Anda di halaman 1dari 6

UJIAN SEMESTER

KEBIJAKAN PUBLIK

Soal :

1. Pilih salah satu dri isu di bawah ini, kemukakan pendapat saudara terkait isu tersebut
berkaitan dengan kebijakan publik, bagaimana cara mengatasi isu tersebut
a) Permasalahan bad pratices desentralisasi antara lain menguatnya rasa kedaerahan yang
sempit, munculnya putra daerah dalam mengisi jabatan publik serta kesenjangan
kemakmuran antar daerah. Apabila semangat kedaerahan semacam ini tidak dibatasi
justru akan mengancam persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Anda diminta
bagaimana upaya pemecahan masalah kasus tab, terutama yang berhubungan dengan
mutasi pegawai, dan rekomendasi yang ditawarkan sbg dasar kebijkan
b) Bom yang meledak di Legian Bali, mengukuhkan bahwa di Indonesia terdapat gerakan
radikal Islam. Bagaimana upaya mengatasi masalah tersebut, dan solusi apa yang
ditawarkan untuk meminimalisir tudingan negatif dunia internasional bahwa di Indonesia
adanya gerakkan radikal Islam
c) Sebagai Wakil Pemerintah Pusat yang ada di Daerah, Gubernur, mempunyai fungsi
koordinasi terhadap instansi vertikal yaitu perangkat Kementerian dan/atau Lembaga
Pemerintah Non Kementerian yang ada di daerah. Namun dalam pelaksanaannya tidak
jarang mengalami kendala disebabkan antara lain egois sektoral masing-masing instansi.
Bagaimana upaya pemecahan masalah ini agar koordinasi di daerah dapat berjalan
dengan baik, dan solusi apa yang ditawarkan anda.

2. Dalam pelaksanaam implementasi kebijakan sering terdapat faktor-faktor penghambat,


bagaimana pendapat saudara terkait kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi covid
19, Sebutkan dan jelaskan apa saja kendala/hambatannya

3. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor strategis yang berpengaruh dalam perumusan kebijakan.
LEMBAR JAWABAN

1. Bom yang meledak di Legian Bali, mengukuhkan bahwa di Indonesia terdapat


gerakan radikal Islam. Bagaimana upaya mengatasi masalah tersebut, dan solusi
apa yang ditawarkan untuk meminimalisir tudingan negatif dunia internasional
bahwa di Indonesia adanya gerakkan radikal Islam
Jawab :

Kejahatan merupakan bagian kehidupan sosial dan tidak terpisahkan dari kegiatan manusia
sehari-hari.

1. Kejahatan selalu menjadi ancaman bagi kehidupan manusia, dimana dalam menentukan
sumbernya tidak juga terbatas pada daerah tinggal orang miskin di kota-kota atau
kelompok-kelompok minoritas tertentu.
2. Salah satu bentuk kejahatan yang manusia perbuat adalah tindak pidana terorisme.
Bermacam-macam aksi terorisme telah dilakukan manusia sepanjang sejarah sehingga
terdapat empat tipologi terorisme yang pertama aksi terorisme dalam konteksperlawanan
terhadap pemerintah, yang kedua kekerasan dan aksi terorisme yang didukung negara
untuk menumpas lawan-lawan politik, yang ketiga aksi terorisme yang berkarakter
gerakan ratu adil atau milenarianisme dan yang terahkir aksi terorisme atas nama agama.
3. Adapun motif-motif yang mendasari dilakukannya tindak pidana terorisme seperti
ideologi, politik, ekonomi,memperjuangkan kemerdekaan, serta radikalisme. Aksi
terorisme juga terjadi di Indonesia, salah satu wilayah yang terkena serangan aksi
terorisme terbesar di Indonesia adalah pulau Bali pada tanggal 12 Oktober tahun 2002
berupa ledakan bom yang terjadi di Paddy's Pub ,Sari Club (SC) di Kuta, dan ledakan
terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat di Denpasar. Insiden ini
menyebabkan 202 orang meninggal dunia dan 209 orang luka-luka. Selang waktu 2 tahun
tepatnya pada tanggal 1 Oktober tahun 2005 lagi-lagi pulau Bali menjadi sasaran
terorisme bom Bali II, dimana 3 bom meledak di daerah wisata di Bali yaitu di Kafe
Nyoman, Kafe Menega dan Restoran R.AJA’s di Kuta. Insiden ini menyebabkan 23
orang meninggal dunia dan 196 orang luka-luka.
4. Negara Indonesia sebagai negara hukum mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 dan revisi
menjadi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Menjadi Undang-Undang (selanjutnya disebut UU Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme) yang dimana dalam bagian menimbang UU Pembrantasan Tindak Pidana
Terorisme dijelaskan untuk memberikan landasan hukum yang lebih kukuh guna
menjamin perlindungan masyarakat dan kepastian hukum dalam pemberantasan tindak
pidana terorisme di Indonesia. Dibentuknya UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
ternyata tidak membuat para teroris jera untuk melakukan aksi terorisme serta belum
menjamin kehidupan yang aman dan damai di dalam masyarakat. Kepala Kepolisian
Republik Indonesia (Kapolri) mengatakan bahwa aksi terorisme di Indonesia pada tahun
2018 meningkat yang dimana pada tahun 2017 terdapat 5 aksi terorisme sendangkan
tahun 2018 terdapat 7 aksi terorisme.5Upaya penanggulangan tindak pidana terorisme di
Indonesia sendiri dilakukan baik oleh pihak Kepolisian Republik Indonesia (Polri),
Badan Pemerintahan seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) serta
masyarakat sipil, dan seluruh elemen masyarakat6 yang dilakukan secara berencana,
kehati-hatian dan bersifat jangka panjang, di Bali sendiri adapun upaya penanggulangan
yang dilakukan setelah terjadinya aksi terorisme bom Bali I dan II baik dilakukan oleh
Polisi Daerah Bali (Polda Bali), Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Provinsi Bali
(FKPT Provinsi Bali), Desa Adat Kuta, dan Desa Adat Renon yang terkena dampak
langsung dari aksi terorisme bom Bali I dan II.
2. Dalam pelaksanaam implementasi kebijakan sering terdapat faktor-faktor
penghambat, bagaimana pendapat saudara terkait kebijakan pemerintah dalam
menangani pandemi covid 19, Sebutkan dan jelaskan apa saja
kendala/hambatannya

Jawab :

Data menjadi hambatan pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan. Terlebih


pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) memaksa pemerintah untuk segera
merespon dengan kebijakan yang mampu menanggulangi dampak kesehatan dan
ekonomi.

Di negara maju, data kependudukan, jaminan sosial, sudah sangat baik. Sehingga, ketika
situasi seperti pandemi Covid-19, bagi mereka relatif mudah melakukan desain kebijakan
untuk melakukan eskalasi perlindungan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak
Covid-19, baik yang kehilangan pekerjaan, terkena gangguan berusaha, dan sebagainya

Sejak Januari 2020, Corona Virus Disease-19 (COVID-19) telah menginfeksi lebih dari
2.245.872 jiwa di seluruh dunia (WHO, 2020). Lebih dari 152.000 orang telah
terkonfirmasi meninggal dunia karena virus ini (WHO, 2020). Oleh karena itu, tidak
heran apabila pemimpin-pemimpin pemerintahan di banyak negara berjuang untuk keluar
dari wabah COVID-19 dengan pendekatannya masing-masing.

Di China, misalnya, pemerintah merespons wabah Covid-19 dengan menyediakan


fasilitas kesehatan khusus pasien viruskorona, mengubah gedung olahraga, aula, sekolah,
dan juga hotel menjadi rumah sakit sementara, melalukan rapid-test ataupun polymerase
chain reaction (PCR) pada banyak warga, hingga mengimplementasikan metode
mengisolasi kota (lockdown) Di Daegu, Korea Selatan, pendeteksian dini melalui rapid
test dilakukan secara massal dengan tujuan melokalisasi individu yang terpapar Covid-19
sebagai upaya preventif untuk meminimalkan penyebaran virus korona, meliburkan
sekolah dan kampus, dan juga melaksanakan lockdown Hal itu juga berlaku bagi
pemimpin-pemimpin di negara Asia Tenggara. Satu yang pasti, beberapa negara telah
menangani wabah lebih baik daripada pemerintah yang lain adalah suatu hal yang tidak
dapat dimungkiri. Vietnam sebagai contoh, telah banyak dipuji (termasuk oleh WHO)
atas reaksi dan penanganan mereka dalam menghadapi COVID-19 (Humphrey & Pham,
2020). Sebaliknya, Myanmar mengabaikan penyebaran virus ini, ketika diketahui virus
telah menyebar, Pemerintah Myanmar menawarkan kebijakan yang tidak efektif dalam
menahan penyebarannya (Lintner, 2020). Hal ini pun (kasus di Myanmar) terjadi juga di
Indonesia. Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, respons
Pemerintah Indonesia terhadap krisis sangat lamban dan berpotensi menjadi episentrum
dunia setelah Wuhan (Sari, 2020).

Kebijakan yang tidak responsif dan keliru tentu membahayakan jutaan rakyat Indonesia.
Hal ini tampak, misalnya pada bulan Januari dan Februari 2020, ketika virus itu
melumpuhkan beberapa kota di Cina, Korea Selatan, Italia, dan lainnya; beberapa negara
mengambil kebijakan untuk menutup migrasi manusia lintas negara. Sebaliknya,
Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan lain yang berupaya menarik wisatawan
daSelain itu, narasi yang dikembangkan oleh elite politik Indonesia bernuansa
meremehkan ganasnya virus korona dan menganggap bahwa virus tersebut dapat dihalau
dengan doa. Namun, respons sedikit berubah manakala kasus COVID-19 pertama
ditemukan.Sejak saat itu, pemerintah mengadopsi kebijakan dari negara-negara yang
relatif berhasil, tetapi menolak kebijakan lockdown yang ketat atas alasan akan
melumpuhkan perekonomian negara dan warga. Akibatnya, jumlah kasus yang terinfeksi
menjadi melonjak, dari kasus pertama pada 2 Maret, ke 1.500-an kasus pada akhir Maret,
dan semakin melonjak menjadi 6.575 kasus pada 20 April 2020.

3. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor strategis yang berpengaruh dalam perumusan


kebijakan
Jawab :
1. Faktor politik.

Faktor ini perlu dipertimbangkan dalam perumusan suatu kebijakan publik, karena
dalam perumusan suatu kebijakan diperlukan dukungan dari berbagai aktor kebijakan
policy actors, baik aktor-aktor dari pemerintah maupun dari kalangan bukan
pemerintah pengusaha, LSM, asosiasi profesi, media massa, dan lain-lain.

2. Faktor ekonomifinansial.
Faktor ini pun perlu dipertimbangkan terutama apabila kebijakan tersebut akan
menggunakan atau menyerap dana yang cukup besar atau akan berpengaruh pada
situasi ekonomi dalam suatu daerah.
3. Faktor administratiforganisatoris.

Dalam perumusan kebijakan perlu pula dipertimbangkan faktor administratif atau


organisatoris yaitu apakah dalam pelaksanaan kebijakan itu benar-benar akan
didukung oleh kemampuan administratif yang memadai, atau apakah sudah ada
organisasi yang akan melaksanakan kebijakan itu.

4. Faktor teknologi.

Dalam perumusan kebijakan publik perlu mempertimbangkan teknologi yaitu apakah


teknologi yang ada dapat mendukung apabila kebijakan tersebut diimplementasikan.

5. Faktor sosial, budaya, dan agama.

Faktor ini pun perlu dipertimbangkan, misalnya apakah kebijakan tersebut tidak
menimbulkan benturan sosial, budaya, dan agama atau yang sering disebut masalah
Sara.

6. Faktor pertahanan dan keamanan.

Faktor pertahanan dan keamanan ini pun akan berpengaruh dalam perumusan
kebijakan, misalnya apakah kebijakan yang akan dikeluarkan tidak mengganggu
stabilitas keamanan suatu daerah.

Anda mungkin juga menyukai