Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA An. S DENGAN KASUS CACAR AIR (VARICELLA)


DI RUANG NUSA INDAH RSUD PARE KEDIRI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktek Profesi Ners Departemen Keperawatan Anak

Oleh :

Paulus Defi Christian


NIM. 202006030

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
KEDIRI
2021

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini disusun untuk memenuhi


Tugas Praktek Profesi Ners Prodi Ners STIKES Karya Husada Kediri.

Nama : Paulus Defi Christian

NIM : 202006030
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An. S Dengan
Kasus
Cacar Air (Varicella) Di Ruang Nusa Indah RSUD Pare Kediri.

Mengetahui,

Preceptor Mahasiswa

(Ns. E. Arik Susmiatin, M.Kep, Sp.Kep.J) (Paulus Defi Christian)


NIDN: 07-2405-7601 NIM: 202006030

ii
LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK PRAKTEK PROFESI
NERS

Nama Mahasiswa : Paulus Defi Christian


NIM : 202006030
Periode Praktik : Keperawatan Anak
Tanggal : 8 Maret 2021 sd 13 Maret 2021
Judul Askep : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
An. S Dengan Kasus Cacar Air (Varicella) Di Ruang
Nusa Indah RSUD Pare Kediri.

Nilai Supervisi Askep


TOTAL NILAI
NILAI
NO ELEMEN 1+2+3 TT Preceptor
(0-100)
3
1. Laporan Pendahuluan (LP)

2. Asuhan Keperawatan
(Ns. E. Arik Susmiatin, M.Kep,
3. Responsi Sp.Kep.J)

Nilai Supervisi Skill/SOP


TOTAL NILAI
NILAI
NO ELEMEN 1+2 TT Preceptor
(0-100)
2
1. Penguasaan Konsep Perasat/Skill

2. Responsi Prosedur/ SOP Perasat (Ns. E. Arik Susmiatin, M.Kep,


Sp.Kep.J)

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

1.1 Konsep Kasus Penyakit

A. Definisi Varicella

Varicella (cacar air) adalah penyakit umum yang sering terjadi pada anak-anak,

yang disebabkan oleh Virus Varicella Zoster. Cacar air dapat menular melalui udara

pernapasan dan kontak langsung dengan cairan ruam penderita cacar (Suntanto,

2011), cacar air dapat menular mulai 2 hari sebelum ruam muncul sampai semua

lepuhan yang terdapat pada kulit menghilang. Anak yang terkena cacar air harus di

isolasi dan harus dijauhkan dari sekolah sampai semua lepuhan telah kering untuk

mencegah terjadinya penularan (Iskarima, 2016).

Varicella Zooster Virus (VZV) menyebabkan dua penyakit dengan klinis berbeda,

yaitu varisela (cacar air) selama infeksi primer dan herpes zoster (shingles) saat

reaktivasi virus pada masa laten (Steain et al, 2012).

Cacar air biasanya tergolong ringan, tetapi dapat berubah serius jika dialami oleh

bayi yang berusia di bawah 12 bulan, remaja, orang dewasa, ibu hamil, dan orang

dengan sistem kekebalan tubuh yang melemah (CDC, 2018).

Sistem imun akan matur secara bertahap sejak usia bayi. Pada anak, respon imun

alami dan adaptif mulai berproses ke arah matur. Di periode usia ini berisiko tinggi

terinfeksi banyak patogen seperti virus, bakteri, fungi dan parasit. Risiko ini

dikurangi dengan pemberian vaksinasi untuk menstimulasi respon imun menuju

kematangan (Simon et al., 2015).

1
B. Etiologi
Virus varicella zoster (VZV). Infeksi primer virus ini menyebabkan penyakit

varicella, sedangkan reaktivasi menyebabkan herpes zoster.

Varicella disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV), termasuk kelompok

Herpes Virus dengan diameter kira-kira 150-200 nm. Inti virus disebut Capsid,

terdiri dari protein dan DNA dengan rantai ganda, yaitu rantai pendek (S) dan

rantai panjang (L) dan membentuk suatu garis dengan berat molekl 100 juta yang

disusun dari 162 capsomir dan sangat infeksius. Varicella Zoster Virus (VZV)

dapat ditemukan dalan cairan vesikel dan dalam darah penderita Varicella

sehingga mudah dibiakkan dalam media yang terdiri dari Fibroblast paru embrio

manusia. Varicella Zoster Virus (VZV) dapat menyebabkan Varicella dan Herpes

Zoster. Kontak pertama dengan penyakit ini akan menyebabkan Varicella,

sedangkan bila terjadi serangan kembali, yang akan muncul adalah Herpes Zoster,

sehingga Varicella sering disebut sebagai infeksi primer virus ini.

(Dumasari.2008)

Beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi penyebaran penyakit

varicella (cacar air) tersebut, antara lain:

1) Vaksin cacar air dianjurkan untuk semua anak pada usia 18 bulan dan juga

untuk anak-anak pada tahun pertama sekolah menengah, jika belum

menerima vaksin cacar air tersebut dan belum pernah menderita cacar air.

2) Untuk orang yang berusia 14 tahun ke atas yang tidak mempunyai kekebalan

dianjurkan Juga diberikan vaksin tersebut. Pemberian vaksin adalah 2

dosis, diantaranya 1 sampai bulan. Vaksin ini dianjurkan khususnya bagi

2
orang yang menghadapi risiko tinggi, misalnya petugas kesehatan, orang

yang tinggal atau bekerja dengan anak kecil, wanita yang berencana hamil,

serta kontak rumah tangga orang yang mengalami imunosupresi.

3) Penderita cacar air harus diisolasi dirinya dari orang lain. Untuk anak yang

bersekolah dan Dititip ke penitipan anak dianjurkan untuk tidak masuk s

ekolah dan tidak dititipkan ke penitipan anak dalam kurun waktu sampai

sekurang-kurangnya lima hari setelah ruam timbul dan semua lepuh telah

kering.

4) Mulut dan hidung penderita cacar air tersebut harus ditutup sewaktu

batuk atau bersin, membuang tisu kotor pada tong sampah yang tertutup,

mencuci tangan dengan baik dengan menggunakan sabun cuci tangan cair

yang baik pula dan tidak bersama sama menggunakan alat makan, makanan

atau cangkir yang sama.

5) Wanita yang hamil harus mengisolasi dirinya dari siapapun yang menderita

cacar air atau ruam saraf dan harus mengunjungi dokternya jika telah

berada dekat dengan orang yang menderita penyakit tersebut.

6) Anak-anak yang mengidap penyakit leukimia atau kekurangan imunitas atau

sedang menjalani kemoterapi harus menjauhi diri dari siapapun yang

menderita cacar air atau ruam saraf . Kuman penyakit cacar air tersebut dapat

mengakibatkan infeksi yang lebih parah pada anak-anak tersebut.

7) Dianjurkan untuk Mengkonsumsi makanan bergizi Makanan bergizi

membuat tubuh sehat dan berstamina kuat sehingga dapat menangkal

serangan infeksi kuman penyakit

3
8) Mencegah diri untuk tidak dekat dengan sumber penularan penyakit cacar

air

9) Imunoglobulin varicella zoster dapat mencegah (atau setidaknya

meringankan) terjadinya cacar air, bila diberikan dalam waktu maksimal 96

jam sesudah terpapar.

10) Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar air

beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.

C. Manifestasi Klinis
Menurut Soedarto (2011), cacar air menunjukkan gejala klinis yang bertahap,

yaitu gejala awal, lesi kulit dan adenitis umum.

1) Gejala awal

Pada permulaan dari penyakit, gejala cacar berupa sakit kepala disertai

nyeri punggung yang hebat, disertai gejala mirip influenza. Sesudah itu

akan terjadi fase ruam kulit (rash) yang timbul 2-3 hari sesudah munculnya

gejala awal. Rash mulai timbul di daerah dahi dan pergelangan tangan,

lalu menjalar ke lengan bawah dan kaki serta bagian belakang tubuh.

2) Lesi kulit

Kelainan kulit yang terjadi pada penderita cacar berupa lesi kulit yang

sama stadiumnya, sehingga mudah dibedakan dari kelainan kulit pada

cacar air (Varicella). Mula-mula terbentuk makula yang mirip campak,

kemudian cepat berubah menjadi papula yang berbentuk bulat, keras dan

dalam yang umumnya tidak saling berhubungan. Sesudah itu terjadi

vesikel berbentuk kubah yang jika pecah tidak mengempis. Akhirnya

terbentuk pustula yang jika mengering akan meninggalkan kerak dan


4
bekas cacar yang cekung. Lesi kulit juga dapat terjadi pada mukosa mulut,

faring, laring dan trakea.

3) Adenitis

Adenitis yang terjadi secara umum, namun ringan sifatnya. Untuk

menunjang diagnosis cacar, dilakukan pemeriksaan mikroskopis terhadap

kerokan lesi kulit untuk menunjukkan adanya elementary bodies. Biakkan

virus atas bahan infektif dapat membuktikan adanya virus. Selain itu

antigen virus juga dapat ditemukan pada cairan vesikel, pustula dan krusta

kulit.

D. Patofisiologi
Menyebar Hematogen.Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar

Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa

kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster. Sekitar 250- 500 benjolan

akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit

kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun

dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan

dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering

akan terlepas. Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari

satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin

penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang

terinfeksi. Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian

tubuh melalui kelenjar getah bening. Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan

5
menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami

pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua

membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini. Varicella pada umumnya

menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi

sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu

berat. Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan

orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi

diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan

dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.

Sign / Symtoms Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh, Pusing, Demam

dan kadang kadang diiringi batuk. Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang

berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar). Terakhir

menjadi benjolan-benjolan kecil berisi cairan. Sebelum munculnya erupsi pada kulit,

penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu

makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.

Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan

(makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit),

papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan

akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi

infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses.

6
7
E. Komplikasi

Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat terjadi

diantaranya adalah:

1) Infeksi sekunder dengan bakteri Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi

akibat stafilokokus. Stafilokokus dapat muncul sebagai impetigo, selulitis,

fasiitis, erisipelas furunkel, abses, scarlet fever, atau sepsis.

2) Varisela Pneumonia Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita

immunokompromis, dan kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk,

sesak napas, takipneu, Ronki basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa

hari setelah timbulnya ruam. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan

gambaran noduler yang radio-opak pada kedua paru.

3) Ensefalitis Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas.

Dijumpai 1 pada 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar,

biasanya timbul pada hari 3-8 setelah timbulnya ruam.

4) Neurologik - Acute postinfeksius cerebellar ataxia Ataxia sering muncul tiba-

tiba, selalu terjadi 2 - 3 minggu setelah timbulnya varicella. Keadaan ini dapat

menetap selama 2 bulan. Manisfestasinya berupa tidak dapat mempertahankan

posisi berdiri hingga tidak mampu untuk berdiri dan tidak adanya koordinasi

dan dysarthria. Insiden berkisar 1 : 4000 kasus varicella

5) Herpes zoster

Komplikasi yang lambat dari varicella yaitu timbulnya herpes zoster, timbul

beberapa bulan hingga tahun setelah terjadinya infeksi primer. Varicella zoster

virus menetap pada ganglion sensoris.

6) Reye syndrome

8
Ditandai dengan fatty liver dengan encephalophaty. Keadaan ini berhubungan

dengan penggunaan aspirin, tetapi setelah digunakan acetaminophen

(antipiretik) secara luas, kasus reye sindrom mulai jarang ditemukan.

(Dumasari.2008)

F. Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan virus varicella zoster (VZV) dapat dilakukan beberapa test

yaitu :

1) Tzanck smear

Preparat diambil dari discraping dasar vesikel yang masih baru,

kemudian diwarnai dengan pewarnaan yaitu hematoxylin-eosin,

Giemsa’s, Wright’s, toluidine blue ataupun Papanicolaou’s Dengan

menggunakan mikroskop cahaya akan dijumpai multinucleated giant

cells. Pemeriksaan ini sensitifitasnya sekitar 84%. Test ini tidak dapat

membedakan antara virus varicella zoster dengan herpes simpleks virus.

2) Direct fluorescent assay (DFA)

a. Preparat diambil dari scraping dasar vesikel tetapi apabila sudah

berbentuk krusta pemeriksaan dengan DFA kurang sensitif. Hasil

pemeriksaan cepat.

b. Membutuhkan mikroskop fluorescence.

c. Test ini dapat menemukan antigen virus varicella zoster.

d. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara VZV dengan herpes

simpleks virus.

3) Polymerase chain reaction (PCR)

9
a. Pemeriksaan dengan metode ini sangat cepat dan sangat sensitif.

Dengan metode ini dapat digunakan berbagai jenis preparat seperti

scraping dasar vesikel dan apabila sudah berbentuk krusta dapat

juga digunakan sebagai preparat,

b. CSF. Sensitifitasnya berkisar 97 - 100%. Test ini dapat menemukan

nucleic acid dari virus varicella zoster

4) Biopsi kulit Hasil pemeriksaan histopatologis : tampak vesikel

intraepidermal dengan degenerasi sel epidermal dan acantholysis. Pada

dermis bagian atas dijumpai adanya lymphocytic infiltrate.

(Dumasari.2008).

G. Penatalaksanaan
Menurut Maharani, A. (2015) Penanganan awal yang dapat dilakukan pada

penderita cacar air adalah sebagai berikut :

1. Istirahat selain memperbaiki daya tahan tubuh, juga untuk mencegah

penularan penyakit.

2. Menjaga kebersihan diri - Mandi akan menbersihkan tubuh dari sel kulit mati

sehingga mencegah infeksi bakteri. - Air mandi bisa ditambahkan larutan

antiseptic seperti larutan PK atau gentian violet. - Jangan memencet ruam

berair ataupun melepas keropeng karena dapat menimbulkan bekas dan

infeksi.

3. Menjaga nutrisi yang cukup.

4. Kenakan pakaian yang ringan dan nyaman untuk menghindari gesekan

dengan ruam.

10
5. Obat untuk meringankan gejala : - Obat anti demam , bila demam tinggi. -

Obat untuk mengurangi rasa gatal, bisa berupa obat luar seperti bedak salisil

atau sejenisnya.

