Anda di halaman 1dari 25

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Asma merupakan penyakit yang sering kita jumpai di lingkungan sekitar kita.
Asma sendiri sampai hari ini masih menjadi masalah kesehatan di seluruh dunia.
Kondisi ini menyebabkan peradangan saluran napas yang persisten (Rafiqua, 2020).
Gejala asma termasuk sesak napas, mengi, dan batuk. Namun penyakit ini juga tidak
bisa di sembuhkan pengobatan medis hanya mampu mengontrol agar asma di dalam
tubuh tidak berkembang menjadi lebih parah dan mengakibatkan komplikasi
(Tampubolon, 2019). Belum di ketahui secara pasti apa penyebab dari penyakit ini
apakah faktor genetik atau lingkungan, faktor terbesar terjadinya asma biasanya terjadi
karena polusi udara, upaya yang dilakukan masyarakat dalam menangani asma misalnya
di baringkan atau di kompres air hangat dengan logika untuk merilexkan penderita tanpa
mengetahui fungsi dalam dunia medis (Sahrudi & Mirza Satria, 2020).
Asma merupakan penyakit yang masih menjadi permasalahan baik nasional
maupun international. Gejala umum dari penyakit ini adalah sesak, nafas, sesak nafas
sendiri terjadi lantaran ketidakmampuan seseorang melakukan pernafasan dengan
normal (asfiksia) (Sahrudi & Mirza Satria, 2020). Jika tidak diobati, ini dapat
menyebabkan ketidaksadaran atau kematian (Marianti, 2020). Asma menghasilkan
peradangan berulang dan penyempitan saluran udara, merusak organ yang
membutuhkan oksigen untuk operasi. Banyak factor penyebab asma diantaranya ;
latihan fisis, allergen, pajanan allergen, perubahan cuaca dan infeksi saluran nafas salah
satu yang paling berpengaruh adalah faktor lingkungan yang berdebu, polusi, selain dari
faktor lingkungan faktor individu juga bisa mempengaruhi terjadinya penyakit asma
salah satunya adalah obesitas (Yudhawati & Krisdanti, 2019).
Tindakan keperawatan yang digunakan dalam menangani sesak nafas ini lumayan
banyak antara lain ; tidur telentang, pursed-lip breathing, berdiri menyandar dan
sebagainya, namun pada penelitian ini terfokus untuk mengatasi sesak nafas dengan
melakukan posisi setengah duduk atau posisi semi fowler. Postur semi-Fowler ini

Universitas Awal Bos


1
2

mengangkat tubuh dan kepala Anda 15 hingga 45 derajat (Satria and Sahrudi 2020) dari
sekian banyak posisi dalam meredakan sesak nafas penulis merekomendasikan posisi
semi fowler ini. Manfaat dari posisi semi fowler ini adalah memperlancar saturasi
oksigen untuk menurunkan sesak nafas. Posisi semi fowler di percaya mampu
memberikan hasil yang signifikan terhadap sesak nafas akibat asma yang terjadi secara
tiba tiba. Hal ini karena posisi semi fowler dapat meredakan penyempitan jalan napas
dan memenuhi O2 dalam darah. Saat terjadi serangan sesak sehingga dapat
melonggarkan jalan nafas dan pasien akan berangsur angsur membaik. Dengan adanya
data diatas maka penulis mengambil tema pengaruh posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak nafas pada penderita asma (Arifian & Kismanto, 2018).

B. Tujuan Umum dan Khusus


1. Tujuan Umum
Menjelaskan Penerapan Posisi Semi Fowler Untuk Mengurangi Gangguan Pola
Nafas Pada Tn. K Dengan Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota
Tanjungpinang.
2. Tujuan Khusus
a. Memaparkan hasil pengkajian yang pada “Tn. K” dengan gangguan pola nafas
pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota Tanjungpinang
b. Memaparkan hasil analisa data yang pada ““Tn. K” dengan gangguan pola nafas
pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota Tanjungpinang
c. Memaparkan hasil intervensi keperawatan pada “Tn. K” dengan gangguan pola
nafas pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota
Tanjungpinang
d. Memaparkan hasil implementasi keperawatan pada “Tn. K” dengan gangguan pola
nafas pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota
Tanjungpinang
e. Memaparkan hasil evaluasi keperawatan pada ““Tn. K” dengan gangguan pola
nafas pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia RSUD Kota
Tanjungpinang
Universitas Awal Bos
3

f. Memaparkan hasil inovasi keperawatan (sebelum dan sesudah) pada “Tn. K”


dengan gangguan pola nafas pada diagnosa Asma Bronchial Di Ruang Dahlia
RSUD Kota Tanjungpinang
C. Manfaat
1. Bagi Ilmu Keperawatan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi infomasi bagi akademik khususnya
mahasiswa keperawatan untuk menambah pengetahuan tentang tindakan keperawatan
Posisi Semi Fowler pada pasien gangguan eliminasi dengan diagnosa medis Asma
Bronchial.
2. Bagi Pelayananan Keperawatan
Sebagai cara meningkatkan mutu dalam pelayanan keperawatan dalam hal terapi
komplementer Posisi Semi Fowler dalam membantu mengontrol gangguan pola nafas
pada pasien Asma Bronchial
3. Bagi Penulis
Penelitian ini memberikan manfaat sebagai pengalaman langsung bagi peneliti
untuk menerapkan langkah-langkah metode penelitian dan peneliti banyak
mendapatkan pengetahuan tentang ilmu yang dipelajari selama penelitian, sehingga
peneliti dapat mengaplikasikan secara langsung dalam dunia kerja. Peneliti berharap
peneliti selanjutnya agar dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat dalam penelitian
ini, dan juga dapat melanjutkan penelitian dengan menggunakan judul yang sama
atau berbeda akan tetapi menggunakan metode tindakan non farmakologis yang
berbeda.

Universitas Awal Bos


4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori Jurnal

Pada state of art ini diambil dari beberapa penelitian terdahulu sebagai panduan
penulis untuk penelitian yang akan dilakukan, yang kemudian akan menjadi acuan dan
perbandingan dalam melakukan penelitian ini. Dalam state of art ini akan terdapat
beberapa jurnal
Penelitian Sahrudi Satria (2020) disimpulkan bahwa pemberian intervensi
keperawatan posisi semi fowler untuk penderita asma efektif menurunkan frekuensi
napas terbukti dari hasil sebelum dilakukan tindakan posisi semi fowler, responden yang
mengalami sesak napas dengan frekuensi napas 28 x/menit dan 26 x/menit sebanyak 10
responden (50%), setelah diberikan intervensi posisi semi fowler sebanyak 11 responden
(55%) mengalami penurunan frekuensi napas menjadi 21 x/menit.
Penelitian Refi Safitri (2018) asma menyebabkan sesak napas pada penderita asma
dengan cara membatasi jalan napas sehingga mempengaruhi pola pernapasan berulang.
Menurut penelitian, perawatan oksigen dalam posisi semi fowler meningkatkan
kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen masing- masing sebesar 2,87 dan 4,99
persen. derajat kejenuhan Setelah setengah postur, pola pernapasan pasien Fowler akan
membaik dan stabil.
Penelitian Maria, I., & Hasaini, A. (2019) hasilnya menunjukkan bahwa posisi semi
fowler mempengaruhi stabilitas pernapasan pasien asma. (0,00). Intervensi independen
perawat dengan menyediakan posisi untuk pasien asma terbukti sangat efektif sebagai
salah satu intervensi non-farmakologis.
Penelitian Zhu, Q., Huang et all (2020), studi ini menunjukkan bahwa posisi semi-
Fowler secara signifikan meringankan rasa sakit luka pasca-operasi setelah operasi

Universitas Awal Bos


5

perut, mengurangi batuk parah dan batuk setelah ekstubasi, menyebabkan kenyamanan
pasien yang lebih baik dan kepuasan dari staf keperawatan, dengan - meningkatkan
risiko komplikasi peri-extubasi selama PACU. Oleh karena itu, muncul dan ekstubasi di
posisi semi-Fowler harus dipertimbangkan sebagai pendekatan alternatif untuk pasien
yang menjalani operasi perut.
B. Landasan Teori

Faktor Pencetus serangan asma


bronkial

Faktor Ekstrinsik Faktor Intrinsik

alergen (debu, serbuk-serbuk, Polusi udara : CO, asap rokok, parfume


bulu binatang) Emosional : takut, cemas, stress
Fisik : cuaca dingin perubahan temperatur
Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
Iritan : kimia
Aktivitas yang berlebihan

Mengeluarkan mediator sel


mast (mediator
Antigen kimiawi)
merangsang IgE di sel
Histamine,
mast, maka terjadi Bradikinin,
Reaksi antigen &
Prostaglandin
antibody
Bronkospasme Edema mukosa Sekresi Inflamasi

Penyempitan Jalan Nafas

Gangguan Pola Nafas

Batuk, Sesak napas, Wheezing,


Universitas Awal Bos
6

Pemberian Posisi Semi Fowler,

Gambar 2.1 Kerangka Konsep


Menurut (Kemekes RI, 2019) Asma merupakan penyakit tidak menular kronis yang
menyebabkan sesak napas dan kesulitan bernapas. Sesak napas, ketidaknyamanan dada,
batuk terus-menerus, dan mengi berulang adalah gejala asma yang umum. Episode asma
lebih sering terjadi pada malam hari dan dalam cuaca dingin, menyebabkan kesulitan
tidur, kelelahan, dan aktivitas terbatas. Selama episode asma, lapisan saluran bronkial
membengkak, mempersempit saluran udara dan membatasi aliran udara.
Etiologi asma di sebabkan oleh factor lingkungan dan genetik, asma sendiri masuk
ke dalam inflamasi kronis, meski demikian pasien asma memiliki heterogenitas yang
tinggi yakni 30-45% pasien asma biasanya tidak merespon pemberian kostikosteroid
inhalasi (Tampubolon, 2018).
Mekanisme perjalanan penyakit asma bronkhial adalah individu dengan asma yang
mengalami respon imun yang buruk terhadap lingkungan. Antibodi yang di hasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel
mast (disebut mediator) seperti histamin, brakidinin dan prostaglandin serta anafilaksis
dari substansi yang bereaksi lambat. Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru
mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan nafas, bronkospasme, pembengkakan
membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat banyak (Smeltzer & Bare,
2018). Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronkial di atur dalam
impuls saraf vegal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idopatik atau non alergi
ketika ujung saraf pada jalan nafas di rangsang oleh saraf faktor seperti infeksi, latihan
dingin, merokok, polusi, emosi. Jumlah asekitolin yang di lepaskan meningkat.
Pelepasan asetilkotin ini secara langsung menyebabkan bronkostriksi juga merangsang
pembentukan mediator kimiawi yang di bahas di atas. Individu dengan asma dapat
mempunyai toleransi rendah terhadap respon parasimpatis (Smeltzer & Bare, 2018).

