Anda di halaman 1dari 12

Makalah Sistem Politik Indonesia

“Budaya Politik Indonesia”

Kelompok 5
➢ Oktabi Pratama

➢ Vita Sari Agustin

➢ Astrid Tanya Prativi

Dosen Pembimbing: Sudianto,M.I.Kom


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kehidupan manusia di dalam masyarakat, memiliki peranan penting dalam sistem politik
suatu negara. Manusia dalam kedudukannya sebagai makhluk sosial, senantiasa akan berinteraksi
dengan manusia lain dalam upaya mewujudkan kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup manusia
tidak cukup yang bersifat dasar, seperti makan, minum, biologis, pakaian dan papan (rumah).
Lebih dari itu, juga mencakup kebutuhan akan pengakuan eksistensi diri dan penghargaan dari
orang lain dalam bentuk pujian, pemberian upah kerja, status sebagai anggota masyarakat,
anggota suatu partai politik tertentu dan sebagainya.
Setiap warga negara, dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan aspek-aspek
politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Dalam proses pelaksanaannya dapat terjadi
secara langsung atau tidak langsung dengan praktik- praktik politik. Jika secara tidak langsung,
hal ini sebatas mendengar informasi, atau berita-berita tentang peristiwa politik yang terjadi. Dan
jika seraca langsung, berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga
negara dengan pemerintah, dan institusi-institusi di luar pemerintah (non-formal), telah
menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik-
praktik perilaku politik dalam semua sistem politik. Oleh karena itu, seringkali kita bisa melihat
dan mengukur pengetahuan- pengetahuan, perasaan dan sikap warga negara terhadap negaranya,
pemerintahnya, pemimpim politik dan lai-lain.

A. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :


1. Apa pentingnya sosialisasi pengembangan budaya politik ?
2. Apa pengertian sosialisasi dan pengembangan budaya politik
3. Bagaimana peran serta budaya politik partisipan ?
B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :


1. Sebagai pemenuhan tugas mata pelajaran PKn di SMK Plus Nusa Putra
2. Sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya politik di Indonesia
3. Sebagai bahan kajian pemahaman selanjutnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pentingnya Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik

1. Pengertian Sosialisasi dan Pengembangan Budaya Politik


Sosialisasi politik adalah cara-cara belajar seseorang terhadap pola-pola sosial yang berkaitan
dengan posisi-posisi kemasyarakatan seperti yang diketengahkan melalui bermacam-macam
badan masyarakat.
Almond dan Powell, sosialisasi politik sebagai proses dengan mana sikap- sikap dan nilai-
nilai politik ditanamkan kepada anak-anak sampai metreka dewasa dan orang-orang dewasa
direkrut ke dalam peranan-peranan tertentu. Greenstein dalam karyanya “International
Encyolopedia of The Social Sciences” 2 definisi sosialisasi politik:

a) Definisi sempit, sosialisasi politik adalah penanaman informasi politik yang disengaja,
nilai-nilai dan praktek-praktek yang oleh badan-badan instruksional secara formal
ditugaskan untuk tanggung jawab ini.

b) Definisi luas, sosialisasi politik merupakan semua usaha mempelajari politik baik formal
maupun informal, disengaja ataupun terencana pada setiap tahap siklus kehidupan dan
termasuk didalamnya tidak hanya secara eksplisit masalah belajar politik tetapi juga
secara nominal belajat bersikap non politik mengenai karakteristik-karakteristik
kepribadian yang bersangkutan.

Easton dan Denuis, sosialisasi politik yaitu suatu proses perkembangan seseorang untuk
mendapatkan orientasi-orientasi politik dan pola-pola tingkah lakunya.
Almond, sosialisasi politik adalah proses-proses pembentukan sikap- sikap politik dan pola-
pola tingkah laku. Proses sosialisasi dilakukan melalui berbagai tahap sejak dari awal masa
kanak-kanak sampai pada tingkat yang paling tinggi dalam usia dewasa.

Sosialisasi beroperasi pada 2 tingkat:


a) Tingkat Komunitas
Sosialisasi dipahami sebagai proses pewarisan kebudayaan, yaitu suatu sarana bagi suatu
generasi untuk mewariskan nilai-nilai, sikap-sikap dan keyakinan-keyakinan politik kepada
generasi berikutnya.

b) Tingkat Individual
Proses sosialisasi politik dapat dipahami sebagai proses warga suatu Negara membentuk
pandangan-pandangan politik mereka. Dalam konsep Freud, individu dilihat sebagai objek
sosilaisasi yang pasif sedangkan Mead memandang individu sebagai aktor yang aktif, sehingga
proses sosialisasi politik merupakan proses yang beraspek ganda. Di satu pihak, ia merupakan
suatu proses tertutupnya pilihan- pilihan perilaku, artinya sejumlah kemungkinan terbuka yang
sangat luas ketika seorang anak lahir menjadi semakin sempit sepanjang proses sosialisasi. Di
lain pihak, proses sosialisasi bukan hanya merupakan proses penekanan.

2. Pentingnya sosialisasi dan Pengembangan Politik


A. Perubahan Sosial budaya
• Faktor pendorong terjadinya perubahan sosial di bidang politik Berkembangnya zaman
Bergantinya perundang-undangan yang berlaku Masyarakat lebih demokratis UUDS
tidak sesuai dengan jiwa proklamasi Tunbuhnya kebudayaan dan penemuan baru
Pertentangan atau konflik Pemberontakan dan revolusi Orientasi ke masa depan
Asimilasi Sistem pendidikan formal yang lebih maju sehingga menimbulkan SDM yang
lebih inovatif
• Dampak yang di timbulkan dari perubahan sosial di bidang politik Dampak positif
Lebih menghemat waktu, tenaga, biaya dan fikiran. Hasil perhitungan suara yang akurat
dan cepat . Rakyat merasa lebih dihargai . Terjadi perubahan sistem ketatanegaraan
menjadi lebih baik. Dampak negatif Meningkatnya golput (golongan putih).
Mementingkan diri sendiri dibanding kepentingan bersama. Kampanye yang anarkis
menimbulkan kerusuhan dan kemacetan lalu lintas. Banyak menimbulkan kerusuhan
kerusuhan di kubu pemerintahan, karena partai yang terpilih masih mementingan
golongan partainya. Kepentingan kelompok lebih menonjol di banding kepentingan
masyarakat, sehingga masyarakat lebih hidup individualis atau kurang peduli dengan
pemerintah.

• Upaya pengendalian untuk mengurangi dampak yang di timbulkan perubahan sosial di


bidang politik Pemerintah atau partai-partai politik mesti meningkatkan kinerja,
khususnya mensejahterakan rakyat. Harus diadakan pengamanan yang ketat, juga
kondisi sesuai suasana. Para politisi harus lebih professional, dengan mengedepankan
urusan rakyat dibanding urusan partai. Harus ada rasa tanggung jawab dari masing –
masing individu. Pembentukan segala bentuk aturan atau UU yang didukung oleh tata
kelola pemerintah yang bersih, berwibawa dan mengedepankan kepentingan
masyarakat. Memberikan penerangan atau penjelasn tentang pentingnya memberikan
hak suara. Membangun kominikasi dengan publik dimana public bisa dirangsang untuk
berpartisipasi dalam pemilu. Menampilkan citra positif dan kampanye yang kreatif.

B. Kematangan Budaya Politik


1. Budaya Politik Indonesia

Masalah budaya politik Indonesia masih tetap merupakan topik kajian yang sangat menarik,
sekalipun kajian tersebut akhir-akhir ini kurang lagi mendapatkan minat kalangan imuan politik
Indonesia. Hal tersebut terjadi karena beberapa hal.

1. Pertama, penjelasan yang bersifat kultural dalam memahami politik Indonesia kurang
representatif bila dibandingkan penjelasan yang bersifat lain. Penjelasan yang bersifat
cultural dipresepsikan terlampau berorientasi kepada perilku kelompok politik sebuah
etnik yang dominan di Indonesia, terutama etnik jawa,sehingga tidak dapat dijadikan
parameter dalam memahami politik Indonesia kontemporer yang sudah semakin
kompleks.

2. Kedua, ketika memasuki dekade 80-an, kalangan ilmuan politik sudah mulai dihadapkan
pada penjelasan yang bersifat cultural memperlihatkan wajah yang etnosentris dan
patrokial. Penjelasan alternatif yang muncul dikenal denan pendekatan ekonomi politik,
yang juga bersifat strukturlis, yang mencoba mengaitkan antara persoalan politik dengan
masalah ekonomi.