6. Obat anti-virus - Salep asiklovir, dioleskan pada ruam. - Asiklovir tablet,

asiklovir tablet akan mengurangi jumlah ruam yang muncul dan

memperpendek durasi sakit apabila di berikan paling tidak 24 jam sebelum

muncul ruam.

7. Antibiotika Diberikan bila ada infeksi bakteri.

Menurut (Widagdo, 2012) pencegahan penyakit cacar air) dapat dilakukan

dengan memberikan vaksinasi berupa vaksin varicella pada anak bayi yang

berumur antara 12 sampai 18 bulan. Sedangkan pada orang dewasa yang

belum pernah mengalami penyakit cacar air serta mempunyai gangguan pada

sistem kekebalan tubuh, bisa diberikan immunoglobulin zoster atau

immunoglobulin varicella zoster. Anak umur 12 bulan-12 tahun cukup diberi

sekali suntikan. Efektivitas vaksin 85-95% dan resiko terkena variccela zoster

hanya 6% dan secara klinik ringan sekali dengan beberapa ruam saja danpa

panas. Hal tersebut dilakukan karena akan dikhawatirkan terjadi hal buruk

ketika terserang penyakit cacar air akibat komplikasi yang kemungkinan juga

bisa mengakibatkan kematian. Apabila disekitar lingkungan terdapat orang

penderita cacar air, jika penderita bukan salah satu anggota keluarga

sebaiknya menjaga jarak agar tidak mudah tertular penyakit ini. Tidak

mendekati maupun memegang benda – benda yang telah dipegang oleh

penderita yang sedang mengalami penyakit cacar. Jika salah satu anggota

keluarga sedang mengalami cacar air, sebaiknya penderita dirawat di rumah

11
sakit agar virus tidak menyebar di dalam rumah maupun di tempat lainnya

yang merupakan tempat penderita melakukan aktivitas sehari – hari. Jangan

lupa untuk membersihkan dan memisahkan segala benda – benda yang

memungkinkan terkontaminasi virus cacar air dari penderita yang menjadi

salah satu penyebab penyakit cacar air.

1.2 Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian Menurut NANDA.(2014)
1) Anamnesa
a. Identitas Klien Dapat terjadi pada semua orang di semua umur; sering
terjadi pada remaja dan dewasa muda. Jenis kelamin; dapat terjadi pada
pria dan wanita.
b. Keluhan Utama Gejala yang sering menyebabkan penderita datang ke
tempat pelayanan kesehatan adalah nyeri pada lesi yang timbul dan
gatal-gatal pada daerah yang terkena pada fase-fase awal.
c. Riwayat Penyakit Sekarang Penderita merasakan nyeri yang hebat,
terutama pada area kulit yang mengalami peradangan berat dan
vesikulasi yang hebat, selain itu juga terdapat lesi/vesikel perkelompok
dan penderita juga mengalami demam.
d. Riwayat Kesehatan Lalu Tanyakan apakah klien pernah mengalami hal
yang sama sebelumnya
e. Riwayat Kesehatan Keluarga Tanyakan kepada penderita ada atau tidak
anggota keluarga atau teman dekat yang terinfeksi virus ini.
f. Riwayat Psikososial Klien dengan penyakit kulit, terutama yang lesinya
berada pada bagian muka atau yang dapat dilihat oleh orang, biasanya
mengalami gangguan konsep diri.hal itu meliputi perubahan citra tubuh,
ideal diri tubuh, ideal diri, harga diri, penampilan peran, atau identitas
diri. Reaksi yang mungkin timbul adalah:
a) Menolak untuk menyentuh atau melihat salah satu bagian tubuh.
b) Menarik diri dari kontak social.

12
c) Kemampuan untuk mengurus diri berkurang.

2) Pemeriksaan Fisik Pada Klien dengan Varicella, herpes simplek, herpes


zoster Keadaan umum klien bergantung pada luas, lokasi timbulnya lesi, dan
daya tahan tubuh klien. pada kondisi awal/saat proses peradangan , dapat
terjadi peningkatan suhu tubuh atau demam dan perubahan tanda-tanda vital
yang lain. Pada pengkajian kulit, ditemukan adanya vesikel-vesikel
berkelompok yang nyeri ,edema di sekitar lesi, dan dapat pula timbul ulkus
pada infeksi sekunder. Pada pemeriksaan genitalia pria, daerah yang perlu
diperhatikan adalah bagian glans penis, batang penis, uretra, dan daerah
anus. Sedangkan pada wanita, daerah yang perlu diperhatikan adalah labia
mayor dan minor, klitoris, introitus vagina, dan serviks. Jika timbul lesi, catat
jenis, bentuk, ukuran / luas, warna, dan keadaan lesi. Palpasi kelenjar limfe
regional, periksa adanya pembesaran; pada beberapa kasus dapat terjadi
pembesaran kelenjar limfe regional. Untuk mengetahui adanya nyeri, kita
dapat mengkaji respon individu terhadap nyeri akut secara fisiologis atau
melalui respon perilaku. Secara fisiologis,terjadi diaphoresis, peningkatan
denyut jantung, peningkatan pernapasan, dan peningkatan tekanan darah;
pada perilaku, dapat juga dijumpai menangis, merintih, atau marah. Lakukan
pengukuran nyeri dengan menggunakan skala nyeri 0-10 untuk orang
dewasa. Untuk anak-anak, pilih skala yang sesuai dengan usia
perkembangannya kita bisa menggunakan skala wajah untuk mengkaji nyeri
sesuai usia; libatkan anak dalam pemilihan.
B. Diagnosa
a. Hipertermia berhubungan dengan penyakit
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
c. Gangguan integritas kulit b.d perubahan status nutrisi d.d kerusakan
jaringan dan lapisan kulit
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penyakit
e. Risiko Defisit Nutrisi berhubungan dengan anoreksia
f. Resiko infeksi berhubungan dengan gangguan integritas kulit

13
C. Intervensi

NO DIAGNOSA SLKI SIKI


KEPERAWATAN

1. Hipertermia berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajamen hipertermia:


dengan proses infeksi. keperawatan (1x/24 jam)
Observasi :
hipertermia teratasi sebagian
(D.0130)
dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi penyebab
hipertemia (mis.
1. Menggigil menurun Dehidrasi, lingkungan
2. Kulit merah menurun panas)
2. Monitor suhu tubuh
3. Akrosianosi menurun 3. Monitor kadar elektrolit

4. Suhu tubuh membaik Terapeutik :


1. Sediakan lingkungan
5. Suhu kulit membaik yang dingin
6. Tekanan darah 2. Longgarkan atau
membaik lepaskan pakaian

3. Kompres bagian lipatan


tubuh pasien

Edukasi

1. Anjurkan tirah baring


2. Anjurkan untuk banyak
minum air putih

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian
cairan IV, Jika perlu

2. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri


dengan agen cidera biologis keperawatan selama 1x 24 Observasi :
jam tingkat nyeri menurun
(D.0077) 1. Identifikasi lokasi ,
dengan kriteria hasil :
karakteristik, durasi,
1. Keluhan nyeri
menurun frekuensi, kualitas,
2. Meringis menurun intensitas nyeri

14
3. Gelisah menurun 2. Identifikasi skala nyeri
4. Kesulitan tidur 3. Identifikasi respons
menurun
5. Perilaku membaik nyeri non verbal
6. Pola tidur 4. Identifikasi pengetahuan
membaik
dan keyakinan tentang
nyeri

Terapeutik
1. Berikan tehnik
nonfarmakologi untuk
mnegurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri
3. Ciptakan lingkungan
tenang dan tanpa
gangguan dengan
percahayaan dan suhu
ruangan nyaman

Edukasi
1. Jelaskan penyebab,
periode , dam pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Anjurkan mengambil
posisi nyaman
4. Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi

3. Gangguan integritas kulit b.d Setelah dilakukan intervensi Perawatan integritas kulit
perubahan status nutrisi d.d keperawatan selama 1x 24 Observasi

15
kerusakan jaringan dan jam integritas kulit dan 1. Identifikasi penyebab
lapisan kulit jaringan membaik dengan gangguan integritas kulit
(D.0129) kriteria hasil : Terapeutik
1. Ubah posisi tiap 2 jam tirah
1. Elastisitas kulit baring
meningkat 2. Gunakan produk berbahan
2. Hidrasi meningkat petrolium atau minyak
3. Perfusi jaringan pada kulit kering
meningkat 3. Gunakan produk berbahan
4. Kerusakan jaringan ringan dan hipoalergik
kulit menurun pada kulit sensitif.
5. Kerusakan lapisan kulit
menurun
Edukasi
6. Kemerahan menurun 1. Anjurkan menggunakan
7. Suhu kulit membaik pelembab
8. Tekstur kulit membaik 2. Anjurkan minum air
yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
5. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

4. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan intervensi Promosi Citra tubuh


berhubungan dengan keperawatan selama 1x 24 Observasi :
jam Citra tubuh meningkat
penyakit 1. Identifikasi harapan citra
dengan kriteria hasil :
(D. 0083) tubuh berdasarkan tahap
1. Verbalisasi perasaan
perkembangan
negatif tentang
2. Identifikasi budaya,
perubahan tubuh
agama, jenis kelamin,
menurun
dan umur terkait citra
2. Menyembunyikan
tubuh
bagian tubuh
3. Identifikasi perubahan
berlebihan menurun
citra tubuh
3. Fokus pada bagian
mengakibatkan isolasi
tubuh menurun
sosial

16
4. Melihat bagian tubuh Terapeutik :
membaik 1. Diskusikan perubahan
5. Respon nonverbal tubuh dan fungsinya
pada perubahan 2. Diskusikan perbedaan
tubuh membaik penampilan fisik terhadap
harga diri

Edukasi :
1. Jelaskan kepada keluarga
tentang perawatan
perubahan citra tubuh
2. Anjurkan
mengungkapkan
gambaran diri terhadap
citra tubuh
3. Latih peningkatan
penampilan diri (mis.
Berdandan)

5. Risiko Defisit Nutrisi Setelah dilakukan intervensi Manajemen nutrisi


berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 Observasi :
anoreksia jam diharapkan asupan
(D.0032) 1. Identifikasi status
nutrisi membaik dengan
nutrisi
kriteria hasil :
2. Identifikasi alergi dan
1. Porsi makanan yang intoteransi makanan
dihabiskan meningkat 3. Identifikasi makanan
2. Kekuatan otot disukai
mengunyah dan 4. Monitor asupan
menelan meningkat makanan
3. Perasaan cepat kenyang 5. Monitor berat badan
menurun 6. Monitor hasil
4. Berat badan membaik pemeriksaan
5. Indeks massa tubuh laboratorium
membaik
Terapeutik :
6. Frekuensi makan
membaik

17
7. Nafsu makan membaik 1. Lakukan oral hygine
8. Bising usus membaik sebelum makan
9. Membran mukosa 2. Sajikan makanan
membaik secara menarik dan
suhu sesuai
3. Berikan makanan
tinggi kalori tinggi
protein
4. Berikan suplemen
makanan Edukasi
5. Anjurkan posisi duduk
jika mampu
6. Anjurkan diet yang
diprogramkan

Kolaborasi :

1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang
dibutuhkan

18
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah suatu tindakan keperawatan yang

dilakukan oleh seseorang perawat sesuai dengan rencana yang telah disusun

(Padila, 2012 Dalam Lestari, 2017).

Implementasi keperawatan adalah penyelesaian dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan ( Setiadi, 2012 Dalam

Anggraini 2016).

Secara Operasional hal – hal yang perlu diperhatikan perawat dalam melakukan

implementasi keperawatan adalah :

1) Tahap Persiapan
Menggali perasaan, analisis kekuatan dan keterbatasan professional dalam
diri sendiri. Memahami rencana tindakan keperawatan secara baik, menguasai
keterampilan teknik keperwatan. Memahami rasional ilmiah dari tindakan
yang akan dilakukan, Mengetahui sumber daya yang dilakukan, memahami
kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan,
memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan
.
2) Tahap Kerja
Mengkomunikasikan atau menginformasikan kepada klien tentang
keputusan tindakan keperawatan yang akan dilakukan oleh perawat, beri
kesempatan kepada klien untuk mengekspresikan perasaannya terhadap
penjelasan yang telah diberikan, memperhatikan kondisi pasien dianatarnya :
privasi, rasa aman, respon klien, kondisi pasien.
3) Tahap Terminasi

Tinjau kemampuan klien, lakukan pendokumentasian.


E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan .
Evaluasi adalahkegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan
melibatkan klien, perawat dan anggota tim kesehatan lainnya. Dalam hal
19
ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan, patofisiologi, dan strategi
evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dalam
rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang ((Padila, 2012 Dalam Lestari, 2017)

Menurut Suprajitno (2012) dalam Wardani (2013), Evaluasi disusun


menggunakan SOAP yaitu :
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subyektif
oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat
menggunakan pengamatan yang obyektif.
A : Analisi perawat setelah mengetahui respon subyektif dan obyektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

20
1.3 Konsep Perkembangan Anak Usia Toddler
1.3.1 Pengertian anak usia toddler

Anak usia toddler merupakan anak yang berada antara rentang usia 12-36 bulan

(Soetjiningsih dan Gde Ranuh, 2013). Masa ini juga merupakan masa

goldenage/masa keemasan untuk kecerdasan dan perkembangan anak

(Loeziana Uce,2015).

1.3.2 Pengertian perkembangan

Perkembangan (development) merupakan bertambahnya kemampuan (skill)

dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur

dan dapat diramalkan, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang

berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi

fungsinya. Perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil

interaksi dengan lingkungannya (Cahyaningsih, 2011). Perkembangan atau

development adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan

fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur sebagai hasil

pematangan (Sulistyawati, 2015).

1.3.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan

Berikut merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan menurut

Sulistyawati (2015) adalah sebagai berikut.

1.3.3.1 Faktor genetik

Genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses

perkembangan anak. Instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur

yang telah dibuahi dapat ditentukan kulitas dan kuantitas perkembangan.

1
Hal yang terkandung dalam faktor genetik antara lain berbagai faktor

bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, dan suku bangsa.

1.3.3.2 Faktor lingkungan

Secara garis besar faktor lingkungan dibagi berdasarkan faktor-faktor

berikut.

a) Faktor lingkungan pranatal

1. Gizi pada ibu sewaktu hamil

Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada

waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR, cacat

bawaan bahkan lahir mati. Gizi yang buruk sewaktu hamil juga

dapat menyebabkan hambatan pertumbuhan otak janin, anemia

pada bayi baru lahir (BBL), BBL menjadi mudah terkena infeksi,

dan bisa terjadi abortus pada ibu hamil.

2. Toksin/zat kimia

Masa organogenesis adalah masa yang sangat peka terhadap zat-

zat teratogen seperti obat-obatan seperti thalidomide, phenitoin,

methadion, dan obat-obatan anti kanker. Ibu hamil, perokok

berat/peminum alkohol kronis sering melahirkan BBLR, lahir

mati, cacat atau retardasi mental. Keracunan logam berat pada ibu

hamil, misalkan karena makan ikan yang terkontaminasi merkuri

dapat menyebabkan mikrosefali, serebral palsy (di Jepang dikenal

dengan penyakit Minamata).

2
3. Endokrin

Hormon-hormon yang berperan dalam pertumbuhan janin

mungkin somatotropin, hormon plasenta, tiroid, insulin dan

peptida-peptida lain dengan aktivitas mirip insulin. Cacat bawaan

sering terjadi pada ibu yang mengalami diabetes dan tidak

mendapat pengobatan pada trimester I kehamilan, umur ibu <18

tahun/ >35 tahun, defisiensi yodium pada waktu hamil,

phenyketonuria (PKU).

4. Radiasi

Radiasi pada janin sebelum kehamilan 18 minggu dapat

menyebabkan kematian janin, kerusakan otak, mikrosefali atau

cacat bawaan lainnya.

5. Infeksi

Infeksi intrauterin yang sering menyebabkan cacat bawaan adalah

TORCH (Toxoplasmis, Rubella, Cytomegalovirus, Herves

Simplex). Infeksi lainnya yang juga menyebabkan penyakit pada

janin adalah varisella, cixsackie, echovirus, malaria, lues, HIV,

polio, campak, listeriosisleptospira, mikoplasma, virus influenza

dan virus hepatitis. Diduga setiap hiperpireksia pada ibu hamil

dapat merusak janin.

6. Stress

Stress yang dialami ibu pada waktu hamil dapat mempengaruhi

tumbuh kembang janin yang dapat menyebabkan cacat bawaan

dan kelainan kejiwaan.

3
7. Anoksia embrio

Menurunnya oksigenasi janin melalui gangguan pada plasenta

atau tali pusat menyebabkan BBLR.

8. Riwayat kelahiran prematur.

b) Faktor lingkungan postnatal

Faktor lingkungan postnatal dibagi menjadi empat yaitu :

1. Lingkungan biologis yang terdiri dari ras/suku bangsa, jenis

kelamin, umur,status gizi, perawatan kesehatan, penyakit kronis

dan hormon.

2. Faktor fisik yang terdiri dari cuaca, musim, keadaan geografis

suatu daerah,sanitasi dan radiasi.

c) Faktor psikososial antara lain stimulasi, motivasi belajar, ganjaran

atau hukuman yang wajar, kelompok sebaya, stress, sekolah, cinta

dan kasih sayang, kualitas interaksi anak dan orang tua

d) Faktor adat dan istiadat yang meliputi pekerjaan dan pendapatan

keluarga, pendidikan ayah dan ibu, jumlah saudara, stabilitas rumah

tangga, adat-istiadat,norma-norma, dan tabu-tabu dan agama

(Cahyaningsih, 2011).

1.3.4 Ciri-ciri tumbuh kembang

1) Tumbuh kembang adalah proses yang kontinu sejak konsepsi sampai

dengan riwayat yang dipengaruhi faktor bawaan dan lingkungan. Tumbuh

kembang sudah terjadi sejak bayi di dalam kandungan hingga setelah

kelahirannya. Sejak kelahirannya itulah tumbuh kembang anak dapat

diamati.

4
2) Dalam periode tertentu terdapat masa percepatan atau perlambatan serta

laju tumbuh kembanng yang berlainan diantara organ-organ. Terdapat tiga

periode pertumbuhan cepat diantaranya pada masa janin, bayi, dan

pubertas. Pertumbuhan organ-organ manusia mengikuti empat pola yaitu

pola umum, limpoid, neural, dan reproduksi.

3) Pola perkembangan relatif sama pada semua anak, tetapi kecepatannya

berbeda antara anak satu dan lainnya.

4) Perkembangan erat hubungannya dengan maturasi sistem susunan saraf.

5) Aktifitas seluruh tubuh diganti respon tubuh yang khas.

6) Arah perkembangan adalah sefalokaudal.

7) Refleks primitif seperti refleks memegang dan berjalan akan menghilang

sebelum gerakan volunteer tercapai.

1.3.5 Perkembangan anak usia toddler

Perkembangan yang sudah mampu dicapai oleh anak usia toddler diantaranya

sebagai berikut.

1) Perkembangan motorik kasar anak usia toddler

a. Usia 12-18 bulan anak mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan,

membungkuk untuk memungut permainannya kemudian berdiri tegak

kembali secara mandiri, berjalan mundur lima langkah.

b. Usia 18-24 bulan anak mampu berdiri sendiri tanpa berpegangan selama

30 detik, anak mampu berjalan tanpa terhuyung-huyung.

c. Usia 24-36 bulan anak mampu menaiki tangga secara mandiri, anak

dapat bermain dan menendang bola kecil.

2) Perkembangan motorik halus anak usia toddler


5
a. Usia 12-18 bulan anak mampu menumpuk dua buah kubus, memasukkan

kubus ke dalam kotak.

b. Usia 18-24 bulan anak mampu melakukan tepuk tangan, melambaikan

tangan,menumpuk empat buah kubus, memungut benda kecil dengan ibu

jari dan telunjuk, anak bisa menggelindingkan bola ke sasaran.

c. Usia 24-36 bulan anak mampu mencoret-coretkan pensil diatas kertas

(Soetjiningsih dan Gde Ranuh, 2013).

3) Perkembangan bahasa

Tahapan perkembangan bahasa pada anak yaitu Reflective vocalization,

Bubbling, Lalling, Echolalia, dan True speech. Usia 10-16 bulan anak

mampu memproduksi kata-kata sendiri, menunjuk bagian tubuh atau mampu

memahami kata-kata tunggal ; usia 18-24 bulan anak mampu memahami

kalimat sederhana, perbendaharaan kata meningkat pesat, menucapkan

kalimat yang terdiri dari dua kata atau lebih ; usia 24-36 bulan pengertian

anak sudah bagus terhadap percakapan yang sudah sering dilakukan di

keluarga, anak mampu melakukan percakapan melalui kegiatan tanya-jawab

(Soetjiningsih dan Gde Ranuh, 2013).

4) Perkembangan personal-sosial

Teori Erick Erickson menyatakan perkembangan psikososial seseorang

dipengaruhi oleh masyarakat dibagi menjadi lma tahap yaitu trust ><

mistrust (usia 0-1 tahun), otonomi/mandiri >< malu/ragu-ragu (usia 2-3

tahun), inisiatif >< rasa bersalah (usia 3-6 tahun), keaaktifan >< rendah diri

(usia 6-12 tahun), identitas >< fusi identitas (usia 12-20 tahun)

6
Perkembangan personal-sosial anak pada usia toddler sebagai berikut.

1) Usia 12-18 bulan anak mampu bermain sendiri di dekat orang

dewasa yang sudah dikenal, mampu menunjuk apa yang diinginkan

tanpa menangis, anak mampu mengeluarkan suara yang

menyenangkan atau menarik tangan ibu, memeluk orang tua,

memperlihatkan rasa cemburu atau bersaing.

2) Usia 18-24 bulan anak mampu minum dari cangkir dengan dua

tangan, belajar makan sendiri, mampu melepas sepatu dan kaos kaki

serta mampu melepas pakaian tanpa kancing, belajar bernyanyi,

meniru aktifitas di rumah, anak mampu mencari pertolongan

apabila ada kesulitan atau masalah, dapat mengeluh bila basah atau

kotor, frekuensi buang air kecil dan besar sesuai, muncul kontrol

buang air kecil biasanya tidak kencing pada siang hari, mampu

mengontrol buang air besar, mulai berbagi mainan dan bekerja

bersama-sama dengan anak-anak lain, anak bisa mencium orang

tua.

3) Usia 24-36 bulan anak mampu menunjukkan kemarahan jika

keinginannya terhalang, mampu makan dengan sendook dan garpu

secara tepat, mampu dengan baik minum dari cangkir, makan nasi

sendiri tanpa banyak yang tumpah, mampu melepas pakaian sendiri,

sering menceritakan pengalaman baru, mendengarkan cerita dengan

gambar, mampu bermain pura-pura, mulai membentuk hubungan

sosial dan mampu bermain dengan anak-anak lain, menggunakan

7
bahasa untuk berkomunikasi dengan ditambahkan gerakan isyarat.

(Soetjiningsih dan Gde Ranuh, 2013)

5) Perkembangan seksualitas

Teori psikoseksual oleh Sigmund Freud menjelaskan bahwa tahap

perkembangan anak memiliki ciri dan waktu tertentu serta diharapkan

berjalan secara kontinyu. Berikut perkembangan psikoseksual anak usia 12-

36 bulan menurut Freudman 2013.

a. Fase oral (umur 0-1 tahun)

Tahap ini anak akan selalu memasukkan segala sesuatu yang berada di

genggamannya ke dalam mulut. Peran dan tugas ibu disini adalah

memberikan pengertian bahwa tidak semua makanan dapat dimakan.

b. Fase anal (umur 2-3 tahun)

Fungsi tubuh yang memberikan kepuasan terhadap anus.

c. Fase phallic/oedipal (3-6 tahun)

Anak senang memegang genetalia, anak cenderung akan dekat dengan

orangtua yang berlawanan jenis kelamin (anak perempuan akan lebih

dekat dengan bapak) dan mempunyai rasa persaingan ketat dengan

orang tua sesama jenis (merasa tersaingi oleh bapak dalam mendapatkan

kasih sayang ibu).

d. Fase Laten (6-12 tahun)

Anak mulai megeksplor dunia luar, mulai mencari teman sebaya untuk

diajak bermain.

e. Fase Genital

8
Pemusatan seksual pada genetalia, anak belajar menentukan identitas

dirinya,belajar untuk tidak tergantung dengan orang tua, bertanggung

jawab pada dirinya sendiri, mulai ada perasaan senang dengan lawan

jenis (Ridha, 2014).

6) Perkembangan kognitif anak usia toddler

Perkembangan kognitif anak meliputi semua aspek perkembangan anak yang

berkaitan dengan pengertian mengenai proses bagaimana anak belajar dan

memikirkan lingkungan. Kognisi meliputi persepsi (penerimaan indra dan

makna yang diindra), imajinasi, menangkap makna, menilai dan menalar.

Semua bentuk mengenal, melihat, mengamati, memperhatikan,

membayangkan, memperkirakan,menduga dan menilai adalah kognisi

(Sulistyawati, 2015).

Menurut Piaget, perkembangan kognitif anak dibagi dalam empat tahap,

yaitu sebagai berikut.

1. Sensori motor (0-2 tahun)

Tahap ini perkembangan panca indra sangat berpengaruh dalam diri

anak.Keinginan terbesar anak adalah menyentuh atau memegang karena

didorong oleh keinginan untuk mengetahui reaksi dari perbuatannya.

2. Pra-operasional (usia 2-7 tahun)

Anak menjadi egosentris, sehingga terkesan pelit karena tidak bisa

melihat dari sudut pandang orang lain. Anak memiliki kecenderungan

meniru orang disekitarnya. Usia 6-7 tahun anak sudah mulai mengerti

motivasi, tetapi mereka tidak mengerti cara berpikir yang sistematis.

3. Operasional konkret (7-11 tahun)

9
Anak mulai berpikir logis tentang kejadian-kejadian konkrit, proses

berpikir menjadi lebih rasional.

4. Operasional formal (mulai umur 11 tahun)

Perkembangan kemampuan nalar abstrak dan imajinasi lebih baik,

pengertian terhadap ilmu dan teori lebih mendalam (Sulistyawati, 2015).

Perkembangan kognitif anak toddler dijabarkan sebagai berikut.

a) Usia 12-18 bulan anak dapat menemukan objek yang

disembunyikan, membedakan bentuk dan warna, memberikan

respon terhadap perintah sederhana, menggunakan trial dan error

untuk mempelajari tentang objek.

b) Usia 18-24 bulan anak mampu menggelindingkan bola kearah

sasaran,membantu atau meniru pekerjaan rumah tangga, dapat

memulai permainan pura-pura, memegang cangkir sendiri, belajar

makan dan minum sendiri, menikmati gambar sederhana,

mengeksplorasi lingkungan, mengetahui bagian bagian dari

tubuhnya.

c) Usia 24-36 bulan anak dapat menunjuk satu atau lebih bagian

tubuhnya ketika diminta, melihat gambar dan dapat menyebut

nama benda dua atau lebih, dapat bercerita menggunakan paragraf

sederhana,menggabungkan dua sampai tiga kata menjadi kalimat,

menggunakan nama sendiri untuk menyebutkan dirinya.

(Soetjiningsih dan Gde Ranuh, 2013).

10
7) Perkembangan moral anak usia toddler

Teori Kohlberg menyatakan perkembangan moral anak sudah harus dibentuk

pada usia toddler. Tahap orientasi hukuman dan kepatuhan (sekitar usia 2-4

tahun) anak mampu menilai suatu tindakan apakah baik atau buruk

bergantung dari hasilnya berupa hukuman atau penghargaan. Usia 4-7 tahun

anak berada pada tahap orientasi instrumental naif dimana segala tindakan

ditujukan ke arah pemuasan kebutuhan mereka dan lebih jarang ditujukan

pada kebutuhan orang lain, rasa keadilan konkret. Timbal balik atau keadilan

menjadi landasan mereka (misalkan, jika kamu memukul tanganku, aku akan

memukul tanganmu juga) tanpa berpikir mengenai loyalitas atau rasa terima

kasih (Wong, 2008).

