglah ke industri rumput laut di sekitar anda, lalu lakukan wawancara dan
amati berbagai cara pengolahan rumput laut, baik yang berupa makanan siap saji
ataupun olahan rumput laut setengah jadi seperti karaginan.

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 191


Agribisnis Rumput Laut

PEMECAHAN MASALAH

Diskusikan bersama teman dalam kelompok, mengenai :


a. Penggunaan rumput laut pada produk pangan yang sering dan pernah
kalian temui di lingkungan sekitar, dan dari jenis rumput laut apa barang
tersebut dibuat.
b. Penggunaan rumput laut pada produk non pangan yang ditemui di
lingkungan sekitar dan jelaskan dari jenis rumput laut apa

PENGAYAAN

1. Dibawah ini yang merupakan hasil olahan rumput laut adalah, kecuali…
a. Agar-agar
b. Alginate
c. Karaginan
d. Topping
2. Berikut dibawah ini merupakan lokasi yang dikembangkan sebagai tempat
bisnis rumput laut adalah…
a. NTB, NTT, Kalimantan
b. Sulawesi, Jawa, Sumatera
c. NTB, Sulawesi, Timor
d. Sumatera, NTT, Papua
3. Jenis rumput laut penghasil karaginan yang telah banyak dibudidayakan di
Indonesia adalah…
a. Eucheuma cottonii
b. Gracillaria sp
c. Gellidiela sp
d. Sargassum sp
4. Dari data yang disajikan daerah yang berpotensi paling besar dalam
budidaya Eucheuma cottonii adalah…
a. Sulawesi Tengah
b. NTT
c. Sulawesi Selatan
d. Bali
5. Di Indonesia sumber alginate terbesar diperoleh dari rumput laut jenis…
a. Sargassum dan Laminaria digitata
b. Laminaria digitata dan Turbinaria
c. Macrocystis pyrifera dan Sargassum
d. Sargassum dan Turbinaria
6. Fungsi algin dalam industri ketel uap adalah sebagai, kecuali…

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 192


Agribisnis Rumput Laut

a. Pelindung koloid
b. Mengurangi terbentuknya kerak pada dinding ketel
c. Mengurangi terbentuknya buih
d. Mempermudah pembauran dengan minyak
7. Chondrus crispus adalah rumput laut penghasil karaginan dengan fraksi…
a. Iota
b. Lambda
c. Kappa
d. Iota, Lambda, Kappa
8. Adanya 4-sulfat ester pada setiap gugusan 3,6 anhydro-D galaktosa
merupakan gugusan dari fraksi karaginan…
a. Iota
b. Lambda
c. Kappa
d. Iota, Lambda, Kappa
9. Fulcellaran adalah produk lain dari hasil olahan rumput laut dari ordo…
a. Rhodophyceae
b. Laminariaceae
c. Phaeophyceae
d. Chlorophyceae
10. Kebutuhan rumput laut dunia untuk Euchuema dan Gracillaria pada tahun
2010 mencapai…
a. 235.000 dan 95,840
b. 253.900 dan 116.000
c. 274.100 dan 116.000
d. 274.100 dan 202.300

KUNCI JAWABAN

1. D
2. B
3. A
4. C
5. D
6. D
7. D
8. A
9. A
10. C

Direktorat Pembinaan SMK (2008) 193

Anda mungkin juga menyukai