3. Ketiga, belum lagi terselesaikan perdebatan tentang model penjelasan mana yang lebih
baik untuk menjelaskan politik Indonesia, apakah model penjelasan yang bersifat kultural
atau structural, sekarang kita dihadapkan kepada kenyataan munculnya sebuah model
analisis yang dapat dikatakan juga sebagai alternatif, yaitu alternatif yang lebih
memperhatikan peranan state, yang kemudian dihadapkan dengan masyarakat atau civil
society. Proses pembentukan budaya politik di Indonsia dilakukan melalui apa yang
disebut sosialisasi politik. Yaitu proses penerusan atau pewarisan nilai dari satu generasi
ke generasi berikutnya melalui berbagi media, seperti: keluarga, sanak saudara, kelompok
bermain sekolah. Sejak kecil seorang individu sudah ditanami nilai-nilai atau keyakinan
politik orang tuanya. Anak juga mendengarkan pembicaraan orang tua mengenai figure
politik yang di usung, apalagi anak juga dapat langsung atribut-atribut partai politik yang
diminati orangtuanya yang tentunya akan mempengaruhi pandangan seorang individu
kelak. Di sekolahpun mulai taman kanak-kanak sampai tingkat lanjutan individu disuguhi
pemahaman dan pencitraan terhadap tokoh atau organisasi politik, yang terdapat dalam
pelajaran sejarah, ideologi, ilmu sosial sampai pajangan gambar Presiden dan Wakil
Presiden, lambang Negara.

Adapun budaya politik Indonesia dapat dikelompokan sebgai berikut:


a) Hierarki yang tegar
Sangat dipengaruhi oleh kultur etnis jawa, sistem hierarkis merupakan dasar dalam
kehidupan masyarakat. Sehingga stratifikasi sosial bukan didasarkan pada atribut sosial yang
bersifat materialistik namun lebih pada akses kekuasaan. Seluruh tatanan kehidupan dipenuhi
dengan hierarkhis mulai dari bahasa sampai status sosial seseorang terpilah secara tegas sehingga
ada ungkapan wong gedhe dan wong cilik. Implikasinya para penguasa diposisikan sebagai
seorang yang mengayomi, bersikap baik, pemurah dan melindungi rakyatnya yang sering disebut
dengan istilah pamong praja, akan tetapi, sebaliknya, kalangan penguasa menganggap rendah
rakyat karena telah diberikan kebaikan, kemurahan dan perlindungan, sehingga rakyat harus
patuh dan taat kepada penguasa. Dalam pembangunanpun selama ini tidak dilakukan oleh
masyarakat, namun dilakukan oleh para penguasa/pemerintah sebagai bentuk perhatiannya
terhadap rakyat. Rakyat seakan disisihkan dari proses politik dan hanya boleh menerima
keputusan pemerintah. Dalam hal birokrasi juga sangat berbelit-belit dan tidak efektif.

b) Kecendrungan patronage
Hubungan antara penguasa maupun masyarakat cenrung patronage, yaitu pola hubungan
dalam konteks individual, antar dua individu, yaitu si Patron dan si Client, terjadi interaksi yang
bersifat resiprokal atau timbale balik dengan mempertukarkan sumberdaya (exchange of
resources) yang dimiliki masing- masing pihak misalnya kekuasaan, kedudukan, perlindungan,
perhatian dan tidak jarang sumberdaya yang bersifat materi pada si Patron, sementara Client
memiliki sumberdaya berupa tenaga, dukungan dan loyalitas). Bisanya patron yang paling
banyak menikmati hasil karena memiliki sumberdaya yang lebih banyak. Tidak jarang juga ada
pihak ketiga yang disebut brooker yang menyebabkan hubungan ini berkembang. Pola hubungan
seperti ini di Indonesia cendrung mengarah ke pola hubungan yang negatif yang tenar dengan
istilah kolusi. Dari gambaran itu dapat diamati bahwa perilaku para birokrat sekarang merupan
kelanjutan dari apa yang dilakukan oleh pendahulu mereka.

