ABSTRACT
Abnormalities of neuro-immunological diseases are subjects that require further
understanding, mainly from the pathophysiology and management aspects. These are very rare
cases, but they tend to increase the disabilities and result in emergency conditions in neurology.
Various strategies have been developed for management based on the concepts of autoimmunity
and the mechanisms of neuromuscular transmission, so the chance for better prognosis can be
achieved. One of the treatment is plasmapheresis which many clinical studies have examined its
benefit in neurologic disorders. Moreover, there were some published clinical guidelines about the
use of plasmapheresis in autoimmune neurological diseases, such as Guillain Barre syndrome,
myasthenia gravis, and multiple sclerosis.
Keywords: immunology, plasmapheresis
ABSTRAK
Kelainan sistem imunologi pada penyakit neurologi merupakan subjek yang
membutuhkan pemahaman lebih lanjut, baik dari aspek patofisiologi maupun manajemennya.
Kelompok penyakit ini sangat jarang, namun cenderung mengakibatkan kecacatan bahkan
kegawatan di bidang neurologi. Berbagai strategi pengobatan terbaru telah dikembangkan
berdasarkan konsep autoimunitas dan mekanisme transmisi neuromuskuler, sehingga diharapkan
prognosis penyakit menjadi lebih baik. Salah satu pengobatan yang telah dikenal adalah
plasmaferesis dan diteliti manfaatnya pada kelainan neuroimunologi. Selain itu juga telah
diterbitkan panduan klinis (clinical guidelines) penggunaan plasmaferesis pada penyakit neurologi
autoimun, seperti sindrom Guillain Barre, miastenia gravis, dan sklerosis multipel.
Kata kunci : imunologi, plasmaferesis
* Staf Pengajar Departemen Ilmu Penyakit Saraf FK Universitas Andalas/RS. Dr. M. Djamil, Padang.
Korespondensi: meiti_frida@yahoo.com
PENDAHULUAN
Keterlibatan sistem imun pada kelainan neurologi telah menjadi salah satu subjek
yang membutuhkan pemahaman lebih lanjut, baik dari aspek patofisiologi maupun
manajemen. Walaupun kelompok penyakit ini sangat jarang, namun cenderung
mengakibatkan kecacatan bahkan kegawatan di bidang neurologi.1 Penyakit neurologi
dengan gangguan autoimun merupakan salah satu faktor yang menyebabkan penderita
dirawat di intensive care unit (ICU).2 Diperkirakan sepertiga pasien neurologi dengan
etiologi non vaskuler yang dirawat di ICU mengalami gangguan autoimun (sindrom
Guillain Barre, miastenia gravis, sklerosis multipel, ensefalomielitis demielinisasi akut).3,4
Meningkatnya pemahaman mengenai dasar mekanisme transmisi neuromuskuler
dan autoimunitas telah mendorong berkembangnya strategi pengobatan yang baru.
Penyakit autoimun saat ini dapat diterapi dengan prognosis yang baik.5 Salah satu
pengobatan yang diperkenalkan adalah plasmaferesis, yang pertama kali dilaporkan oleh
Dau dan kawan-kawan lebih kurang tiga dekade lalu. Selanjutnya, cukup banyak
penelitian yang dilakukan dalam bentuk uji klinik terkontrol pada penyakit neurologi
autoimun, yang dapat menerangkan kepentingan terapeutik plasmaferesis dan penentuan
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
imunoglobulin di serum. Selain itu, proses penyingkiran secara komplet tidak bisa
dicapai. Hal ini menyebabkan perlunya prosedur yang berulang pada pasien.10,12
Plasmaferesis dapat diberikan sebesar 1,5 sesi per hari selama 5 hari. Untuk
plasma yang terbuang diganti dengan albumin 5%. Parameter penilaian pengobatan antara
lain kekuatan motorik pasien dan perubahan titer antibodi reseptor asetilkolin. Meskipun
demikian, titer antibodi reseptor asetilkolin tidak berkorelasi dengan derajat penyakit,
namun perubahan relatifnya dapat menggambarkan perbaikan klinis.3,5,10,13
Gambar 2. Proses reaksi antibodi terhadap reseptor asetilkolin dan muscle specific tyrosine
kinase (MuSK) pada miastenia gravis, yang mengakibatkan gangguan transmisi
neuromuskuler.12
Beberapa uji klinis plasmaferesis pada MG menunjukkan manfaat klinis untuk
jangka pendek maupun jangka panjang pada krisis miastenik. Namun tingkat
rekomendasi yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan terapi plasmaferesis untuk
penyakit neurologi lainnya. Suatu studi acak tersamar yang dilakukan pada 87 pasien MG
eksaserbasi akut menyimpulkan terjadi perbaikan skor muskuler dan titer antibodi anti
AchR. Walaupun demikian, hasil yang didapatkan ini tidak berbeda bermakna
dibandingkan dengan terapi imunoglobulin intravena (IVIG).3,5,7,10,12,13
Sklerosis Multipel
Pada sklerosis multipel terjadi inflamasi kronik, demielinisasi, kerusakan aksonal,
dan gliosis. Konsep patogenesis terbaru menyatakan bahwa terjadi aktivasi sistem imun
yang menyerang sistem saraf pusat yang merusak jaringan melalui sitokin inflamasi,
simulasi sel B dan makrofag, serta aktivasi komplemen. Terbentuknya antibodi yang
menyerang myelin basic protein dan oligodendrosit myelin selanjutnya merusak saraf
melalui fiksasi komplemen atau ikatan dengan makrofag.6,10 Berger dkk menemukan
bahwa antibodi pada sampel serum merupakan prediktor klinis sklerosis multipel.5,10
Terapi plasmaferesis untuk sklerosis multipel masih belum memuaskan, terutama
pada kasus progresif kronik. Uji klinis acak tersamar ganda pertama kali dilakukan oleh
Khatri dan kawan-kawan, yang menyimpulkan bahwa plasmaferesis memiliki keuntungan
klinis setelah 5 bulan dibanding kelompok kontrol. Canadian Corporative Multiple
Sclerosis Study group melakukan uji pada 168 pasien sklerosis multipel kronik progresif,
dan menyimpulkan bahwa terapi ini tidak bermanfaat pada kasus progresif kronik,
sehingga tidak direkomendasikan. The Therapeutics and Technology Assessment
Subcomittee of the American Academy of Neurology dan the MS Council for Clinical
Practice Guidelines menyimpulkan bahwa plasmaferesis hanya sedikit atau tidak
memiliki manfaat bermakna sebagai terapi sklerosis multipel progresif.3,5,10,12
Tinjauan Pustaka
REKOMENDASI
American Academy of Neurology (AAN) telah membuat rekomendasi yang
berbasis bukti (Evidence Based Guideline) mengenai terapi plasmaferesis pada kelainan
neurologi dengan rekomendasi terbaru yang dikeluarkan pada tahun 2011. Beberapa
kesimpulan yang dihasilkan ditampilkan pada Tabel 1.14 Namun terdapat beberapa
perbedaan rekomendasi yang diberikan antara AAN dengan rekomendasi oleh European
Federation of Neurological Society (EFNS) tahun 2010 dan American Society for
Apheresis (ASFA) tahun 2010 (Tabel 2).4,12
Tabel 1. Kesimpulan Dan Rekomendasi AAN (2011) Mengenai Penggunaan Plasmaferesis
pada Kelainan Neurologi14
Penyakit Kesimpulan Tingkat
Polineuropati demielinisasi inflamasi akut/ Sindrom Terbukti efektif Kelas I
Guillain Barre
Polineuropati demielinisasi inflamasi kronik, pengobatan Terbukti efektif KelasI
jangka pendek
Polineuropati dengan gammopati monoklononal oleh
penyebab yang tidak jelas Mungkin efektif Kelas I
- Imunoglobulin A/Imunoglobulin B Mungkin tidak efektif Kelas I
- Imunoglobulin M
Miastenia gravis
- Persiapan preoperatif Bukti tidak cukup Kelas III
- Krisis miastenik Bukti tidak cukup Kelas III
Penyakit SSP demielinisasi fulminan Mungkin efektif Kelas II
Sklerosis multipel kronik atau progresif sekunder Terbukti tidak efektif Kelas I
Sklerosis multipel relaps Mungkin efektif Kelas I
Chorea sydenham Bukti tidak cukup Kelas III
Gangguan obsesif kompulsif akut dan tics pada PANDAS Bukti tidak cukup Kelas III
(Pediatrics autoimmune neuropsychiatric disorders
associated with streptococcal infection)
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka