Anda di halaman 1dari 11

Manusia dan Urgensi 

Ideologi

Ditulis oleh teosophy di/pada November 21, 2009

Oleh: Mohammad Adlany

Manusia sangat memerlukan pemahaman tentang filsafat hidup dan tujuan


penciptaan, karena bukan hanya dengannya ia akan berbuat dan berprilaku
di dunia ini, melainkan akan menentukan kebahagiannya di alam akhirat
nantinya. Namun sebagian pemikir yang semestinya menfokuskan pikiran-
pikirannya untuk mengarahkan dan membantu umat manusia meraih
tujuannya malah menjadi batu penghalang bagi kesempurnaan dan
kebahagiaan hakiki manusia.

Seringkali kita mendengar sebagian intelektual menyatakan bahwa dengan


keberadaan krisis-krisis yang meliputi dunia sekarang ini tidak seharusnya
kita habiskan waktu untuk menggali dan mengetahui filsafat penciptaan,
manusia mestinya  memusatkan segenap pemikirannya dalam bidang
ekonomi dan sosial untuk mencari solusi yang terbaik bagi permasalahan
kehidupan ini.

Para pendukung gagasan ini lalai atas suatu hakikat bahwa jika manusia
tidak mengenal substansi filsafat penciptaannya sendiri, maka sangat
banyak problematika yang mustahil dapat terpecahkan. Selain dari itu,
manusia dipaksa oleh hati nuraninya sendiri untuk memahami tujuan
penciptaan dan filsafat kehidupannya, karena tanpa itu ia tidak dapat
menjani kehidupan di alam ini secara sempurna dan bahagia.

Kita mengetahui bahwa apabila manusia tidak memahami filsafat


penciptaannya, maka mustahil ia memiliki suatu ideologi. Walaupun tidak
semua ideologi bisa digolongkan sebagai filsafat penciptaan. Oleh karena itu,
dengan memperhatikan dua premis di bawah ini manusia seharusnya
mengetahui dan menghayati filsafat penciptaan:

1. Manusia niscaya memiliki ideologi dalam kehidupannya.


2. Tidak semua ideologi yang identik dengan filsafat penciptaan.

 
Pengertian ideologi

Ideologi adalah segala hal yang diposisikan sebagai pusat kecenderungan,


landasan segala prilaku, dan tujuan semua perbuatan manusia serta dapat
memberikan solusi dan pemecahan terhadap apa yang berhubungan dengan
tealitas kehidupan manusia.

Kecenderungan kepada ideologi terdapat dalam diri manusia, dan pada


kesempatan ini tidak dibahas bahwa apakah kecenderungan ini merupakan
kecenderungan esensial atau aksidental? Dalam hal ini, hanya diisyaratkan
bahwa kecenderungan ideologis hanya ditemukan dalam diri manusia dan
binatang karena tidak memiliki kehendak dan pengetahuan tidak
mempunyai kecenderungan seperti ini.

Ideologi adalah landasan gerak dan perbuatan manusia, dengan ungkapan


lain ideologi merupakan bentuk pilihan dan puncak tujuan manusia. Setiap
manusia akan menjalin komunikasi dan hubungan sosial kemasyarakatan
berdasarkan landasan ideologi yang dianutnya. Kecenderungan kepada
ideologi dari dimensi ini merupakan hal yang penting karena manusia akan
berusaha dan terus bersabar atas segala penderitaan dan kesulitan yang
dihadapinya untuk sampai pada tujuan dan cita-cita ideologisnya. Bahkan
manusia rela mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk membumikan
kecenderungan ideologisnya.

Salah kekhususan ideologi adalah bahwa manusia, sadar atau tak sadar,
membandingkan segala fenomena dan perkara dengannya dan bahkan
menjadikannya sebagai tolok ukur dalam menimbang dan mengkaji nilai-
nilai yang berhubungan dengan realitas kehidupannya. Sebagai contoh,
seseorang yang meletakkan ilmu sebagai nilai penting kehidupannya, maka
manusia yang paling berharga adalah manusia yang paling banyak ilmu dan
pengetahuannya, dalam hal ini tidak dibedakan bahwa ilmunya bermanfaat
bagi kemanusiaan atau tidak. Atau seseorang yang menempatkan pelayanan
terhadap orang lain sebagai ideologinya, dengan demikian ia akan menilai
orang lain sesuai dengan kualitas pelayanannya kepada manusia, manusia
yang paling terhormat dan berharga dalam pandangannya adalah orang
yang khidmatnya pada manusia paling banyak dan berkualitas.
 

Urgensi ideologi dalam kehidupan individual dan sosial

Dalam pembahasan tentang ideologi, juga dikaji bahwa apakah keberadaan


idealitas memiliki peran sentral dalam kehidupan manusia ataukah tidak?
Apakah manusia dapat menjalani kehidupannya tanpa menganut suatu
ideologi? Apakah suatu ideologi hanya bermanfaat bagi kehidupan individual
ataukah juga berfaedah untuk kehidupan bermasyarakat? Apakah faktor
internal dan eksternal yang mendasari kemestiaan manusia untuk menganut
suatu ideologi tertentu?

Dalam hal ini perlu diperhatikan bahwa urgensi ideologi dalam kehidupan
memiliki dua pengertian, yaitu bisa dipahami sebagai sebab yang
memotivasi manusia untuk memiliki suatu ideologi dan juga bisa dijabarkan
sebagai akibat dari kehidupan yang bertujuan. Contohnya, ketika kita
menyatakan bahwa suatu kehidupan mustahil memiliki nilai tanpa
keberadaan ideologi (urgensi ini digolongkan sebagai sebab dan dalil atas
kemestian ideologi dalam kehidupan), atau dikatakan bahwa apabila
seseorang memiliki ideologi dalam kehidupannya, maka pasti kehidupannya
bermakna dan bertujuan serta tidak bisa terjebak dalam nihilisme pemikiran
dan perbuatan, dengan demikian ia mendapatkan nilai-nilai baru yang lebih
tinggi dan lebih sempurna daripada nilai-nilai yang dijalaninya secara
rutinitas, seperti makan, tidur, dan pakaian.

1. Nilai kehidupan terletak dalam berideologi

Kehidupan manusia tanpa ideologi akan kehilangan makna dan nilai.


Mayoritas umat manusia yang terperangkap dalam nihilisme dan
menganggap bahwa hidup ini tidak mempunyai tujuan karena mereka belum
mendapatkan suatu penjelasan rasional dari tujuan kehidupan.

Seorang yang tidak memiliki ideologi yang rasional ia pasti akan merasakan
beban yang sangat berat dalam menjalani kehidupan ini. Manusia yang tidak
mempunyai tujuan dalam kehidupannya seperti seorang yang akan
tenggelam di tengah gelombang laut yang besar dan telah putus asa dengan
keselamatannya. Sebuah ideologi dapat memberikan harapan kepada
manusia dan dengan harapan manusia bisa mendapatkan motivasi dalam
kehidupan.

Dengan demikian ia bisa menjalani kehidupan ini dengan pandangan dunia


yang baru sehingga tak terjebak lagi dengan kenikmatan-kenikmatan
lahiriah dan bahkan penderitaan yang dialaminya dipandang sebagai bentuk
pelatihan bagi kesempurnaan dan kemapanan dirinya sendiri. Ia
memandang hidup ini dengan perspektif positif, semua perkara yang terjadi
di dunia ini diterima sebagai suatu kemestian hidup yang mengandung
hikmah untuk kebaikan dan kesempurnaan manusia itu sendiri. Dengan
ideologi manusia dapat berkhidmat lebih besar kepada kemanusiaan.

Hanya dengan ideologi manusia memperoleh nilai-nilai yang lebih tinggi dari
sekedar makan, tidur, pakaian dan bersenang-senang.

Hanya dengan ideologi manusia dapat meyakini bahwa kehidupan ini bukan
kumpulan dari pengulangan-pengulangan yang mengantarkan manusia
kepada kekosongan, ketiadaan, kefanaan, dan nihilisme. Dan hanya dengan
ideologi detik-detik kehidupan manusia menjadi bernilai dan dapat
memanfaatkan secara benar kesempatan hidupnya di dunia.

Kita banyak menyaksikan orang-orang yang dengan kesabaran yang tinggi


menjalani kehidupannya yang serba sulit dan penuh penderitaan yang jika
kita analisa, maka kita akan dapatkan bahwa landasan dan napas segala
perbuatan baik, pikiran positif, dan apresiasi yang tinggi terhadap kehidupan
ini tidak lain adalah tujuan dan ideologi itu sendiri. Berbeda dengan
sekelompok manusia yang tidak mempunyai tujuan dan ideologi, ketika ia
berhadapan dengan persoalan dan penderitaan hidup yang sekalipun kecil ia
akan cepat putus asa dan tidak bersabar, terkadang bunuh diri merupakan
jalan keluar yang praktis baginya.

2. Cinta kesempurnaan memaksa manusia berideologi

Kecenderungan kepada kesempurnaan adalah salah satu faktor internal


yang memotivasi manusia berideologi. Setiap manusia cinta kepada
kesempurnaan dan senantiasa berupaya untuk mengantarkan dirinya
kepada kesempurnaan dengan segenap kemampuannya. Asa dan harapan
manusia pada keadaan hidup yang lebih baik merupakan bukti nyata
kecenderungan manusia pada kesempurnaan. Keinginan dan kecenderungan
ini merupakan sesuatu yang esensial dalam diri manusia, kecenderungan ini
mustahil dipisahkan dari wujud manusia.

Segala upaya manusia disepanjang hidupnya disamping karena kecintaan


kepada dirinya sendiri juga dimotivasi oleh kecenderungan esensialnya
kepada kesempurnaan dan kebahagiaan. Sebagai contoh, seorang siswa
yang belajar di sekolah dasar ingin cepat menyelesaikan pelajarannya dan
melanjutkan sekolahnya ketingkat yang lebih tinggi hingga ke universitas,
kecenderungannya belajar yang lebih tinggi ini tiada lain karena
keinginannya untuk menyempurna dalam keilmuan. Atau seorang pedagang
yang sangat giat dalam usaha perdagangan, ia berusaha sedemikian rupa
agar bisa memperbaiki kondisi kehidupnya menjadi lebih baik, lebih
makmur, dan lebih sempurna dari sisi materi.

Perlu ditekankan di sini bahwa pertama, setiap individu manusia mempunyai


kecenderungan pada kesempurnaan yang berbeda, seperti kesempurnaan
yang diinginkan oleh pedagang akan berbeda dengan kesempurnaan yang
dikehendaki oleh seorang siswa atau intelektual. Dalam hal ini, memang
sangat bergantung kepada pengajaran dan pendidikan, pandangan dunia,
lingkungan sosial, dan tingkat keilmuan, kecerdasan dan spiritual. Kedua,
terdapat beberapa faktor dan sebab sebagai penghalang manusia dalam
mencapai kesempurnaan, seperti seorang mahasiswa yang ingin
melanjutkan kuliah kejenjang doctoral, tapi karena kendala keuangan
akhirnya ia tak bisa meraih cita-citanya.

Kecenderungan kepada kesempurnaan memaksa manusia untuk


menentukan suatu bentuk kesempurnaan, kesempurnaan ini tidak lain
adalah ideologi seseorang yang dengannya ia menjalani kehidupan dan
senantiasa berupaya mencapai kesempurnaan yang dikehendakinya. Setiap
individu masing-masing memiliki ideologi, terkadang ideologi seseorang
adalah kekayaan materi, kekuasaan, ilmu, kecintaan, dan pelayanan kepada
sesama manusia. Tak diragukan bahwa pemihakan seseorang terhadap
suatu ideologi tertentu dikarenakan manusia ingin mengantarkan dirinya
kepada kesempurnaan. Dari sinilah sehingga kita katakan bahwa
kecenderungan manusia kepada kesempurnaan mendorong dan
memotivasinya untuk memilih salah satu ideologi.

3. Ideologi, motivator manusia

Ideologi sebagai faktor penggerak seluruh potensi yang dimiliki manusia.


Manusia mempunyai bakat, kemampuan dan potensi-potensi yang tak
terbatas dan untuk mengaktualkan potensi-potensi tersebut membutuhkan
sebuah penggerak. Penggerak ini memberikan motivasi dan kekuatan
inspirasi sedemikian kepada manusia sehingga seluruh potensinya menjadi
aktual dan wujudnya menjadi sempurna.

Begitu banyak manusia karena mengadopsi suatu ideologi yang keliru pada
akhirnya mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupan dan umurnya
menjadi sia-sia yang selayaknya ia manfaatkan untuk mengaktualkan
potensi-potensinya dan menyempurnakan wujudnya. Orang-orang seperti ini
apabila menemukan suatu ideologi yang benar maka mereka tidak mungkin
mengalami kegagalan dan terjebak dalam rutinitas kehidupan tanpa makna.

Sebagai contoh, apabila seseorang meletakkan ilmu sebagai idealitasnya,


walaupun idealitas ilmu tidak luput dari kekurangan, maka idealitasnya ini
cukup menggerakkan ia untuk berjalan mengaktualkan potensi keilmuannya
sehingga menjadi seorang ilmuwan yang sempurna. Lantas bagaimana
dengan manusia yang menemukan idealitas hidup hakiki (baca: filsafat
penciptaan) dan menjadikannya sebagai pola kehidupan dalam
mengarahkan segenap kemampuannya di jalan aktualisasi potensi dan
penyempurnaan diri.

Konklusinya, pilihan ideologi bisa mengaktualkan potensi-potensi yang


merupakan bahan dasar bagi kesempurnaan wujud manusia.

4. Ideologi, Tolok Ukur Kesempurnaan

Kehidupan manusia berdasarkan mekanisme internal wujudnya sendiri


mengarah kepada kesempurnaan. Dalam esensi kehidupan ada gerak dan
proses, gerakan ini mengarah kepada kesempurnaan.
Apabila manusia memiliki ideologi dan tujuan hidup yang benar dan rasional,
maka kehidupan manusia niscaya akan sampai pada arah dan tujuan hakiki.
Pemihakan manusia terhadap ideologi yang benar akan memudahkan
manusia menentukan mana jalan hidup yang benar karena ideologi sebagai
tolok ukur dan petunjuk kebenaran. Disamping itu, ideologi juga
menunjukkan tujuan dan jalan hidup yang sempurna.

Ideologi bagi manusia sebagai alat banding yang bisa digunakan untuk
menyingkap rahasia diri sendiri dan mengkaji ulang jalan hidup yang
sementara dijalani. Dengan ideologi kita dapat menentukan titik kekeliruan
dan kelemahan jalan hidup manusia, atau menentukan sisi kesalahan
implementasi,

aplikasi, titik kegagalan, titik kesempurnaan, faktor penyebab kegagalan dan


keberhasilan, aspek positif perbuatan dan aspek negatif prilaku, dan
kesempurnaan tujuan hidup manusia.

Dalam banyangan ideologi manusia mampu mengetahui dimensi


kekurangan-kekurangannya serta bagaimana menyempurnakannya.

5. Ideologi Merupakan Pengontrol Jiwa

Salah satu fenomena penting yang terdapat dalam jiwa manusia adalah
kecenderungan mengambil keuntungan dan manfaat. Berpijak pada
kecenderungan ini, manusia senantiasa mencari keuntungan dan manfaat
bagi dirinya sendiri dan terkadang untuk mewujudkan realitas
kecenderungan itu tak segan-segan merampas hak-hak orang lain dan
dengan serakahnya mengambil harta orang lain tanpa perasaan malu.

Kecenderungan manusia ini yang hadir dalam bentuk dan sifat yang
beraneka ragam, menjadi titik perhatian dan bahan pembicaraan kaum
psikolog dan mereka menamakan fenomena kejiwaan tersebut dengan
istilah yang beragam. Freud, psikolog barat terkenal, menamai fenomena itu
dengan “aku” atau “ia” dan beranggapan bahwa “aku” ini berpijak pada
kenikmatan dan kesenangan, ini berarti bahwa apa saja yang menyebabkan
terwujudnya kesenangan dan kenikmatan untuk manusia maka akan
membangkitkan kecenderungan egonya kemudian menarik “aku” ke arah
kesenangan tersebut. Psikolog lain menyebut fenomena itu dengan “saya
ingin” dan berkeyakinan bahwa keinginan-keinginan atau “saya
ingin”manusia mempunyai daya tarik yang tidak terbatas. Dalam Islam
fenomena ini disebut dengan “menyembah diri”.

Seluruh hukum, undang, dan peraturan tentang hak-hak dan kewajiban


manusia yang tercipta dilatar belakangi untuk mengontrol dan mengatur
keinginan-keinginan jiwa yang tak berhingga itu supaya terwujud hubungan
sosial kemasyarakatan yang adil dan beradab.

Untuk mengatur kecenderungan manusia yang tak terbatas ini, sebagian


menyatakan bahwa dengan perantaraan ilmu kecenderungan itu dapat
terkontrol, yang lain beranggapan bahwa dengan etika dan akhlak hal
tersebut bisa dikendalikan, dan sebagian berkesimpulan bahwa
kecenderungan dan keinginan itu harus dimatikan karena tidak ada metode
lagi yang efektif dapat mengendalikan dan mengaturnya.

Etika, karena pada satu sisi tidak ada jaminan berlaku pada jiwa secara
efektif dan sisi yang lain, etika itu sendiri hanyalah peraturan dan hukum
yang berada di luar jiwa karena itu tidak mempunyai daya kontrol yang
tetap dan esensial pada kecenderungan jiwa manusia. Hal ini juga berlaku
pada hukum-hukum sosial, dimana hukum seperti ini tidak langsung
berhubungan dengan substansi dan esensi jiwa.

Ideologi dalam hal ini merupakan jalan efektif dan fundamental untuk
mengendalikan dan mengatur kecenderungan jiwa manusia, karena sesuai
dengan akal dan tidak mengabaikan hukum etika dan undang-undang sosial
kemasyarakatan. Ideologi menarik manusia ke dalam dirinya sendiri
sehingga bisa melihat hakikatnya yang terdalam, dengan demikian manusia
dapat memandang sisi-sisi kehidupannya yang substansial dan
meletakkannya pada dimensi yang lebih primer serta mendahulukannya di
atas kecenderungan jiwa yang negatif. Hal ini menyebabkan kecenderungan
jiwa yang tak terbatas bisa dikontrol.

Berpihak pada ideologi hakiki menyebabkan manusia mengenal kedudukan


dirinya yang sentral di alam eksistensial ini, pengenalan ini membuat
manusia tidak mengarahkan lagi kekuatan pikiran dan jiwa demi melayani
kecenderungan dan keinginannya yang tak terbatas itu. Dengan ideologi
hakiki manusia dapat lepas dari pengaruh hawa nafsu dan suci dari
keinginan jiwa yang negatif sehingga dapat memusatkan pikiran demi
menggali dan memahami lebih banyak ideloginya sendiri.

Kemampuan dan daya kendali atas kecenderungan jiwa yang tak terbatas
hanya dimiliki oleh suatu ideologi yang hakiki, bukan semua ideologi yang
dianut secara faktual oleh manusia. Misalnya, seseorang yang meletakkan
kekayaan, kekuasaan, atau ketenaran sebagai suatu ideologinya, maka hal
ini bukan hanya dengan ideologi itu ia tidak bisa mengontrol dan
mengendalikan hawa nafsunya bahkan semakin dengan ideologi itu hawa
nafsunya semakin berkembang dan aktif.

6. Ideologi, Mewujudkan Keseimbangan Sosial

Membicarakan keseimbangan – apalagi keseimbangan sosial – akan


mengarahkan pikiran kita pada keseimbangan ekonomi, karena kita sering
menggunakan tolok ukur keseimbangan suatu masyarakat berdasarkan nilai
perdagangan, nilai produksi, ekspor, dan impor. Jadi ketika ideologi
diketengahkan sebagai faktor yang dapat menciptakan suatu keseimbangan
sosial sebagian orang tidak mempercayainya.

Dalam hal ini, bukan kita memungkiri keseimbangan ekonomi suatu


masyarakat, karena tidak satupun manusia berakal meragukan kemestian
memperhatikan masalah-masalah ekonomi suatu negara. Substansi
pembicaraan kita di sini adalah keseimbangan ekonomi dan masalah-
masalah ekonomi suatu masyarakat adalah alat dan bukanlah tujuan.
Peradaban dan budaya suatu masyarakat dikatakan tinggi dan cemerlang
ketika memiliki ideologi. Yakni setiap individu masyarakat berusaha
mengarahkan masyarakatnya demi mencapai tujuan ideologi yang menjadi
panutan mereka.

Masyarakat yang tanpa ideologi akan kehilangan nilai karena mereka tak
mengetahui apa keingingan hakiki mereka dan kemana mereka akan pergi.
Peradaban masyarakat ini, cepat atau lambat akan mengalami kejatuhan
dan kehancuran. Begitu banyak peradaban yang secara lahiriah sangat
maju, tapi kalau dilihat secara internal sedang mengalami benturan dan
ketidakharmonisan serta secara perlahan-lahan dan berevolusi menuju
kehancuran, hal ini karena ideologi yang benar tidak bisa teraplikasi pada
seluruh segmen masyarakat, mereka tidak mengetahui keinginan hakiki dan
juga tidak memahami tujuan hidup yang mesti mereka capai.

Gerak suatu masyarakat menuju kesempurnaan bersandar pada ideologi.


Sangat disayangkan sebagian besar sosiolog dalam kajiannya terhadap
kondisi sosial masyarakat tidak memperhatikan dimensi yang mendasar ini
bahwa sejauh mana ideologi berperan dan mesti dianut oleh masyarakat.
Kaum sosiolog ini hanyalah berusaha menyelesaikan permasalahan
masyarakat secara permukaan dan bahkan menjadikan kecenderungan
alami masyarakat itu sebagai tolok ukur yang prinsipil, mereka memandang
bahwa paham sosialisme sebagai way of live bagi kemajuan infrastruktur
dan suprastruktur suatu masyarakat. Sosiolog tidak menyelami hakikat
eksistensial manusia kemudian menawarkan obat penyembuh bagi segala
penyakit kronis yang diderita manusia.

7. Ideologi dan Kedudukan Manusia di Alam Semesta

Pengetahuan manusia akan kedudukannya di alam eksistensial ini


merupakan suatu perkara yang paling urgen dan prinsipil. Manusia
senantiasa ingin mengetahui apa posisi dan kedudukannya di alam semesta
ini, dari mana mereka datang, kemana mereka akan pergi, kenapa hidup di
dunia ini, dan mengapa mesti meninggalkan dunia ini. Jawaban dari soal-
soal ini merupakan kebutuhan substansial manusia.

Untuk memahami semua perkara di atas, manusia memerlukan pandangan


dunia dan ideologi yang benar. Tidak semua ideologi yang berserakan di
dunia ini mampu memberikan solusi yang fundamental atas keseluruhan
persoalan yang dihadapi manusia, dengan demikian selayaknya manusia
bersungguh-sungguh mengkaji ideologi-ideologi yang ada ini dan memilih
salah satu di antaranya yang paling rasional, komprehensif, aplikatif,
proporsional, dan esensial bagi wujudnya.

8. Ideologi dan Persatuan Bangsa-Bangsa


Tak diragukan bahwa penderitaan dan kemalangan akan meliputi dunia ini
apabila tidak terwujud persatuan di antara bangsa-bangsa. Persatuan ini,
bukan hanya dibutuhkan di antara bangsa-bangsa yang ada, tapi juga
diperlukan di antara individu-individu dalam masyarakat atau di antara
individu-individu dalam suatu kelompok. Tan-persatuan ini mustahil semua
persoalan hidup dapat diselesaikan, karena tanpa perwujudan persatuan
setiap individu akan melakukan kecenderungan dan keinginan jiwanya tanpa
memperhatikan apakah kecenderungan mereka ini tidak membuat
penderitaan dan kezaliman bagi orang lain.

Permasalahan di sini adalah bagaimana mewujudkan persatuan di antara


individu-individu dan bangsa-bangsa? Sebagian menyatakan bahwa tanah,
darah, bahasa, dan suku merupakan faktor-faktor pemersatu manusia.
Faktor-faktor ini tidaklah benar, dan alasan yang kuat menolak unsur-unsur
ini tidak lain adalah pengalaman manusia itu sendiri yang terjadi pada setiap
zaman.

Kelompok masyarakat yang hidup dalam lingkungan bahasa, suku, tempat,


dan kebangsaan yang sama tak mampu menyambung tali persatuan hakiki
di antara mereka, dan bahkan kita menyaksikan sendiri bagaimana bangsa-
bangsa yang memiliki bahasa yang sama saling berperang dan menjajah
satu sama lain. Dengan demikian, satu-satunya faktor yang dapat
menyatukan individu-individu, suku-suku, dan bangsa-bangsa adalah
ideologi.

Individu-individu masyarakat yang meyakini ideologi yang hakiki pasti


mengarah kepada kesempurnaan, karena ideologi ini disamping melahirkan
persatuan juga terwujud keharmonisan dan kerja sama.

Berdasarkan perspektif di atas, ideologi mampu menggantikan faktor suku,


bahasa dan kebangsaan, karena ideologi mempengaruhi substansi kejiwaan
setiap individu-individu lantas menarik mereka ke arah persatuan. Tapi
ideologi sangatlah tidak efektif dan tidak aplikatif dengan fenomena-
fenomena yang bersifat lahiriah belaka dimana tidak berhubungan dengan
hal-hal yang esensial dan fenomena internal dari kejiwaan manusia.

Anda mungkin juga menyukai