c) Kecendrungan Neo-Patrimonialistik
Dikatakan sebagai neo-patrimonialistik, karena Negara memiliki atribut yang bersifat
modern dan rasionalistik tetapi tetap juga tetap juga memperhatikan atribut yang bersifat
patrimonilistik. Dalam kehidupan bernegara selain dalam lingkaran birokrasi dan hierarkhi,
terdapat kebijaksanaan yang bersifat patrikularistik daripada bersifat universalistic, kalangan
penguasa politik cendrung mengaburkan apa yang menjadi kepentingan publik dan sangat sulit
menentukan kepastian rencana dan kebijakan yang akan dipilih, sehingga sangat bertentangan
dengan konsep Negara modern yang bersifat rasionalistik, sehingga segala sesuatunya dapat
diprediksi.

2. Civil Society

Civil society merupakan kondisi dimana individu, kelompok dan masyarakat dapat saling
berinteraksi dengan semangat toleransi, di dalam ruang tersebut masyarakat dapat melakukan
partisipasi dalam pembentukan kebijaksanaan public dalam suatu Negara. Sementara Victor
Perez-Diaz lebih menekankan pada suatu proses sejarah yang tidak terputuskan serta keadaan
masyarakat yang telah mengalami pemerintahan terbatas, kebebasan, ekonomi pasar dan
timbulnya asosiasi-asosiasi masyarakat yang mandiri, dimana satu sama lainnya saling
menopang, dengan kata lain civil society adalah sebuah masyarakat baik secara individual
maupun secara kelompok dalam Negara yang mampu berinteraksi dengan Negara secara
independen. Dalam masyarakat Indonesia, dapat dikatakan bahwa civil society belum dapat
ditemukan. Karena, masyarakat Indonesia masih berada dalam proses transpormasi di satu pihak,
di pihak lain kekuasaan Negara masih sangat besar. Selain itu masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat yang pluralistik baik dalam bidang ekonomi, sosial-budaya, etnisitas, juga termasuk
bidang politik, yang kesemuanya merupaka faktor penghambat tumbuh dan berkembangnya civil
society.

A. Peran Serta Budaya Politik Partisipan

Partisipasi secara harafiah berarti keikutsertaan, dalam konteks politik hal ini mengacu pada
pada keikutsertaan warga dalam berbagai proses politik. Keikutsertaan warga dalam proses
politik tidaklah hanya berarti warga mendukung keputusan atau kebijakan yang telah digariskan
oleh para pemimpinnya, karena kalau ini yang terjadi maka istilah yang tepat adalah mobilisasi
politik. Partisipasi politik adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari
sejak pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga peluang untuk
ikut serta dalam pelaksanaan keputusan.
Konsep partisipasi politik ini menjadi sangat penting dalam arus pemikiran deliberative
democracy atau demokrasi musawarah. Pemikiran demokrasi musyawarah muncul antara lain
terdorong oleh tingginya tingkat apatisme politik di Barat yang terlihat dengan rendahnya tingkat
pemilih (hanya berkisar 50 – 60 %). Besarnya kelompok yang tidak puas atau tidak merasa perlu
terlibat dalam proses politik perwakilan menghawatirkan banyak pemikir Barat yang lalu datang
dengan konsep deliberative democracy.

1. Budaya Kewarganegaraan sebagai perwujudan budaya politik partisipan

Sebagai komunitas warga negara yang terdidik dan terpelajar,hendaknya kita memiliki peran
besar (partisipasi aktif)untuk melakukan perubahan politik yang lebih baik dan berbudaya.
Melalui sarana pemilihan umum, kita dapat menjadikannya sebagai momentum untuk mendorong
perubahan sosial politik, politik ekonomi, budaya, dan lain-lain ke arah yang lebih baik dan
demokratif melalui pemerintahanyang dipilah melalui pemilu, secara damai dan beradab
(berbudaya). Semua itu dimaksudkan sebagai upaya melakukan pendidikan budaya politik
partisipan (rakyat) yang lebih luas karena dengan demikian akan dapat digunakan sebagai salah
satu rujukan untuk menentukan pilihan dalam pemilu secara arif, bijaksana, kritis, dan rasional.
Dalam setiap tahapan pemilu, kita sebagai simpatisan (kader) partai politik, ataupu kaum
terpelajar tidak ada larangan untuk mengikutinya. Namun demikian, hal yang perlu dikedepankan
dalam kampanye adalah situasi damai karena dalam kampanyenya sering kali terjadi
persinggungan antar massa pendukung dari partai politik (simpatisan dan kader) partai politik.
Bermula dari saling mengejek dan saling hina di antara mereka ketika berpapasan di jalan raya
dalam situasi kampanye, perkelahian antar massa pendukung partai politik seringkali terjadi.
Untuk mewujudkan situasi seperti itu dibutuhhkan toleransi yang besar terhadap kelompok
yang berbeda pandangan politik dan juga sikap anti kekerasan. Pelajar yang ingin aktif dalam
kampanye harus sadar bahwa tindakan brutal, kekerasan, dan keseluruhan hanya akan merusak
situasi pemilu yang demokratis dan beradab. Untuk itu, kita harus sadar bahwa brutalisme,
kekerasan, dan kerusuhan yang mengiringi proses pemilu sebenarnya adalah tindakan yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai demokratis dan budaya politik bangsa Indonesia. Albert
Camuspernah mengatakan bahwa I’ anarchie est I’abus de la democratie, anarkisme adalah
penyelewengan dari demokrasi.
2. Peran budaya politik partisipan di Indonesia

Di Indonesia saat ini penggunaan kata partisipasi (politik) lebih sering mengacu pada
dukungan yang diberikan warga untuk pelaksanaan keputusan yang sudah dibuat oleh para
pemimpin politik dan pemerintahan. Misalnya ungkapan pemimpin “Saya mengharapkan
partispasi masyarakat untuk menghemat BBM dengan membatasi penggunaan listrik di rumah
masihng- masing”. Sebaliknya jarang kita mendengar ungkapan yang menempatkan warga
sebagai aktor utama pembuatan keputusan.
Dengan meilhat derajat partisipasi politik warga dalam proses politik rezim atau pemerintahan
bisa dilihat dalam spektrum:
• Rezim otoriter – warga tidak tahu-menahu tentang segala kebijakan dan

keputusan politik
• Rezim patrimonial – warga diberitahu tentang keputusan politik yang

telah dibuat oleh para pemimpin, tanpa bisa mempengaruhinya.


• Rezim partisipatif – warga bisa mempengaruhi keputusan yang dibuat

oleh para pemimpinnya.


• Rezim demokratis – warga merupakan aktor utama pembuatan keputusan politik.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab-bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulansebagai berikut:

1. Sebagai bangsa yang berdaulat, kemampuan menjaga dan melindungi seluruh wilayah
Negara dari berbagai ancaman dan gangguan baik berasal dari dalam negeri maupun dari
luar negeri, tidak dapat dihindari lagi. Pertahanan dan keamanan Negara republik
Indonesia dilaksanakan dengan menyusun, mengerahkan, menggerakkan serta seluruh
potensi nasional, termasuk kekuatan masyarakat diseluruh bidang kehidupan nasional
termasuk pentingnya sosialisasi budaya politik yang baik dan sehat yang bisa
menyatukan semua komponen bangsa. Maka dapat disimpulkan bahwa Budaya politik
merupakan perilaku suatu masyarakat dalam kehidupan bernegara, peneyelenggaraan
administrasi negara.
2. Budaya politik partisipan perlu di sosialisasikan kepada segenap rakyat agar dapat
berperan serta secara aktif.

B. Saran

Dalam berpolitik sebaikya dilakukan menurut kaidah-kaidah dan aturan- aturan yang sesuai agar
tercipta integrasi nasional. Karena bangsa Indonesia terrdiri dari berbagai macam suku, ras,
agama, dan budaya.
Daftar Pustaka

https://zanas.wordpress.com/pentingnya-sosialisasi-politik-dalam-pengembangan- budaya-
politik/

http://www.geschool.net/nuurynurmelia/blog/perubahan-sosial-budaya-di-bidang- politik

http://govmedikz-medikz.blogspot.com/2011/01/kematangan-budaya-politik.html
http://jeffryarcher.blogspot.com/2012/12/makalah-budaya-politik-partisipan.html

Anda mungkin juga menyukai