Anda di halaman 1dari 94

WS.

PMKP di Era Pandemi Covid-19, Rabu 7 April 2021

dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes, FISQua


Pengantar
Kerangka Kerja Komprehensif KPRS
WHO : Global Patient Safety Action Plan 2021-2030
Budaya Keselamatan: SNARS 1.1, Core Concept
Kompetensi Budaya-Kematangan Budaya
(Pendalaman KP – Slide Referensi)
TataKelola di Rumah Sakit dlm perspektif SNARS Edisi 1.1.
Good
Patient
PASIEN
Care
Tata Kelola
Asuhan Pasien
Quality & Safety
yang Baik

• Good Hospital
Good
Sistem Pelayanan Governance &
Good Clinical Klinis • Good Clinical
Ethical Governance Asuhan Pasien / Patient Care Governance
Practice Tata Kelola Klinis
yang Baik

Sistem
Good Ps 36 UU 44/2009
Hospital Manajemen
Governance • Good Patient Care
Tata Kelola RS
yang Baik • Good Ethical Practice

SNARS Edisi 1
Manajemen Pelayanan
Risiko RS Fokus Pasien
→ Risiko Klinis (Patient Centred
Care)

Asuhan Pasien Terintegrasi


10 Dimensi PCC –Model Indonesia
Etik
1. Patient Engagement & Empowerment
2. DPJP sbg Clinical Leader
4 Fondasi PPA pada • Mutu 3. PPA sbg Tim, Kolaborasi Interprofesional
Kebutuhan 4. CPPT – Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi
Asuhan pasien • Patient
Pasien 5. Manajer Pelayanan Pasien / Case Manager.
Safety 6. Segitiga Sasaran PCC – Triple Aim PCC
7. Kolaborasi Pendidikan Pasien
EBM 8. Integrated Clinical Pathway
VBM 9. Integrated Discharge Planning
10.Budaya Keselamatan.

Evidence Based Medicine


Value Based Medicine (*Nico A Lumenta , 2020)
FLORENCE NIGHTINGALE

NOTES ON HOSPITALS 1859

“ IT MAY SEEM A STRANGE PRINCIPLE


TO ENUNCIATE
AS THE VERY FIRST REQUIREMENT
IN A HOSPITAL THAT IT SHOULD
DO THE SICK NO HARM “

“Mungkin tampak aneh menentukan prinsip pertama di RS


bahwa asuhan kepada yg sakit adalah jangan mencederainya”
5
UU.N0.44 TH.2009
Tentang Rumah Sakit :
Sejak 2006 : Workshop Keselamatan Pasien
2000 : To err is human. Keselamatan Pasien & wajib dilaksanakan oleh
Manajemen Risiko Klinis, Rumah Sakit
Building a safer health
telah diikuti hampir 1900
system Staf RS (Dr, Perawat, dll)
dari + 250 RS seluruh
Indonesia

WHO SEAR Patient Safety


Workshop on
2001 :Crossing the 1 Juni 2005, PERSI “Patients for Patient Safety”
Quality Chasm: A membentuk badan Jakarta Declaration
Hippocrates nasional : KKPRS Jakarta, Hotel Four Seasons, Std Akr RS 2012
New Health System
(460-335 BC). 19 July 2007 → KPRS
for the 21st Century
KemKes : KNKP
Juli 2012

Primum, non nocere” 2000 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2011 2012 2017 2020
(“First, do no harm”)

2011 : World
Patient
PMK 1691/2011 Safety
ttg KPRS Day
21 Agustus 2005 Pencanangan 17-09-2020
Gerakan Keselamatan Pasien 2017 :
2008 :
oleh Menteri Kesehatan RI,
Keselamatan Pasien PMK 11/2017 ttg
di Jakarta
RS telah mulai di Keselamatan
Florence Nightingale 2004, 27 Oktober : WHO Akreditasi oleh Pasien
memimpin gerakan KARS
keselamatan pasien
dengan membentuk : 2006, KKI : Standar
World Alliance for Kompetensi Dokter :
Patient Safety, sekarang Keselamatan Pasien
“WHO Patient Safety” 6
Pencanangan Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
Oleh Menteri Kesehatan
Seminar Nasional PERSI
21 Agustus 2005, JCC
What is patient safety?
• Patient safety is the absence of • Keselamatan pasien (KP) adalah
preventable harm to a patient and ✓ keadaan tanpa bahaya-(yg dapat dicegah) pada
reduction of risk of unnecessary harm pasien dan
associated with health care to an
✓ pengurangan risiko bahaya yang tidak perlu
acceptable minimum.
terkait dengan pelayanan Kesehatan, seminimal
• An acceptable minimum refers to the
collective notions of given current mungkin (yang dapat diterima).
• Minimum yang dapat diterima mengacu pada gagasan kolektif
knowledge, resources available and the
dari pengetahuan saat ini yang diberikan, sumber daya yang
context in which care was delivered tersedia dan konteks di mana pelayanan diberikan
weighed against the risk of non- dipertimbangkan terhadap risiko non-pengobatan atau
treatment or other treatment. pengobatan lain.
• The discipline of patient safety is the • Disiplin Keselamatan Pasien merupakan upaya
coordinated efforts to prevent harm, terkoordinasi untuk mencegah terjadinya kerugian
caused by the process of health care
yang disebabkan oleh proses pelayanan kesehatan
itself, from occurring to patients.
itu sendiri terhadap pasien.
• Patient safety has been increasingly
recognized as an issue of global • KP semakin diakui sebagai masalah global yang
importance. penting.

(www.who.int/patientsafety/about/en/)
WHO : GLOBAL PATIENT SAFETY ACTION PLAN 2021-2030
Towards Eliminating Avoidable Harm in Health Care
January 2021

Vision Visi
A world in which Dunia di mana tidak
no one is harmed ada seorangpun
in health care, dirugikan dalam
and every patient pelayanan kesehatan,
receives safe and dan setiap pasien
respectful care, menerima pelayanan
every time, yg aman dan hormat,
everywhere. setiap saat, di mana
saja.
Third Draft
January 2021
Kerangka Kerja Komprehensif
Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Comprehensive Framework)

(KKPRS, 2006)
KERANGKA KERJA KOMPREHENSIF KESELAMATAN PASIEN.
Hosp Risk Mgt
Clinical Risk Mgt

Risiko IKP Risiko

3.
1. Upaya Umum Upaya Khusus 2.
▪ Pelaporan
(Klasik) (Baru)
IKP
Keselamatan Keselamatan
▪ Diagnostik
Pasien Pasien
▪ Solusi

4.
Taksonomi Keselamatan Pasien
Definisi, Sistematika, Klasifikasi
Upaya Umum (Klasik) Keselamatan Pasien 1.
*Organisasi/Manajemen
1. Standar Yan RS, Standar Profesi
2. Good Professional Practice, EB Practice
3. Good Corporate Governance, Komite Etik RS
4. Good Clinical Governance, Komite Medis, Komite Etik,
Medical Audit, Clinical Indicator, Credentialling, EBM
5. Konsep & Evaluasi Mutu : QA, TQM, PDCA, Akreditasi, ISO
6. Sistem Rekam Medis, Informed consent
7. …dsb…

*Pelayanan
1. Pengendalian Infeksi Nosokomial
2. Safe blood transfusion
3. Yan Peristi
4. Hospital Pharmacy, Penggunaan obat rasional
5. Yan Laboratorium, Radiologi (D/, Th/), Penunjang Medis
lain
6. ….dsb….
2.
Upaya Khusus (Baru) Keselamatan Pasien
* 7 LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RS

* 7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN RS & AKREDITASI RS

* 6 SASARAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT

* 10 ELEMEN ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI

* WHO – PATIENT SAFETY – 13 ACTION AREAS


Upaya Diagnostik & Solusi
3.
1. •Risk Grading Matrix
Patient
•Risk Analysis : RCA,
Involvement/ Pelaporan FMEA
Communication IKP
6.
Implementasi & 2.
“Measurement” Analisis/Belajar
KTD Riset
Yan RS
5. yang lebih
Pelatihan aman 3.
Seminar
Pengembangan
4. Solusi
Panduan
Pedoman
Standar
4.

Taksonomi Keselamatan Pasien


Definisi, Sistematika, Klasifikasi
4.
5 6

Faktor Kontribusi Penyebab IKP


IKP= Setiap kejadian atau
1 situasi yg dpt mengakibatkan
Insiden Keselamatan Pasien atau berpotensi mengakibatkan
harm (penyakit, cedera, cacad,
kematian dll) yang tidak
2 Hasil / Dampak seharusnya terjadi.
pd Pasien

KTD=Kejadian
Insiden Keselamatan
Tidak Diharapkan Cedera (Adverse Event)

KNC=Kejadian
Pasien
Nyaris Cedera Tidak cedera (Near Miss)

Analisis : Matrix grading, RCA, 5 Why


3 (Unpreventable) (Preventable) 4

KTD Tidak dpt dicegah KTD / KNC Dpt dicegah


Forseeable - unavoidable, Medical Error, Medical
Acceptable, Unforseeable Negligence,dsb
– risk, dsb
Upaya Khusus (Baru) Keselamatan Pasien
2.
* 7 LANGKAH MENUJU KESELAMATAN PASIEN RS
1. Bangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien, 2. Pimpin dan dukung staf
anda, 3. Integrasikan aktivitas risiko, 4. Kembangkan sistem pelaporan, 5. Libatkan
dan berkomunikasi dengan pasien, 6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang KP,
7. Cegah cedera melalui implementasi sistem KP

* 7 STANDAR KESELAMATAN PASIEN RS & AKREDITASI RS


I. Hak pasien, II. Mendidik pasien dan keluarga, III. Keselamatan pasien dan
Asuhan Berkesinambungan, IV. Penggunaan metoda peningkatan kinerja, utk
melakukan evaluasi & meningkatkan KP, V. Peran kepemimpinan dalam
meningkatkan KP, VI. Mendidik staf tentang KP, VII. Komunikasi merupakan kunci
bagi staf untuk mencapai KP

* 6 SASARAN KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT


1. Mengidentifikasi pasien dengan benar, 2. Meningkatkan komunikasi yang efektif,
3. Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai, 4. Memastikan
lokasi pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien
yang benar, 5. Mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan, 6. Mengurangi
risiko cedera pasien akibat terjatuh.
Upaya Khusus (Baru) Keselamatan Pasien
2.
* 10 ELEMEN ASUHAN PASIEN TERINTEGRASI (PCC)
1. Patient Engagement & Empowerment, 2. DPJP sbg Clinical Leader,
3. PPA sbg Tim, Kolaborasi Interprofesional, 4. CPPT–Catatan
Perkembangan Pasien Terintegrasi, 5. Manajer Pelayanan Pasien/
Case Manager, 6. Segitiga Sasaran PCC, 7. Kolaborasi Edukasi Pasien,
8. Integrated Clinical Pathway, 9. Integrated Discharge Planning, 10.
Budaya Keselamatan.

