Disusun oleh:
DEA AYU PRATIWI
202006006
NIM : 202006006
Mengetahui,
2. Asuhan Keperawatan
(................................)
3. Responsi Nama Terang
ASMA
1. ASMA
A. Definisi
D. Patofisiologi
Suatu serangan akut asma akan disertai oleh banyak perubahan dijalan
nafas yang menyebabkan penyempitan: edema dan peradangan selaput
lender, penebalan membrane basa, hipersekresi kalenjar mucus dan
yang lebih ringan kontraksi otot polos. Perubahan histology yang sama
dpat dijumpai pada keadaan tanpa serangan akut akibat pajanan kronik
derajat rendah ke satu atau lebih pemicu asma. Melalui berbagai jalur,
zat-zat pemicu tersebut merangsang degranulasi sel mast dijalan nafas
yang menyebabkan pembebasan berbagai mediator yang bertanggung
jawab untuk perubahan yang terjadi. Mediator yang terpenting
mungkin adalah leukotrien C, D dan E tetapi terdapat bukti bahwa
histamine, PAF, neuropeptida, zat-zat kemotaktik, dan berbagai protein
yang berasal dari eosinofil juga berperan penting dalam proses ini.
obstruksi menyebabkan peningkatan resistensi jala nafas (terutama
pada ekspirasi karena penutupan jalan nafas saat ekspirasi yang terlalu
dini); hiperinflasi paru; penurunan elastisitas dan frekuensi-dependent
compliance paru; peningkatan usaha bernafas dan dispneu; serta
gangguan pertukaran gas oleh paru. Obstruksi yang terjadi tiba-tiba
besar kemungkinannya disebabkan oleh penyempitan jalan nafas besar,
dengan sedikit keterlibatan jalan nafas halus, dan biasanya berespon
baik terhadap terapi bronkodilator. Asma yang menetap dan terjadi
setiap hari hampir selalu memiliki komponen atau fase lambat yang
menyebabkan penyakit jalan nafas halus kronik dan kurang berespon
terhadap terapi bronkodilator saja. Eosinofil diperkirakan merupakan
sel efektor utama pada pathogenesis gejala asma kronik, dimana
beberapa mediatornya menyebabkan kerusakan luas pada stel epitel
bronkus serta perubahan-perubahan inflmatory. Walaupun banyak sel
mungkin sitokin (termasuk sel mast, sel epitel, makrofag dan eosinofil
itu sendiri) yang mempengaruhi diferensiasi, kelangsungan hidup, dan
fungsi eosinofil, sel T type TH2 dianggap berperan sentral, karena sel
ini mampu mengenali antigen secara langsung. Obstruksi pada asma
biasanya tidak sama, dan defek ventilasi-perkusi menyebabkan
penurunan PaO2. Pada eksaserbasi asma terjadi hiperventilasi yang
disebabkan oleh dispneu. pada awalnya banyak keluar dan Pa CO 2
mungkin rendah namun seiring dengan semakinparahnya obstruksi,
PaCO2 meningkat karena hipoventilasi alveolus. Efek obstruksi berat
yang timbul mencakup hipertensi pulmonaris, peregangan ventrik.
E. Klasifikasi Asma
a. Berdasarkan Penyebab
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi
3 tipe, yaitu:
1) Ekstrinsik (alergik)
Asma ekstrinsik ditandai dengan adanya reaksi alergik yang
disebabkan oleh faktor-faktor pencetus spesifik (alergen),
seperti serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotic dan
aspirin) dan spora jamur. Oleh karena itu jika ada faktor-faktor
pencetus spesifik seperti yang disebutkan di atas, maka akan terjadi
serangan asthma ekstrinsik. Pasien dengan asma ekstrinsik
biasanya sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi genetik
terhadap alergi dalam keluarganya.
2) Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap
pencetus yang tidak spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin
atau bisa juga disebabkan oleh adanya infeksi saluran pernafasan dan
emosi. Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering sejalan
dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis
kronik dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma
gabungan.
3) Asthma gabungan
Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik
dari bentuk alergik dan non-alergik (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Berdasarkan derajat/berat penyakit
Menurut Wijaya dan Putri (2014) klasifikasi berdasarkan berat
penyakit antara lain :
a. Tahap I : Inttermiten
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala ineminten < 1 kali dalam seminggu
2. Gejala eksaserbasi singkat (mulai beberapa jam sampai
beberapa hari)
3. Gejala serangan asma malam hari < 2 kali dalam sebulan
4. Asimptomatis dan nilai fungsi paru normal diantara periode
eksaserbasi
5. PEF atau FEVI : > 80% dari prediksi
Veriabilitas < 205
6. Pemakaian obat untuk mempertahankan kontrol :
Obat untuk mengurangi gejala intermitten dipakai hanya kapan
perlu inhalasi jangka pendek Betha 2 agonis
7. Intensitas pengobatan tergantung pada derajat eksaserbasi
kortikosteroid oral mungkin dibutuhkan.
b. Tahap II : Persisten ringan
Penampilan klinik sebelum mendapatkan pengobatan :
1. Gejala > 1 kali seminggu tetapi < 1 kali sehari
2. Gejala eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas dan tidur
3. Gejala serangan asma melam hari > 2 kali dalam sebulan
4. PEF aau FEVI : > 80 % dari prediksi, variabilitas 20-30%
5. Pemakaian obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat pengontrol serangan harian mungkin perlu bronkodilator
jangka panjang ditambah dengan obat-obatan antiinflamasi
(terutama untuk serangan asma di malam hari)
c. Tahap III : Parsisten sedang
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala harian
2. Gejala eksaserbasi mengganggu aktivitas dan tidur
3. Gejala serangan asma malam hari > 1 kali seminggu
4. Pemakaian inhalasi asma jangka pendek Betha 2 agonis setiap
hari
5. PEV atau FEVI : > 60%- <80% dari prediksi, variabilitas >
30%
6. Pemakaian obat- obat harian untuk mempertahankan kontrol :
Obat-obatan pengontrol serangan harian inhalasi kortikosteroid
bronkodilator jangka panjang (terutama untuk serangan asma
malam hari)
d. Tahap IV : Persisten berat
Penampilan klinik sebelum mendapat pengobatan :
1. Gejala terus-menerus
2. Gejala eksasebasi sering
3. Gejala serangan asma malam hari sering
4. Aktivitas fisik sangat terbatas oleh asma
5. PEF atau FEVI : < 60% dari prediksi, verbilitas > 30%
F. Tanda dan Gejala
a. Gejala awal berupa:
- Batuk terutama pada malam atau dini hari
- Sesak napas
- Napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan
napasnya
- Rasa berat di dada
- Dahak sulit keluar.
- Belum ada kelainan bentuk thorak
- Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
- BGA belum patologis
b. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam
jiwa atau disebut juga stadium kronik. Yang termasuk gejala yang
berat adalah:
- Serangan batuk yang hebat
- Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
- Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
- Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
- Kesadaran menurun
- Thorak seperti barel chest
- Tampak tarikan otot sternokleidomastoideus
- Sianosis
- BGA Pa O2 kurang dari 80%
- Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent Chest)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
Sedangkan menurut Smeltzer & Bare (2002) manifestasi klinis dari
asma, diantaranya:
- Tiga gejala umum asma adalah batuk, dispnea dan mengi. Serangan
asma biasanya bermula mendadak dengan batuk dan rasa sesak dalam
dada, disertai dengan pernapasan lambat, mengi dan laborius.
- Sianosis karena hipoksia
- Gejala retensi CO2 : diaforesis, takikardia, pelebaran tekanan nadi.
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik dijumpai napas menjadi cepat dan
dangkal, terdengar bunyi mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan
sangat berat biasanya tidak lagi terdengar mengi, karena pasien sudah
lelah untuk bernapas)
b. Pemeriksaan Fungsi Paru
1. Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa
(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan
ini sangat tergantung kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan
instruksi operator yang jelas dan kooperasi pasien. Untuk mendapatkan
nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-3 nilai yang diperiksa.
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai prediksi
atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator
oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2
minggu.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan
diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek
pengobatan.
2. Peak Expiratory Flow Meter (PEF meter)
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi.
Selain itu juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan
perbaikan nilai APE > 15 % setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah
pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian
kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam
yang berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%.
Cara pemeriksaan variabilitas APE
Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = ------------------------------------- x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
(Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007)
c. Pemeriksaan Tes Kulit (Skin Test)
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang
dapat menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
d. Pemeriksaan Darah
Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.Pemeriksaan ini hanya
dilakukan pada penderita dengan serangan asma berat atau status
asmatikus.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Wijaya dan Putri (2014) yaitu :
Non farmakologi, tujuan dan terapi asma :
a. Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma
b. Mencegah kekambuhan
c. Mengupayakan fungsi paru senormal mungkin serta
mempertahankannya
d. Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal termasuk
melakukan exercise
e. Menghindari efek samping obat asma
f. Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel
Farmakologi, obat anti asma :
a. Bronchodilator
Andrenalin, epineprin, terbutallin,fenotirol
b. Antikolinegin
Iptropiem bromid (atrovont)
c. Kortikosterid
Predrison, hidrokortison, orodexon
d. Mukolitin
BPH, OBH, bisolvon, mucapeol dan banyak minum air putih
I. Komplikasi
Komplikasi menurut Wijaya dan Putri (2014) yaitu :
a. Pneumothorak
b. Pneumomediastium dan emfisema sub kutis
c. Atelektasis
d. Aspirasi
e. Kegagalan jantung/ gangguan irama jantung
f. Sumbatan saluran nafas yang meluas/ gagal nafas asidosis
c. Pemeriksaan Penunjang
a) Spirometri
b) Tes provokasi
c) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
d) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
e) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
f) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
g) Pemeriksaan sputum.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif
2. Pola nafas tidak efektif
3. Gangguan pertukaran gas
C. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI
1. Bersihan jalan Setelah dilakukantindakan Manajemen jalannapas
nafas tidak keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
efektif diharapkan bersihan jalan 1. Monitor polanapas
nafas meningkat dengan 2. Monitor bunyinapas
kriteria hasil tambahan
1. Produksi sputum 3. Monitor sputum
menurun Terapeutik
2. Mengi menurun 1. Pertahankan
3. Wheezing kepatenan jalan
menurun napas
4. Dispnea menurun 2. Posisikan semi- fowler /
5. Gelisah menurun fowler
6. Frekuensi nafas 3. Berikan minumhangat
membaik 4. Lakukan fisioterapi
7. Pola nafas membaik dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupancairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator
2. pola nafas tidak Setelah dilakukantindakan Manajemen jalannapas
efektif keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pola napas 1. Monitor polanapas
membaik dengan kriteria hasil 2. Monitor bunyinapas
1. Dispnea menurun tambahan
2. Penggunaan ototbantu 3. Monitor sputum
nafas menurun Terapeutik
3. Pemanjanagan fase 1. Pertahankan kepatenan
ekspirasimenurun jalannapas
4. Frekuensi napas 2. Posisikan semi- fowler /
membaik fowler
5. Kedalaman nafas 3. Berikan minumhangat
membaik 4. Lakukan
fisioterapi dada
5. Berikan oksigen
Edukasi
1. Anjurkan asupancairan
2000ml/hari
2. Ajarkan teknik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasipemberian
Bronkodilator
3. Gangguan Setelah dilakukantindakan Terapi oksigen
pertukaran gas keperawatanselama 3x24 jam, Observasi
diharapkan pertukarangas 1. Monitor kecepatan
meningkat dengan kriteria aliran oksigen
hasil 2. Monitor posisi alat
1. Dispnea menurun terapi oksigen
2. Bunyi napastambahan 3. Monitor tanda-tanda
menurun hipoventilasi
3. Gelisah menurun 4. Monitor tingkat
4. Pola nafas membaik kecemasan akibat
terapi oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan secretpada
mulut
2. Pertahankan kepatenan
jalannapas
3. Berikan oksigen
tambahan
Edukasi
1. Ajarkan pasiendan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosisioksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat beraktivitas atau
tidur
D. Implementasi Keperawatan
Evalusi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Pada tahap ini
hasil. Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu atau kelompok
(Deswani, 2009).
perubahan dalam bentuk dan fungsi kematangan organ mulai dari aspek
Pola pertumbuhan dan perkembangan secara normal antara anak yang satu
dengan yang lainnya pada akhirnya tidak selalu sama, karena dipengaruhi
1. Genetika
dibandingkan laki-laki.
2. Pengaruh hormone
Pengaruh hormon sudah terjadi sejak masa prenatal, yaitu saat janin
berumur empat bulan. Pada saat itu terjadi pertumbuhan yang cepat.
3. Faktor lingkungan
4. Faktor prenatal
4) Kelainan endokrin.
Pada masa ini terjadi adaptasi terhadap lingkungan dan terjadi perubahan
sirkulasi darah serta organ-organ tubuh mulai berfungsi. Saat lahir berat
badan normal dari ibu yang sehat berkisar 3000 gr - 3500 gr, tinggi badan
sekitar 50 cm, berat otak sekitar 350 gram. Pada sepuluh hari pertama
biasanya terdapat penurunan berat badan sepuluh persen dari berat badan
neonatus ini bayi memiliki kemungkinan yang sangat besar tumbuh dan
tumbuh kembang bayi yang masih belum diketahui oleh orang tuanya.
Dalam tahap ini bayi memiliki kemajuan tumbuh kembang yang sangat
pesat. Bayi pada usia 1-3 bulan mulai bisa mengangkat kepala, mengikuti
objek pada mata, melihat dengan tersenyum dll. Bayi pada usia 3-6 bulan
mulai bisa mengangkat kepala 90°, mulai bisa mencari benda-benda yang
ada di depan mata dll. Bayi usia 6-9 bulan mulai bisaduduk tanpa di topang,
Anak usia toddler mempunyai sistem kontrol tubuh yang mulai membaik,
anak pada tahun ketiga terjadi penambahan BB 1,8 s/d 2,7 kg dan rata-rata
sudah mencapai dua kali lipat dari TB saat lahir. Frekuensi nadi dan
sampai akhir masa pra sekolah BB rata- rata mencapai 18,7 kg dan TB 110
cm, yang mulai ada perubahan adalah pada gigi yaitu kemungkinan
yang sesuai dengan bakat yang ada dalam diri anak tersebut.
pengendalian koping pada jiwa mereka saat ini dalam menghadapi konflik
(Adriana,2013).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standart Diagnosa Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia.
An. S usia 7 tahun dirawat di ruang anak RSUD. Dr Soetomo Surabaya pada ttanggal
24 Mei 2021. Dengan keluhan sesak napas 2 hari yang lalu di sertai batuk, An. S
mempunyai alergi debu. Dari pemeriksaan fisik di dapatkan keadaan umum lemah
GCS 456, Tampak gelisah dan rewel, kesulitan bernapas, bibir sianosis, terdapat
penggunaan otot bantu napas, terdapat suara napas tambahan wheezing (+), hasil
DAFTAR PUSTAKA :
Hidayati, Ratna DKK. 2014. Praktik Labooratorium Keperawatan Jilid 1. Jakarta : Erlangga
SOP TINDAKAN KEPERAWATAN
PEMBERIAN OKSIGENASI
DAFTAR PUSTAKA :