Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.

S DENGAN ASMA DI RUANG ANAK RSUD. Dr. SOETOMO


SURABAYA

Disusun oleh:
DEA AYU PRATIWI
202006006

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES KARYA HUSADA KEDIRI
2021
LEMBAR
PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Untuk Memenuhi Tugas


Praktik Klinik Profesi Keperawatan Ners STIKES Karya Husada Kediri
Di RSUD. Dr Soetomo Surabaya

Nama : Dea Ayu Pratiwi

NIM : 202006006

Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.


S Dengan Asma di Ruang Anak RSUD. Dr Soetomo
Surabaya

Mengetahui,

Mahasiswa Pembimbing Akademik

( Dea Ayu Pratiwi ) (Ns. Eko Arik Susmiatin,M.Kep.,Sp.Kep.J)


LEMBAR PENILAIAN PRAKTIK PRAKTEK PROFESI
NERS

Nama Mahasiswa : DEA AYU PRATIWI


NIM : 202006006
Periode Praktik : KEPERAWATAN ANAK
Tanggal : 24 MEI 2021 sd JUNI 2021
Judul Askep : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada An.
S Dengan Asma di Ruang Anak RSUD. Dr Soetomo
Surabaya

Nilai Supervisi Askep

NILAI TOTAL NILAI


NO ELEMEN (0- 1+2+3 TT Preceptor
100) 3
1. Laporan Pendahuluan (LP)

2. Asuhan Keperawatan
(................................)
3. Responsi Nama Terang

Nilai Supervisi Skill/SOP


NILAI TOTAL NILAI
NO ELEMEN (0- 1+2 TT Preceptor
100) 2
1. Penguasaan Konsep Perasat/Skill

2. Responsi Prosedur/ SOP Perasat ( ………………………)


Nama Terang
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ASMA

1. ASMA
A. Definisi

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran


napas yang menyebabkan hipereaktivitas bronkus terhadap berbagai
rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi,
batuk, sesak napas dan rasa berat di dada terutama pada malam hari atau
dini hari yang umumnya bersifat revrsibel baik dengan atau tanpa
pengobatan (Depkes RI, 2009).
Asma adalah suatu peradangan pada bronkus akibat reaksi hipersensitif
mukosa bronkus terhadap allergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus
dapat mengakibatkan pembengkakan pada mukosa bronkus (Sukarmain,
2009)
B. Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkial.
a. Faktor predisposisi
1) Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita
penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan faktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
b. Faktor presipitasi
1) Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan, seperti: debu,
bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b) Ingestan, yang masuk melalui mulut, seperti : makanan dan obat-
obatan.
c) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit, seperti :
perhiasan, logam dan jam tangan.
2) Perubahan cuaca.
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering
mempengaruhi asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan
faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang serangan
berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga
dan debu.
3) Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain
itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping
gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang
mengalami stress/gangguan emosi perlu diberi nasehat untuk
menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stresnya belum diatasi
maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4) Lingkungan kerja.
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
5) Olah raga/aktifitas jasmani yang berat.
6) Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika
melakukan aktifitas jasmani atau olah raga yang berat. Lari cepat
paling mudah menimbulkan serangan asma. Serangan asma karena
aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang dapat ditemui pada pasien asma menurut
Halim Danokusumo (2000) dalam Padila (2015) diantaranya ialah :
a. Stadium dini
Faktor hipersekresi yang lebih menonjol
1. Batuk berdahak disertai atau tidak dengan pilek
2. Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga, sifatnya
hilang timbul
3. Wheezing belum ada
4. Belum ada kelainan bentuk thorax
5. Ada peningkatan eosinofil darah dan IgE
6. BGA belum patogis

Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan

1. Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum


2. Wheezing
3. Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
4. Penurunan tekanan parsial O2
b. Stadium lanjut/ kronik
1. Batuk, ronchi
2. Sesak nafas berat dan dada seolah-olah tertekan
3. Dahak lengket dan sulit dikeluarkan
4. Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
5. Thorax seperti barel chest
6. Tampak tarikan otot stenorkleidomastoideus
7. Sianosis
8. BGA Pa O2 kurang dari 80%
9. Terdapat peningkatan gambaran bronchovaskuler kiri dan
kanan pada Rongten paru
10. Hipokapnea dan alkalosis bahkan asidosis respiratorik

D. Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan
nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput
lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan
yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama
dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik
derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur,
zat-zat pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas
yang menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung
jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting
mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa
histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein
yang berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini.
obstruksi menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama
pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu
dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent
compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta
gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-tiba
besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar,
dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon
baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi
setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang
menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon
terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan
sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana
beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel
bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel
mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil
itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan
fungsi eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel
ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma
biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan
penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang
disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO 2
mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi,
PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat
yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
E. Klasifikasi Asma
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik
biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Berdasarkan derajat/berat penyakit
Menurut Wijaya dan Putri (2014) klasifikasi berdasarkan berat
penyakit antara lain :
a. Tahap I : Inttermiten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala ineminten < 1 kali dalam seminggu
2. Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai
beberapa hari)
3. Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4. Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode
eksaserbasi
5. PEF atau FEVI : > 80% dari prediksi
Veriabilitas < 205
6. Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan
perlu inhalasi jangka pendek Betha 2 agonis
7. Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1. Gejala > 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2. Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3. Gejala serangan asma melam hari > 2 kali dalam sebulan
4. PEF aau FEVI : > 80 % dari prediksi, variabilitas 20-30%
5. Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator
jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi
(terutama untuk serangan asma di malam hari)
c. Tahap III : Parsisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala harian
2. Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3. Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4. Pemakaian inhalasi asma jangka pendek Betha 2 agonis setiap
hari
5. PEV atau FEVI : > 60%- <80% dari prediksi, variabilitas >
30%
6. Pemakaian obat- obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilator jangka panjang (terutama untuk serangan asma
malam hari)
d. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala terus-menerus
2. Gejala eksasebasi sering
3. Gejala serangan asma malam hari sering
4. Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5. PEF atau FEVI : < 60% dari prediksi, verbilitas > 30%
F. Tanda dan Gejala
a. Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang
berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari
asma, diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.

G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan
sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah
lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1. Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan
ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan
nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi
atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
2. Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya dan Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dan terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
Farmakologi, obat anti asma :
a. Bronchodilator
Andrenalin, epineprin, terbutallin,fenotirol
b. Antikolinegin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosterid
Predrison, hidrokortison, orodexon
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapeol dan banyak minum air putih

I. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya dan Putri (2014) yaitu :
a. Pneumothorak
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran nafas yang meluas/ gagal nafas asidosis

2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama, alamat, jenis kelamin, usia, pekerjaan, diagnosa medis
1) Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
2) Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
3) Status mental :
Lemas, takut, gelisah
4) Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
5) Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
6) Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
b. Pemeriksaan Fisik
Head to toe
1. Kepala
Mata : konjungtiva anemis, sklera anikterik, lensa jernih, pupil isokor,
reflek cahaya +/+
2. Thorax
Paru :
- Inspeksi : Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
- Palpasi : taktil fremitus kanan kiri simetris, retraksi dinding dada
(+)
- Auskultasi : suara nafas wheezing
Jantung :
- Inspeksi : iktus ordis tidak terlihat
- Palpasi ; iktus kordis teraba di ICS V
- Auskultasi : suara jantung normal, bunyi tambahan (-)
3. Abdomen
- Inspeksi : perut cembung, asites (-), mual (+)
- Palpasi : nyeri tekan (-), hepar tidak teraba
- Perkusi : timpani
- Auskultasi : bising usus normal 12x/mnt
4. Ekstermitas
Superior : odem (-), sianosis (-), akral dingin (-), tugor kulit normal
Inferior : odem (-), sianosis (-), akral dingin (-), tugor kulit ormal

c. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
b) Tes provokasi
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g) Pemeriksaan sputum.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
C. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukantindakan Manajemen jalannapas
nafas tidak keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
efektif diharapkan bersihan jalan 1. Monitor polanapas
nafas meningkat dengan 2. Monitor bunyinapas
kriteria hasil tambahan
1. Produksi sputum 3. Monitor sputum
menurun Terapeutik
2. Mengi menurun 1. Pertahankan
3. Wheezing kepatenan jalan
menurun napas
4. Dispnea menurun 2. Posisikan semi- fowler /
5. Gelisah menurun fowler
6. Frekuensi nafas 3. Berikan minumhangat
membaik 4. Lakukan fisioterapi
7. Pola nafas membaik dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupancairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
2. pola nafas tidak Setelah dilakukantindakan Manajemen jalannapas
efektif keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pola napas 1. Monitor polanapas
membaik dengan kriteria hasil 2. Monitor bunyinapas
1. Dispnea menurun tambahan
2. Penggunaan ototbantu 3. Monitor sputum
nafas menurun Terapeutik
3. Pemanjanagan fase 1. Pertahankan kepatenan
ekspirasimenurun jalannapas
4. Frekuensi napas 2. Posisikan semi- fowler /
membaik fowler
5. Kedalaman nafas 3. Berikan minumhangat
membaik 4. Lakukan
fisioterapi dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupancairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian
Bronkodilator
3. Gangguan Setelah dilakukantindakan Terapi oksigen
pertukaran gas keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pertukarangas 1. Monitor kecepatan
meningkat dengan kriteria aliran oksigen
hasil 2. Monitor posisi alat
1. Dispnea menurun terapi oksigen
2. Bunyi napastambahan 3. Monitor tanda-tanda
menurun hipoventilasi
3. Gelisah menurun 4. Monitor tingkat
4. Pola nafas membaik kecemasan akibat
terapi oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secretpada
mulut
2. Pertahankan kepatenan
jalannapas
3. Berikan oksigen
tambahan
Edukasi
1. Ajarkan pasiendan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosisioksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat beraktivitas atau
tidur

D. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap yang muncul jika perencanaan yang

dibuat diaplikasikan pada klien. Sebelum melakukan implementasi,

seharusnya menerima laporan tindakan tindakan dari perawat shift

sebelumnya hal-hal tersebut merupakan kunci dari efisiensi kerja

pertukaran shift (Deswani, 2009).


E. Evaluasi Keperawatan

Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini

membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria

hasil. Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu atau kelompok

(Deswani, 2009).

3. Konsep Tumbuh Kembang

A. Definisi Tumbuh Kembang

Pertumbuhan (growth) adalah suatu proses alamiah yang terjadi pada

individu,yaitu secara bertahap,berat dan tinggi anak semakin bertambah

dan secara simultan mengalami peningkatan untuk berfungsi baik secara

kognitif, psikososial maupun spiritual (Supartini, 2012).

Perkembangan (development) adalah perubahan secara berangsurangsur

dan bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh, meningkatkan dan

meluasnya kapasitas seseorang melalui pertumbuhan, kematangan atau

kedewasaan (maturation), dan pembelajaran (learning). Perkembangan

manusia berjalan secara progresif, sistematis dan berkesinambungan

dengan perkembangan di waktu yang lalu. Perkembangan terjadi

perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan organ mulai dari aspek

fisik, intelektual, dan emosional. Perkembangan secara fisik yang terjadi

adalah dengan bertambahnya sempurna fungsi organ. Perkembangan

intelektual ditunjukan dengan kemampuan secara simbol maupun abstrak

seperti berbicara, bermain, berhitung. Perkembangan emosional dapat

dilihat dari perilaku sosial lingkungan anak (Supartini, 2012).


B. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang

Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara anak yang satu

dengan yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi

oleh interaksi banyak faktor. Menurut Soetjiningsih (2012), faktor yang

mempengaruhi tumbuh kembang, yaitu:

1. Genetika

1) Perbedaan ras, etnis, atau bangsa.


2) Keluarga, ada keluarga yang cenderung mempunyai tubuh gemuk atau
perawakan pendek.
3) Umur merupakan tahap yang mengalami pertumbuhan cepat

dibandingkan dengan masa lainnya.

4) Jenis kelamin, wanita akan mengalami pubertas lebih dahulu

dibandingkan laki-laki.

5) Kelainan kromosom, dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan,

misalnya sindrom down.

2. Pengaruh hormone

Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin

berumur empat bulan. Pada saat itu terjadi pertumbuhan yang cepat.

Hormon yang berpengaruh terutama adalah hormon pertumbuhan

somatotropin yang dikeluarkan oleh kelenjar pituitari. Selain itu kelenjar

tiroid juga menghasilkan kelenjar tiroksin yang berguna untuk metabolisme

serta maturasi tulang, gigi, dan otak.

3. Faktor lingkungan

4. Faktor prenatal

1) Gizi, nutrisi ibu hamil akan mempengaruhi pertumbuhan janin,

terutama selama trimester akhir kehamilan.


2) Mekanis, posisi janin yang abnormal dalam kandungan dapat

menyebabkan kelainan conginetal, misalnya club foot.

3) Toksin, zat kimia, radiasi.

4) Kelainan endokrin.

5) Infeksi TORCH atau penyakit menular seks.


6) Kelainan imunologi

C. Tahap-Tahap Tumbuh Kembang

1. Neonatus (bayi lahir sampai usia 0-28 hari)

Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan

sirkulasi darah serta organ-organ tubuh mulai berfungsi. Saat lahir berat

badan normal dari ibu yang sehat berkisar 3000 gr - 3500 gr, tinggi badan

sekitar 50 cm, berat otak sekitar 350 gram. Pada sepuluh hari pertama

biasanya terdapat penurunan berat badan sepuluh persen dari berat badan

lahir, kemudian berangsur-angsur mengalami kenaikan. Dalam tahap

neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar tumbuh dan

kembang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh orang tuanya.

Sedangkan perawat membantu orang tua dalam memenuhi kebutuhan

tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh orang tuanya.

2. Bayi (1 bulan-1 tahun)

Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat

pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat kepala, mengikuti

objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan

mulai bisa mengangkat kepala 90°, mulai bisa mencari benda-benda yang

ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisaduduk tanpa di topang,

bisa tengkurap dan berbalik sendiri bahkan bisa berpartisipasi dalam


bertepuk tangan dll. Bayi usia 9-12 bulan mulai bisa berdiri sendiri tanpa

dibantu, berjalan dengan dituntun, menirukansuara dll.

3. Todler (1 tahun-3 tahun)

Anak usia toddler mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai membaik,

hampir setiap organ mengalami maturitas maksimal. Pengalaman dan

perilaku mereka mulai dipengaruhi oleh lingkungan diluar keluarga

terdekat, mereka mulai berinteraksi dengan teman, mengembangkan

perilaku/moral secara simbolis, kemampuan berbahasa yang minimal.

Sebagai sumber pelayanan kesehatan, perawat berkepentingan untuk

mengetahui konsep tumbuh kembang anak usia toddler guna memberikan

asuhan keperawatan anak dengan optimal.

4. Pra Sekolah (3 tahun-6 tahun)

Anak usia pra sekolah memiliki karakteristik tersendiri dalam segi

pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam hal pertumbuhan, secara fisik

anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata

BB 14,6 kg.penambahan TB berkisar antara 7,5 cm dan TB rata-rata 95

cm. Kecepatan pertumbuhan pada tahun keempat hampir sama dengan

tahun sebelumnya. BB mencapai 16,7 kg dan TB 103 cm sehingga TB

sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan

pernafasan turun sedikit demi sedikit. Pertumbuhan pada tahun kelima

sampai akhir masa pra sekolah BB rata- rata mencapai 18,7 kg dan TB 110

cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan

munculnya gigi permanen sudah dapat terjadi.

5. Usia Sekolah (6 tahun-12 tahun)

Kelompok usia sekolah sangat dipengaruhi oleh teman sebayanya.


Perkembangan fisik, psikososial, mental anak meningkat. Perawat disini
membantu memberikan waktu dan energi agar anak dapat mengejar hoby

yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.

6. Remaja (12 tahun–18/20 tahun)

Perawat membantu para remaja untuk pengendalian emosi dan

pengendalian koping pada jiwa mereka saat ini dalam menghadapi konflik

(Adriana,2013).
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Indonesia.


Direktorat BIna Farmasi dan Klinik. 2007. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit
Asma.616.238 Ind P. Departemen Kesehatan RI.
Doengoes, Marilyn E, et al. 2010. Nursing Diagnosis Manual: Planning,
Individualizing, and Documenting Client Care 3th Edition . Philadelphia: F.
A. Davis Company
Mulia, J Meiyanti. 2000. Perkembangan Patogenesis Dan Pengobatan Asma
Bronkial. Jurnal Kedokteran Trisakti Vol 19 No. 3. Bagian Farmasi Fakultas
Kedokteran Universitas Trisakti
Smeltzer & Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.
Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC. 2001

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.

Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI


Kasus

An. S usia 7 tahun dirawat di ruang anak RSUD. Dr Soetomo Surabaya pada ttanggal

24 Mei 2021. Dengan keluhan sesak napas 2 hari yang lalu di sertai batuk, An. S

mempunyai alergi debu. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum lemah

GCS 456, Tampak gelisah dan rewel, kesulitan bernapas, bibir sianosis, terdapat

penggunaan otot bantu napas, terdapat suara napas tambahan wheezing (+), hasil

TTV= TD 110/70 mmHg, N : 100x/menit, S: 37,5 C, RR : 28x/menit.


SOP TINDAKAN PEMBERIAN NEBULEZER

No. Jenis item Uraian kegiatan


1. Pengertian Merupakan suatu tindakan dengan memberikan
penguapan agar lendir lebih encer sehingga mudah
diisap. Nebulezer adalah pelembap yang
membentuk aerosol, kabut butir-butir kecil (garis
tengahnya 5-10 mikron)

2. Tujuan 1. Untuk mnegencerkan secret dengan jalan


memancarkan butir-butir air melalui jalan nafas
2. Pemberian obat-obatan aerosol
3. Indikasi 1. Pasien yang tidak dapat mengeluarkan secret
2. Post- ekstubasi
3. Status asmatikus
4. Laring edema
5. Pasien dengan sputum yang kental
6. Sebelum dilakukan fisioterapi dada
7. Pada keadaan tertentu dapat diberikan
bersamaan dengan ventilator.
4. Jenis-jenis nebulizer 1. Jet Nebulizer
Udara/gas menyemburkan butir air sedemikian
rupa sehingga pecah menjadi butir-butir kecil.
2. Nebulizer ultrasonic
Getaran ultrasonic emmecah air menjadi butir-
butir kecil, kemudian didorong oleh gas/udara.
5. Pengkajian 1. Kaji status kardiopulmonal
2. Kaji adanya penumpukan secret
3. Kaji kebutuhan pasien akan teraapi nebulizing
6. Persiapan alat 1. Nebulizer dan perlengkapan
2. Obat-obatan untuk terapi aerosol bila
diperlukan, diantaranya,
Beta agonis (ventolin, barotec, brikasma,
combivent, Bisolvon, antikoligenetik : atrovet,
steroid
3. Stetoskop
4. Aquades, NaCl 0,9%
5. Selang oksigen
6. Simple mask
7. Bengkok
8. Tisu
9. Pot sputum
10. Baki beralas atau troli
7. Persiapan pasien dan 1. Identifikasi pasien
lingkungan
2. Jelaskan tujuan, efek samping prosedur
tindakan pada pasien (informed consent)
3. Jaga privasi pasien
4. Atur posisi pasien (semi fowler atau fowler)
8. Prosedur pelaksanaan 1. Cuci tangan
2. Masukkan obat sesuai nasihat dokter ke dalam
tabung obat pada nebulizer.
3. Nebulizer dihubungkan ke listrik, kemudian
dihidupkan (waktu dan kelembapan diatur
sesuai dengan kondisi pasien atau alat).
4. Pasang selang nebulizer (oral, nasal, masker).
Anjurkan pasien bernapas panjang dan
mengisap udara yang keluar. Pengisapan udara
dilakukan dari hidung dan dikeluarkan melalui
mulut.
5. Secara periodic, anjurkan pasien untuk batuk
efektif dan mengeluarkan dahaknya
6. Auskultasi suara nafas, bila masih tedengar
suara ronkhi, tindakan nebulizer dapat diulangi
lagi.
7. Jika uap nebulizer suda habis, matikan mesin.
8. Jika masih ada ronkhi, ulangi auskultasi
suara napas. Lakukan fisioterapi dada
9. Mulut pasien dibersihkan dengan tisu
10. Bereskan alat-alat, kemudian cuci tangan.
9. Evaluasi 1. Status kardiopulmonal
2. Kondisi sebelum dan setelah pemberian
nebulizer
3. Karakteistik secret yang keluar
10. Dokumentasi 1. Catat status kardiopulmonal
2. Catat waktu pemberian nebulizer
3. Catat jenis dan dosis obat yang diberikan
4. Catat karakteristik secret yang keluar

DAFTAR PUSTAKA :

Hidayati, Ratna DKK. 2014. Praktik Labooratorium Keperawatan Jilid 1. Jakarta : Erlangga
SOP TINDAKAN KEPERAWATAN

PEMBERIAN OKSIGENASI

No. Jenis Item Uraian kegiatan


1. Pengkajian 1. Kaji kebutuhan pasien tentang pemberian oksigen
2. Kaji instruksi dokte tentang pemberian oksigen
3. Kaji indikator adanya hipoksia/ hipoksemia
4. Kaji adanya peningkatan sekresi respirasi
5. Kaji status kardiopulmonal
2. Persiapan alat 1. Nasal kanul/ nasal kateter/ masker (simple mask,
non-rebreathing mask, dan rebreathing mask).
2. Pipa sumber O₂/ tabung O₂
3. Humidifier (pelembap)
4. Air steril
5. Tanda “Terapi O₂ dan DILARANG MEROKOK”
6. Kasa
7. Plester
8. Pelumas (lubrikan) untuk nasal kateter diberikan
bila diperlukan.
3. Persiapan pasien dan 1. Berikan privasi pada pasien
lingkungan 2. Jelaskan alas an pemberian oksigen, tujuan dan
prosedur terapi oksigen (informed conset)
3. Atur posisi pada pasien
4. Prosedur pelaksanaan 1. Cucui tangan
2. Cek volume sumber oksigen pada manometer
3. Isi humidifier dengan air dan pasangkan ke dasar
flowmeter oksigen
4. Sambungkan kanul nasal-pipa O₂ dengan sumber
oksigen yang sudah dilembapkan (melewati
humidifier). Tes aliran, pastikan tidak ada
kebocoran.
5. Pemasangan
Nasal kanul, lekatkan nasal kanul ke muka pasien,
dan sisipkan cabang ke dalam lubang hidung.
Masker, pasang masker pada wajah menutupi hing
dan mulut pasien.
6. Atur ikatan dan tarikan untuk kenyamanan
7. Atur kecepatan aliran sesuai konsentrasi yang
diminta. Observasi gelembung air yang tejad di
humidifier.
8. Berikan balutan kecil di atas puncak telinga atau
pada wajah sebagai alas selang jika diperlukan
9. Pindahkan masker dengan hati-hati dan keringkan
kulit wajah setiap 2-4 jam (untuk masker)
10. Monitor pasien setiap 4 jam
11. Kaji pernafasan pasien dan atur alat-alat jika
diperlukan
12. Pertahankan humidifier, tetap teisi setiap saat
13. Kolaborasi dengan dokter untuk pengecekan
analisis gas darah 20 menit setelah terapi bila
perlu
14. Cuci tangan
5. Evaluasi 1. Evaluasi status kardiopulmonal
2. Tingkat kecemasan dan tanda tanda
hipoksia/hipoksemia
3. Respons pasien
4. Efek samping terapi.
6. Dokumentasi 1. Catat waktu saat pemberian tindakan
2. Catat status kardiopulmonal
3. Catat metode pemberian oksigen dan kecepatan
alirannya
4. Catat adanya tanda-tanda hipoksia

DAFTAR PUSTAKA :

Hidayati, Ratna DKK. 2014. Praktik Labooratorium Keperawatan Jilid 1. Jakarta :


Erlangga

Anda mungkin juga menyukai