* WHO – PATIENT SAFETY – 13 ACTION AREAS


1) Global Patient Safety Challenge, 2) Patients for PS, 3) Research for
PS, 4) International, Classification for PS, 5) Reporting and Learning
PS, 6) Solutions for PS, 7)High 5s, 8)Technology for PS, 9)
Knowledge Management on PS, 10) Eliminate central line-associated
bloodstream infections, 11) Education for Safer Care, 12) The
Safety Prize, 13) Medical Checklist
WHO : GLOBAL PATIENT SAFETY ACTION PLAN 2021-2030
Towards Eliminating Avoidable Harm in Health Care

Third Draft
January 2021
Visi
Vision:A world in which no
Sebuah dunia di mana tidak ada seorangpun dirugikan
one is harmed in health care,
and every patient receives
dalam pelayanan kesehatan, dan setiap pasien
safe and respectful care, menerima pelayanan yg aman dan hormat, setiap saat,
every time, everywhere.
di mana saja.

Misi
Mission:Drive forward Mendorong kebijakan dan tindakan, berdasarkan
policies and actions,
based on science, patient sains, pengalaman pasien, desain sistem dan
experience, system
Goal:Achieve the
maximum possible
design and partnerships, kemitraan, untuk menghilangkan semua sumber risiko
to eliminate all sources of
reduction in avoidable
harm due to unsafe
avoidable risk and harm dan bahaya yg dapat dihindari, pada pasien dan
to patients and health
health care globally. workers. petugas kesehatan.

Tujuan
Capai pengurangan semaksimal mungkin bahaya yg
bisa dihindari pada pelayanan kesehatan yg tidak aman
secara global.
Kerangka kerja tersebut mencakup 7 tujuan strategis, yang
dapat dicapai melalui 35 strategi khusus.

1. Jadikan keadaan nihil bahaya yg dapat dihindari bagi pasien


sbg keadaan pikiran dan aturan keterlibatan dalam
perencanaan dan pemberian Yan Kes.
2. Membangun sistem kesehatan dan organisasi kesehatan
dengan keandalan tinggi yg melindungi pasien setiap hari dari
bahaya.
3. Menjamin keamanan setiap proses klinis.
4. Libatkan dan berdayakan pasien dan keluarga untuk
membantu dan mendukung perjalanan menuju Yan Kes yang
lebih aman.
5. Menginspirasi, mendidik dan melatih tenaga kesehatan
untuk berkontribusi pada rancangan dan pelaksanaan sistem
pelayanan yg aman.
6. Pastikan aliran informasi dan pengetahuan yang konstan
untuk mendorong mitigasi risiko, pengurangan tingkat bahaya
yang dapat dihindari, dan peningkatan keamanan pelayanan.
7. Mengembangkan dan mempertahankan sinergi, solidaritas,
dan kemitraan multi sektoral dan multinasional untuk
meningkatkan keselamatan pasien.
7 Strategic Objectives
@ 5 Spesific Strategy
Konsep Patient Safety
Framework for Action - The 7x5 Matrix
di Pelayanan Kesehatan
7 Strategic Objectives

1.Kebijakan 1.1 Kebijakan KP, 1.2 Mobilisasi dan 1.3 Tindakan 1.4 Standar 1.5 World Patient
untuk strategi dan alokasi sumber legislatif yang keselamatan, Safety Day dan
menghilangk kerangka daya bersifat regulasi dan Global Patient
an bahaya yg

@ 5 Spesific Strategy
implementasi protektif akreditasi Safety
dapat
dihindari dlm
Challenges
Yan Kes
2. Sistem 2.1 Transparansi, 2.2 Tata kelola 2.3 Kapasitas 2.4 Faktor 2.5 Rencana dan
dengan keterbukaan dan yang baik untuk kepemimpinan manusia / proses kesiap-
keandalan budaya “Jangan sistem Yan Kes untuk fungsi ergonomi utk siagaan darurat
tinggi
salahkan” klinis dan ketahanan sistem
manajerial Kesehatan
3. Keaman- 3.1 Keamanan 3.2 Global Patient 3.3 PPI & 3.4 Keamanan 3.5 KP dalam
an proses prosedur klinis Safety Challenges resistensi alat kesehatan, FKTP dan
klinis yang rentan :Obat2 Tanpa antimikroba obat-obatan, transisi
terhadap risiko Bahaya darah dan vaksin pelayanan
(Global Patient Safety Action Plan 2021-2030, WHO 2021)
7 Strategic Objectives

4. Keterlibat- 4.1Pengembang 4.2 Belajar dari 4.3 Advokasi 4.4 Pengungkap- 4.5 Keterlibatan
an pasien & an bersama pengalaman pasien dan an /disclosure pasien dalam
keluarga kebijakan dan pasien untuk Champion KP insiden KP implementasi
program dgn peningkatan kepada korban rencana tindakan
pasien keselamatan
5. Pendidikan, 5.1 KP dalam 5.2 Pusat 5.3 Kompetensi 5.4 Menghubung- 5.5 Lingkungan

@ 5 Spesific Strategy
keterampil-an pendidikan dan unggulan untuk KP sebagai kan KP dengan kerja yang aman
dan pelatihan pendidikan dan persyaratan sistem penilaian bagi petugas kes
keselamat-an
profesional pelatihan KP regulasi petugas kes
tenaga kes
6. Informasi, 6.1 Sistem 6.2 Surveilans KP 6.3 Program 6.4 Program 6.5 Teknologi
penelitian, pelaporan dan dan sistem peningkatan KP penelitian KP digital untuk KP
manajemen pembelajaran informasi
risiko
insiden KP
7. Sinergi, 7.1 Keterlibatan 7.2 Pemahaman 7.3 Jaringan dan 7.4 Inisiatif lintas 7.5 Hubungan
kemitraan dan pemangku bersama dan kolaborasi KP geografis dan dengan program
solidaritas kepentingan komitmen multisektoral dan inisiatif
bersama untuk KP teknis

(Global Patient Safety Action Plan 2021-2030, WHO 2021)


Kompleks "Tetapi budaya tidak lagi tetap, ... Pada
dasarnya itu cair dan terus bergerak."

Kata “culture (budaya)" berasal dari istilah

Definisi Perancis, yang pada gilirannya berasal dari bahasa


Latin "colere," yg berarti cenderung ke bumi dan
tumbuh, atau budidaya dan pemeliharaan.

Dimensi /Core concept

Di Pelayanan Kesehatan :
Keselamatan Pasien

“Menggerakkan” orang
dalam kelompok
(Kita berkata)
“Inilah cara
kita
menyelesaikan
sesuatu”

o Some aspects of
organizational
culture are visible
on the surface, like
the tip of an
iceberg, while
others are implicit
and submerged
within the
organization…..
“Cara kita o Don’t leave the
benar-benar organizational
menyelesaikan iceberg
sesuatu” unattended
Berbagai Definisi Budaya
• Culture : a way of thinking, behaving, or working that exists in a place or
organization (Merriam Webster)
• Budaya terbentuk dari elemen2 : kebijakan, prosedur, kondisi2 kerja,
struktur untuk pembuatan keputusan dan tipe2 perilaku yang didukung.
(The Just Culture Community, Outcome Engineering, 2009)

Budaya keselamatan adalah nilai, sikap, persepsi, kompetensi dan pola perilaku
Wagner et al., Morello, 2013 Budaya keselamatan merupakan bagian dari budaya organisasi.
individu dari kelompok yang menggambarkan komitmen sebuah organisasi dalam
2018
mengelola kesehatan dan keselamatan.

Great Britain, Budaya keselamatan yang positif akan mengurangi angka insiden dan kecelakan di
Budaya keselamatan memiliki tingkat berbeda di tiap unit dan akan berdampak 2011 pelayanan kesehatan.
AHRQ, 2018
pada budaya keselamatan organisasi menyeluruh.

Carthey & Budaya keselamatan terdiri dari open culture, just culture, reporting culture,
Budaya keselamatan merupakan (core concept), dimana DNA of Care adalah Clare, 2009 learning culture, informed culture.
Hardy, 2017
Safety, Quality, and Culture.

Griffin & WHO, 2006 Budaya keselamatan berkaitan dengan manajemen risiko dan keselamatan.
Budaya keselamatan dapat mengarahkan perilaku individu dalam suatu organisasi.
Curcuroto, 2016

Budaya keselamatan dibentuk oleh faktor kesadaran individu akan pentingnya


Budaya keselamatan meliputi aspek individu, situasional/sistem manajemen INSAG, 1991 keselamatan, pengetahuan, kompetensi, komitmen manajemen dan pekerja,
Cooper, 2016
keselamatan, perilaku. motivasi pimpinan dan supervisi.

(Duta Liana: Model DUTA-RS (Dewasakan Upaya Tatanan Akreditasi


Rumah Sakit) Untuk Kematangan Budaya Keselamatan, Disertasi, 2021)
Safety Culture Definition
The safety culture of an organization is the • Budaya keselamatan suatu RS
product of individual and group values, (organisasi) adalah hasil dari nilai2
attitudes, perceptions, competencies, and individu dan kelompok, sikap, persepsi,
patterns of behavior that determine the kompetensi, dan pola perilaku yg
commitment to, and the style and proficiency menentukan komitmen terhadap, dan
of, an organization’s health and safety gaya serta kemampuan, manajemen
management. pelayanan kesehatan dan keselamatan
Organizations with a positive safety culture are RS.
characterized by communications founded on • RS dengan budaya keselamatan positif
mutual trust, by shared perceptions of the dicirikan oleh komunikasi atas dasar
importance of safety, and by confidence saling percaya, dengan persepsi yang
in the efficacy of preventive measures. sama tentang pentingnya keselamatan,
dan yakin akan manfaat langkah2
pencegahan.

(AHRQ, U.S. Department of Health and Human Services. 2016.


Hospital Survey on Patient Safety Culture, User’s Guide)
Culture Definition
The Joint Commission defines cultue of • Budaya keselamatan adalah produk dari
safety as, keyakinan, nilai, sikap, persepsi, kompetensi,
A safety culture is the product of individual dan pola perilaku, dari individu dan kelompok
and group beliefs, values, attitudes, yang menentukan komitmen RS (organisasi)
perceptions, competencies, and patterns terhadap mutu dan keselamatan pasien.
of behavior that determine the
• RS dengan budaya keselamatan yang kuat
organization’s commitment to quality and
patient safety. [Organizations with] a
ditandai dengan komunikasi yang dibangun
robust safety culture are char-acterized by atas dasar saling percaya, dengan berbagi
communications founded on mutual trust, persepsi tentang pentingnya keselamatan,
by shared perceptions of the importance of dan dengan keyakinan akan kemanjuran
safety, and by confidencein the efficacy of langkah-langkah penting
eventive measures.

(Strategies for Creating, Sustaining, and Improving a


Culture of Safety in Health Care, JCI, 2017)
Budaya Keselamatan Dalam SNARS 1.1.
TKRS 13
Direktur TKRS 13.1.
Menciptakan & Mendukung Direktur
Budaya Keselamatan Pasien Melaksanakan, Memonitor,
• Keterbukaan Memperbaiki Budaya Keselamatan
• Perbaiki Perilaku • Sistem Pelaporan IKP
• Pendidikan • Keamanan Pelapor
• Identifikasi masalah budaya • Investigasi laporan
• Sumber daya • Identifikasi perilaku Staf
• Pengukuran budaya, indikator mutu

PMKP 10
Pengukuran/Evaluasi Budaya
Keselamatan
• Regulasi
• Pelaksanaan
Pola SEMI-A
Vertikal & Horizontal
Standar TKRS 13 → 5ep : Direktur RS menciptakan dan mendukung
budaya keselamatan di seluruh area di RS sesuai peraturan perUUan.

Elemen Penilaian TKRS 13 Telusur Skor


1. Direktur RS mendukung W • Direktur RS tentang “open disclosure” 10 TL
terciptanya budaya keterbukaan • Kepala unit pelayanan - -
yang dilandasi akuntabilitas. (W) • Kepala bidang/divisi 0 TT
2. Direktur RS mengidentifikasi, D 1) Bukti pelaksanaan identifikasi 10 TL
mendokumentasikan dan 2) Bukti pelaksanaan pendokumentasian 5 TS
melaksanakan perbaikan perilaku yg 3) Bukti pelaksanaan upaya perbaikan 0 TT
tidak dapat diterima. (D,O,W)
O PPA dalam melaksanakan asuhan/pelayanan

W • Kepala unit pelayanan


• kepala bidang pelayanan
• Pasien/keluarga
3. Direktur RS menyelenggarakan D 1) Bukti pelaksanaan pelatihan 10 TL
pendidikan dan menyediakan 2) Bukti bahan pustaka/referensi dan laporan 5 TS
informasi (seperti bahan pustaka dan terkait dengan budaya keselamatan 0 TT
laporan) yg terkait dengan budaya O Perpustakaan RS
keselamatan RS bagi semua individu yg W • Direktur RS
bekerja dalam RS. (D,O,W) • Kepala bidang pelayanan
• Kepala unit pelayanan
4. Direktur RS menjelaskan bagaimana W Direktur RS 10 TL
masalah terkait budaya keselamatan 5 TS
dalam Rumah Sakit dapat diidentifikasi 0 TT
dan dikendalikan. (W)
5. Direktur RS menyediakan sumber D RS menyediakan sumber daya yang meliputi: 10 TL
daya untuk mendukung dan 1) Bukti staf telah terlatih dalam budaya keselamatan 5 TS
mendorong budaya keselamatan di 2) Bukti tentang sumber daya yg mendukung dan 0 TT
dalam RS.(D,O,W) mendorong budaya keselamatan
3) Bukti tersedia anggaran dalam RKA/RBA untuk
mendukung budaya keselamatan
O Lihat sumber daya yag disediakan
W • Direktur
• Staf terkait
Standar TKRS 13.1 → 6ep : Direktur RS melaksanakan, melakukan
monitor, mengambil tindakan untuk memperbaiki program budaya
keselamatan di seluruh area di RS.
Elemen Penilaian TKRS 13.1 Telusur Skor
1. Direktur RS menetapkan regulasi R Regulasi ttg sistem pelaporan budaya keselamatan 10 TL
pengaturan sistem menjaga RS - -
kerahasiaan, sederhana dan 0 TT
mudah diakses oleh fihak yg
mempunyai kewenangan utk
melaporkan masalah yg terkait dgn
budaya keselamatan dalam RS
secara tepat waktu (R)
2. Sistem yg rahasia, sederhana O Lihat pelaksanaan sistem pelaporan yg rahasia 10 TL
dan mudah diakses oleh fihak yg 5 TS
mempunyai kewenangan untuk W • Direktur RS 0 TT
melaporkan masalah yg terkait • Para kepala bidang/divisi
dengan budaya keselamatan dalam
RS telah disediakan (O, W)
3. Semua laporan terkait budaya D Bukti laporan dan investigasi 10 TL
keselamatan RS telah di 5 TS
investigasi secara tepat waktu. W • Direktur RS 0 TT
(D,W) • Staf terkait
4. Ada bukti bahwa identifikasi D 1) Bukti pelaksanaan identifikasi 10 TL
masalah pada sistem yang 2) Bukti pelaksanaan pendokumentasian 5 TS
menyebabkan tenaga kesehatan 3) Bukti pelaksanaan upaya perbaikan 0 TT
melakukan perilaku yang
berbahaya telah dilaksanakan. W • Direktur RS
(D,W) • Staf terkait
5. Direktur RS telah D 1) Bukti hasil pengukuran / indikator mutu 10 TL
menggunakan pengukuran/ budaya keselamatan 5 TS
indikator mutu untuk 2) Bukti evaluasi 0 TT
mengevaluasi dan memantau 3) Bukti perbaikan
budaya keselamatan dalam RS
serta melaksanakan perbaikan W • Direktur RS
yang telah teridentifikasi dari • Komite PMKP
pengukuran dan evaluasi tsb.
(lihat PMKP 10 EP 2). (D,W)
6. Direktur RS menerapkan D Bukti notulensi pertemuan Direktur/Komite 10 TL
sebuah proses untuk mencegah PMKP dengan staf terkait 5 TS
kerugian/dampak terhadap O Lihat pelaksanaan dokumentasi notulen 0 TT
individu yang melaporkan pertemuan dengan staf terkait
masalah terkait dengan budaya W • Direktur RS
keselamatan tsb. (D,O,W) • Komite PMKP, Staf RS
Standar PMKP 10 → 2ep : Ada pengukuran dan evaluasi
budaya keselamatan pasien

Elemen Penilaian PMKP 10 Telusur Skor


1. Ada regulasi tentang R Regulasi tentang budaya keselamatan 10 TL
pengukuran budaya RS - -
keselamatan (lihat juga 0 TT
TKRS 13.1 EP 1) (R)
2. Direktur Direktur rumah D Bukti Bukti hasil pengukuran budaya 10 TL
sakit telah melaksanakan keselamatan RS yang dapat 5 TS
pengukuran budaya berbentuk survei dan atau indikator 0 TT
mutu
keselamatan. (lihat TKRS
13.1 EP 5). (D,W) W Direktur
Komite PMKP
(Maksud dan Tujuan TKRS 13 dan TKRS 13.1)

Budaya keselamatan dapat diartikan sbb: “Budaya keselamatan di RS adalah sebuah


lingkungan yang kolaboratif karena 1)staf klinis memperlakukan satu sama lain secara
hormat dgn melibatkan serta 2 ) memberdayakan pasien dan keluarga. Pimpinan
mendorong 3)staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yg efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional dlm 4)asuhan berfokus pada pasien.
Budaya keselamatan juga merupakan hasil dari nilai-nilai, sikap, persepsi, kompetensi,
dan pola perilaku individu maupun kelompok yg menentukan komitmen thd, serta
kemampuan manajemen pelayanan kesehatan maupun keselamatan. Budaya keselamatan
dicirikan dengan komunikasi yg berdasar atas rasa saling percaya dengan persepsi yg
sama tentang pentingnya keselamatan dan dgn keyakinan akan manfaat langkah2
pencegahan.
Tim belajar dari KTD (kejadian tidak diharapkan) dan KNC (kejadian nyaris cedera). Staf
klinis pemberi asuhan menyadari keterbatasan kinerja manusia dlm sistem yg kompleks
dan ada proses yg terlihat dari belajar serta menjalankan perbaikan melalui brifing
Keselamatan & mutu berkembang dalam suatu lingkungan yg mendukung kerjasama
dan rasa hormat thd sesama tanpa melihat jabatan mereka dalam RS. Direktur RS
menunjukkan komitmennya ttg budaya keselamatan dan mendorong budaya
keselamatan untuk seluruh staf RS.
Perilaku yg tidak mendukung budaya keselamatan adalah:
• perilaku yg tidak layak (inappropriate) seperti kata2 atau bahasa tubuh yg merendahkan
atau menyinggung perasaan sesama staf, misalnya mengumpat dan memaki;
• perilaku yg mengganggu (disruptive) a.l. perilaku tidak layak yg dilakukan secara
berulang, bentuk tindakan verbal atau nonverbal yg membahayakan atau
mengintimidasi staf lain, dan “celetukan maut” adalah komentar sembrono di depan
pasien yg berdampak menurunkan kredibilitas staf klinis lain. Contoh mengomentari
negatif hasil tindakan atau pengobatan staf lain di depan pasien, misalnya “obatnya ini
salah, tamatan mana dia...?”, melarang perawat utk membuat laporan ttg KTD,
memarahi staf klinis lainnya di depan pasien, kemarahan yg ditunjukkan dgn
melempar alat bedah di kamar operasi, serta membuang rekam medis di ruang rawat;
• perilaku yg melecehkan (harassment) terkait dengan ras, agama, dan suku termasuk
gender;
• pelecehan seksual.
Hal-hal penting menuju budaya keselamatan:
1) Staf RS mengetahui bhw kegiatan operasional RS berisiko tinggi dan bertekad utk
melaksanakan tugas dengan konsisten serta aman.
2) regulasi serta lingkungan kerja mendorong staf tdk takut mendapat hukuman bila
membuat laporan ttg KTD dan KNC.
3) direktur RS mendorong tim keselamatan pasien melaporkan insiden keselamatan
pasien ke tingkat nasional sesuai dengan peraturan perUUan.
4) mendorong kolaborasi antar staf klinis dengan pimpinan untuk mencari penyelesaian
masalah keselamatan pasien.

Komitmen organisasi menyediakan sumber daya, seperti staf, pelatihan, metode pelaporan yg
aman, dsb-nya untuk menangani masalah keselamatan

Masih banyak RS yg masih memiliki budaya untuk menyalahkan suatu pihak yg akhirnya
merugikan kemajuan budaya keselamatan. Just culture adalah model terkini mengenai
pembentukan suatu budaya yg terbuka, adil dan pantas, menciptakan budaya belajar,
merancang sistem2 yg aman, serta mengelola perilaku yg terpilih (human error, at risk
behavior, dan reckless behavior). Model ini melihat peristiwa2 bukan sbg hal2 yg perlu
diperbaiki, tetapi sbg peluang2 utk memperbaiki pemahaman baik thd risiko dari sistem
maupun risiko perilaku.
Ada saat2 individu seharusnya tidak disalahkan atas suatu kekeliruan; sbg contoh, ketika
ada komunikasi yg buruk antara pasien & staf, ketika perlu pengambilan keputusan secara
cepat, dan ketika ada kekurangan faktor manusia dlm pola proses pelayanan. Namun,
terdapat juga kesalahan tertentu yg merupakan hasil dari perilaku yg sembrono dan hal ini
membutuhkan pertangg-jwban.
Contoh dari perilaku sembrono mencakup kegagalan dlm mengikuti pedoman kebersihan
tangan, tdk melakukan time-out sebelum mulainya operasi, atau tdk memberi tanda pd
lokasi pembedahan.
Budaya keselamatan mencakup mengenali dan menujukan masalah yg terkait dgn sistem yg
mengarah pada perilaku yg tidak aman. Pada saat yg sama, RS harus memelihara pertangg-
jwban dgn tidak mentoleransi perilaku sembrono.
Pertangg-jwban membedakan kesalahan unsur manusia (seperti kekeliruan), perilaku yg
berisiko (contohnya mengambil jalan pintas), dan perilaku sembrono (spt mengabaikan
langkah2 keselamatan yg sudah ditetapkan).
Direktur RS melakukan evaluasi rutin dgn jadwal yg tetap dgn menggunakan
bbrp metode, survei resmi, wawancara staf, analisis data, dan diskusi
kelompok.
Direktur RS mendorong agar dapat terbentuk kerja sama utk membuat
struktur, proses, dan program yg memberikan jalan bagi perkembangan
budaya positif ini
Direktur RS harus menanggapi perilaku yg tidak terpuji dari semua individu
dari semua jenjang RS, termasuk manajemen, staf administrasi, staf klinis,
dokter tamu atau dokter part time, serta anggota representasi pemilik
Maksud dan Tujuan PMKP 10.

Pengukuran budaya keselamatan juga perlu dilakukan oleh RS.


Budaya keselamatan juga dikenal sebagai budaya yang aman,
yakni sebuah budaya organisasi yang mendorong setiap individu
anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan hal-hal yang
menguatirkan tentang keselamatan atau mutu pelayanan tanpa
adanya imbal jasa dari RS.
Direktur RS melakukan evaluasi rutin dengan jadwal yang tetap
dengan menggunakan beberapa metoda, survei resmi,
wawancara staf, analisis data dan diskusi kelompok.
1/8
BUDAYA KESELAMATAN
Dalam TKRS 13, 13.1, PMKP 10
SNARS ed 1.1.

Budaya keselamatan :
1) Staf klinis memperlakukan satu sama lain secara hormat dengan,
2) Melibatkan dan memberdayakan pasien dan keluarga
3) Staf klinis pemberi asuhan bekerja sama dalam tim yang efektif dan
mendukung proses kolaborasi interprofesional
4) Asuhan berfokus pada pasien → PCC & APT.
5) Setiap individu anggota staf (klinis atau administratif) melaporkan
hal-hal yang menguatirkan tentang keselamatan atau mutu
pelayanan
2/8

Components of Safety Culture (Based on Reason,J)


1. INFORMED CULTURE 1. BUDAYA TERINFORMASI
2. REPORTING CULTURE
2. BUDAYA PELAPORAN
3. JUST CULTURE
3. BUDAYA YANG ADIL
4. FLEXIBLE CULTURE
5. LEARNING CULTURE 4. BUDAYA FLEKSIBEL
5. BUDAYA BELAJAR

( A Roadmap to a Just Culture, Enhancing the Safety Environment. GAIN Working Group E , 2004)
(Based on Reason,J)

Komponen Budaya Keselamatan 2/8

Informed Culture Learning Culture


Mereka yg mengelola dan mengoperasikan Mereka yg mengelola dan mengoperasikan
sistem mempunyai pengetahuan tentang sistem mempunyai pengetahuan tentang
faktor-faktor manusia, teknik, organisasi faktor- faktor manusia, teknik, organisasi
dan lingkungan yg menentukan safety dari dan lingkungan yang menentukan safety
sistem sebagai suatu keseluruhan dari sistem sebagai suatu keseluruhan

Safety Culture

Flexible Culture
Reporting Culture Suatu budaya dimana organisasi mampu
Suatu iklim organisasi dimana orang-orang merubah diri dan wajah mereka jadi
disiapkan untuk melaporkan error serta mampu beroperasi dengan tempo tinggi
KNC/near miss yg mereka lakukan atau berbagai bahaya tertentu – seringkali
Just Culture beralih dari cara hierarkis konvensional ke
Suatu suasana saling percaya/trust dimana cara yang lebih datar/sederhana
orang- orang didorong (bahkan diberi
hadiah) untuk memberikan informasi
penting terkait safety, tetapi dimana
mereka juga jelas tentang garis batas
antara perilaku akseptabel dan tidak
akseptabel

( A Roadmap to a Just Culture, Enhancing the Safety Environment. GAIN


Working Group E , 2004)
3/8
Definisi Patient Safety Culture
"Nilai-nilai yg dianut staf RS ttg apa yg penting, kepercayaan mereka ttg bagaimana segala sesuatu
beroperasi dalam RS, dan interaksi ini dengan unit kerja dan struktur organisasi dan sistem, yg bersama-
sama menghasilkan norma perilaku dalam RS yg mempromosikan keselamatan"

Dimensions of Patient Safety Culture


1. LEADERSHIP CULTURE
2. TEAMWORK CULTURE
3. CULTURE OF EVIDENCE-BASED PRACTICE
4. COMMUNICATION CULTURE
5. LEARNING CULTURE
6. JUST CULTURE
7. PATIENT-CENTERED CULTURE
(Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare
Improvement. Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/ IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx)
Dimensi Budaya Keselamatan 3/8

Leadership culture Pemimpin mengakui lingkungan yan kes adalah lingkungan berisiko tinggi dan
berusaha menyelaraskan visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
manusia dari ruang rapat ke garis depan.

Teamwork culture Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di kalangan eksekutif, staf, dan
praktisi independen. Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel.

Culture of evidence-based practice Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti. Standardisasi utk mengurangi variasi
terjadi pada setiap kesempatan. Prosesnya dirancang utk mencapai kehandalan yg
tinggi.

Communication culture Lingkungan ada di tempat anggota staf individu, tidak peduli apa deskripsi
pekerjaannya, memiliki hak dan tangg-jwb untuk berbicara atas nama pasien.

Learning culture RS belajar dari kesalahannya dan mencari peluang baru untuk peningkatan kinerja.
Belajar dihargai di antara semua staf, termasuk staf medis.

Just culture Budaya yg mengenali kesalahan sbg kegagalan sistem daripada kegagalan individu
dan, pada saat yg sama, akuntabilitas individu atas tindaka

Patient-centered culture Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan keluarga. Pasien bukan hanya peserta
aktif dalam asuhannya sendiri, tapi juga bertindak sbg penghubung antara RS dan
masyarakat.
(Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare Improvement. Retrieved
from www.ihi.org/knowledge/Pages/ IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx)
4/8

Key components of safety culture (JCI)


1. Trust 1. Kepercayaan
2. Accountability 2. Akuntabilitas
3. Identifying unsafe 3. Mengidentifikasi kondisi yang tidak
conditions aman
4. Strengthening 4. Penguatan sistem
systems 5. Penilaian/Pengukuran
5. Assessment

(Strategies for Creating, Sustaining, and Improving a Culture of Safety in Health Care. (2017) .JCI)
5/8

American College of
Healthcare Executives,

“Leading a Culture
of Safety: A Blueprint
for Success”.

(Leading a Culture of Safety: A Blueprint for Success. (2016).


American College of Healthcare Executives, and The National Patient
Safety Foundation’s Lucian Leape Institute)
5/8
Domain Budaya Keselamatan
1. Establish a compelling vision for 1. Tetapkan visi yang meyakinkan untuk
safety. keselamatan.
2. Build trust, respect, and 2. Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan
inclusion. inklusi.
3. Select, develop, and engage 3. Pilih, kembangkan, dan libatkan Dewan
your Board. anda.
4. Prioritize safety in the selection 4. Prioritaskan keselamatan dalam
and development of leaders. pemilihan dan pengembangan
5. Lead and reward a just culture. pemimpin.
6. Establish organizational 5. Pimpin dan beri penghargaan pada
behavior expectations. budaya yang adil / just culture.
6. Tetapkan ekspektasi perilaku
organisasi.
(Leading a Culture of Safety: A Blueprint for Success. (2016). American College of Healthcare
Executives, and The National Patient Safety Foundation’s Lucian Leape Institute)
Patient Safety
Α broad range of safety culture properties organized 6/8
into seven subcultures

1 Leadership culture

2 Teamwork culture

3 Evidence-based care culture

4 Communication culture

5 Learning culture

6 Just culture

7 Patient-centered care culture.


(Stavrianopoulos, T : The Development of Patient Safety Culture. Health
Science Journal. (2012). vol 6 issue 2.)
(E.Manajemen risiko
7/8
Manchester Patient Safety Framework – MaPSaF merupakan bagian integral
Levels of maturity with respect to a safety culture dari semua yg kami lakukan)
(Tingkat kematangan dalam budaya keselamatan)
(D.Kami selalu
waspada thd E. Risk
risiko yg mungkin management
muncul) is an integral
(C.Kita sudah part of
punya sistem utk D. We are everything
mengelola risiko always on that we do
yg teridentifikasi) the alert for
(B.Kita berbuat risks that
(A.Mengapa sesuatu bila C. We have might
membuang terjadi insiden) systems in emerge
waktu utk place to
keselamatan) B. We do manage all
A. Why something identified
waste our when we risks
time on have an
safety? incident
PATHOLOGICAL REACTIVE BUREAUCRATIC PROACTIVE GENERATIVE
7/8

A. Pathological: organisasi dgn sikap yg berlaku “mengapa membuang waktu kita


pada keselamatan” dan hanya sedikit atau tidak ada investasi dalam meningkatkan
keselamatan.
B. Reactive: organisasi yg hanya memikirkan keamanan setelah insiden terjadi.
C. Bureaucratic: organisasi yg sangat berbasis kertas dan keselamatan melibatkan
kotak centang utk membuktikan kepada auditor dan penilai bahwa mereka
berfokus pada keselamatan.
D. Proactive: organisasi yg menempatkan nilai tinggi pada peningkatan keselamatan,
aktif berinvestasi dalam peningkatan keselamatan berkelanjutan dan memberi
penghargaan kpd staf yg meningkatkan masalah terkait keselamatan.
E. Generative: nirwana dari semua organisasi keselamatan di mana keselamatan
merupakan bagian integral dari semua yg mereka lakukan. Dalam organisasi
generatif, keselamatan benar2 ada dalam hati dan pikiran semua orang, mulai dari
manajer senior hingga staf garis depan.
Kerangka Konsep 8/8
Kematangan Budaya Keselamatan DUTA-RS
Kerjasama Tim Hipotesis
Komunikasi
Ada pengaruh variabel iklim keselamatan
Lingkungan Kerja
(kerjasama tim, komunikasi, lingkungan kerja,

1
Iklim
Pelatihan pelatihan, pelaporan, pembelajaran
Keselamatan
organisasi) terhadap Kematangan budaya
Pelaporan keselamatan rumah sakit meliputi mutu
layanan RS, keselamatan pasien, keselamatan
Pembelajaran Organisasi dan kesehatan pekerja.
Mutu Rumah Sakit

Ada pengaruh variabel situasional/manajemen


Regulasi

Kepemimpinan Situasional
Kematangan
Budaya
Keselamatan
Keselamatan pasien
2 keselamatan (regulasi, kepemimpinan,
manajemen risiko) terhadap Kematangan
budaya keselamatan rumah sakit meliputi
Manajemen Risiko mutu layanan RS, keselamatan pasien,
Keselamatan dan keselamatan dan kesehatan pekerja.
Kesehatan Pekerja

Kepatuhan Keselamatan Perilaku Ada pengaruh variabel perilaku keselamatan


(kepatuhan, partisipasi keselamatan, perilaku
3
Keselamatan
Partisipasi Keselamatan menganggu) terhadap kematangan budaya
keselamatan rumah sakit meliputi mutu
Perilaku yang Mengganggu layanan RS, keselamtan pasien, keselamatan
(Budaya Keselamatan) (Kematangan Budaya Keselamatan) dan Kesehatan pekerja.
(Variabel Eksogen) (Variabel Endogen) (Duta Liana: Model DUTA-RS (Dewasakan Upaya Tatanan Akreditasi Rumah Sakit)
Untuk Kematangan Budaya Keselamatan, Disertasi, FKMUI, 2021)
Kerangka Teori

Iklim Situasional Perilaku Kematangan


Budaya
Keselamatan

• Regulasi • Kepatuhan
• Pelatihan • Kepemimpinan Mutu dan
• Komunikasi Keselamatan
• Manajemen Keselamatan
• Pembelajaran • Partisipasi
risiko pasien serta
• Lingkungan kerja Keselamatan keselamatan
• Pembelajaran • Komunikasi • Perilaku & kesehatan
• Kerjasama • Kerjasama tim Menganggu pekerja
• Pelaporan • Pelatihan
• Regulasi • Pelaporan
• Komitmen • Pembelajaran
• Kepatuhan
• Kepatuhan
• Partisipasi

Model Modifikasi Determinisme Timbal Balik Cooper Kematangan Budaya Keselamatan MaPSAF
(University of Manchester, 2006)
07/04/2021
(Duta Liana: Model DUTA-RS (Dewasakan Upaya Tatanan Akreditasi Rumah Sakit) Untuk Kematangan Budaya Keselamatan, Disertasi, FKMUI, 2021)
*DNA of Care
🌏 Safety
🌏 Quality Kepemimpinan
🌏 Culture

PCC Pelaporan IKP-


Patient Centred Care Pembelajaran
‘BPIS’

Keterlibatan Pasien
Kolaborasi
Interprofesional
Just Culture-Budaya Adil
Respek/Trust Keseimbangan Sistem & Manusia

Komunikasi

*(Hardy, P. 2017. Patient


voice and DNA of Care, (Nico Lumenta, 2020)
ISQua Conference, London)
Kepemimpinan

Pelaporan IKP-
Patient Centred Care Pembelajaran

Kolaborasi
Interprofesional Keterlibatan Pasien

Respek/Trust Just Culture-Budaya Adil

Komunikasi

(Nico Lumenta, 2020)


Cultural competence
Cultural competence is defined as a set of congruent Kompetensi budaya didefinisikan sebagai
behaviors, attitudes, and policies that come together in a sekumpulan perilaku, sikap, dan kebijakan yg
system, agency, or among professionals to facilitate
effective work in cross-cultural situations.
bersatu dalam suatu sistem, lembaga, atau di
(Cross, T., Bazron, B., Dennis, K., & Isaacs, M., antara para profesional untuk memfasilitasi
1989. Towards a culturally competent system of care. pekerjaan yg efektif dalam situasi lintas budaya.
Encyclopedia of Behavioral Medicine, 2013.)

Kesadaran budaya (Cultural awareness)


• adalah kemampuan seseorang utk melihat ke luar dirinya sendiri dan menyadari akan nilai2 budaya, kebiasaan budaya yg masuk.
• Dapat menilai apakah hal tsb normal dan dapat diterima pd budayanya atau mungkin tdk lazim atau tdk dapat diterima di
budaya lain.
• Perlu memahami budaya yg berbeda dari dirinya dan menyadari kepercayaannya dan adat istiadatnya dan mampu untuk
menghormatinya
Kompetensi budaya adalah tingkat tertinggi dari kesadaran budaya
• Kompetensi budaya berfungsi untuk dapat menentukan dan mengambil suatu keputusan dan kecerdasan budaya.
• Kompetensi budaya merupakan pemahaman thd kelenturan budaya (culture adhesive).
• Penting karena dengan kecerdasan budaya seseorg memfokuskan pemahaman pada perencanaan dan pengambilan keputusan
pada suatu situasi tertentu.
KARS
Why is it important to be culturally
competent?
• Increased respect • Meningkatkan respek
• Increased creativity • Meningkatkan kreativitas
• Decreased unwanted surprises
• Mengurangi kejutan yg tidak diinginkan
• Increased participation from cultural
groups • Meningkatkan partisipasi dari grup budaya
• Increased trust and cooperation • Meningkatkan kepercayaan dan kerja sama
• Overcome fear of mistakes and • Mengatasi rasa takut akan kesalahan dan
conflict konflik
• Promotes inclusion and equality
• Mempromosikan inklusi dan kesetaraan

Copyright © 2014 by The University of Kansas


Video

“What is Cultural
Competency”
(3,5’)
Penutup
Membangun Budaya Keselamatan Melalui SNARS 1.1.
TKRS 13
Direktur TKRS 13.1.
Menciptakan & Mendukung Direktur
Budaya Keselamatan Pasien Melaksanakan, Memonitor,
• Keterbukaan Memperbaiki Budaya Keselamatan
• Perbaiki Perilaku • Sistem Pelaporan IKP
• Pendidikan • Keamanan Pelapor
• Identifikasi masalah budaya • Investigasi laporan
• Sumber daya • Identifikasi perilaku Staf
• Pengukuran budaya, indikator mutu

PMKP 10
Pengukuran/Evaluasi Budaya
Keselamatan
• Regulasi
• Pelaksanaan
Bila Keselamatan Pasien tidak dijadikan
“Sahabat” Rumah Sakit, cepat atau
lambat dia akan berbalik menjadi
“Musuh” Rumah Sakit.
(Nico Lumenta, 2008)
Patient Safety …
References
- Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare
Improvement. Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/ IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2000). To err is human: Building a safer health system. Washington, DC: National Academy Press.
Retrieved from http://www. iom.edu/Reports/1999/To-Err-isHuman-Building-A-Safer-HealthSystem.aspx
- Institute of Medicine (IOM). (2001). Crossing the quality chasm: A new health system for the 21st Century. Washington, DC:
National Acade mies Press. Retrieved from http://iom.edu/ Reports/2001/Crossing-the-QualityChasm-A-New-Health-System-forthe-
21st-Century.aspx
- Leape, L.L., Berwick, D.M., & Bates, D.W. (2002). What practices will most improve safety? Evidence-based medicine meets
patient safety. Journal of the American Medical Association, 288(4), 501–507.
- The Joint Commission. (2009). Joint Commission Standards. Retrieved February 16, 2009, from http://www.jointcommission.org/
- Agency for Healthcare Research & Quality - AHRQ. (2016). Hospital Survey on Patient Safety Culture: User’s Guide.
- Stavrianopoulos, T. (2012). The Development of Patient Safety Culture. Health Science Journal. 2012; vol 6 issue 2.
- Duta Liana: Model DUTA-RS (Dewasakan Upaya Tatanan Akreditasi Rumah Sakit) Untuk Kematangan Budaya Keselamatan,
Disertasi, FKMUI, 2021
- Leading a Culture of Safety: A Blueprint for Success. (2016). American College of Healthcare Executives, and The National Patient
Safety Foundation’s Lucian Leape Institute
- Botwinick, L., Bisognano, M., & Haraden, C. (2006). Leadership guide to patient safety. Cambridge, MA: Institute for Healthcare
Improvement. Retrieved from www.ihi.org/knowledge/Pages/ IHIWhitePapers/LeadershipGuide toPatientSafetyWhitePaper.aspx)
70
dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes.
WS. PMKP di Era Pandemi Covid-19, Rabu 7 April 2021

dr. Nico A. Lumenta, K.Nefro, MM, MHKes.


I
American College of
Healthcare Executives,

“Leading a Culture
of Safety: A Blueprint
for Success”.
(2016).

(2016)
1

Tetapkan visi yang meyakinkan untuk keselamatan.


Visi organisasi mencerminkan prioritas bahwa, jika sejalan dengan misinya,
membangun fondasi yang kuat untuk pekerjaan organisasi. Dengan menanamkan
visi untuk keselamatan pasien dan keselamatan SDM di dalam organisasi,
pemimpin kesehatan menunjukkan bahwa keselamatan adalah nilai pokok.
2

Bangun kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi.


Membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat, dan mempromosikan inklusi - dan
menunjukkan prinsip2 di seluruh organisasi dan dengan pasien dan keluarga - sangat
penting bagi kemampuan seorang pemimpin untuk menciptakan dan mempertahankan
budaya keselamatan. Untuk mencapai bahaya nol, para pemimpin harus memastikan
bahwa tindakan mereka konsisten setiap saat dan di semua tingkat organisasi.
Kepercayaan, rasa hormat, dan inklusi adalah standar yang tidak dapat dinegosiasikan
yang harus mencakup ruang Dewan, departemen klinis, dan keseluruhan staf
3

Pilih, kembangkan, dan libatkan Dewan.


Dewan memainkan peran penting dalam menciptakan dan memelihara budaya
keselamatan. CEO bertanggung jawab untuk memastikan pendidikan anggota Dewan
mengenai ilmu keselamatan dasar, termasuk pentingnya dan proses untuk menjaga
pasien dan angkatan kerja tetap aman. Dewan harus memastikan bahwa ukuran/metrik
yang secara bermakna menilai keamanan organisasi dan budaya keselamatan tersedia
dan dianalisis secara sistematis, dan hasilnya ditindaklanjuti.
4

Prioritaskan keselamatan dalam pemilihan dan pengembangan pemimpin.


Merupakan tangg-jawab CEO, bekerja sama dengan Dewan, untuk memasukkan
akuntabilitas keselamatan sebagai bagian dari strategi pengembangan kepemimpinan bagi
organisasi. Selain itu, mengidentifikasi dokter, perawat, dan pemimpin klinis lainnya sbg
champion keselamatan adalah kunci untuk menutup kesenjangan antara pengembangan
kepemimpinan administratif dan klinis. Harapan untuk merancang dan mengirimkan
pelatihan keselamatan yg relevan untuk semua pemimpin eksekutif dan klinis harus
ditetapkan oleh CEO dan kemudian menyebar ke seluruh organisasi.
5

Pimpin dan beri penghargaan pd budaya yang adil / just culture.


Pemimpin harus memiliki pemahaman menyeluruh ttg prinsip dan perilaku budaya yg adil, dan
berkomitmen utk mengajar dan memberi model mereka. Kesalahan manusia adalah dan selalu
akan menjadi kenyataan. Dalam kerangka budaya yg adil, fokusnya adalah pada menangani
masalah sistem yg berkontribusi pada kesalahan dan kerugian. Sementara dokter dan tenaga
kerja bertangg-jwb untuk secara aktif mengabaikan protokol dan prosedur, melaporkan
kesalahan, penyimpangan, nyaris rindu, dan kejadian buruk dianjurkan. Staf didukung saat
sistem macet dan terjadi kesalahan. Dalam budaya sejati, semua staf - baik yg bersifat klinis
maupun non-klinis - diberi wewenang dan tidak takut untuk menyuarakan kekhawatiran ttg
ancaman thd keselamatan pasien dan staf.
6

Tetapkan ekspektasi perilaku organisasi.


Pemimpin senior bertanggung jawab untuk membangun kesadaran keselamatan bagi
semua dokter dan angkatan kerja dan, mungkin yang lebih penting lagi, memodelkan
perilaku dan tindakan ini. Perilaku ini meliputi, namun tidak terbatas pada, transparansi,
kerja tim yang efektif, komunikasi aktif, kesopanan, dan umpan balik langsung dan tepat
waktu. Komitmen budaya ini harus dipahami dan diterapkan secara universal untuk
keseluruhan angkatan kerja, terlepas dari peringkat, peran, atau departemen
II Patient Safety Culture
Patient safety culture has been defined as :
“the values shared among organization members about "Nilai-nilai yg dianut di antara staf RS ttg apa yg
what is important, their beliefs about how things operate penting, kepercayaan mereka ttg bagaimana segala
in the organization, and the interaction of these with work sesuatu beroperasi dalam RS, dan interaksi ini
unit and organizational structures and systems, which dengan unit kerja dan struktur organisasi dan
together produce behavioral norms in the organization sistem, yg bersama-sama menghasilkan norma
that promote safety” perilaku dalam RS yg mempromosikan keselamatan"

DIMENSIONS OF PSC
Through a qualitative meta-analysis the seven subcultures of patient safety
culture were identified as:
1. Leadership culture
2. Teamwork culture
3. Culture of evidence-based practice
4. Communication culture
5. Learning culture
6. Just culture
7. Patient-centered culture
(Source: Botwinick, Bisognano, & Haraden, 2006.)
1. Leadership: Leaders acknowledge the Pemimpin mengakui lingkungan yan kes
healthcare environment is a high-risk adalah lingkungan berisiko tinggi dan
environment and seek to align vision/mission,
staff competency, and fiscal and human
berupaya menyelaraskan visi / misi,
resources from the boardroom to the frontline kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan
manusia dari ruang rapat ke garis depan.
2. Teamwork: A spirit of collegiality, Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja
collaboration, and cooperation exists among sama diantara para eksekutif, staf, dan praktisi
executives, staff, and independent
practitioners. Relationships are open, safe,
independen. Hubungan terbuka, aman, hormat,
respectful, and flexible. dan fleksibel.
3. Evidence-based: Patient care practices Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti.
are based on evidence. Standardization to Standardisasi utk mereduksi variasi pada
reduce variation occurs at every opportunity.
Processes are designed to achieve high
setiap kesempatan. Prosesnya dirancang utk
reliability. mencapai kehandalan yg tinggi.
4. Communication: An environment exists Ada lingkungan di mana seorang anggota staf,
where an individual staff member, no matter apapun deskripsi pekerjaannya, memiliki hak
what his or her job description, has the right
and the responsibility to speak up on behalf of
dan tangg-jwb untuk berbicara atas nama
a patient. pasien.
5. Learning: The hospital learns from its RS belajar dari kesalahannya dan mencari
mistakes and seeks new opportunities for peluang baru untuk peningkatan kinerja.
performance improvement. Learning is valued Pembelajaran dihargai di antara semua
among all staff, including the medical staff.
staf, termasuk staf medis.

6. Just: A culture that recognizes errors as Budaya yg mengakui kesalahan sbg


system failures rather than individual failures kegagalan sistem dp kegagalan individu
and, at the same time, does not shrink from dan, pada saat yg sama, tidak segan
holding individuals accountable for their
actions. meminta pertanggungjawaban individu
atas tindakan mereka.
7. Patient-centered: Patient care is Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien
centered around the patient and family. The dan keluarga. Pasien tidak hanya peserta
patient is not only an active participant in his aktif dalam asuhannya sendiri, tapi juga
own care, but also acts as a liaison between
the hospital and the community. bertindak sbg penghubung antara RS dan
masyarakat.

(Source: Botwinick, Bisognano, & Haraden, 2006.)


Culture of Safety Typology
Subculture Properties

Leadership Accountability .Change management. Commitment. Executive rounds. Governance.Open


relationships. Physician engagement. Priority. Resources. Role model. Support . Vigilance.
Visibility . Vision/mission.
Teamwork Alignment. Deference to expertise wherever found. Flattened hierarchy.
Multidisciplinary/mutigenerational. Mutual respect. Psychological safety . Readiness to
adapt/flexibility . Supportive. Watch each other’s back.
Evidence-based Best practices. High reliability/zero defects. Outcomes driven. Science of safety.
Standardization: protocols, checklists, guidelines. Technology/automation.
Communication Assertion/speak-up . Bottom-up approach, Hand-offs . Linkages between executives and
front line/resolution/feedback . Safety briefings/debriefings. Structured techniques: SBAR,
time-out, read-back ,Transparency.
Learning Awareness/informed . Celebrate success/rewards . Data driven,
Education/training including physicians ,. Learn from mistakes/evaluation,
Monitor/benchmark. Performance improvement . Proactive . Root-cause analyses,
Share lessons learned.
Just Blame-free. Disclosure . Non punitive reporting . No at-risk behaviors,
Systems—not individuals. Trust
Patient- Centered Community/grassroots involvement . Compassion/caring . Empowered patients/families.
Exemplary patient experiences. Focus on patient . Formal participation in care.
health promotion, Informed patients/families . Patient stories
Culture of Safety Typology
Subculture Properties

Leadership Akuntabilitas. Manajemen perubahan. Komitmen. Ronde eksekutif. Governance.


Hubungan terbuka. Keterlibatan dokter. Prioritas. Sumber daya. Panutan.
Dukungan. Kewaspadaan. Visibilitas. Visi Misi.
Teamwork Penjajaran. Tergantung keahlian dimanapun ditemukan. Hirarki yang rata. Multidisiplin /
mutigenerasional. Saling menghormati. Keselamatan psikologis. Kesiapan untuk
beradaptasi / fleksibel. Mendukung. Perhatikan punggung masing-masing.
Evidence-based Praktik terbaik. Keandalan tinggi / nol cacat. Gerakkan berbasis hasil. Ilmu keselamatan.
Standardisasi: protokol, daftar periksa, pedoman. Teknologi / otomasi.
Communication Tegas / angkat bicara. Pendekatan bottom-up, Hand-off. Kaitan antara eksekutif dan garis
depan / resolusi / umpan balik. Briefing / pembekalan keselamatan Teknik terstruktur:
SBAR, time-out, read-back, Transparansi.
Learning Kesadaran / informasi. Rayakan kesuksesan / penghargaan. Gerak berbasis data,
Pendidikan / pelatihan termasuk dokter,. Belajar dari kesalahan / evaluasi, Monitor /
benchmark. Peningkatan performa . Proaktif Analisis akar penyebab, Bagikan pelajaran
yang dipetik.
Just Bebas dari menyalahkan Pengungkapan. Pelaporan tanpa hukuman Tidak ada perilaku
berisiko, Sistem bukan individu. Kepercayaan
Patient- Centered Keterlibatan masyarakat / akar rumput. Kasih sayang / perhatian Memberdayakan pasien /
keluarga. Pengalaman teladan pasien. Fokus pada pasien. Partisipasi formal dalam
perawatan. promosi kesehatan, informasi pasien / keluarga. Cerita pasien
1/3
III
11 Tenets of a Safety Culture (The Joint Commission)

11 Prinsip Budaya Keselamatan


1.Apply a transparent, nonpunitive approach 1.Terapkan pendekatan yang transparan dan tidak
to reporting and learning from adverse menghukum dan belajar dari insiden keselamatan,
events, close calls and unsafe conditions. KNC dan kondisi tidak aman.
2. Use clear, just, and transparent risk-based 2.Gunakan proses berbasis risiko yang jelas, adil,
processes for recognizing and distinguishing dan transparan untuk mengenali dan membedakan
human errors and system errors from kesalahan manusia dan kesalahan sistem dari
unsafe, blameworthy actions. tindakan yang tidak aman, atau yg patut disalahkan.
3.CEOs and all leaders adopt and model 3.CEO dan semua pemimpin mengadopsi dan
appropriate behaviors and champion efforts memodelkan perilaku yg sesuai dan
to eradicate intimidating behaviors. memperjuangkan upaya untuk memberantas
4. Policies support safety culture and the perilaku mengintimidasi.
reporting of adverse events, close calls and 4. Kebijakan mendukung budaya keselamatan dan
unsafe conditions. These policies are pelaporan insiden keselamatan, KNC dan kondisi
enforced and communicated to all team tidak aman. Kebijakan ini ditegakkan dan
members. dikomunikasikan kepada semua anggota tim.
2/3
11 Tenets of a Safety Culture (The Joint Commission)

11 Prinsip Budaya Keselamatan


5.Recognize care team members who 5.Kenali anggota tim asuhan yang melaporkan
report adverse events and close calls, who insiden keselamatan dan KNC, yang
identify unsafe conditions, or who have mengidentifikasi kondisi tidak aman, atau yang
good memiliki baik saran untuk peningkatan
suggestions for safety improvements. keselamatan. Bagikan "pelajaran gratis" ini dengan
Share these “free lessons” with all team semua anggota tim (mis., umpan balik).
members (i.e., feedback loop). 6. Tentukan ukuran dasar organisasi untuk kinerja
6. Determine an organizational baseline budaya keselamatan menggunakan alat yang
measure on safety culture performance divalidasi.
using a validated tool. 7. Menganalisis hasil survei budaya keselamatan
7. Analyze safety culture survey results dari seluruh unit di RS untuk menemukan peluang
from across the organization to find untuk peningkatan kualitas dan keselamatan.
opportunities for quality and safety
improvement.
3/3
11 Tenets of a Safety Culture (The Joint Commission)

11 Prinsip Budaya Keselamatan


8. Use information from safety assessments 8. Gunakan informasi dari penilaian keselamatan
and/or surveys to develop and implement dan atau survei untuk mengembangkan dan
unit-based quality and safety improvement menerapkan kualitas berbasis unit, dan inisiatif
initiatives designed to improve the culture peningkatan keselamatan yang dirancang untuk
of safety. meningkatkan budaya keselamatan.
9.Embed safety culture team training into 9.Tanamkan pelatihan budaya tim keselamatan ke
quality improvement projects and dalam peningkatan kualitas proyek dan proses
organizational processes to strengthen organisasi untuk memperkuat sistem
safety systems. keselamatan.
10. Proactively assess system strengths and 10. Secara proaktif menilai kekuatan dan
vulnerabilities, and prioritize them for kerentanan sistem, dan memprioritaskannya
enhancement or improvement. untuk perbaikan atau peningkatan.
11. Repeat organizational assessment of 11. Ulangi evaluasi budaya keselamatan setiap 18
safety culture every 18 to 24 months to hingga 24 bulan untuk meninjau kemajuan dan
review progress and sustain improvement. mempertahankan peningkatan.
What do we mean by “Just Culture”?
IV Center For Patient Safety : Just Culture is the balance between human and system
accountability, and it is a hot topic in patient and provider safety in today’s medical
industry. (2019, February. https://www.centerforpatientsafety.org/emsforward/just-culture/)

• Traditionally, health care’s culture has held • Secara tradisional, budaya pelayanan kes telah membuat
individuals accountable for all errors or mishaps semua individu bertangg-jwb menangani error atau KTD yg
that befall patients under their care menimpa pasien yg berada dalam asuhan mereka
• A just culture recognizes that individual • Suatu just culture mengakui bhw individu tdk seharusnya
practitioners should not be held accountable for dianggap bertangg-jwb atas kegagalan sistem dimana
system failings over which they have no control. mereka tidak punya kendali
• A just culture also recognizes many errors • Suatu just culture juga menyatakan banyak error
represent predictable interactions between merepresentasikan interaksi yg dapat diramalkan antara
human operators and the systems in which they operator manusia dgn sistem dimana mereka bekerja.
work. Recognizes that competent professionals Mengakui bhw professional yg kompeten dpt berbuat
make mistakes. kesalahan
• Acknowledges that even competent • Mengakui bhw bahkan professional yg kompeten sekalipun, bisa
professionals will develop unhealthy norms mengembangkan norma-norma yg tidak sehat (jalan pintas,
(shortcuts, “routine rule violations”). “routine rule violations” = “pelanggaran peraturan secara rutin”)
• Suatu just culture memiliki zero tolerance (sama sekali tidak
• A just culture has zero tolerance for reckless
toleran) thd perilaku sembrono / serampangan
behavior.,
(Meyer, GS: Just Culture The Key to Quality and Safety, The Just Culture Community, 2010)
The Just Culture Model (simplified)

Kesalahan Manusia Perilaku yang berisiko Perilaku yang ceroboh


Hasil/Produk dari desain Suatu Pilihan : Risiko Secara sadar mengabaikan
sistem kita yang sekarang dan dipercaya tidak signifikan atau risiko yang substansial/penting
pilihan perilaku dibenarkan dan tidak dapat dibenarkan
Dikelola dengan perubahan dalam DIkelola dengan : Dikelola dengan :
: • Menghilangkan insentif • Tindakan remedial
• Pilihan2 terhadap perilaku yang /perbaikan
• Proses2 berisiko • Tindakan hukuman
• Prosedur2 • Menciptakan insentif bagi
• Pelatihan perilaku yang sehat
• Desain • Peningkatan situational
• Lingkungan awareness
Pendampingan Pelatihan Hukuman

© 2012
Core Concept “Just Culture” / “Budaya Yang Adil”
(David Marx)
Just Culture is the balance between human and system accountability, and it is a hot
topic in patient and provider safety in today’s medical industry.
(2019, February. https://www.centerforpatientsafety.org/emsforward/just-culture/)

Perilaku manusia dalam Just Culture


KESALAHAN MANUSIA PERILAKU YANG BERISIKO PERILAKU YANG CEROBOH
(Human Error) (At Risk Behavior) (Reckless Behavior)
• Slip atau lapse/terlewat yang • Sadar memilih tindakan tanpa • Memilih tindakan dengan
tidak disengaja. Kesalahan menyadari tingkat risiko hasil pengetahuan dan tanpa sadar
manusia bisa terjadi, jadi sistem yang tidak diinginkan. mengabaikan risiko bahaya.
harus dirancang untuk
membantu orang melakukan • Respons: • Respons:
hal yang benar dan ✓ Pelatihan : Beri tahu ✓ Tindakan disipliner.
menghindari melakukan hal orang tsb mengapa
yang salah. perilaku itu berisiko;
selidiki alasan mereka
• Respons: memilih perilaku ini, dan
✓ Pendampingan : Dukung lakukan perbaikan sistem
orang yang melakukan jika perlu.
kesalahan. Selidiki
bagaimana sistem dapat
diubah utk mencegah
kesalahan terjadi lagi. (Leading a Culture of Safety: A Blueprint for Success, American College of Healthcare
Executives, and The National Patient Safety Foundation’s Lucian Leape Institute, 2016)
V Patient Safety
Α broad range of safety culture properties organized into seven subcultures

1. Kepemimpinan: Para pemimpin mengakui bahwa lingkungan pelayanan kesehatan adalah lingkungan berisiko tinggi
dan berupaya menyelaraskan visi / misi, kompetensi staf, dan sumber daya fiskal dan manusia dari ruang rapat ke garis
depan. Kurangnya kepemimpinan dianggap sbg penghalang budaya keselamatan. Sementara kepemimpinan yg kuat
sering disebut sbg hal yg penting bagi budaya keselamatan organisasi, tidak ada jawaban yg mudah ttg bagaimana
kepemimpinan dapat berkembang atau dikembangkan untuk memastikan budaya keselamatan. Pemimpin membutuhkan
wawasan dasar ttg masalah keselamatan dan perlu alasan untuk berfokus pada keselamatan pasien. Mereka perlu dididik
tentang ilmu keamanan dan kekuatan data.
2. Kerja Tim: Semangat kolegialitas, kolaborasi, dan kerja sama ada di antara eksekutif, staf, dan praktisi independen.
Hubungan terbuka, aman, hormat, dan fleksibel. Organisasi pelayanan kesehatan merawat pasien dengan proses penyakit
yg semakin kompleks dan dgn asuhan serta teknologi yg semakin kompleks yg membutuhkan upaya yg lebih kuat
terhadap penerapan kerja tim dan kolaborasi di antara PPA untuk mencapai budaya keselamatan pasien di seluruh sistem.
3. Asuhan berbasis bukti: Praktik asuhan pasien didasarkan pada bukti. Standarisasi untuk mereduksi variasi terjadi di
setiap kesempatan. Proses dirancang untuk mencapai keandalan yg tinggi. Organisasi pelayanan kesehatan yg
mendemonstrasikan praktik terbaik berbasis bukti, termasuk proses, protokol, daftar tilik, dan pedoman standar, dianggap
menunjukkan budaya keselamatan.

(Stavrianopoulos, T : The Development of Patient Safety Culture. Health Science Journal. 2012; vol 6 issue 2.)
4. Komunikasi: Sebuah lingkungan ada di mana seorang anggota staf, apa pun uraian tugasnya, memiliki hak dan tangg-jwb untuk
berbicara atas nama pasien. Staf lini depan ingin mengetahui bahwa komunikasi dengan manajer didengarkan dan diakui. Memberikan
umpan balik atau menutup lingkaran membangun kepercayaan dan keterbukaan sifat penting dari budaya keselamatan
5. Belajar: RS belajar dari kesalahannya dan mencari peluang baru untuk peningkatan kinerja. Pembelajaran dihargai di antara semua
staf, termasuk staf medis. Budaya belajar menciptakan kesadaran keselamatan di antara karyawan dan staf medis dan mendorong
lingkungan belajar melalui peluang pendidikan. Pendidikan dan pelatihan harus mencakup, setidaknya, pemahaman dasar tentang (a)
ilmu keselamatan, (b) apa artinya menjadi organisasi dgn keandalan tinggi, (c) nilai asesmen budaya keselamatan, dan (d) proses
peningkatan kinerja, termasuk pengujian siklus perubahan yg cepat.
6. Adil: Sebuah budaya yg mengakui kesalahan sbg kegagalan sistem daripada kegagalan individu dan, pada saat yg sama, tidak
segan meminta pertanggungjawaban individu atas tindakan mereka. Beban kerja dpt menjadi faktor penyebab terjadinya kesalahan.
Kesalahan diklasifikasikan sebagai (a) slips dan lapses/penyimpangan atau kesalahan pelaksanaan, dan (b) kesalahan atau kesalahan
pengetahuan.17 Beban kerja yg tinggi dalam bentuk tekanan waktu dpt mengurangi perhatian yg dicurahkan oleh perawat untuk
tugas2 keselamatan kritis, sehingga menciptakan kondisi untuk kesalahan dan perawatan pasien yg tidak aman.
7. Asuhan yang berpusat pada pasien: Asuhan pasien berpusat di sekitar pasien dan keluarga. Pasien tidak hanya menjadi peserta
aktif dlm pelayanannya sendiri, tetapi juga bertindak sbg penghubung antara RS dan masyarakat. Asuhan yg berpusat pada pasien
adalah kualitas hubungan pribadi, profesional, dan organisasi. Dgn demikian, upaya untuk mempromosikan asuhan yg berpusat pd
pasien harus mempertimbangkan keterpusatan pasien pd pasien (dan keluarganya), dokter, dan sistem kesehatan. Membantu pasien
untuk lebih aktif dlm konsultasi mengubah dialog yg didominasi dokter selama berabad-abad menjadi dialog yg melibatkan pasien sbg
peserta aktif. Melatih dokter agar lebih penuh perhatian, informatif, dan empati mengubah peran mereka dari yg berkarakteristik otoritas
menjadi peran yg memiliki tujuan kemitraan, solidaritas, empati, dan kolaborasi.
(Stavrianopoulos, T : The Development of Patient Safety Culture. Health Science Journal. 2012; vol 6 issue 2.)
VI Kerangka Konsep
Kematangan Budaya Keselamatan DUTA-RS Hipotesis
Kerjasama Tim

Komunikasi
Ada pengaruh variabel iklim keselamatan
Lingkungan Kerja
(kerjasama tim, komunikasi, lingkungan kerja,

1
Iklim
Pelatihan pelatihan, pelaporan, pembelajaran
Keselamatan
organisasi) terhadap Kematangan budaya
Pelaporan keselamatan rumah sakit meliputi mutu
layanan RS, keselamatan pasien, keselamatan
Pembelajaran Organisasi dan kesehatan pekerja.
Mutu Rumah Sakit

Ada pengaruh variabel situasional/manajemen


Regulasi

Kepemimpinan Situasional
Kematangan
Budaya
Keselamatan
Keselamatan pasien
2 keselamatan (regulasi, kepemimpinan,
manajemen risiko) terhadap Kematangan
budaya keselamatan rumah sakit meliputi
Manajemen Risiko mutu layanan RS, keselamatan pasien,
Keselamatan dan keselamatan dan kesehatan pekerja.
Kesehatan Pekerja

Kepatuhan Keselamatan Perilaku Ada pengaruh variabel perilaku keselamatan


(kepatuhan, partisipasi keselamatan, perilaku
3
Keselamatan
Partisipasi Keselamatan menganggu) terhadap kematangan budaya
keselamatan rumah sakit meliputi mutu
Perilaku yang Mengganggu layanan RS, keselamtan pasien, keselamatan
(Budaya Keselamatan) (Kematangan Budaya Keselamatan) dan Kesehatan pekerja.
(Variabel Eksogen) (Variabel Endogen)
Kerangka Teori

Iklim Situasional Perilaku Kematangan


Budaya
Keselamatan

• Regulasi • Kepatuhan
• Pelatihan • Kepemimpinan Mutu dan
• Komunikasi Keselamatan
• Manajemen Keselamatan
• Pembelajaran • Partisipasi
risiko pasien serta
• Lingkungan kerja Keselamatan keselamatan
• Pembelajaran • Komunikasi • Perilaku & kesehatan
• Kerjasama • Kerjasama tim Menganggu pekerja
• Pelaporan • Pelatihan
• Regulasi • Pelaporan
• Komitmen • Pembelajaran
• Kepatuhan
• Kepatuhan
• Partisipasi

Model Modifikasi Determinisme Timbal Balik Cooper Kematangan Budaya Keselamatan MaPSAF
(University of Manchester, 2006)
07/04/2021

Anda mungkin juga menyukai