Dosen Pengampu:
Hasni S.Pd. Mpd
Disusun oleh:
Rosmayani (1864041012)
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendekatan Konstruktivisme
Dengan Strategi Pembelajaran CTL Dalam Pembelajaran IPS Di Abad 21” ini dengan
seksama dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun dengan maksud
untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Profesi Keguruan dan menambah pengetahuan bagi
para pembacanya.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada dosen mata kuliah Profesi Keguruan
yang telah membimbing saya, saya berharap agar makalah ini dapat diterima dan bermanfaat
bagi mahasiswa khususnya dan pembaca pada umumnya, sebagai salah satu sumber
pengetahuan dan bahan pembelajaran.
Dalam menyusun makalah ini saya menyadari masih banyak kekurangan dan
kekeliruan dalam penyusunan makalah ini. Untuk itu saya meminta maaf atas segala
keterbatasan waktu dan kemampuan saya dalam menyelesaikan makalah ini. Segala kritik
dan saran yang membangun dari rekan-rekan, dan dosen senantiasa saya harapkan demi
peningkatan kualitas makalah kedepan.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembelajaran IPS pun masih banyak yang berbasis LKS bukan berbasis kontekstual atau
permasalahan riil dalam kehidupan. Selain itu, IPS tidak diujikan secara nasional sehingga
dianggap tidak penting. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi guru IPS untuk mengemas
pembelajaran IPS supaya peserta didik tertarik untuk belajar IPS. Pembelajaran IPS secara
komprehensif diarahkan untuk mengembangkan kemampuan berpikir krtitis dan logis,
kemampuan memecahkan masalah, dan kepekaan peserta didik terhadap masalah sosial yang
terjadi di masyarakat sehingga peserta didik mampu mengambil keputusan yang tepat.
Permasalahan sosial yang terkait dengan sendi ekonomi,sejarah, geografi, dan sosiologi dapat
diangkat secara terpadu untuk memulai pembelajaran IPS sehingga dapat memberikan
kesempatan nyata kepada peserta didik untuk menganalisis permasalahan yang sedang
terjadi.
Mengingat tuntutan keterampilan yang harus dimiliki peserta didik pada pembelajaran
abad 21, maka belajar dengan mengkaji permasalahan secara terpadu memungkinkan
tumbuhnya keterampilan creativity thinking and innovation, critical thinking and problem
solving, collaboration, dan communication. Namun, pembelajaran yang seperti ini harus
disesuaikan dengan tingkat berpikir peserta didik. Hal lain yang juga sangat penting adalah
bagaimana proses pembelajaran tersebut melibatkan peserta didik secara aktif sehingga dapat
mengembangkan potensi peserta didik baik aspek fisik, mental, sosial maupun psikomotorik
mereka. Di sinilah peran guru sangat diperlukan untuk menghidupkan pembelajaran IPS yang
kreatif dan inovatif lebih-lebih dengan kemajuan teknologi informasi yang semakin kuat dan
pesat.
Berdasarkan latar belakang tersebut, tulisan ini akan mengkaji lebih jauh tentang model
pembelajaran kontekstual dalam pembelajaran IPS. Bagaimana model pembelajaran
kontekstual apabila diterapkan dalam pembelajaran IPS serta manfaatnya bagi peserta didik.
Tulisan ini jugaakan mengulas pemahaman tentang hakekat pembelajaran IPS, pendekatan
pembelajaran Konstruktivisme, pendidikan abad 21, dan pembelajaran IPS yang
menggunakan pendekatan Konstruktivisme dalam memberikan kontribusi pada pembentukan
keterampilan abad 21 pada peserta didik.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran IPS?
2) Bagaimana penerapan pendekatan konstruktivisme dengan strategi CTL dalam
pembelajaran IPS di abad 21?
C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui bagaimana pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran
IPS.
2) Untuk mengetahui bagaimana penerapan pendekatan konstruktivisme dengan
strategi CTL dalam pembelajaran IPS di abad 21
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang disingkat IPS dan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang seringkali disingkat Pendidikan IPS atau PIPS secara resmi mulai dipergunakan
di Indonesia merupakan istilah Indonesia untuk definisi social studies, seperti di negara
asalnya Amerika Serikat. IPS sebagai mapel dalam dunia pendidikan dasar dan menengah di
negara Indonesia, secara historis muncul bersamaan dengan diberlakukannya Kurikulum SD,
SMP, dan SMA tahun 1975 sampai dengan sekarang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) yang diberlakukan mulai tahun 2006 bertujuan membina para siswa agar mereka
mengenal gejala-gejala sosial, mulai dari yang dekat dengan lingkungannya hingga degan
gejala dunia. IPS adalah suatu pendekatan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan
manusia dan masyarakat dan lingkungannya. IPS mempelajari wilayah-wilayah sosial,
spiritual, emosional dan intelektual manusia. Pengetahuan ini juga mempelajari bagaimana
manusia berhubungan baik dengan manusia lain di dalam suatu komunitas (masyarakat)
dengan memadukan konsep dan bahan kajian lama yang bersumber pada nilai-nilai tradisi
dengan konsep dan bahan kajian yang mutakhir.
The social studies is thatpartof the elementary and highschool curriculum which has the
primary responsibility for helping students to develop the knowledge, skills, attitudes, and
values needed to participate in the civic life of their local communities, the nation and the
world.
Berdasarkan penjelasan di atas jelas bahwa IPS merupakan ilmu-ilmu sosial yang
disederhanakan untuk tujuan pendidikan. Sedangkan Menurut Sapriya (2007: 31) menyatakan
bahwa IPS identik dengan sosial study dalam kurikulum persekolahan di negara lain: sebagai
bidang kajian yang terintegrasi sehingga mencakup disiplin ilmu yang lebih meluas.
Sementara itu, Sardjiyo, (2009:126) berpendapat IPS merupakan bidang studi yang
mempelajari, menelaah, menganalisis fenomena dan problem sosial di masyarakat dengan
meninjau dari bermacam aspek kehidupan atau satu perpaduan.
Menurut Ditjen PMPTK Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)
Nasional, (2010: 90) adalah sebagai berikut :
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu
sosial seperti: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu
PengetahuanSosial dirumuskan atas dasar realitasdan fenomena sosial yang mewujudkansatu
model interdisipliner dari aspek dancabang-cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah,
geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya).
IPS sebagai mata pelajaran ditingkat pendidikan dasar dan menengah pada hakikatnya
bersifat terpadu yang merupakan penyederhanaan, penyesuaian, seleksi, dan modifikasi dari
kosep-konsep dan keterampilan-keterampilan disiplin ilmu sejarah, geografi, sosiologi,
antropologi, ekonomi yang diorganisasikan secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan
pembelajaran. Rumpun ilmu IPS seperti sejarah, geografi dan antropologi mempunyai
keterpaduan yang erat. Sejarah memberikan pengetahuan mengenai kejadian-kejadian dari
berbagai periode. Geografi memberikan kebulatan wawasan yang berhubungan dengan
daerah-daerah. Sementara itu, antropologi berkaitan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur
sosial, kegiatan-kegiatan ekonomi, organisasi politik, teknologi, dan budaya.
Cabang IPS yang lain, ilmu politik serta ilmu ekonomi termasuk kedalam ilmu-ilmu
mengenai kebijakan pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengambilan
keputusan. Ilmu sosiologi serta ilmu psikologi social adalah ilmu-ilmu tentang sikap dan
tingkah laku seperti konsep peran, kelompok, lembaga, proses interaksi dan kontrol sosial.
Berikut ini disajikan tabel keterpaduan cabang serta dimensi IPS dalam kehidupan manusia.
Dalam hal ini pandangan konstruktivisme tentang belajar, termasuk belajar IPS, adalah
proses intelektual di mana peserta didik mengembangkan apa yang mereka ketahui melalui
proses penyelarasan gagasan-gagasan baru dengan gagasan-gagasan yang telah dipelajari
pada pengalaman sebelumnya, dan mereka melakukan penyesuaian itu melalui cara-cara
yang unik dari mereka masing-masing (Sukadi, 2003). Sehingga bisa dikatakan pandangan
konstruktivisme memfokuskan pada proses-proses pembelajaran bukannya pada perilaku
belajar. Menurut Uyoh Sadulloh (2012:179) berkenaan dengan prakteknya dikelas,
pendekatan-pendekatan konstruktivis mendukung kurikulum dan pengajaran student-centered
bukannya teacher-centered, sehingga siswa adalah kunci pembelajaran.
Dengan demikian tersirat bahwa pembelajaran IPS akan menjadi bermakna apabila
dibangun oleh peserta didik atau siswa sendiri. Pendukung konstruktivis berpendapat bahwa
para siswa belajar sesuatu bergerak dari pengalamannya (pengetahuan sebelumnya). Para
peserta didik atau siswa belajar IPS misalnya, tidaklah dengan pikiran yang kosong. Untuk
membangun struktur kognitif yang bermakna bagi kehidupan siswa, dengan menggunakan
pengalamannya, siswa membangun pengetahuannya sendiri melalui proses-proses asimilasi,
konflik kognitif, akomodasi, dan equilibrasi.
Dengan kerangka berpikir di atas bisa diyakini bahwa pendekatan konstruktivisme perlu
diintegrasikan dalam pembelajaran IPS di kelas. Tujuannya adalah untuk dapat memberikan
hasil belajar IPS yang lebih bermakna dalam pengembangan life skill siswa berkaitan dengan
kemampuan sosialnya bila dibandingkan dengan pendekatan yang konvensional, seperti
pendekatan behavioristik, yang selama ini diterapkan di sekolah.
Fenomena yang mencirikan era abad 21 seperti semakin berkembang pesat ilmu
pengetahuan,teknologi dan informasi, internet, dan cybersociety membawa tuntutan baru
akan adanyapengembangan kualitas pendidikan. Hal inimembawa perubahan pada
pendidikan yangsering disebut dengan pendidikan abad 21 yangakan didominasi oleh
pembelajaran berbasisICT. Tentunya perubahan ini menjadi tantangan yang cukup berat bagi
pendidikan di Indonesia. Hal ini memerlukan implikasi yang nyataterhadap kesiapan
pendidikan dalam mengha-dapi abad 21.
Guru harus memiliki terobosan baru dalam mengemas pembelajaran IPS menjadi
pembelajaran yang efektif, efisien dan kolaboratif dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, sifat dan karakter bahkan cara belajar peserta didik yang berbeda. Tentunya guru
perlu menerapkan berbagai pendekatan-pendekatan pembelajaran yang bersifat kolaboratif
yang semua kegiatan pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan abad 21 pada peserta
didik. Seperti tuntutan masyarakat modern, pembelajaran IPS harus sesuai dengan
karakteristiknya yaitu menghubungan peserta didik dengan kehidupan di dunia nyata. Salah
satu pendekatan yangn efektif yang dapat diterapkan guru adalah pendekatan konstruktivisme
dengan strategi pembelajaran kontekstual atau sering disebutb Contextual Teaching -
Learning (CTL).
Ketika guru IPS mengajar di kelas dengan menerapkan CTL,npeserta didik tidak hanya
mendengar saja tentang materi IPS, misalkan peristiwanpembebasan Irian Barat dari tangan
Belanda, atau hanya melihat gambar siklus hujan, tetapi guru mendorong peserta didik untuk
mengkontekstualisasikan pengalaman dan informasi nyata yang pernah dialami oleh peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari dengan materi IPS di dalam kelas. Peserta didiknharus
secara aktif menalar informasi tersebutnsecara terus menerus hingga menemukan
sebuahnkonsep yang lebih tepat. Aktivitas belajar ininmemungkinkan proses belajar yang
memberi makna pada peserta didik. Proses belajar inilah yang dapat meningkatkan kecakapan
abad 21 peserta didik. Hal ini didukung oleh penelitian Pembelajaran IPS dengan strategi
CTL merupakan sebuah inovasi yang dapat diaplikasikan oleh guru IPS pada era pendidikan
seperti saat ini. Namun, upaya penerapan CTL juga harus didukung dengan penggunaan
media pembelajaran yang tepat.
Masih banyak dijumpai guru IPS yang menerapkan strategi pembelajaran yang monoton,
yaitu peserta didik hanya menerima dan menghafal materi sejarah, geografi, ekonomi
maupun sosiologi yang ada pada buku pegangan atau buku cetak maupun ilmu pengetahuan
yang sudah ditransfer oleh guru. Padahal pembelajaran abad 21 menuntut peserta didik untuk
lebih aktif dalam belajar.
Pendekatan CTL menawarkan strategi pembelajaran yang aktif melalui kegiatan mandiri
yang dilakukan peserta didik dalam membangun sendiri konsep dan pengetahuan berdasarkan
pengetahuan awal yang ia peroleh melalui pengamatan dan pengalaman belajar. Penerapan
pembelajaran IPS yang masih menggunakan metode monoton dan teacher-centered learning
juga dirasa kurang efektif. Pembelajaran yang seperti ini cenderung membuat peserta didik
merasa bosan dan menganggap tidak penting ditambah lagi mata pelajaran IPS bukanlah mata
pelajaran yang diujikan secara nasional di Indonesia. Bagaimana bisa pembelajaran yang
sudah tidak diminati peserta didik dapat mengembangkan keterampilan abad 21 pada peserta
didik?
Terobosan baru pada pendidikan abad 21 yaitu bukan lagi guru yang menjadi pusat
pembelajaran tetapi peserta didiklah yang harus mengalami proses belajar melalui aktivitas-
aktivitas yang dilakukan peserta didik yang diharapkan dapat mengembangkan keterampilan
abad 21. Senada dengan prinsip pembelajaran abad 21 yang dirujuk Nichols (2013) yaitu
Instruction should be student centered. Guru seyogyanya menciptakan pembelajaran yang
berpusat pada peserta didik sehingga ia menjadi subjek pembelajaran.
Peran guru sangat membantu peserta didik dalam memberi kesempatan peserta didik
belajar sesuai dengan cara mereka masing-masing dan membantu peserta didik mengaitkan
pengetahuan awal yang sudah ia peroleh dengan materi atau ilmu pengetahuan baru yang
akan dipelajari. Ketika peserta didik diberi kesempatan untuk belajar secara mandiri dengan
bantuan guru yang memfasilitasi belajarnya, maka akan menumbuhkan kecakapan peserta
didik dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan mengembangkan ide-ide yang mereka
pikirkan sendiri. Tentunya bila guru secara terus menerus melatih peserta didik maka akan
meningkatkan kecakapan creativity thiking and innovation peserta didik. Inilah alasan
mengapa pendekatan ini sangat mendukung. Tercapainya keterampilan yang dibutuhkan
dalam menghadapi pendidikan abad 21 apabila.memang dengan tepat diterapkan pada
pembelajaran IPS. Tidak dapat dipungkiri bahwa pembelajaran IPS masih banyak
menggunakan cara tradisional atau konvensional.
Penerapan cara belajar tradisional, yaitu peserta didik hanya mendengar dan melihat saja,
tidak akan mengembangkan keterampilan berpikir atau kreativitas peserta didik. Belajar yang
masih berorientasi pada aktivitas melihat dan mendengar seperti metode ceramah cenderung
membuat peserta didik kurang menaruh perhatian pada pembelajaran. Bayangkan apayang
dapat diterima oleh peserta didik bila guru terus menerus menerapkan metode tersebut
khususnya pada pembelajaran IPS yang banyak materi hafalan sehingga memberi kesan
bahwa pembelajaran IPS bersifat abstrak dan teroritis. Ditambah lagi tidak ada aktivitas
belajar yang melibatkan semua panca indera peserta didik dan media audio visual dalam
kegiatan belajar tentang informasi faktual maka tidak banyak yang dapat diserap oleh peserta
didik. Pendekatan ini memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan
pengetahuan baru dengan cara guru mengaitkan pengalaman atau fenomena yang terjadi di
sekitar kehidupan peserta didik dengan materi pembelajaran IPS.
Namun, guru harus pandai membawa pengalaman dan fenomena yang sedang terjadi ke
dalam materi pembelajaran agar pembelajaran tetap pada konteks materi IPS dan sesuai
dengan kognitif peserta didik. Sejalan dengan prinsip pembelajaran abad 21 yang
disederhanakan oleh Nichols (2013) bahwa learning should have context. Pembelajaran yang
bersifat abstrak tidak akan memberi makna yang signifikan bagi perkembangan peserta didik
baik ranah kognitif, afektif maupun psikomotorif. Guru perlu membawa peserta didik ke
dunia nyata (real world) supaya peserta didik mampu menganalisis permasalahan dan
fenomena yang sebenarnya terjadi di kehidupan nyata dan mampu menemukan nilai dan
makna atas apa yang dipelajarinya, kemudian diimplementasikan dalam kehidupan nyata.
Apalagi kehidupan pada abad 21 akan semakin terus berkembang dan semakin kompleks.
Lagi-lagi peran guru tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran ini. Guru menjadi fasilitator
dan pembimbing agar peserta didik tidak salah langkah atau keliru dalam menanggapi
berbagai konsep dan pengetahuan yang telah ditemukannya.
Guru IPS masih banyak yang mengukur hasil belajar melalui tes yang menekankan pada
pengetahuan tanpa mengukur kualitas dannkemampuan peserta didik secara nyata
padabwaktu yang autentik. Jarang sekali penilaian-penilaian yang dilakukan oleh guru IPS
terkait dengan pengukuran langsung keterampilan peserta didik, penilaian tugas-tugas
yangnmelibatkan kinerja yang kompleks, dan penilaiannproses yang melibatkan seluruh
aspeknketerampilan, sikap, dan pengetahuan pesertandidik. Bila menilik konsep pendidikan
abad 21 yang telah diadaptasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia, salah satunya adalah penilaian autentik. Penilaian autentik merupakan penilaian
seluruh ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik. Bila guru IPS secara terus
menerus menerapkan pembelajaran IPS dengan metode ceramah. Maka penilaian proses tidak
dapat dilakukan oleh guru.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Guru harus memiliki terobosan baru dalam mengemas pembelajaran IPS menjadi
pembelajaran yang efektif, efisien dan kolaboratif dengan latar belakang sosial, ekonomi,
budaya, sifat dan karakter bahkan cara belajar peserta didik yang berbeda. Tentunya guru
perlu menerapkan berbagai pendekatan-pendekatan pembelajaran yang bersifat
kolaboratif yang semua kegiatan pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan abad
21 pada peserta didik. Seperti tuntutan masyarakat modern, pembelajaran IPS harus
sesuai dengan karakteristiknya yaitu menghubungan peserta didik dengan kehidupan di
dunia nyata. Salah satu pendekatan yangn efektif yang dapat diterapkan guru adalah
pendekatan konstruktivisme dengan strategi pembelajaran kontekstual atau sering
disebutb Contextual Teaching - Learning (CTL).
B. Saran
Jurnal :
Link Video :
https://youtu.be/qIWGAOKkgGw