BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita.
Asma sendiri sampai hari ini masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.
Kondisi ini menyebabkan peradangan saluran napas yang persisten (Rafiqua, 2020).
Gejala asma termasuk sesak napas, mengi, dan batuk. Namun penyakit ini juga tidak
bisa di sembuhkan pengobatan medis hanya mampu mengontrol agar asma di dalam
tubuh tidak berkembang menjadi lebih parah dan mengakibatkan komplikasi
(Tampubolon, 2019). Belum di ketahui secara pasti apa penyebab dari penyakit ini
apakah faktor genetik atau lingkungan, faktor terbesar terjadinya asma biasanya terjadi
karena polusi udara, upaya yang dilakukan masyarakat dalam menangani asma misalnya
di baringkan atau di kompres air hangat dengan logika untuk merilexkan penderita tanpa
mengetahui fungsi dalam dunia medis (Sahrudi & Mirza Satria, 2020).
Asma merupakan penyakit yang masih menjadi permasalahan baik nasional
maupun international. Gejala umum dari penyakit ini adalah sesak, nafas, sesak nafas
sendiri terjadi lantaran ketidakmampuan seseorang melakukan pernafasan dengan
normal (asfiksia) (Sahrudi & Mirza Satria, 2020). Jika tidak diobati, ini dapat
menyebabkan ketidaksadaran atau kematian (Marianti, 2020). Asma menghasilkan
peradangan berulang dan penyempitan saluran udara, merusak organ yang
membutuhkan oksigen untuk operasi. Banyak factor penyebab asma diantaranya ;
latihan fisis, allergen, pajanan allergen, perubahan cuaca dan infeksi saluran nafas salah
satu yang paling berpengaruh adalah faktor lingkungan yang berdebu, polusi, selain dari
faktor lingkungan faktor individu juga bisa mempengaruhi terjadinya penyakit asma
salah satunya adalah obesitas (Yudhawati & Krisdanti, 2019).
Tindakan keperawatan yang digunakan dalam menangani sesak nafas ini lumayan
banyak antara lain ; tidur telentang, pursed-lip breathing, berdiri menyandar dan
sebagainya, namun pada penelitian ini terfokus untuk mengatasi sesak nafas dengan
melakukan posisi setengah duduk atau posisi semi fowler. Postur semi-Fowler ini
mengangkat tubuh dan kepala Anda 15 hingga 45 derajat (Satria and Sahrudi 2020) dari
sekian banyak posisi dalam meredakan sesak nafas penulis merekomendasikan posisi
semi fowler ini. Manfaat dari posisi semi fowler ini adalah memperlancar saturasi
oksigen untuk menurunkan sesak nafas. Posisi semi fowler di percaya mampu
memberikan hasil yang signifikan terhadap sesak nafas akibat asma yang terjadi secara
tiba tiba. Hal ini karena posisi semi fowler dapat meredakan penyempitan jalan napas
dan memenuhi O2 dalam darah. Saat terjadi serangan sesak sehingga dapat
melonggarkan jalan nafas dan pasien akan berangsur angsur membaik. Dengan adanya
data diatas maka penulis mengambil tema pengaruh posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak nafas pada penderita asma (Arifian & Kismanto, 2018).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada state of art ini diambil dari beberapa penelitian terdahulu sebagai panduan
penulis untuk penelitian yang akan dilakukan, yang kemudian akan menjadi acuan dan
perbandingan dalam melakukan penelitian ini. Dalam state of art ini akan terdapat
beberapa jurnal
Penelitian Sahrudi Satria (2020) disimpulkan bahwa pemberian intervensi
keperawatan posisi semi fowler untuk penderita asma efektif menurunkan frekuensi
napas terbukti dari hasil sebelum dilakukan tindakan posisi semi fowler, responden yang
mengalami sesak napas dengan frekuensi napas 28 x/menit dan 26 x/menit sebanyak 10
responden (50%), setelah diberikan intervensi posisi semi fowler sebanyak 11 responden
(55%) mengalami penurunan frekuensi napas menjadi 21 x/menit.
Penelitian Refi Safitri (2018) asma menyebabkan sesak napas pada penderita asma
dengan cara membatasi jalan napas sehingga mempengaruhi pola pernapasan berulang.
Menurut penelitian, perawatan oksigen dalam posisi semi fowler meningkatkan
kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen masing- masing sebesar 2,87 dan 4,99
persen. derajat kejenuhan Setelah setengah postur, pola pernapasan pasien Fowler akan
membaik dan stabil.
Penelitian Maria, I., & Hasaini, A. (2019) hasilnya menunjukkan bahwa posisi semi
fowler mempengaruhi stabilitas pernapasan pasien asma. (0,00). Intervensi independen
perawat dengan menyediakan posisi untuk pasien asma terbukti sangat efektif sebagai
salah satu intervensi non-farmakologis.
Penelitian Zhu, Q., Huang et all (2020), studi ini menunjukkan bahwa posisi semi-
Fowler secara signifikan meringankan rasa sakit luka pasca-operasi setelah operasi
perut, mengurangi batuk parah dan batuk setelah ekstubasi, menyebabkan kenyamanan
pasien yang lebih baik dan kepuasan dari staf keperawatan, dengan - meningkatkan
risiko komplikasi peri-extubasi selama PACU. Oleh karena itu, muncul dan ekstubasi di
posisi semi-Fowler harus dipertimbangkan sebagai pendekatan alternatif untuk pasien
yang menjalani operasi perut.
B. Landasan Teori
Setelah pasien terpajan alergen atau penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus beridiri atau duduk dan
berusaha penuh menggerakan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat
ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi
sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang sempit mengalami edema
dan terisi mukus yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan
tertentu pada saat ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan,
sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang
yang merupakan ciri khas penyakit asma, sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma saat udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti dengan batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan (Padila, 2018).
Paru-paru tidak mendapatkan cukup udara, menyebabkan sesak napas atau kesulitan
bernapas. Sesak napas disebut dyspnea dan ditandai dengan sesak dada, kesulitan
bernapas, atau mati lemas (Rafiqua, 2020). Sesak napas dapat disebabkan oleh aktivitas,
obesitas, asma, dan faktor lainnya. Sesak napas dapat menjadi indikasi penyakit asma
atau penyakit paru-paru (Andrian, 2020). Alasan utama diadakanya penatalaksanaan
asma adalah meningkatkan serta mempertahankan kualitas kehidupan agar pasien asma
dapat hidup normal, asma tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan perawatan yang tepat,
pasien dapat hidup normal. Terapi jangka panjang mencoba untuk mengontrol dan
menekan asma berat. (Ameeo, 2018). Adapun tujuan asma jangka penatalaksanaan asma
yaitu menekan dan meminimalisir gejala, menanggulangi ekserbasi akut, optimalkan
fungsi paru-paru, mengusahakan aktivitas normal layaknya kehidupan sehari hari,
meminimalisir efek samping dari pemakaian obat dan mencegah kenaikan angka
kematian. Berdasarkan penanganannya untuk mengurangi sesak yang dirasakan oleh
penderita asma karena sempitnya jalan nafas, bisa diberikan posisi semi fowler, terapi
inhalasi dan juga bronkodilator.
Semi-stance fowler adalah 45-60 derajat. Perubahan sudut termasuk fowler tinggi 90
derajat dan fowler rendah 30-40 derajat. Posisi ini digunakan pada pasien asma. asma
adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan
penyempitan berulang. Hipoksemia dapat terjadi jika tingkat saturasi oksigen tidak
memadai. Hipoksemia didefinisikan oleh sesak napas dan penurunan kebutuhan oksigen
seluler karena kekurangan inspirasi. Postur rendah semi-fowler meningkatkan saturasi
oksigen sebesar 2,87 persen, dan posisi tinggi sebesar 4,99 persen. Terapi semi-oksigen
Fowler meningkatkan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen, atau saturasi
(Rachmadi et al, 2019).
Menurut Aziz Alimul (2018) posisi semi fowler merupakan posisi dimana bagian
kepala di tempat tidur ditinggikan 45 derajat dan lutut klien sedikit ditinggikan tanpa
tekanan untuk membatasi sirkulasi ditungkai bawah. Posisi semi fowler atau posisi
setengah duduk adalah posisi ditempat tidur dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan
lutut dapat fleksi atau tidak fleks
Menurut Aziz Alimul (2018) posisi semi fowler bertujuan untuk memberikan
keyamanan pasien, memfasilitasi fungsi pernafasan, mobilitas, memberikan perasaan
lega pada pasien yang sesak nafas, memudahkan perawatan misalnya memberikan
makanan dan memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien terutama pasien yang
mengalami gangguan pernafasan Peningkatan oksigen yang ada di dalam paru dengan
memberikan posisi semi fowler bisa meredakan masalah saluran pernapasan. Pada posisi
ini dapat meminimalkan kerusakan pada membran alveolus, dimana sejumlah cairan
menumpuk. Hal ini dipengaruhi oleh gravitasi sehingga asupan oksigen lebih optimal
mengurangi sesak napas dan pada akhirnya mempercepat perbaikan pada pasien
(Wahyudi, 2018).
Organ yang berhubungan dengan proses inspirasi dan ekspirasimaka mekanisme
pernapasan ada dua yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut yang terjadi saat
bersamaan. Pernapasan dada terjadi karena otot-otot di antara tulang rusuk berkontraksi,
tulang rusuk naik, dan volume rongga dada bertambah. Ketika rongga dada melebar,
tekanan di dada menurun dan paru-paru melebar. Ketika paru-paru mengembang,
tekanan udara di luar paru-paru lebih tinggi daripada di dalam paru-paru,
memungkinkan udara masuk. Sebaliknya, ketika otot-otot di antara tulang rusuk
berkontraksi, tulang rusuk melorot. Akibatnya, volume rongga dada mengecil dan
tekanan di rongga dada meningkat. Dalam keadaan ini, paru-paru berkontraksi dan
mengeluarkan udara. Saat pernapasan perut terjadi karena pergerakan diafragma. Ketika
otot diafragma berkontraksi, rongga dada melebar dan paru-paru melebar. Ini
memungkinkan udara masuk ke paru-paru. Ketika diafragma rileks, ia kembali ke
keadaan semula. Pada titik ini, rongga dada menyempit, paru-paru tertekan, dan paru-
paru kosong. Kemudian udara keluar dari paru-paru menit (Fernandez & Saturti, 2018).
BAB III
GAMBAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 56 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Suku : Melayu
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bali no 9 Tanjungpinang
Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa
Nama : Ny. K
Alamat : Jl. Bali no 9 Tanjungpinang
Hubungan dengan pasien : Istri
2. Riwayat Kesehatan
Menurut penuturan klien, sejak 5 tahun yang lalu sempat dirawat dirs. Karena
sesak nafas. Klien tidak pernah mengalami kecelakaan dan tidak pernah di operasi.
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan serta obat-obatan maupun factor
lingkungan yang lain. Sesak nafas klien muncul jika klien merasa kedinginan.
3. Keluhan Saat Ini
12
Klien mengatakan mula-mula klien batuk dan langsung merasakan susah untuk
bernafas/sesak nafas. Sebelum klien dibawa ke RS oleh keluarganya, klien diberikan
obat batuk yaitu komik. Namun kondisi klien semakin lemas dan sesaknya
bertambah. Akhirnya keluarga klien memutuskan untuk membawa klien ke IGD
RSUD Kota Tanjungpinang.
4. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan sebelum sakit tidak menjaga pola makan
ketika sakit klien selalu berobat ke puskesmas/fasilitas kesehatan terdekat.
2) Sejak Sakit : Klien ingin mengubah perilakunya untuk menjaga
kesehatannya
b. Pola Nutrisi
1) Sebelum Sakit : Klien makan 3 kali sehari dan 1 porsi habis dengan
menu nasi, lauk dan sayur serta minum sebanyak 6-7 gelas sehari
2) Sejak Sakit : Klien makan 3 kali sehari dan hanya menghabiskan
½ porsi.
c. Pola Eliminasi
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan BAK 6-7 kali sehari dan BAB 1
kali sehari.
2) Sejak Sakit : Klien BAK lebih banyak dari biasa dan belum ada
BAB
d. Pola Aktifitas
Hasil
Pemeriksaan Satuan Nilai Normal
pemeriksaan
6. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan : Klien tampak lemah, sesak nafas, batuk disertai dahak.
2) Kesadaran : Compos Mentis.
3) Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x /menit
Respirasi : 28 x /menit
Suhu : 370 C
4) Hidung : bentuk simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada
lesi, terdapat secret, terpasang alat oksigenasi (nasal kanul) 2 liter/menit. tidak
terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan atau polip.
5) Dada : bentuk simetris, pergerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi tidak teratur,
frekuensi nafas 28x /menit, menggunakan otot bantu pernafasan. Tidak terdapat
nyeri tekan, tidak ada pembengkakan atau benjolan pada dinding dada. Terdapat
bunyi nafas tambahan (wheezing).
6) Mulut dan kerongkongan : mukosa bibir terlihat lembab, tidak terdapat lesi, tidak
terdapat caries pada gigi, kondisi gigi kotor dan tidak lengkap, kebersihan mulut
kotor, lidah kotor, klien mampu mengunyah dan menelan dengan baik, mampu
membedakan rasa asin, manis dan pahit, mulut sedikit bau. Tidak terdapat nyeri
tekan dan pembengkakan
7) Abdomen : bentuk simetris, tidak terdapat acites, tidak ada lesi. Tidak terdapat
pembesaran hati dan limfa, tidak terdapat nyeri tekan. Terdengar bunyi timpani.
Frekuensi bising usus 8x/menit.
8) Anus : Saat pengkajian tidak ada keluhan, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
nyeri.
9) Ekstrimitas
a) Ekstremitas atas : Bentuk simetris, terpasang infus Ring As 20 tetes/menit
pada tangan sebelah kiri, tidak terdapat oedema, kondisi kuku kotor dan
panjang.
b) Ekstremitas bawah : Bentuk simetris, oedema tidak ada, kuku kotor dan
panjang. Tidak ada nyeri, refleks babinski normal. Refleks Pattela normal.
10) Leher : Bentuk simetris, denyut nadi karotis kuat, tidak ada peningkatan JVP,
tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, pergerakan normal.
11) Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi, keadaan kotor. Tekstur
halus, turgor baik, suhu klien 37o C.
12) Rambut : Bentuk rambut lurus dengan warna hitam, keadaan bersih. Tekstur
rambut halus dan tidak mudah rontok.
13) Kuku : Sianosis tidak ada, tidak ada lesi dan pembengkakan, kuku tangan tampak
panjang dan kotor terutama pada tangan klien. Capilary reffil time + 2 detik
kembali ke semula.
14) Sistem Genitalia : Saat pengkajian tidak ada keluhan, tidak terdapat nyeri, tidak
terpasang DC, BAK lancar, tidak ada benjolan di bladder.
B. Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Inflamasi dinding bronkus Gangguan
- Klien mengatakan mengalami ↓ Pola Nafas
kesulitan bernafas Obstruksi jalan nafas
- Klien mengeluh sesak nafas ↓
Alveoli tertutup
DO : ↓
- Terdengar bunyi wheezing Bronkospasme
- Klien tampak lemah
- Klien tampak bngung dan gelisah
- Klien tampak lemah
- Tanda – tanda vital
Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi : 84x /menit
Respirasi : 28x /menit
Suhu : 370C
Terpasang O2 dengan nasal kanul 3
liter/menit
Terdapat secret
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data dari pengkajian yang telah
dilakukan terhadap Tn. K. muncul diagnosa keperawatan utama Gangguan Pola Nafas
berhubungan dengan bronkospasme
BAB IV
B. Evidenbase Nursing
Salah satu intervensi atau rencana yang akan dilakukan pada pasien asma untuk
memaksimalkan ventilasi paru adalah melalui latihan pernapasan diafragma, yang
dilakukan dengan inspirasi maksimal melalui hidung dan dapat menurunkan kerja otot-otot
pernapasan, sehingga meningkatkan perfusi alveolus dan pertunjukan. Identifikasi difusi
oksigen yang dapat meningkatkan saturasi oksigen dan meningkatkan kadar oksigen di
paru- paru (Mayuni et al, 2018).
Selanjutnya, untuk mengatasi masalah pola pernapasan yang tidak efisien, intervensi
atau strategi yang akan diterapkan adalah menawarkan pengaturan posisi bagi penderita
asma (Black & Hawks, 2018). Posisi semi fowler adalah salah satu di mana tempat tidur,
kepala, dan batang tubuh semua diangkat 15° sampai 45° derajat. Low fowler adalah nama
lain untuk postur ini, yang umumnya ditinggikan 30 derajat (Kozier dan Erb's, 2016). Pada
pasien asma, Fowler semi- postur telah digunakan untuk membantu meminimalkan sesak
napas. Frekuensi pernapasan, yang khas pada 16-24 kali per menit, menunjukkan
kemanjuran langkah-langkah ini (Ruth, 2019).
Rencana keperawatan dibuat untuk mengatasi masalah pola nafas tidak efektif.
Tujuannya diharapkan setelah diberikan penerapan terapi posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak pada klien asma berkurang. Rencana tindakan keperawatan yang disusun
14
untuk kedua klien yaitu identifikasi sesak pada klien asma mengunakan lembar observasi
untuk kedua klien yaitu mengetahui skala pernapasan klien asma, berikan terapi non
farmakologis untuk mengurangi sesak yaitu terapi komplmenter posisi semi fowler, ajarkan
posisi semi fowler kepada keluarga dan istri klien agar dapat diterapkan di rumah.
Intervensi ini dapat dilakukan selama 1-2 kali dalam sehari dengan durasi waktu 10 menit
semi fowler untuk mengurangi sesak pada asma.
Prosedur pengaturan posisi semi fowler Menurut Aziz Alimul (2018) cara pengaturan
posisi semi fowler sebagai berikut:
1. Perawat cuci tangan
2. Tinggikan kepala tempat tidur 45 derajat
3. Topangkan kepala diatas tempat tidur atau dengan bantal
4. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan bila pasien tidak
dapat mengontrolnya secara sadar atau tidak dapat menggunakan
tangan dan lengan
5. Tmpatkan bantal tipis dipunggung bawah
6. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah paha
7. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah
pergelangan kaki
8. Tempatkan papan kaki didasar telapak kaki pasien
9. Turunkan tempat tidur
10. Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan
BAB V
PEMBAHASAN
Intervensi inovasi yang di lakukan pada kasus diatas adalah penerpan posisi semi
foowler. Tujuan posisi semi fowler yaitu untuk menurunkan frekuensi pernafasaan
sehingga pasien tidak mengalami sesak nafas frekuensi pernafasan dalam batas normal
16-22 x/i. Pada pasien Tn K dengan masalah keperawatan berupa gangguan pola nafas,
perawat dapat meningkatkan asuhan keperawatan kolaboratif dan mandiri. Salah satu
intervensi mandiri yang dapat dilakukan pada pasien asma untuk memaksimalkan
ventilasi paru dan mengurangi sesak nafas adalah dengan memberikan posisis semi
fowler. Dari masalah keperawatan di atas, peneliti mengangkat dua masalah
keperawatan yaitu gangguan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, kemudian
peneliti melakukan Critical Review Evidance Based/Tindakan kepada pada pasien sesuai
dengan hasil jurnal atau penelitian terkait.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2021) Pola nafas tidak efektif
merupakan suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat. Penatalaksanaan gangguan pertukaran gas juga meliputi teknik posisi
semi fowler. Berdasarkan penelitian (Putra Agina, 2021) mengenai pengaruh terapi
posisi semi fowler dalam penurunan sesak pada klien dengan asma, yang menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian teknik posisi semi fowler
terhadap penurunan sesak pada klien asma. Asma merupakan suatu penyakit obstruksi
Universitas Awal Bos
18
jalan nafas yang memberikan gejala batuk, mengi,dan sesak (Andriyani Annis, 2021).
Hal ini sejalan dengan Yulia Anita & Lestari widia (2019) yang mengatakan Asma dapat
menyebabkan mengi,sesak, dan batuk pada penderitanya.
Posisi semi fowler mengandalkan gaya gravitasi untuk membantu melancarkan
jalan nafas menuju ke paru sehingga oksigen akan mudah masuk. Hal ini dapat
meningkatkan oksigen yang diinspirasi atau dihirup pasien. Dengan meningkatnya
oksigen dalam tubuh, meningkat pula oksigen yang dibawa sel darah merah dan
hemoglobin, sehingga saturasi oksigen juga ikut meningkat (Muttaqin, 2018). Posisi
semi fowler mampu memaksimalkan ekspansi
17 paru dan menurunkan upaya penggunaan
alat bantu otot pernapasan.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan (Muttaqin 2018).
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan
ekspansi paru yang maksimal, serta mempertahankan kenyamanan Posisi semi fowler
bertujuan mengurangi resiko stasis sekresi pulmonar dan mengurangi resiko penurunan
pengembangan dinding dada (Musrifatul, 2019).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari tindakan tersebut dapat
dilihat dari respiratory rate yang menunjukkan angka normal yaitu 16- 22x per menit
pada usia dewasa. Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler
itu sendiri dengan menggunakan tempat tidur dan fasilitas bantal yang cukup untu
menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi kenyamanan saat tidur dan dapat
mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien asma saat terjadi serangan (Aini et al.,
2018).
Dengan menggunakan posisi semi fowler yaitu menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari visceral- visceral abdomen
pada diafragma sehingga diafragma dapat terangkat dan paru akan berkembang secara
maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru
maka sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien akan berkurang. Posisi semi
fowler biasanya diberikan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko mengalami
penurunan saturasi oksigen, seperti pasien TB paru, asma, PPOK dan pasien
dari bahaya penyakit asma saat asmanya kambuh dan nafas dapat kembali stabil pada
penderita sesak nafas.
B. Keterbatasan Pelaksanaan
Keterbatasan dalam pemberian intervensi dalam masalah penambahan pengukuran
posisi semi fowler karena ada beberapa pasien yang merasa nyaman dengan
penambahan posisi semi fowler dengan tingkat derajat yang melebihi dari intervensi
yang diberikan peneliti.
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pengkajian awal dengan pasien secara
keseluruhan pada keluhan Tn. K dengan Asma Bronchiale dilakukan Asuhan
Keperawatan selam 3 hari didapatkan adanya persamaaan antara konsep teoritis dan
kenyataan kasus yang ditemukan dilapangan, sesuai dengan data subjektif dan objektif
yang telah ditemukan :
1. Diagnosa keperawatan utama yaitu gangguan pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme
2. Peneliti memberikan asuhan keperawatan pada masalah Tn. K yaitu tentang posisi
sem ifowler sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang
ditemukan dapat teratasi.
3. Dari hasil inovasi keperawatan yang dilakukan didapatkan hasil respon setelah
dilakukan yaitu penurunan sesak nafas dari 27x/menit menjadi 18x/menit dan hal
tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan
posisi semi fowler sehingga pasien dapat bernafas
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muchid, (2018). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.
Agina, Putra. 2021. “Terapi Blowing Ballon Untuk Mengurangi Sesak Nafas Pada.”
2(February): 92–100.
Aini, F., Sitorus, R. and Budiharto, B. (2018) ‘Pengaruh Breathing Retraining Terhadap
Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK’, Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), pp. 29–33. doi: 10.7454/jki.v12i1.196
Alimul, Aziz. dan Musrifatul, U. (2018). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM),
Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya : Health Books Publishing.
Arifian, L., & Kismanto, J. (2018). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap
Respiration Rate Pada Pasien Asma Bronkial Di Puskesmas Air Upas Ketapang.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. https://doi.org/10.34035/jk.v9i2.272
Fernandez, G.J., Saturti, T.I.A., (2018). Sistem Pernafasan. Histol. Dasar 3–12.
Firdaus, S., Ehwan & Rachmadi (2019). Efektivitas Pemberian Oksigen Posisi Semi Fowler
terhadap Perubahan Saturasi Pada Pasien Asma Bronkial Persisten Ringan. JKEP
Kevin Andrian. (2020). ―Sering Sesak Napas? Ini Bisa Menjadi Penyebabnya.‖ Alodokter.
2020. https://www.alodokter.com/sering-sesak-nafas-ini-bisa- menjadi-penyebabnya
Chanif, Chanif, and Dewi Prastika. (2019). “Position of Fowler and Semi-Fowler to Reduce
of Shortness of Breath (Dyspnea) Level While Undergoing Nebulizer Therapy.” South
East Asia Nursing Research 1 (1): 14. https://doi.org/10.26714/seanr.1.1.2019.14-19.
Kozier, dkk. (2018). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik.
EGC.Jakarta
Maria, I., Hasaini, A., & Agianto. (2019). The Effect Of Semi Fowler Position On The
Stability Of Breathing Among Asthma Patients At Ratu Zalecha Hospital Martapura.
Jurnal Health Science and Nursing, 15(IcoSIHSN), 242–245.
https://doi.org/10.2991/icosihsn-19.2019.52 diakses tanggal 20 November 2020
Mayuni, et. al. (2018). Dalam Jurnal Pengaruh Latihan Pernapasan Diafragma Terhadap
Saturasi Oksigen pada Pasien Asma. Padang
Padila. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika
Risnah, Risnah and Irwan, Muhammad (2021) Falsafah dan Teori Keperawatan dalam
Integrasi Keilmuan. Alauddin University Press, Makassar. ISBN 978-602-328-308-8
Safitri, Refi & Andriyani, Annisa. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler
Terhadap Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap Kelas III
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. STIKES Aisyiyah Surakarta. Jurnal Gaster, Vol. 8,
No. 2
Sahrudi, & Mirza Satria. (2020). Posisi Semi Fowler Menurunkan Frekuensi Napas Pasien
Universitas Awal Bos
25
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC
Wijayanti, Reni. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial
dengan Masalah Keperwatan Ketidakefektofan Pola Nafas Di Ruang Asoka RSUD Dr.
Harjono Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah. Ponorogo:Universitas Muhammadiyah
Zhu, Q., Huang, Z., Ma, Q., Wu, Z., Kang, Y., Zhang, M., ... & Huang, F. (2020). Supine
versus semi-Fowler’s positions for tracheal extubation in abdominal surgery-a
randomized clinical trial. BMC anesthesiology, 20(1), 1-9.