3.2.6 Deteksi perkembangan menggunakan KPSP

1) Pengertian kuisioner pra skrinning perkembangan (KPSP)

Pemeriksaan menggunakan KPSP merupakan penilaian perkembangan anak

dalam empat aspek perkembangan yaitu kemampuan motorik kasar, motorik

halus, bicara/bahasa dan sosialisasi/kemandirian dimana pemeriksaan

dilakukan setiap tiga bulan untuk anak dibawah dua tahun, selanjutnya

dilakukan pemeriksaan setiap enam bulan sampai usia anak enam tahun

(Kementerian Kesehatan RI, 2016).

2) Tujuan pengukuran dengan KPSP

Tujuan dari penggunaan KPSP sebagai instrumen skrinning adalah untuk

mengetahui bagaimana perkembangan anak sesuai dengan umurnya dan

mendeteksi penyimpangan anak agar segera dapat dilakukan intervensi

(Sulistyawati, 2015).

11
3) Skrining Atau Pemeriksaan Perkembangan Anak Usia Toodler

Menggunakam Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP)

Tujuan dilakukan skrining perkembangan anak yaitu untuk mengetahui

perkembangan anak termasuk normal atau ada penyimpangan. Jadwal

pemeriksaan perkembangan untuk anak usia 24-72 bulan dilakukan tiap 6

bulan sekali (Kemenkes RI, 2016).

Alat/ instrument yang digunakan:

a. Formulir KPSP menurut usia.

Formulir ini berisi 9-10 pertanyaan tentang kemampuan perkembangan

yang telah dicapai anak.

b. Alat bantu pemeriksaan berupa pensil, kertas, bola sebesar bola tenis,

kerincingan, kubus berukuran sisi 2,5 cm sebanyak 6 buah, kismis,

kacang tanah, potongan biskuit kecil berukuran 0,5-1 cm (Kemenkes RI,

2016).

4) Cara menggunakan KPSP:

a. Pada waktu pemeriksaan anak harus dibawa.

b. Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan, dan tahun lahir

anak. Contoh: anak dengan umur 3 bulan 16 hari, maka dibulatkan

menjadi 4 bulan. Sedangkan bila usia anak 3 bulan 15 hari, maka

dibulatkan menjadi 3 bulan.

c. Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur

anak.

d. KPSP terdiri dari 2 macam pertanyaan, yaitu:

12
a. Pertanyaan yang dijawab oleh ibu/pengasuh anak, contoh: “dapatkah

anak makan kue sendiri?”

b. Perintah kepada ibu/pengasuh anak atau petugas melaksanakan tugas

yang ditulis pada KPSP. Contoh: “pada posisi bayi anda terlentang,

tariklah bayi pada pergelangan tangannya secara perlahan-lahan ke

posisi duduk”.

e. Jelaskan kepada orang tua agar tidak ragu-ragu atau takut menjawab, oleh

karena itu pastikan ibu/pengasuh anak mengerti apa yang akan ditanyakan

kepadanya.

f. Tanyakan pertanyaan tersebut secara berurutan, satu persatu. Setiap

pertanyaan hanya ada 1 jawaban yaitu YA atau Tidak. Catat jawaban

tersebut pada formulir.

g. Ajukan pertanyaan yang berikutnya setelah ibu/pengasuh anak menjawab

pertanyaan terdahulu.

h. Teliti kembali apakah semua pertanyaan telah dijawab (Kemenkes RI,

2016).

5) Interpretasi hasil KPSP:

1. Hitunglah berapa jumlah jawaban ‘Ya’.

a. Jawaban Ya, bila ibu/pengasuh menjawab: anak bisa atau pernah atau

sering atau kadang-kadang melakukannya.

b. Jawaban Tidak, bila ibu/pengasuh menjawab: anak belum pernah

melakukan atau tidak pernah atau ibu/pengasuh tidak tahu.

2. Jumlah jawaban ‘Ya’ = 9 atau 10, perkembangan anak sesuai dengan

tahapan perkembangannya (S).

13
3. Jumlah jawaban ‘Ya’ = 7 atau 8, perkembangan anak meragukan (M).

4. Jumlah jawaban ‘Ya’ = 6 atau kurang, kemungkinan ada penyimpangan

(P).

5. Untuk jawaban ‘Tidak’, perlu dirinci jumlah jawaban ‘Tidak’ menurut

jenis keterlambatan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa,

sosialisasi dan kemandirian).

6) Intervensi:

1. Bila perkembangan anak sesuai umur (S), lakukan tindakan berikut:

a) Beri pujian kepada ibu karena telah mengasuh anaknya dengan baik.

b) Teruskan pola asuh anak sesuai dengan tahap perkembangan anak.

c) Beri stimulasi perkembangan anak setiap saat, sesering mungkin,

sesuai dengan umur dan kesiapan anak.

d) Ikutkan anak pada kegiatan penimbangan dan pelayanan kesehatan

di posyandu secara teratur 1 bulan sekali dan setiap ada kegiatan Bina

Keluarga Balita (BKB). Jika anak sudah memasuki usia pra sekolah

(36-72 bulan) anak dapat diikutkan pada kegiatan di Pusat

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Kelompok Bermain dan Taman

Kanak-Kanak.

e) Lakukan pemeriksaan rutin menggunakan KPSP setiap 6 bulan pada

anak usia 24-72 bulan.

2. Bila perkembangan anak meragukan (M), lakukan tindakan berikut:

a) Beri petunjuk pada ibu agar melakukan stimulasi perkembangan pada

anak lebih sering lagi, setiap saat, dan sesering mungkin.

14
b) Ajarkan ibu cara melakukan intervensi stimulasi perkembangan anak

untuk mengatasi penyimpangan/mengejar ketertinggalannya.

c) Lakukan pemeriksaan kesehatan untuk mencari kemungkinan adanya

penyakit yang menyebabkan penyimpangan perkembangannya dan

lakukan pengobatan.

d) Lakukan penilaian ulang KPSP 2 minggu kemudian dengan

menggunakan daftar KPSP yang sesuai dengan umur anak.

e) Jika hasil KPSP ulang jawaban ‘Ya’ tetap 7 atau 8 maka

kemungkinan ada penyimpangan (P).

3. Bila perkembangan anak terjadi penyimpangan (P), lakukan tindakan

berikut: Merujuk ke rumah sakit dengan menuliskan jenis dan jumlah

penyimpangan perkembangan (gerak kasar, gerak halus, bicara dan

Bahasa, sosialisasi dan kemandirian) (Kemenkes RI, 2016).

15
16
17
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
DDST (Denver Developmental Screening Test)

Standart Operasional Prosedur DDST (Denver Development Screening Test)


Pengertian Denver Development Screening Test adalah sebuah metode
pengkajian yang digunakan secara luas untuk menilai kemajuan
perkembangan anak usia 0-6 tahun.
Tujuan 1. Untuk mengetahui tahap perkembangan yang telah dicapai
anak.
2. Untuk menemukan adanya keterlambatan perkembangan anak
sedini mungkin.
3. Untuk meningkatkan kesadaran orang tua atau pengasuh anak
agar berusaha menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi
perkembangan.
Indikasi Anak yang berumur 0-6 tahun
Persiapan 1. Gulungan benang wol merah (diameter 10 cm).
Alat 2. Kismis/manik-manik.
3. 10 buah kubus warna merah, kining, hijau, biru ukuran
2,5 cm X 2,5 cm.
4. Kerincing dengan gagang yang kecil.
5. Botol laca kecil dengan diamerter lubang 1,5 cm.
6. Bel/lonceng kecil.
7. Bola tenis.
8. Pensil.
9. Boneka kecil
10. Botol susu
11. Cangkir plastic dengan pegangan.
12. Kertas kosong.
Prosedur 1. Tahap Pra Interaksi
Pelaksanaan a. Menyiapkan Alat.
2. Tahan Orientasi
a. Memberikan salam dan menyapa nama pasien.
b. Menjelaskan maksud dan tujuan dilakukan pemeriksaan DDST
kepada orang tua
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien.
d. Meminta pengunjung untuk meninggalkan ruangan, memberi
privasi pasien.
a. Mengatur posisi pasien sehingga merasa aman dan nyaman
3. Tahap Kerja
1) Hitung umur anak dan buat garis umur secara vertikal.
a. Intruksi umum: catat nama anak, tanggal lahir, dan
tanggal pemeriksaan pada formulir.
b. Umur anak dihitung dengan cara tanggal pemeriksaan
dikurangi dengan tanggal lahir anak.
c. Bila anak lahir prematur, lakukan koreksi faktor
prematuritas. Untuk anak yang lahir lebih dari 2 minggu
sebelum tanggal perkiraan dan berumur kurang dari 2
tahun, maka harus dilakukan koreksi usia.
2) Tarik garis umur dari atas ke bawah dan cantumkan tanggal
pemeriksaan pada ujung atas garis umur. Formulir Denver
dapat
digunakan untuk beberapa kali, gunakan garis umur dengan
warna yang berbeda.
3) Siapkan alat yang dapat dijangkau anak, beri anak beberapa
mainan sesuai dengan apa yang tertera pada formulir
pemeriksaan.
4) Lakukan tugas perkembangan untuk tiap sektor perkembangan
dimulai dari sektor yang paling mudah dan dimulai dengan
tugas perkembangan yang terletak di sebelah kiri garis usia,
kemudian dilanjutkan sampai ke sebelah kanan garis usia.
a. Pada tiap sektor dilakukan minimal 3 tugas perkembangan
yang paling dekat di sebelah kiri garis usia, serta tiap tugas
perkembangan yang ditembus garis usia.
b. Bila anak tidak mampu untuk melakukan salah satu tugas
yang terdapat di formulir pemeriksaan
(gagal/menolak/tidak ada kesempatan) pada langkah
pertama, lakukan pemeriksaan tambahan di sebelah kiri
garis usia pada sector yang sama sampai anak dapat “lulus”
3 tugas perkembangan secara berurutan.
c. Bila anak mampu melakukan salah satu tugas
perkembangan pada langkah pertama, lakukan tugas
perkembangan tambahan di sebelah kanan garis usia pada
sektor yang sama sampai anak “gagal” pada 3 tugas
perkembangan.
Tahap 1. Melakukan evaluasi tindakan
Terminasi a) Beri skor penilaian (L/G/M) dan catat pada formulir DDST
pada masing-masing item yang diujikanLakukan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya.
b) Beri kesimpulan dari hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan.
2. Mengakhiri kegiatan dengan baik (berpamitan dengan klien)
3. Membereskan alat-alat
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan.
Lampiran 1

Formulir DDST (Bagian Depan)


Lanjutan Formulir DDST (Bagian Belakang)
DAFTAR PUSTAKA

Bowden, V.R, & Greenberg, C.S (2010). Children and Their Families: The Continuum
of Care (2nd ed.) Philadelphia: Williams &Wilkins.

Cahyaningsih, D. S. (2011) “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak dan Remaja,”


in. Jakarta: CV. Trans Info Media, hal. 1–18.

CDC, 2018. Vaksin Varicella (Cacar Air): Yang Perlu Anda Ketahui.
https://Www.Immunize.Org/Vis/Indonesi an_Varicella.Pdf

DeLaune and Ladner. (2011). Fundamentals Of Nursing Standarts and Practice Fourth
Edition. USA : Delmor Cengage Leaming

Dermatologi in general medicine sixth Edition, vol:2. Editor, Irwin M, Freedberg MD,
Arthur Z, Elsen MD, Klauss, Woolff MD, K. Frank, Austein MD, Lowell
Stephen,tahun 2005 2071-2038.

Dumasari R. Varicella dan Herpes Zoster. Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan
Kelamin FK Sumatera Utara. 2008.amin FK Sumatera Utara. 2008.

Frankenburg, W. K., & Dodds, J. B.(1967). The Denver developmental screening test.
The Journal of Pediatrics, 71(2), 181–191.
Friedman. (2013). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing

Heru Santoso. (2014). petunjuk praktis Denver Development Screening Test. buku
kedokteran EGC.
Iskarima, R. (2016). Deteksi Penyakit Anak Sehari-Hari. Yogyakarta: Kyta

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi, Deteksi, Dan

Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Depkes RI

Loeziana Uce (2015) “The Golden Age,” hal. 77–92.

Maharani, A. (2015). Penyakit Kulit, Terapi Untuk Penyakit Kulit, Macam Nutrisi

Untuk Kesehatan Kulit, Langkah Tepat Dalam Menanggulangi Penyakit Kulit.


NANDA.2014. Nursing Diagnoses definitions and clasification 2015-2017 10th edition.

Wiley Blackwell.

Nugroho, H.S.W. 2008. Denver Developmental Screening Test: Petunjuk Praktis.

Jakarta: EGC.

Nurarif, Amin, Huda & Kusuma, Hardhi. (2015). Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA. Yogyakarta : Mediaction

Publishing.

Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Ridha, N. (2014) Buku Ajar Keperawatan Anak. Diedit oleh S. Riyadi.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Setiadi. 2012. Konsep&Penulisan Dokumentasi Asuhan Keperawatan Teori dan

Praktik. Yogyakarta : Graha Ilmu

Simon AK, Hollander GA, McMichael A. 2015 Evolution of the immune system in

humans from infancy to old age. Proc. R. Soc. B 282: 20143085

Soedarto. 2011.Buku ajar Parasitologi kedokteran. Jakarta: Sagung Seto

Soetjiningsih, IG. N. Gde Ranuh. Tumbuh Kembang Anak Edisi 2. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2013, hlm. 2

Steain, M., Slobedman, B., & Abendroth, A. 2012. review. The Host Immune Response

To Varicella Zoster Virus.

Sulistyawati, A. (2015) “Deteksi Tumbuh Kembang Anak,” in Deteksi Tumbuh

Kembang Anak. Jakarta: Salemba Medika, hal. 157.

Suprajitno.2012.Asuhan Keperawatan Keluarga Aplikasi dalam Praktik.Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Sutanto, T. (2011). Cara Cerdas Memilih Obat Untuk Anak. Jogjakarta: Katahati
Taylor, C., Lillis, C., LeMone, P., & Lynn, P. A. (2011). Fundamentals of nursing: The

art and science of nursing care. Lippincott Philadelphia.

Widagdo. 2012. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV

Sagung Seto.

Wong (2008) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. VI. Diedit oleh E. K. Yuda, Devi

Yulianti, dan Esty Wahyuningsih. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai