Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak

Disusun oleh (Kelompok 4)

Enita devi

Fauziah Azhar

Faradis Nabilah Isma

Firdani Yusrival

Fitriani NurFadillah

Prodi : S1 Keperawatan Tingkat II

STIKES AKBID WIJAYA HUSADA BOGOR

Jl, Letjend Ibrahim Adji No. 180, Sindang barang, Bogor Barat, Jawa
Barat
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini terdiri dari pokok pembahasan
mengenai konsep dasar perilaku kesehatan. Setiap pembahasan dibahas secara sederhana
sehingga mudah dimengerti.

Dalam penyelesaian Makalah ini,kami banyak mengalami kesulitan, terutama disebabkan


oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang. Namun, berkat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan cukup baik. Karena itu,
sudah sepantasnya jika kami mengucapkan terima kasih kepada semua dosen yang
membimbing kami.

kami sadar, sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,kami
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna penulisan makalah
yang lebih baik lagi di masa yang akan datang.

Bogor, April 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan..................................................................................................................1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi.............................................................................................................................3
B. Etiologi.....................................................................................................................................3
C. Klasifikasi................................................................................................................................4
D. Manifestasi Klinis...................................................................................................................4
E. Patofisiologi.............................................................................................................................5
F. Pathway....................................................................................................................................6
G. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................................................6
H. Penatalaksanaan.......................................................................................................................6
I. Pencegahan..............................................................................................................................7
J. Komplikasi...............................................................................................................................7
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan........................................................................................................9
B. Intervensi................................................................................................................................9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan...........................................................................................................................10
B. Saran......................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dinegara yang sedang berkembang termasuk indonesia, sebelum ditemukannya vaksin ,
angka kejadian dan kematian akibat menderita pertusis cukup tinggi. Ternyata 80% anak-anak
dibawah umur 5 tahun pernah terserang penyakit pertusis, sedangkan untuk orang dewasa sekitar
20% dari jumlah penduduk total.
Dengan kemajuan perkembangan antibiotic dan program imunisasi maka mortalitas penyakit
ini mulai menurun. Namun demikian penyakit ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
terutama mengenai bay-bayi dibawah umur.
Pertusis sangat infeksius pada orang yang tidak memiliki kekebalan. Penyakit ini mudah
menyebar ketika si penderita batuk. Sekali seseorang terinfeksi pertusis maka orang tersebut
kebal terhadap penyakit untuk beberapa tahun tetapi tidak seumur hidup, kadang-kadang kembali
terinfeksi beberapa tahun kemudian. Pada saat ini vaksin pertusis tidak dianjurkan bagi orang
dewasa. Walaupun orang dewasa sering sebagai penyebab pertusis pada anak-anak, mungkin
vaksin orang dewasa dianjurkan untuk masa depan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi pertusis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada anak pertusis?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan UmumMengetahui dan memahami bagaimana membuat asuhan keperawatan masalah
pernapasan dengangangguan pertusis
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa akan mampu:
1. Memahami definisi pertusis
2. Mengetahui etiologi terjadinya pertusis
3. Memahami klasifikasi pertusis
4. Mengetahui patosiologi terjadinya pertusis

1
5. Mengidentifikasi manifetasi klinis yang dapa ditemukan pada klien anak pertusis
6. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan pertusis
7. Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan pertusis

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis
terutama terjadi pada anak-anak usia 4 tahun yang tidak diimunisasi. Pertusis adalah penyakit
saluran nafas yang disebabkan oleh bakteri bordetella pertusis. Penyakit ini sering disebut juga
tussis quinta, whooping cough, batuk rejan, batuk 100 hari. Pertusis adalah suatu infeksi akut
saluran nafas yang mengenai setiap penjamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada
anak-anak (Bherman,1992)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan
ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodicdan paroksismal
disertai dengan nada yang meninggi (Rampengan,1993) Pertusis adalah penyakit saluran nafas
yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping
coagh, batuk rejan (Mansjoer,2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang
menimbulkan serangan batuk panjang yang bertubi0tubi, berakhir dengan inspirasi bising
(Ramali,2003) Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangan menular dan
menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi atau
melengking.

B. Etiologi

Pertusis pertama kali dapat diisolasi pada tahun 1900 oleh Bordet dan Gengou, kemudian
pada tahun 1906 kuman pertusis baru dapat dikembangkan dalam media buatan. Genus
Bordetella dalam media buatan. Genus Bordetella mempunyai 4 spesies yaitu, Bordetella
Pertusis, Bordetella Parapertusis, Bordetella Bronkiseptika, dan Bordetella Avium.
Bordetella Pertusis adalah satu-satunya penyebab dari pertusis yaitu bakteri gram negatif,
tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan ditanamkan
pada media agar Bordet-Gengou.
Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain :
1. Berbentuk batang (coccobacilus)

3
2. Tidak dapat bergerak
3. Bersifat gram negative.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul
5. Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10º C)
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik
7. Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap
penicillin
8. Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
a. Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
b. Endotoksin (lipopolisakarida

C. Klasifikasi

D. Manifestasi Klinis
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi
dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataralis Lamanya 1 – 2 minggu
Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-
batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya
ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4 minggu
Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa
batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar.
Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah gejala-gejala masa inkubasi 5-10
hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung
mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang
kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir
dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru
karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan
kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama
masa penyembuhan, batuk akan berkurang secara bertahap.
3. Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu

4
Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul
kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spasodik mulai menghilang. Infaksi
semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
E. Patofisiologi

Bordetella pertusis ditularkan melalui sekresi udara pernafasan, kemudian setelah ditularkan
melalui sekresi udara pernafasan melekat pada silia epitel saluran pernafasan. Mekanisme
pathogenesis infeksi oleh Bordetella pertusis terjadi melalui empat tingkatan yaitu, perlekatan,
perlawanan terhadap mekanisme pertahanan penjamu, kerusakan lokal, dan akhirnya timbul
penyakit sistemik. Pertusis Toxin (PT) dan protein 69-Kd berperan pada pelekatan Bordetella
Pertusis pada silia. Stelah terjadi perlekatan, Bordetella pertusis kemudian bermultiplikasi dan
menyebar keseluruh permukaan epitel saluran nafas. Proses ini tidak invasif oleh karena pada
pertusis tidak terjadi bakteremia. Selama pertumbuhan Boerdetella Perusis maka akan
menghasilkan toksin yang akan menyebabkan penyakit yang kita kenal dengan whooping cough.
Toksin penting yang dapat menyebabkan penyakit ini disebabkan karena Pertusis Toxin.
Toksin pertusis mempunya 2 sub unit yaitu A dan B. Toksin sub unit B selanjutnya berikatan
dengan reseptor sel target kemudian menghasilkan sub unit A yang aktif pada daerah aktivasi
enzim membran sel. Efek LPF menghambat migrasi limfosit dan makrofag ke daerah infeksi.
Toxic mediated adenosine diphosphate (ADP) mempunyai efek mengatur sintesis protein
dalam membran sitoplasma, berakibat terjadi perubahan fungsi fisiologis dari sel target termasuk
limfosit (menjadi lemah dan mati), meningkatkan pengeluaran histamin dan serotonin efek
memblokir beta adrenergic dan meningkatkan aktivitas insulin, sehingga akan menurunkan
kensentrasi gula darah.
Toksin menyebabakan peradangan ringan dengan hyperplasia jaringan limfosit peribronkial
dan meningkatkan jumlah mukosa pada permukaan silia, maka fungsi silia sebagai pembersih
menjadi terganggu sehingga mudah terjadi infeksi sekunder (tersaring oleh streptococcus
Pneumonia, H. Influenza dan Staphylococcus aureus). Penumpukan mukus akan menimbulkan
plug yang dapat menyebabkan obstruksi dan kolaps paru. Hipoksemia dan sianosis disebabkan
oleh gangguan pertukaran oksigenasi pada saat ventilasi dan timbulnya apnea saat terserang
batuk. Terdapat perbedaan pendapat mengenai kerusakan susunan saraf pusat, apakah akibat
pengaruh langsung toksin ataukah sekunder sebagai akibat anoksia.
Terjadi perubahan fungsi sel yang reversible, pemulihan tampak apabila sel mengalami
regenerasi, hal ini dapat menerangkan mengapa kurangnya efek antibiotik terhadap proses

5
penyakit. Namun terkadang bordetella pertusis hanya menyebabkan infeksi ringan, karena tidak
menghasilkan toksin pertusis.

F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang

Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang
sampai 15.000-45000 per mm dengan limfositosis, diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi
kuman dari sekresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu batuk.Secara laboratorium diagnosis
pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan
imunofluoresen

H. Penatalaksanaan

1. Anti mikroba
Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yangndini. Eritromisin merupakan
anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin,
kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4
dosis selama 5-7 hari.
2. Kortikostreroid
 Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
 Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan
perlahan dan dihentikan pada hari ke-8
 Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari. Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi
muda dengan seragan proksimal. Salbutamol Efektif terhadap pengobatan pertusis
3. Beta 2 adrenergik stimulant
 Mengurangi paroksimal khas
 Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop
 Mengurangi frekuensi apneu
4. Terapi suportif
a) Lingkungan perawatan penderita yang tenang
b) Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila
muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
c) Pembersihan jalan nafas

6
d) Oksigen
5. Vaksin DPT
Vaksin jerap DPT ( Difteri Pertusis Tetanus ) adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan
tetanus yang dimurnikan dan bakeri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap pertusia. Cara pemberian dan dosis:
a. Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar menjadi homogen.
b. Disuntikan secara IM denagn dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
c. Dosis pertama diberikan umur 2 bulan,dosis selanjutnya diberikan 1 bulan
d. Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang tekah dibuka hanya boleh digunakan 4
minggu
Efek Sampingnya
Panas Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat
imunisasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih
dari 1 hari sesudah pemberian DPT, bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT, mungkin ada
infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
Rasa sakit di daerah suntikan. Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak
di tempat suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan berarti ini disebabkan oleh
suntikan DPT. Hal ini perlu diberitahukan kepada
Peradangan Hal ini mungkin sebagai akibat dari: jarum suntik tidak steril, bisa karena
tersentuh tangan atau sterilisasi kurang lama ataupun sebelum dipakai menyuntik jarum
diletakkan di atas tempat yang tidak steril.
Kejang-kejangAnak yang setelah pemberian vaksin DPT mengalami hal ini, tidak
boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja. Kontra indikasi. Gejala
keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada
saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada
dosis pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk
meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. (Direktorat Jendral PPM & PL, Departemen
Kesehatan RI)

I. Pencegahan

7
J. Komplikasi

Alat Pernafasan Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi), bronkitis, bronkopneumania,
atelektasis yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emfisema
mediastrum, leher kulit pada kasus yang berat, bronkrektasis, sedangkan tuberkulosis yang
sebelumnya telah ada dapat terjadi bertambah berat.
1. Alat Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan emasiasi, prolaapsus rektum atau
hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah
karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis
2. Sususnan saraf Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan elektrolit akibat
muntah-muntah kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak. Mungkin pula terjadi perdarahan
otak
3. Lain -lain Dapat pula terjadi pendarahan lain seperti epistaksis dan perdarahan subkonjungtiva

8
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mucus
2. Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi
3. Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat.
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang
5. Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah.

B. Intervensi

9
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Pertusis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Bordotella pertusis
2. Pertusis dapat mengenai semua golongan umurdan terbanyak mengenai anak 1-5 tahun Tiga
tahapan dari penyakit pertusis adalah tahap kataralis, paroksimal dan konvelesensi.
3. Asuhan keperawatan pada penderita pertusis secara garis besar adalah menjaga kebersihan
jalan napas agar terbebas dari bakteri pertusis

B. Saran

10
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. heather, (2012), Diagnose Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2012-2014, EGC,
Jakarta

Gloria, M. bulecheck dkk, (2013), Nursing Intervension Classification (NIC), ed 6, Mosby,


California

Sue, Moorhead, (2013), Nursing Outcome Classification (NOC), ed 4, Mosby, California

http://solikhulhadi98.wordpress.com/2010/09/22/askep-pertusis/

Surya satyanegara, Anton Cahaya Widjaja : editor edisi bahasa Indonesia, Lilian Juwono,- Jakarta :
Arcan, 2004

Corry S Matondang, ISKANDAR Wahidiat, Sudigdo sastroasmoro Jakarta : PT Sagung Seto , 2000

Robert. M. Kliqman, Amn M. Arvin ; editor edisi Bahasa Indonesia : A. Samik Wahab – Ed. 15 –
Jakarta : EEC, 1999

Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

http://docshare.tips/askep-pertusis_58b40db4b6d87f4d1e8b5869.html#

Anda mungkin juga menyukai