Anda di halaman 1dari 4

Topik-Topik Pilihan tentang Bekerjanya Hukum dalam Masyarakat

Hasilnya, topik-topik dalam perbincangan sosiologi hukum akan


memaparkan berbagai masalah dan pemikiran mengenai hukum sebagaimana yang
dinyatakan as it is in society. Meskipun dinamakan ‘sosiologi hukum’, namun
ketika ilmu tersebut juga diminati oleh para ahli hukum dari kalangan akademisi
yang tidak hanya sibuk sebagai trial lawyers atau legal consultants maka kajian
sosiologi hukum ini (setidak-tidaknya di Indonesia pada tahun 1970an) pernah
populer sebagai ‘kajian tentang (bekerjanya) ‘hukum dan/dalam masyarakat’.
Penamaan ‘sosiologi hukum’ ini mungkin sekadar pertimbangan praktis untuk
mengambil nama ringkasnya saja.

Disebut dengan istilah apa pun, apabila dianggap sebagai bagian dari kajian
ilmu hukum maka perbincangan yang berkembang dalam mata kajian ini pasti
berawal dari berbagai masalah yang relevan dengan ihwal hukum, nota bene hukum
undang-undang. Meskipun boleh dibilang tidak pernah ada kesepakatan untuk
membakukan secara ketat topik-topik perbincangan dalam kajian sosiologi hukum
ini, namun pada umumnya sebuah kajian pengantar dalam cabang kajian sosiologi
yang disebut sosiologi hukum ini tidak akan melewatkan perbincangan mengenai
liku-liku persoalan pokok yang berpusat di seputar permasalahan bekerjanya
hukum undang-undang dalam masyarakat.

Pertama, sosiologi hukum akan menjelaskan apakah yang dimaksud dengan


hukum yang menjadi objek kajiannya itu. Dalam hal ini pendapat sering kali
terbelah dua, para yuris yang formalis amat suka mendefinisikan hukum sebagai
aturan-aturan tertulis dalam bentuknya sebagai undang-undang. Sementara itu, para
ilmuwan sosial lebih suka menyatakan bahwa hukum bisa saja tidak berbentuk
tertulis tetapi dalam bentuk adat tata cara kehidupan warga masyarakat
sebagaimana yang tersimak dalam kehidupan sehari-hari para warga itu. Dalam
sosiologi hukum, kedua ragam hukum itu (yang berlegalitas formal dan yang
berlegitimitas sosial) sama-sama dibicarakan dalam suatu hubungan yang mungkin
fungsional dan sinergis, atau bahkan mungkin bisa disfungsional dan kontroversial.

Kedua, sosiologi hukum akan menjelaskan ihwal lembaga-lembaga negara


yang berfungsi membentuk atau membuat serta menegakkan hukum itu. Selain itu,
dikemukakan dan diperbincangkan juga ihwal sumber otoritas yang akan dijadikan
dasar normatif untuk membenarkan dilaksanakannya fungsi-fungsi tersebut oleh
lembaga-lembaga yang bersangkutan. Selanjutnya, sejarah perkembangan sistem
hukum berikut struktur yang berfungsi sebagai penopang otoritasnya juga akan
dibicarakan di sini. Ihwal yang sering dibicarakan berkisar kebijakan-kebijakan
unifikasi dan fakta riil tentang bertahannya pluralisme dalam sejarah perkembangan
hukum.

Ketiga, hubungan interaktif antara sistem hukum yang formal (sebagaimana


ditopang oleh otoritas negara) dan tertib hukum rakyat (yang bertumpu pada dasar-
dasar moralitas komunitas). Perbincangan akan tertuju ke pencarian jawab tentang
sejauh manakah hukum akan mampu bekerja secara efektif, baik dalam peran yang
konservatif sebagai sarana kontrol maupun dalam peran yang lebih progresif
sebagai salah satu faktor fasilitator yang akan memudahkan terjadinya perubahan
sosial.

Memperbincangkan ihwal keefektifan hukum, tidak pelak diskusi akan


banyak berkisar di seputar usaha mengidentifikasi berbagai variabel sosial dan
variabel kultural yang boleh diduga akan berpengaruh pada bekerjanya hukum
dalam masyarakat itu. Muncul pertanyaan misalnya, apakah kekuatan ancaman
sanksi atau komitmen warga negara yang akan lebih berpengaruh dalam usaha
mengefektifkan kerja hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara itu?
Dipertanyakan juga, sejauh mana stratifikasi sosial yang mengingkari prinsip
‘perlakuan yang sama terhadap sesama warga negara’ (yang bertujuan mengatasi
masalah diskriminasi dan kemiskinan) akan muncul sebagai salah satu variabel
sosial-kultural yang akan memengaruhi bekerjanya hukum dalam masyarakat?
Apakah peran dan tanggung jawab para ahli hukum yang profesional akan berhasil
(ataukah justru akan gagal) melaksanakan fungsi hukum sebagai sarana kontrol
guna merealisasi asas-asas yang diidealkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?

Meskipun sosiologi hukum itu lahir sebagai ilmu pengetahuan yang


dikembangkan di Barat yang awalnya untuk menganalisis masalah krisis-krisis
dalam kehidupan nasional pada pertengahan abad 19 yang tidak dapat dijelaskan
dan diselesaikan berdasarkan ilmu hukum, namun pada saat yang bersamaan
sosiologi hukum, mengiringi kajian-kajian antropologis dan memerhatikan
berbagai permasalahan hukum yang terlahir dari perjumpaannya dengan variabel
budaya. Sebelumnya sosiologi hukum sudah memerhatikan dengan penuh kritik
kepada kebijakan kolonial yang secara sepihak hendak mentransplantasikan hukum
Eropa ke negeri-negeri jajahannya. Pada era pascakolonial, perhatian dan kajian-
kajian yang beyond national boundaries ini berlanjut ke arah legal borrowing yang
menyebabkan hukum Barat diresepsi secara luas di negeri-negeri bekas daerah
jajahan.

Dalam berbagai kajian (di belakang meja ataupun di lapangan), jika kajian
tersebut dikembangkan dari ilmu hukum dan bukan dari ilmu pengetahuan sosial
maka lazimnya perbincangan-perbincangan akan diawali dari seluk beluk
permasalahan yang dihadapi hukum undang-undang, khususnya yang bersangkutan
dengan ihwal keefektifannya. Apabila berlakunya hukum undang-undang dalam
masyarakat ternyata tidak langsung terwujud hanya dengan cara
mengundangkannya dan sanksi-sanksinya pun ternyata tidak cukup (tidak bisa)
menjamin keefektifannya maka pemerhati hukum mulai menengok ke kajian-kajian
sosiologi untuk meneliti dan menemukan variabel-variabel sosial apa saja yang
berpengaruh pada tegaknya hukum undang-undang.

Berbeda dari kajian yang berhakikat sebagai kajian “bekerjanya hukum


undang-undang dalam masyarakat” yang menjadi fokus perhatian akademis para
sarjana hukum, sosiologi hukum sebagaimana yang dikaji oleh para sosiolog akan
selalu berawal dan berkutat di seputar masalah kontrol sosial yang didayagunakan
sebagai sarana penegakan tertib kehidupan bermasyarakat. Di sini hukum undang-
undang akan diperbincangkan sebagai salah satu dari sekian ragam institusi kontrol
itu dalam porsi “secukupnya” dan tidak terlalu dominan. Pada umumnya, para
sosiolog mengkaji permasalahan hukum undang-undang dalam fungsinya sebagai
kontrol sosial tanpa merasa perlu mengawali perbincangannya dengan masalah
doktrin hukum undang-undang dan permasalahannya yang relevan dengan ihwal
perubahan pemikiran doktrin-doktrin tersebut sehubungan dengan perubahan
struktur dan ideologi yang berkembang dalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat.

Sumber: Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Dalam Masyarakat


(Perkembangan dan Masalah Sebuah Pengantar Kearah Kajian Sosiologi Hukum,
Bayumedia Publishing, Malang 2008)

Anda mungkin juga menyukai