Universitas Awal Bos


7

Setelah pasien terpajan alergen atau penyebab atau faktor pencetus, segera akan
timbul dispnea. Pasien merasa seperti tercekik dan harus beridiri atau duduk dan
berusaha penuh menggerakan tenaga untuk bernafas. Kesulitan utama terletak pada saat
ekspirasi. Percabangan trakeobronkial melebar dan memanjang selama inspirasi, tetapi
sulit untuk memaksakan udara keluar dari bronkhiolus yang sempit mengalami edema
dan terisi mukus yang dalam keadaan normal akan berkontraksi sampai tingkatan
tertentu pada saat ekspirasi. Udara terperangkap pada bagian distal tempat penyumbatan,
sehingga terjadi hiperinflasi progresif paru. Akan timbul mengi ekspirasi memanjang
yang merupakan ciri khas penyakit asma, sewaktu pasien berusaha memaksakan udara
keluar. Serangan asma saat udara keluar. Serangan asma seperti ini dapat berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam, diikuti dengan batuk produktif dengan sputum
berwarna keputih-putihan (Padila, 2018).
Paru-paru tidak mendapatkan cukup udara, menyebabkan sesak napas atau kesulitan
bernapas. Sesak napas disebut dyspnea dan ditandai dengan sesak dada, kesulitan
bernapas, atau mati lemas (Rafiqua, 2020). Sesak napas dapat disebabkan oleh aktivitas,
obesitas, asma, dan faktor lainnya. Sesak napas dapat menjadi indikasi penyakit asma
atau penyakit paru-paru (Andrian, 2020). Alasan utama diadakanya penatalaksanaan
asma adalah meningkatkan serta mempertahankan kualitas kehidupan agar pasien asma
dapat hidup normal, asma tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan perawatan yang tepat,
pasien dapat hidup normal. Terapi jangka panjang mencoba untuk mengontrol dan
menekan asma berat. (Ameeo, 2018). Adapun tujuan asma jangka penatalaksanaan asma
yaitu menekan dan meminimalisir gejala, menanggulangi ekserbasi akut, optimalkan
fungsi paru-paru, mengusahakan aktivitas normal layaknya kehidupan sehari hari,
meminimalisir efek samping dari pemakaian obat dan mencegah kenaikan angka
kematian. Berdasarkan penanganannya untuk mengurangi sesak yang dirasakan oleh
penderita asma karena sempitnya jalan nafas, bisa diberikan posisi semi fowler, terapi
inhalasi dan juga bronkodilator.
Semi-stance fowler adalah 45-60 derajat. Perubahan sudut termasuk fowler tinggi 90
derajat dan fowler rendah 30-40 derajat. Posisi ini digunakan pada pasien asma. asma
adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan

Universitas Awal Bos


8

penyempitan berulang. Hipoksemia dapat terjadi jika tingkat saturasi oksigen tidak
memadai. Hipoksemia didefinisikan oleh sesak napas dan penurunan kebutuhan oksigen
seluler karena kekurangan inspirasi. Postur rendah semi-fowler meningkatkan saturasi
oksigen sebesar 2,87 persen, dan posisi tinggi sebesar 4,99 persen. Terapi semi-oksigen
Fowler meningkatkan kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen, atau saturasi
(Rachmadi et al, 2019).
Menurut Aziz Alimul (2018) posisi semi fowler merupakan posisi dimana bagian
kepala di tempat tidur ditinggikan 45 derajat dan lutut klien sedikit ditinggikan tanpa
tekanan untuk membatasi sirkulasi ditungkai bawah. Posisi semi fowler atau posisi
setengah duduk adalah posisi ditempat tidur dengan kepala dan tubuh ditinggikan dan
lutut dapat fleksi atau tidak fleks
Menurut Aziz Alimul (2018) posisi semi fowler bertujuan untuk memberikan
keyamanan pasien, memfasilitasi fungsi pernafasan, mobilitas, memberikan perasaan
lega pada pasien yang sesak nafas, memudahkan perawatan misalnya memberikan
makanan dan memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur pasien terutama pasien yang
mengalami gangguan pernafasan Peningkatan oksigen yang ada di dalam paru dengan
memberikan posisi semi fowler bisa meredakan masalah saluran pernapasan. Pada posisi
ini dapat meminimalkan kerusakan pada membran alveolus, dimana sejumlah cairan
menumpuk. Hal ini dipengaruhi oleh gravitasi sehingga asupan oksigen lebih optimal
mengurangi sesak napas dan pada akhirnya mempercepat perbaikan pada pasien
(Wahyudi, 2018).
Organ yang berhubungan dengan proses inspirasi dan ekspirasimaka mekanisme
pernapasan ada dua yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut yang terjadi saat
bersamaan. Pernapasan dada terjadi karena otot-otot di antara tulang rusuk berkontraksi,
tulang rusuk naik, dan volume rongga dada bertambah. Ketika rongga dada melebar,
tekanan di dada menurun dan paru-paru melebar. Ketika paru-paru mengembang,
tekanan udara di luar paru-paru lebih tinggi daripada di dalam paru-paru,
memungkinkan udara masuk. Sebaliknya, ketika otot-otot di antara tulang rusuk
berkontraksi, tulang rusuk melorot. Akibatnya, volume rongga dada mengecil dan
tekanan di rongga dada meningkat. Dalam keadaan ini, paru-paru berkontraksi dan

Universitas Awal Bos


9

mengeluarkan udara. Saat pernapasan perut terjadi karena pergerakan diafragma. Ketika
otot diafragma berkontraksi, rongga dada melebar dan paru-paru melebar. Ini
memungkinkan udara masuk ke paru-paru. Ketika diafragma rileks, ia kembali ke
keadaan semula. Pada titik ini, rongga dada menyempit, paru-paru tertekan, dan paru-
paru kosong. Kemudian udara keluar dari paru-paru menit (Fernandez & Saturti, 2018).
BAB III
GAMBAN KASUS

A. Pengkajian

1. Identitas Pasien

Nama : Tn. K
Umur : 56 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Suku : Melayu
Agama : Islam
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Bali no 9 Tanjungpinang
Bahasa yang digunakan : Bahasa Jawa

Nama : Ny. K
Alamat : Jl. Bali no 9 Tanjungpinang
Hubungan dengan pasien : Istri

Ruang rawat : Ruang Dahlia


No. RM : 498076
Tgl/Jam masuk : 21 Januari 2023
Tgl/Jam pengmabilan data : 23 Januari 2023
Diagnosa masuk : Asma Bronkhiale
Universitas Awal Bos
10

2. Riwayat Kesehatan
Menurut penuturan klien, sejak 5 tahun yang lalu sempat dirawat dirs. Karena
sesak nafas. Klien tidak pernah mengalami kecelakaan dan tidak pernah di operasi.
Klien tidak memiliki alergi terhadap makanan serta obat-obatan maupun factor
lingkungan yang lain. Sesak nafas klien muncul jika klien merasa kedinginan.
3. Keluhan Saat Ini
12
Klien mengatakan mula-mula klien batuk dan langsung merasakan susah untuk
bernafas/sesak nafas. Sebelum klien dibawa ke RS oleh keluarganya, klien diberikan
obat batuk yaitu komik. Namun kondisi klien semakin lemas dan sesaknya
bertambah. Akhirnya keluarga klien memutuskan untuk membawa klien ke IGD
RSUD Kota Tanjungpinang.
4. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan sebelum sakit tidak menjaga pola makan
ketika sakit klien selalu berobat ke puskesmas/fasilitas kesehatan terdekat.
2) Sejak Sakit : Klien ingin mengubah perilakunya untuk menjaga
kesehatannya
b. Pola Nutrisi
1) Sebelum Sakit : Klien makan 3 kali sehari dan 1 porsi habis dengan
menu nasi, lauk dan sayur serta minum sebanyak 6-7 gelas sehari
2) Sejak Sakit : Klien makan 3 kali sehari dan hanya menghabiskan
½ porsi.
c. Pola Eliminasi
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan BAK 6-7 kali sehari dan BAB 1
kali sehari.
2) Sejak Sakit : Klien BAK lebih banyak dari biasa dan belum ada
BAB
d. Pola Aktifitas

Universitas Awal Bos


11

1) Sebelum Sakit : Klien merupakan ibu rumah tangga yang aktif di


berbagai kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya.
2) Saat Sakit : Klien hanya terbaring di tempat tidur
e. Pola Tidur dan Istirahat
1) Sebelum Sakit : Klien biasanya tidur malam selama 6-7 jam setiap
hari dan 1-2 jam pada siang hari tanpa ada gangguan
2) Sejak Sakit : Klien hanya bisa tidur 4-5 jam pada malam hari dan
pada siang hari klien tidak bias tidur karena sesaknya.
f. Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan sedikit takut berhubungan dengan
penyakitnya.
2) Sejak Sakit : Klien pasrah dengan keadaan saat ini dan berharap
bias sembuh.
g. Pola Keyakinan
1) Sebelum Sakit : Klien mengatakan beragama Islam dan rajin
melakukan ibadah sholat 5 waktu serta berpuasa.
2) Sejak Sakit : Klien mengatakan selama di rawat di RS tidak
pernah melaksanakan ibadah sholat.
5. Laporan Penunjang
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium

Hasil
Pemeriksaan Satuan Nilai Normal
pemeriksaan

Hemoglobin (HGB) 9,5 g/dl P: 12-16 ; L: 14-18


Hematokrit (HCT) 29,3 % P: 35-45 ; L: 40-50
Dewasa: 5,0-10.0 ; Bayi:
Jumlah Leukosit (WBC) 10,2 10^3/uL
7,0-17,0
Trombosit (PLT) 295 10^3/uL 150-350
Gula Darah Sewaktu 130 mg/dl 70-200

Therapy obat : O2 2-4 liter/menit, Infus RL 20 tpm, Nebulizer (ventolin) 4x sehari,


Injeksi Methylprednisolon 1 x 125mg, Injeksi Ceftriaxon 2x1 gr, Omeprazole 2 x
40mg, Ranitidin 2x1 amp

Universitas Awal Bos


12

6. Pemeriksaan Fisik
1) Penampilan : Klien tampak lemah, sesak nafas, batuk disertai dahak.
2) Kesadaran : Compos Mentis.
3) Tanda – tanda vital
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 84 x /menit
Respirasi : 28 x /menit
Suhu : 370 C
4) Hidung : bentuk simetris, tidak terdapat pernafasan cuping hidung, tidak ada
lesi, terdapat secret, terpasang alat oksigenasi (nasal kanul) 2 liter/menit. tidak
terdapat nyeri tekan, tidak ada benjolan atau polip.
5) Dada : bentuk simetris, pergerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi tidak teratur,
frekuensi nafas 28x /menit, menggunakan otot bantu pernafasan. Tidak terdapat
nyeri tekan, tidak ada pembengkakan atau benjolan pada dinding dada. Terdapat
bunyi nafas tambahan (wheezing).
6) Mulut dan kerongkongan : mukosa bibir terlihat lembab, tidak terdapat lesi, tidak
terdapat caries pada gigi, kondisi gigi kotor dan tidak lengkap, kebersihan mulut
kotor, lidah kotor, klien mampu mengunyah dan menelan dengan baik, mampu
membedakan rasa asin, manis dan pahit, mulut sedikit bau. Tidak terdapat nyeri
tekan dan pembengkakan
7) Abdomen : bentuk simetris, tidak terdapat acites, tidak ada lesi. Tidak terdapat
pembesaran hati dan limfa, tidak terdapat nyeri tekan. Terdengar bunyi timpani.
Frekuensi bising usus 8x/menit.
8) Anus : Saat pengkajian tidak ada keluhan, tidak terdapat benjolan, tidak terdapat
nyeri.
9) Ekstrimitas
a) Ekstremitas atas : Bentuk simetris, terpasang infus Ring As 20 tetes/menit
pada tangan sebelah kiri, tidak terdapat oedema, kondisi kuku kotor dan
panjang.

Universitas Awal Bos


13

b) Ekstremitas bawah : Bentuk simetris, oedema tidak ada, kuku kotor dan
panjang. Tidak ada nyeri, refleks babinski normal. Refleks Pattela normal.
10) Leher : Bentuk simetris, denyut nadi karotis kuat, tidak ada peningkatan JVP,
tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran kelenjar
tyroid, pergerakan normal.
11) Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak terdapat lesi, keadaan kotor. Tekstur
halus, turgor baik, suhu klien 37o C.
12) Rambut : Bentuk rambut lurus dengan warna hitam, keadaan bersih. Tekstur
rambut halus dan tidak mudah rontok.
13) Kuku : Sianosis tidak ada, tidak ada lesi dan pembengkakan, kuku tangan tampak
panjang dan kotor terutama pada tangan klien. Capilary reffil time + 2 detik
kembali ke semula.
14) Sistem Genitalia : Saat pengkajian tidak ada keluhan, tidak terdapat nyeri, tidak
terpasang DC, BAK lancar, tidak ada benjolan di bladder.

B. Analisa Data
Tabel 3.2 Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS : Inflamasi dinding bronkus Gangguan
- Klien mengatakan mengalami ↓ Pola Nafas
kesulitan bernafas Obstruksi jalan nafas
- Klien mengeluh sesak nafas ↓
Alveoli tertutup
DO : ↓
- Terdengar bunyi wheezing Bronkospasme
- Klien tampak lemah
- Klien tampak bngung dan gelisah
- Klien tampak lemah
- Tanda – tanda vital
Tekanan darah: 100/70 mmHg
Nadi : 84x /menit
Respirasi : 28x /menit
Suhu : 370C
Terpasang O2 dengan nasal kanul 3
liter/menit
Terdapat secret

Universitas Awal Bos


14

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan berdasarkan data dari pengkajian yang telah
dilakukan terhadap Tn. K. muncul diagnosa keperawatan utama Gangguan Pola Nafas
berhubungan dengan bronkospasme

BAB IV

PELAKSANAAN INTERVENSI KEPERAWATAN

A. Pendekatan Teori Yang Digunakan


Dalam kasus Asma Bronkhiale kemungkinan masalah yang akan timbul sesuai
dengan perjalanan penyakit adalah seperti bersihan jalan nafas dan pemenuhan kebutuhan
oksigen. Salah satu dari masalah tersebut yaitu pernapasan yang dimana pola pernapasan
ini masuk menjadi salah satu hal pion pertama dalam konsep Virginia Henderson yaitu
bernapas normal. Perawat memiliki fungsi unik dalam membantu individu, baik dalam
keadaan sehat maupun sakit. Sebagai anggota dari tim kesehatan, perawat memiliki fungsi
independen di dalam penanganan perawatan berdasarkan pada 14 kebutuhan manusia.
Perawat harus memiliki pengetahuan biologis maupun sosial, untuk menjalankan fungsinya
(Risna & Irwan, 2021).

B. Evidenbase Nursing

Salah satu intervensi atau rencana yang akan dilakukan pada pasien asma untuk
memaksimalkan ventilasi paru adalah melalui latihan pernapasan diafragma, yang
dilakukan dengan inspirasi maksimal melalui hidung dan dapat menurunkan kerja otot-otot
pernapasan, sehingga meningkatkan perfusi alveolus dan pertunjukan. Identifikasi difusi
oksigen yang dapat meningkatkan saturasi oksigen dan meningkatkan kadar oksigen di
paru- paru (Mayuni et al, 2018).
Selanjutnya, untuk mengatasi masalah pola pernapasan yang tidak efisien, intervensi
atau strategi yang akan diterapkan adalah menawarkan pengaturan posisi bagi penderita

Universitas Awal Bos


15

asma (Black & Hawks, 2018). Posisi semi fowler adalah salah satu di mana tempat tidur,
kepala, dan batang tubuh semua diangkat 15° sampai 45° derajat. Low fowler adalah nama
lain untuk postur ini, yang umumnya ditinggikan 30 derajat (Kozier dan Erb's, 2016). Pada
pasien asma, Fowler semi- postur telah digunakan untuk membantu meminimalkan sesak
napas. Frekuensi pernapasan, yang khas pada 16-24 kali per menit, menunjukkan
kemanjuran langkah-langkah ini (Ruth, 2019).
Rencana keperawatan dibuat untuk mengatasi masalah pola nafas tidak efektif.
Tujuannya diharapkan setelah diberikan penerapan terapi posisi semi fowler untuk
mengurangi sesak pada klien asma berkurang. Rencana tindakan keperawatan yang disusun
14
untuk kedua klien yaitu identifikasi sesak pada klien asma mengunakan lembar observasi
untuk kedua klien yaitu mengetahui skala pernapasan klien asma, berikan terapi non
farmakologis untuk mengurangi sesak yaitu terapi komplmenter posisi semi fowler, ajarkan
posisi semi fowler kepada keluarga dan istri klien agar dapat diterapkan di rumah.
Intervensi ini dapat dilakukan selama 1-2 kali dalam sehari dengan durasi waktu 10 menit
semi fowler untuk mengurangi sesak pada asma.
Prosedur pengaturan posisi semi fowler Menurut Aziz Alimul (2018) cara pengaturan
posisi semi fowler sebagai berikut:
1. Perawat cuci tangan
2. Tinggikan kepala tempat tidur 45 derajat
3. Topangkan kepala diatas tempat tidur atau dengan bantal
4. Gunakan bantal untuk menyokong lengan dan tangan bila pasien tidak
dapat mengontrolnya secara sadar atau tidak dapat menggunakan
tangan dan lengan
5. Tmpatkan bantal tipis dipunggung bawah
6. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah paha
7. Tempatkan bantal kecil atau gulungan handuk dibawah
pergelangan kaki
8. Tempatkan papan kaki didasar telapak kaki pasien
9. Turunkan tempat tidur
10. Observasi posisi kesejajaran tubuh, tingkat kenyamanan, dan

Universitas Awal Bos


16

titik potensi tekanan


11. Cuci tangan setelah tindakan
12. Catat prosedur termasuk: posisi yang ditetapkan, kondisi kulit,
gerakan sendi, kemampuan pasien bergerak, dan kenyamanan pasien.
Tindakan yang dilakukan pada klien dengan sesak yaitu dengan terapi posisi semi
fowler pada klien Tn.K hari pertama yang dilakukan adalah megukur pernafasan sebelum
dilakukan tindakan posisi semi fowler menggunakan lembar observasi dan melakukan
informed consent sebelum melakukan tindakan pemberian terapi pada klien asma .Setelah
mendapatkan persetujuan dari klien dilanjutkan posisi semi fowler pertama selama 10
menit.Setelah dilakukan terapi kedua kembali dilakukan pengukuran pernafasan dengan RR
dengan didapatkan RR Klien awal 25x/menit. Tindakan keperawatan hari kedua. Dimulai
dengan mengukur pernafasan sebelum dilakukan tindakan keperawatan terapi posisi semi
fowler dan melakukan posisi semi fowler pertama .Lalu mengukur kembali skala Sesak
dengan sesak awal 25x/menit dan setelah diberikan terapi posisi semi fowler selama dua
kali di dapatkan RR 23x/menit. Tindakan keperawatan hari ketiga. Dimulai dengan
mengukur pernafasan sebelum dilakukan tindakan keperawatan posisi semi fowler.dan
mengukur pernafasan dengan mengukur RR klien 23x/menit menjadi 22x/menit.

Universitas Awal Bos


17

BAB V

PEMBAHASAN

A. Analisis dan Diskusi Hasil

Intervensi inovasi yang di lakukan pada kasus diatas adalah penerpan posisi semi
foowler. Tujuan posisi semi fowler yaitu untuk menurunkan frekuensi pernafasaan
sehingga pasien tidak mengalami sesak nafas frekuensi pernafasan dalam batas normal
16-22 x/i. Pada pasien Tn K dengan masalah keperawatan berupa gangguan pola nafas,
perawat dapat meningkatkan asuhan keperawatan kolaboratif dan mandiri. Salah satu
intervensi mandiri yang dapat dilakukan pada pasien asma untuk memaksimalkan
ventilasi paru dan mengurangi sesak nafas adalah dengan memberikan posisis semi
fowler. Dari masalah keperawatan di atas, peneliti mengangkat dua masalah
keperawatan yaitu gangguan pola nafas berhubungan dengan bronkospasme, kemudian
peneliti melakukan Critical Review Evidance Based/Tindakan kepada pada pasien sesuai
dengan hasil jurnal atau penelitian terkait.
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2021) Pola nafas tidak efektif
merupakan suatu keadaan dimana inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat. Penatalaksanaan gangguan pertukaran gas juga meliputi teknik posisi
semi fowler. Berdasarkan penelitian (Putra Agina, 2021) mengenai pengaruh terapi
posisi semi fowler dalam penurunan sesak pada klien dengan asma, yang menunjukkan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada pemberian teknik posisi semi fowler
terhadap penurunan sesak pada klien asma. Asma merupakan suatu penyakit obstruksi
Universitas Awal Bos
18

jalan nafas yang memberikan gejala batuk, mengi,dan sesak (Andriyani Annis, 2021).
Hal ini sejalan dengan Yulia Anita & Lestari widia (2019) yang mengatakan Asma dapat
menyebabkan mengi,sesak, dan batuk pada penderitanya.
Posisi semi fowler mengandalkan gaya gravitasi untuk membantu melancarkan
jalan nafas menuju ke paru sehingga oksigen akan mudah masuk. Hal ini dapat
meningkatkan oksigen yang diinspirasi atau dihirup pasien. Dengan meningkatnya
oksigen dalam tubuh, meningkat pula oksigen yang dibawa sel darah merah dan
hemoglobin, sehingga saturasi oksigen juga ikut meningkat (Muttaqin, 2018). Posisi
semi fowler mampu memaksimalkan ekspansi
17 paru dan menurunkan upaya penggunaan
alat bantu otot pernapasan.Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar untuk dikeluarkan (Muttaqin 2018).
Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menurunkan konsumsi O2 dan menormalkan
ekspansi paru yang maksimal, serta mempertahankan kenyamanan Posisi semi fowler
bertujuan mengurangi resiko stasis sekresi pulmonar dan mengurangi resiko penurunan
pengembangan dinding dada (Musrifatul, 2019).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma telah dilakukan sebagai salah satu
cara untuk membantu mengurangi sesak napas. Keefektifan dari tindakan tersebut dapat
dilihat dari respiratory rate yang menunjukkan angka normal yaitu 16- 22x per menit
pada usia dewasa. Pelaksanaan asuhan keperawatan dalam pemberian posisi semi fowler
itu sendiri dengan menggunakan tempat tidur dan fasilitas bantal yang cukup untu
menyangga daerah punggung, sehingga dapat memberi kenyamanan saat tidur dan dapat
mengurangi kondisi sesak nafas pada pasien asma saat terjadi serangan (Aini et al.,
2018).
Dengan menggunakan posisi semi fowler yaitu menggunakan gaya gravitasi untuk
membantu pengembangan paru dan mengurangi tekanan dari visceral- visceral abdomen
pada diafragma sehingga diafragma dapat terangkat dan paru akan berkembang secara
maksimal dan volume tidal paru akan terpenuhi. Dengan terpenuhinya volume tidal paru
maka sesak nafas dan penurunan saturasi oksigen pasien akan berkurang. Posisi semi
fowler biasanya diberikan kepada pasien dengan sesak nafas yang beresiko mengalami
penurunan saturasi oksigen, seperti pasien TB paru, asma, PPOK dan pasien

Universitas Awal Bos


19

kardiopulmonari dengan derajat kemiringan 30– 45° (Wijayati et al., 2019).


Dijelaskan bahwa pada posisi semi fowler 30° dari pasien Tn. K yang diberikan
posisi semi fowler 30°, frekuensi nafas menjadi 18 dan sebelum diberikan posisi semi
fowler frekuensi mencapai 27, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya perubahan
frekuensi napas setelah pemberian intervensi, pola pernapasan normal menunjukkan
frekuensi, volume, irama, dan kemudahan relative atau upaya pernapasan. Respirasi
normal (eupnea) bersifat tenang, berirama, dan tanpa mengeluarkan usaha (Kozier,
2018).. Pola napas menjadi normal karena setelah diberikan posisi semi fowler 30°
menyebabkan saluran napas yang utuh dan terhindar dari faktor pertukaran gas O2 dan
CO2 yang menjadikan suplai oksigen yang adekuat (Somantri, 2018).
Pada pemberian posisi semi fowler 30o pasien merasa nyaman dengan posisi
seperti itu karena posisi semi fowler 30o bisa membuat frekuensi napas pasien
mengurangi gangguan sistem pernapasan, karena pasien yang mempunyai rentang usia
tua merasa nyaman karena posisi ini tidak terlalu tinggi bagi kenyamanan untuk
terlentang. Faktor usia sangat berpengaruh pada posisi semi fowler dan banyak pasien
yang ingin melakukan posisi semi fowler 30o selama rawat inap. Penurunan sesak nafas
tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan posisi
semi fowler sehingga pasien dapat bernafas.
Menurut penelitian (Satria dan Sahrudi 2020) memberi pasien asma postur semi-
Fowler mengurangi sesak napas. Sebelum semi-Fowler, laju pernapasan penderita asma
bronkial meningkat. Menurut (Inzana Maria 2019), 30 responden diberikan median
frekuensi napas sebelum postur semi-Fowler. Setelah semi- posisi, frekuensi napas rata-
rata Fowler adalah 22,5. (18-24). Fowler semi-postur meningkatkan stabilitas
pernapasan penderita asma. Postur semi-Fowler mengurangi sesak napas, memenuhi
kadar oksigen darah, dan membuat pasien rileks. Postur semi-Fowler ini membantu
mengurangi frekuensi pernapasan penderita asma.
Penelitian (Refi Safitri 2018) menemukan perbedaan sesak napas sebelum dan
sesudah postur semi-Fowler, dengan hasil uji T sebesar -15,327 dan p = 0,006. Menurut
penelitiannya (Refi Safitri 2018) asma menyebabkan sesak napas pada penderita asma
dengan cara membatasi jalan napas sehingga mempengaruhi pola pernapasan berulang.

Universitas Awal Bos


20

Menurut penelitian, perawatan oksigen dalam posisi semi fowler meningkatkan


kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen masing- masing sebesar 2,87 dan 4,99
persen. derajat kejenuhan Setelah setengah postur, pola pernapasan pasien Fowler akan
membaik dan stabil. Pada penelitian lain, (Arifian dan Kismanto 2018) pengobatan
(postur semi fowler) pada pasien asma bronkial di Puskesmas Air Upas Ketapang
mempengaruhi frekuensi pernafasan dengan p-value 0,00 0,05, sehingga posisi dapat
meminimalkan sesak napas. Pada posisi semi fowler rendah saturasi oksigen meningkat
2,87 persen dan pada posisi tinggi 4,99 persen. Perlakuan oksigen semi-Fowler
mempengaruhi kapasitas hemoglobin untuk mengikat oksigen, atau saturasi (Rachmadi
et al, 2019).
(Chanif dan Prastika 2019) mengatakan bahwa postur semi-fowler mengurangi
sesak napas, sehingga kondisi pernapasan lebih stabil dan kembali normal. Semi-fowler
mengurangi sesak napas, meningkatkan kadar oksigen darah, dan membuat pasien rileks.
Sehingga setelah pemberian semi fowler diharapkan nafas Kembali stabil karena
peredaran darah yang membawa oksigen sudah dapat mendisbusikan ke seluruh tubuh
secara teori semi fowler memang intervensi yang sederhana dalam pelaksanaanya yakni
pasien paling nyaman tidur telentang dengan kepala menghadap tempat tidur, 45 o hingga
60o (posisi Fowler), atau 15o hingga 30o (posisi setengah). Fowler's Fowler dapat
membantu penderita asma dengan sesak napas mendadak.
Menurut Asumsi Peneliti, terkait intervensi Penerapan Posisi Semi Fowler dalam
Penurunan Sesak Nafas, bahwa hal ini menunjukan bahwa posisi semi fowler
merupakan terapi non farmakologi yang efektif yang dapat menurunkan sesak nafas
pasien yang mengalami gangguan pernafasan seperti penyakit asma dan penerapan
posisi semi fowler ini dapat juga dilakukan dirumah untuk mengatur pernafasan tanpa
adanya efek samping. Postur semi-fowler memperbaiki sesak napas asma dengan
meningkatkan suplai oksigen, memulihkan fungsi pernapasan. Sesak napas terjadi ketika
sistem pernapasan kekurangan oksigen., sehingga tubuh memberikan kode berupa mati
lemas atau kesulitan bernapas sehingga penulis merekomendasikan posisi semi folwer
karena selain mudah di gunakan juga dapat dilakukan dalam kondisi darurat dan dapat di
bantu oleh siapapun tanpa harus petugas medis sehingga dapat menyelamatkan pasien

Universitas Awal Bos


21

dari bahaya penyakit asma saat asmanya kambuh dan nafas dapat kembali stabil pada
penderita sesak nafas.

B. Keterbatasan Pelaksanaan
Keterbatasan dalam pemberian intervensi dalam masalah penambahan pengukuran
posisi semi fowler karena ada beberapa pasien yang merasa nyaman dengan
penambahan posisi semi fowler dengan tingkat derajat yang melebihi dari intervensi
yang diberikan peneliti.

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan, pengkajian awal dengan pasien secara
keseluruhan pada keluhan Tn. K dengan Asma Bronchiale dilakukan Asuhan
Keperawatan selam 3 hari didapatkan adanya persamaaan antara konsep teoritis dan
kenyataan kasus yang ditemukan dilapangan, sesuai dengan data subjektif dan objektif
yang telah ditemukan :
1. Diagnosa keperawatan utama yaitu gangguan pola nafas berhubungan dengan
bronkospasme
2. Peneliti memberikan asuhan keperawatan pada masalah Tn. K yaitu tentang posisi
sem ifowler sehingga dapat disimpulkan bahwa diagnosa keperawatan yang
ditemukan dapat teratasi.
3. Dari hasil inovasi keperawatan yang dilakukan didapatkan hasil respon setelah
dilakukan yaitu penurunan sesak nafas dari 27x/menit menjadi 18x/menit dan hal
tersebut didukung juga dengan sikap pasien yang kooperatif, patuh saat diberikan
posisi semi fowler sehingga pasien dapat bernafas

B. Saran

Universitas Awal Bos


22

1. Bagi Profesi Perawat


Sebagai masukan untuk menambah bahan informasi, referensi dan
keterampilan dalam melakukan asuhan keperawatan sehingga mampu
mengoptimalkan pelayanan asuhan keperawatan terutama dengan masalah asma
bronchiale. Diharapkan perawat mampu memberikan dan meningkatkan kualitas
pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien khususnya pada
klien dengan masalah keperawatan gangguan pernafasan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai masukan dan tambahan wacana pengetahuan, menambah wacana bagi
mahasiswa dan sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan bagi
mahasiswa Profesi Ners khususnya yang berkaitan dengan asuhan keperawatan
pada pasien penderita asma bronchiale dengan penerapan posisi semi fowler.
3. Bagi Rumah Sakit 21
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan yang seoptimal mungkin
serta mampu menyediakan sarana/prasarana yang memadai dalam pemberian
asuhan keperawatan pada klien khususnya dengan diagnosa medis asma bronkhiale
4. Bagi Pasien dan Keluarga
Peneliti berharap agar terapi posisi semi fowler dapat mengurangi sesak serta
menambah edukasi dan wawasan dalam mengurangi sesak dengan klien asma
bronkhiale.

Universitas Awal Bos


23

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muchid, (2018). Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina
Farmasi Komunitas Dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan
Departemen Kesehatan RI.

Agina, Putra. 2021. “Terapi Blowing Ballon Untuk Mengurangi Sesak Nafas Pada.”
2(February): 92–100.

Aini, F., Sitorus, R. and Budiharto, B. (2018) ‘Pengaruh Breathing Retraining Terhadap
Peningkatan Fungsi Ventilasi Paru Pada Asuhan Keperawatan Pasien PPOK’, Jurnal
Keperawatan Indonesia, 12(1), pp. 29–33. doi: 10.7454/jki.v12i1.196

Alimul, Aziz. dan Musrifatul, U. (2018). Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia (KDM),
Pendekatan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Surabaya : Health Books Publishing.

Ameeo. (2018). ―Program Penatalaksanaan Asma.‖ Direktorat Pencegahan Dan


Pengendalian Penyakit Tidak Menular Direktorat Jenderal Pencegahan Dan
Pengendalian Penyakit.. Http://Www.p2ptm.Kemkes.Go.Id/Artikel- Sehat/Program-
Penatalaksanaan-Asma.

Arifian, L., & Kismanto, J. (2018). Pengaruh Pemberian Posisi Semi Fowler Terhadap
Respiration Rate Pada Pasien Asma Bronkial Di Puskesmas Air Upas Ketapang.
Jurnal Kesehatan Kusuma Husada. https://doi.org/10.34035/jk.v9i2.272

Fernandez, G.J., Saturti, T.I.A., (2018). Sistem Pernafasan. Histol. Dasar 3–12.

Universitas Awal Bos


24

Firdaus, S., Ehwan & Rachmadi (2019). Efektivitas Pemberian Oksigen Posisi Semi Fowler
terhadap Perubahan Saturasi Pada Pasien Asma Bronkial Persisten Ringan. JKEP

Kevin Andrian. (2020). ―Sering Sesak Napas? Ini Bisa Menjadi Penyebabnya.‖ Alodokter.
2020. https://www.alodokter.com/sering-sesak-nafas-ini-bisa- menjadi-penyebabnya

Chanif, Chanif, and Dewi Prastika. (2019). “Position of Fowler and Semi-Fowler to Reduce
of Shortness of Breath (Dyspnea) Level While Undergoing Nebulizer Therapy.” South
East Asia Nursing Research 1 (1): 14. https://doi.org/10.26714/seanr.1.1.2019.14-19.

Kementrian Kesehatan RI. 2019. ―Pusdatin.‖ Asma.


https://www.kemkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/infodatin/i nfodatin
asma 2019.pdf.

Kozier, dkk. (2018). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, & Praktik.
EGC.Jakarta

Maria, I., Hasaini, A., & Agianto. (2019). The Effect Of Semi Fowler Position On The
Stability Of Breathing Among Asthma Patients At Ratu Zalecha Hospital Martapura.
Jurnal Health Science and Nursing, 15(IcoSIHSN), 242–245.
https://doi.org/10.2991/icosihsn-19.2019.52 diakses tanggal 20 November 2020

Mayuni, et. al. (2018). Dalam Jurnal Pengaruh Latihan Pernapasan Diafragma Terhadap
Saturasi Oksigen pada Pasien Asma. Padang

Muttaqin, A. (2018).Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan. Salemba Medika. Jakarta

Nurul Rafiqua. (2020). ―Sesak Napas.‖ Sehatq. 2020.


https://www.sehatq.com/penyakit/sesak-napas

Padila. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika

Risnah, Risnah and Irwan, Muhammad (2021) Falsafah dan Teori Keperawatan dalam
Integrasi Keilmuan. Alauddin University Press, Makassar. ISBN 978-602-328-308-8

Ruth M. 2015. Physiotherapy For Respiratory And Cardiac Problems. Churchill


Livingstone : London

Safitri, Refi & Andriyani, Annisa. (2011). Keefektifan Pemberian Posisi Semi Fowler
Terhadap Penurunan Sesak Nafas Pada Pasien Asma Di Ruang Rawat Inap Kelas III
RSUD Dr. Moewardi Surakarta. STIKES Aisyiyah Surakarta. Jurnal Gaster, Vol. 8,
No. 2

Sahrudi, & Mirza Satria. (2020). Posisi Semi Fowler Menurunkan Frekuensi Napas Pasien
Universitas Awal Bos
25

Asma Bronkial. Jurnal Antara Keperawatan, 3(2).


https://doi.org/10.37063/antaraperawat.v3i2.181

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2018). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC

Soemantri, I. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Pernapasan (2nd ed.). Jakarta: Salemba Medika

Tampubolon, Gold Sp. 2018. ―Asthma.‖ Alomedika. 2017.


https://www.alomedika.com/penyakit/pulmonologi/asma/etiologi.

Wijayanti, Reni. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dewasa Penderita Asma Bronkial
dengan Masalah Keperwatan Ketidakefektofan Pola Nafas Di Ruang Asoka RSUD Dr.
Harjono Ponorogo. Karya Tulis Ilmiah. Ponorogo:Universitas Muhammadiyah

Yudhawati, R., & Krisdanti, D. P. A. (2019). Imunopatogenesis Asma. Jurnal Respirasi,


3(1). https://doi.org/10.20473/jr.v3-i.1.2017.26-33
Yulia, Anita, And Widia Lestari. 2019. “Pengaruh Nafas Dalam Dan Posisi Terhadap
Saturasi Oksigen Dan Frekuensi Nafas Pada Pasien Asma.” 1:67– 75. Doi:
10.33088/Jkr.Vlil.398

Zhu, Q., Huang, Z., Ma, Q., Wu, Z., Kang, Y., Zhang, M., ... & Huang, F. (2020). Supine
versus semi-Fowler’s positions for tracheal extubation in abdominal surgery-a
randomized clinical trial. BMC anesthesiology, 20(1), 1-9.

Universitas Awal Bos

Anda mungkin juga menyukai