Anda di halaman 1dari 49

Jurnal 1

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENERAPAN


KEWASPADAAN UNIVERSAL (UNIVERSAL PRECAUTION) OLEH
PERAWAT DI RUANG RAWAT INAP PENYAKIT DALAM (IRINA C)
RSUP. PROF Dr. R.
D. KANDOU MANADO
Adelina Gultom*, J. M. L. Umboh*, Bobby Polii*

* Program Pascasarjana Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK
Kewaspadaan universal (Universal precaution) adalah suatu tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan Universal Precaution oleh
perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di ruang
rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pada bulan Juni-Agustus 2016. Pengambilan sampel menggunakan teknik total
sampling yang berjumlah 73 orang. Data diperoleh melalui kuesioner yang telah
divalidasi. Data yang diperoleh ditabulasi dalam bentuk master tabel selanjutnya
dilakukan editing, coding, processing dan cleaning untuk dianalisis. Perhitungan
statistik dilakukan dengan menggunakan program komputer. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan
dengan penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang
signifikan antara ketersediaan sarana dengan penerapan universal precaution
oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan antara disiplin dengan
penerapan universal precaution oleh perawat, terdapat hubungan yang signifikan
antara supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat. Analisis
multivariat dengan metode regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang

29
paling dominan berhubungan dengan penerapan universal precaution oleh
perawat yaitu variabel ketersediaan sarana. Sebagai kesimpulan, terdapat
hubungan yang signifikan antara pengetahuan, ketersediaan sarana, disiplin dan
supervisi dengan penerapan universal precaution oleh perawat.

Kata kunci : Kewaspadaan Universal, Perawat

ABSTRACT
Universal precaution is an infection control measures undertaken by all health
workers to reduce the risk of spread of infection to be based on the principle that
the blood and body fluids can potentially transmit the disease, both from patients
and healthcare workers. The purpose of this study is to determine the factors
associated with the adoption of the Universal Precaution by nurses lounge
inpatient medicine (IRINA C) Dr Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. This study is a
quantitative study using cross sectional approach. Research conducted in
inpatient medicine (IRINA C) Dr Prof. Dr. R. D. Kandou Manado in June-August
2016. The samples were taken using total sampling technique which amounted to
73 people. Data obtained through questionnaires that have been validated. The
data tabulated in the form of a master table is then performed editing, coding,
processing and cleaning for analysis. Statistical calculations were performed
using the computer. These results indicate that there is a significant relationship
between knowledge and application of universal precaution by nurses, there is a
significant correlation between the availability of the application of the universal
precaution by nurses, there is a significant relationship between the disciplines
with the implementation of universal precaution by nurses, there is a significant
relationship between supervision of the implementation of universal precaution by
nurses. Multivariate analysis with logistic regression showed that the most
dominant variable associated with the implementation of universal precaution by
the variable availability of nurses. In conclusion there is a significant relationship
between knowledge, availability of facilities, discipline and supervision of the
implementation of universal precaution by nurses.

Keywords: Universal Precaution, Nurses


PENDAHULUAN

30
Kewaspadaan universal (Universal precaution) adalah suatu tindakan
pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk
mengurangi resiko penyebaran infeksi dengan didasarkan pada prinsip bahwa
darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari
pasien maupun petugas kesehatan (Nursalam, 2007). Infeksi silang yang terjadi di
suatu pusat pelayanan kesehatan atau yang dikenal sebagai infeksi nosokomial
merupakan salah satu resiko kerja terbesar yang dihadapi oleh tenaga kesehatan
yang ada di setiap pusat pelayanan kesehatan. Seperti yang diperkirakan WHO
pada tahun 2002, telah terjadi lebih dari 16.000 kasus penularan hepatitis C virus,
66.000 kasus penularan hepatitis B dan 1000 kasus penularan HIV pada tenaga
kesehatan diseluruh dunia (Yusran, 2008).
Menurut Departemen Kesehatan RI (Anonim,2010), dasar kewaspadaan
universal ini meliputi cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat
pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta
cairan infeksius yang lain, pengelolaan alat kesehatan, pengelolaan jarum dan alat
tajam untuk mencegah perlukaan, serta pengelolaan limbah. Dalam menggunakan
kewaspadaan universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama
dengan menggunakan prinsip ini, tanpa memandang penyakit atau diagnosanya
dengan asumsi bahwa setiap pasien memiliki resiko akan menularkan penyakit
yang berbahaya.
Perawat adalah petugas kesehatan yang paling sering berhubungan dengan
pasien, sehingga dari semua petugas kesehatan perawatlah yang paling beresiko
terpapar penularan penyakit infeksi blood borne seperti HIV,
Hepatitis B dan Hepatitis C, yang berasal dari sumber infeksi yang diketahui atau
yang tidak diketahui seperti benda terkontaminasi, jarum suntik bekas pakai dan
benda tajam lainnya.Secara global, lebih dari 35 juta petugas kesehatan
menghadapi resiko luka perkutan akibat terkena benda tajam yang terkontaminasi.
Insiden terpapar mikroorganisme yang diobservasi diantara semua petugas
kesehatan yang paling tinggi terpajan adalah perawat (Efstathiou, et.al., 2011).
Pelaksanaan prinsip kewaspadaan universal di Indonesia masih kurang (Yusran,
2008). Contoh hasil penelitian yang dilakukan Purwaningtias (2007) tentang
penerapan kewaspadaan universal oleh petugas kesehatan dalam memberikan
pelayanan kesehatan terhadap pasien pengidap HIV/AIDS di RS. Dr. Sardjito
Yogyakarta yang dinyatakan masih belum begitu maksimal. Hal ini disebabkan
31
karena belum terpenuhinya persediaan peralatan, sarana dan prasarana yang
tersedia di rumah sakit tersebut serta petugas layanan kesehatan yang terlalu sibuk
dengan pekerjaannya sehingga penerapan kewaspadaan universal menjadi
terabaikan.
RSUP Prof. dr. R. D. Kandou merupakan rumah sakit umum milik pemerintah
Provinsi Sulawesi Utara yang sekaligus merupakan rumah sakit pendidikan tipe A
plus serta sebagai rumah sakit rujukan bagi rumah sakit tipe
B dengan cakupan wilayah kerja Sulawesi bagian Utara. Berdasarkan survey awal
yang dilakukan peneliti sebelumnya diketahui angka prevalensi infeksi silang
yaitu sebesar 9,1% (Tim Pandalin RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou, 2014) dan pada
tahun 2015 tercatat sebesar 10,6%. Angka tersebut berada diatas prevalensi rata-
rata rumah sakit pemerintah di Indonesia yaitu sebesar 6,6% (Ramah, 1995
dikutip dalam Wati, 2006). Berdasarkan survey yang dilakukan pada bulan
Januari sampai Mei 2016 diketahui incidence rate di ruangan rawat inap penyakit
dalam RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou yaitu sebesar 13,3 %. Berdasarkan studi
dokumentasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 22 April 2015 diketahui
bahwa angka kecelakaan kerja di RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou selama tahun
2014 sebanyak 9 kasus, sedangkan pada tahun 2015 terhitung dari bulan Januari
sampai April 2015 adalah sebanyak 6 kasus. Kejadian tersebut terjadi hampir
merata di setiap unit yang ada di rumah sakit termasuk unit emergensi. Adapun
yang menjadi korban kecelakaan kerja tersebut adalah perawat dan mahasiswa
praktek dengan jenis kecelakaan yaitu tertusuk jarum bekas pakai pasien.
Pelaksanaan prinsip kewaspadaan universal oleh tenaga perawat di rawat inap
penyakit dalam (IRINA C) RSUP. Prof. dr. R. D. Kandou sejauh ini masih belum
terlaksana dengan baik. Dari 6 orang perawat yang saat itu berdinas, peneliti tidak
melihat satu pun perawat yang menggunakan sarung tangan, masker ataupun gaun
pelindung saat melakukan pengkajian (primary survey) terhadap pasien, kecuali
untuk pasienpasien rujukan rumah sakit daerah yang diagnosisnya sudah jelas
seperti
Tuberculosis, Hepatitis, dan sebagainya. Selain itu alat pelindung diri, khususnya
sarung tangan hanya digunakan saat melakukan tindakan invasif saja, padahal,
seharusnya sebagai perawat mereka tahu apa saja cara penularan infeksi
diantaranya melalui darah dan cairan tubuh lainnya, udara, kontak, melalui media
atau vektor guna mencegah penularannya (Tiejen, 2004). Hasil wawancara
32
yang dilakukan peneliti pada tanggal 6 dan 10 April 2015 dengan penanggung
jawab perawat sekaligus 5 orang perawat rawat inap penyakit dalam (IRINA C)
diketahui bahwa pada dasarnya perawat tahu dan paham tentang prinsip
kewaspadaan universal. Disamping itu, fasilitas, sarana dan prasarana atau alat-
alat pelindung diri juga sudah tersedia dengan sempurna dan siap pakai, seperti
sarung tangan, masker dan gaun pelindung, namun penggunaannya masih kurang.
Mereka mengatakan bahwa bekerja sesuai dengan teori yang ada tidak semudah
membalikkan telapak tangan, banyak hal dari teori yang didapat tidak bisa
diterapkan saat berada di lapangan, salah satunya yaitu penerapan kewaspadaan
universal.
Salah satu contoh bahwa sesungguhnya kekurang patuhan perawat untuk
menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan universal ini bukan dikarenakan
keterbatasan fasilitas ataupun prasarana rumah sakit. Dengan alasan inilah peneliti
menjadi tertarik untuk melakukan penelitian di unit ini. Peneliti memiliki
keinginan yang kuat untuk mengetahui apa saja diantara faktor yang sudah
disebutkan diatas yang berhubungan dengan ketidakpatuhan perawat dalam
menerapkan prinsipprinsip kewaspadaan universal. Beberapa fakor dari faktor-
faktor tersebut dipilih sesuai dengan hasil observasi saat dilakukan studi
pendahuluan di bagian IRINA C, kemudian baru ditambahkan beberapa faktor
lain yang dirasa sesuai dan memiliki hubungan yang signifikan dengan tindakan
kepatuhan perawat dalam menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan universal
dalam bekerja. Faktor tersebut antara lain pengawasan kerja dan persepsi terhadap
pertimbangan nilai etika dalam memberikan pelayanan optimal kepada
masyarakat.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan


menggunakan pendekatan cross sectional study karena rancangan dalam
penelitian ini pengukuran atau pengamatannya dilakukan secara simultan pada
saat itu saja. Penelitian ini dilaksanakan di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
pada bulan Juni sampai Agustus 2016. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado berjumlah 73 perawat. Seluruh perawat di ruang rawat inap

33
penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado berjumlah 73
orang dijadikan sampel
(total populasi).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hubungan Antara Pengetahuan

Perawat Dengan Penerapan Universal precaution Oleh Perawat Di Ruang


Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA
C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Hasil penelitian menunjukkan antara faktor pengetahuan dengan keputusan
pasien untuk memilih, diperoleh data bahwa jumlah responden yang menjawab
pengetahuan baik sebanyak 54 responden (74,0%) dengan universal precaution
yang kurang baik sebanyak 6 responden (8,2%) dan yang baik sebanyak 13
responden (17,8%); sedangkan jumlah responden yang menjawab pengetahuan
kurang baik sebanyak 19 responden (26,0%) dengan tidak ada universal
precaution yang kurang baik dan yang baik sebanyak 54 responden (74,0%).
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai
p=0,000>α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
faktor pengetahuan dengan penerapan universal precaution oleh perawat di
Ruang Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP. Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Rahmania, (2011) yang meneliti predisposing, enabling, dan reinforcing factors
dalam penerapan Universal precaution infeksi nosokomial pada perawat (Studi
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Delta Surya Sidoarjo). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kuat hubungan pengetahuan (C=0,463, p=0,004), terhadap
penerapan Universal precaution infeksi nosokomial adalah sedang. Untuk
meningkatkan penerapan universal precaution infeksi nosokomial maka
manajemen rumah sakit perlu mengadakan pelatihan untuk perawat.
Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Askarian dan Assadian tahun
2009 untuk menilai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap universal
precaution di kalangan dokter gigi dan mahasiswa kepaniteraan klinik,
menunjukkan bahwa skor pengetahuan responden 6,71 ± 0,99 dari skor
maksimal 9. Hal ini menunjukkan bahwa, tingkat pengetahuan responden
memuaskan, tetapi perilaku penerapan Universal precaution mereka tidak
mencapai tahap yang diharapkan. Di samping itu, dijumpai suatu hubungan

34
linear positif antara pengetahuan dan perilaku(r=0,394, p<0,001). Ini berarti
walaupun pengetahuan responden baik berpengaruh terhadap perilaku responden.
Demikian juga Gunawan (2012) yang menganalisis Faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku universal precaution Pada Perawat Pelaksana Di
Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sampel sebanyak 40
responden dengan hasil penelitian umur responden rata-rata 35,70 tahun dengan
umur responden paling muda adalah 25 tahun dan paling tua adalah 43 tahun.
Pendidikan sebagian besar D3 sebanyak 36 orang (90,0%) dan S1 sebanyak 4
orang (10,0%). Masa kerja responden rata-rata 14,13 tahun masa kerja paling
rendah adalah 3 tahun dan tertinggi adalah 22 tahun. Pengetahuan sebagian besar
baik sebanyak 30 orang (75,0%). Ada hubungan pengetahuan dengan perilaku
universal precaution s pada perawat pelaksana di Instalasi Bedah Sentral RSUP
Dr. Kariadi Semarang. Rosyidah dan Hariyono (2011) meneliti hubungan
tingkat pengetahuan perawat dengan penerapan universal precaution pada
perawat di Bangsal
Rawat Inap Rumah Sakit PKU

Muhammadiyah Yogyakarta. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad


Dahlan, Yogyakarta menemukan hubungan pengetahuan dengan perilaku
universal precaution .
Tingginya frekuensi kontak darah antara pasien dengan perawat saat tindakan
invasif akan meningkatkan risiko terjadinya infeksi nosokomial pada perawat.
Oleh karena itu perlu adanya penerapan universal precaution infeksi nosokomial.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi sangat penting untuk petugas kesehatan
di rumah sakit dan sarana kesehatan lainnya yang merupakan sarana yang rawan
terhadap terjadinya infeksi. Kemampuan untuk mencegah transmisi infeksi di
rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan pertama dalam
pemberian pelayanan yang bermutu oleh petugas kesehatan dalam pemberian
pelayanan. Untuk seorang perawat kemampuan mencegah infeksi memiliki
keterkaitan yang tinggi dengan pekerjaan karena mencakup setiap aspek
penanganan pasien.
Pengetahuan penerapan universal precaution merupakan hasil dari tahu, dan
ini terjadi setelah orangmelakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan,

35
pendengaran, penciuman, rasa danraba. (Notoatmodjo, 2003). Menurut teori
perubahan perilaku kesehatan, penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung
kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.
Perilaku dapat berubah hanya apabila stimulus yang diberikan benar-benar
melebihi dari stimulus semula (mampu meyakinkan). Karena itu kualitas dari
sumber komunikasi sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku
penerapan universal precaution.
Ada suatu keadaan cognitive dissonance yang merupakan ketidakseimbangan
psikologis, yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai
keseimbangan kembali. Dissonance tejadi karena dalam diri individu terdapat
elemen kognisi yang bertentangan, pengetahuan, pendapat atau keyakinan.
Apabila terjadi penyesuaian secara kognitif, akan ada perubahan sikap yang
berujung perubahan perilaku. Perubahan perilaku individu tergantung kebutuhan.
Stimulus yang dapat memberi perubahan perilaku individu adalah stimulus yang
dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Strategi perubahan
perilaku menurut WHO yaitu dengan menggunakan kekuatan (Enforcement),
menggunakan kekuatan peraturan atau hukum (Regulation), pendidikan
(Education).

Hubungan Antara Ketersediaan Sarana Dengan Penerapan Penerapan


Universal precaution Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam
(IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
Berdasarkan tabulasi silang yang dilakukan antara faktor ketersediaan sarana
dengan keputusan pasien untuk memilih, diperoleh data bahwa jumlah responden
yang menjawab ketersediaan sarana baik sebanyak 49 responden (67,1%) dengan
universal precaution yang kurang baik sebanyak 5 responden (6,8%) dan yang
baik sebanyak 19 responden (26,0%); sedangkan jumlah responden yang
menjawab ketersediaan Sarana kurang baik sebanyak 24 responden (32,9%)
dengan universal precaution yang kurang baik sebanyak 1 responden (1,4%)
dan yang baik sebanyak 48 responden (65,8%).
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai
p=0,013<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
faktor ketersediaan sarana dengan penerapan Universal precaution oleh perawat

36
Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado.
Hasil ini berbeda dengan penelitian Rahmania, (2011) meneliti predisposing,
enabling dan reinforcing factors dalam penerapan Universal precaution infeksi
nosokomial pada perawat (Studi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Delta Surya
Sidoarjo). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kuat hubungan enabling factor
yaitu penyediaan APD (C=0,475, p=0,003) dan sarana mencuci tangan (C=0,580,
p=0,000) terhadap penerapan universal precaution infeksi nosokomial adalah
sedang, sedangkan penyediaan sarana pembuangan sampah ruangan (C=0,192,
p=0,283) memiliki hubungan sangat rendah. Peneliti menyarankan agar untuk
meningkatkan penerapan universal precaution infeksi nosokomial maka
manajemen rumah sakit perlu mengecek secara rutin ketersediaan dan kualitas
prasarana, menetapkan prosedur khusus penerapan universal precaution infeksi
nosokomial, menyebarkan poster/pamflet petunjuk praktis penerapan universal
precaution infeksi nosokomial.
Infeksi di rumah sakit ini dapat disebabkan oleh mikroorganisme yang didapat
dari orang lain (cross infection) atau disebabkan oleh flora normal dari pasien itu
sendiri (endogenous infection). Bakteri ini berkembang di lingkungan rumah sakit
yang berasal dari air, udara, lantai, makanan serta alat-alat medis maupun non
medis. Sumber penularan bisa melalui tangan petugas kesehatan, jarum injeksi,
kateter, kasa pembalut atau perban dan karena penanganan yang kurang tepat
dalam menangani luka. Selain pasien, infeksi nosokomial ini juga dapat mengenai
petugas rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien maupun penunggu
dan para pengunjung pasien (Bararah, 2009).
Infeksi terkait sarana pelayanan kesehatan adalah tantangan yang serius bagi
rumah sakit karena hal tersebut dapat menyebabkan kematian, baik langsung
maupun tidak langsung serta menjadikan pasien dirawat lebih lama dan memakan
biaya lebih mahal. Semakin tingginya kasus infeksi yang didapat dari rumah sakit,
hendaknya pihak rumah sakit menyusun program upaya pengendalian infeksi yang
serius.
Dalam UU No. 1 tahun 1970 pasal 14 butir c menyatakan bahwa pihak
pengelola diwajibkan untuk menyediakan secara cuma-cuma semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada pekerja yang berada dibawah
pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja
37
tersebut,disertai dengan petunjukpetunjuk yang diperlukan menurut petunjuk
pegawai pengawas atau ahliahli keselamatan kerja. Yang termasuk perlindungan
diri adalah mencuci tangan, pemakaian baju praktek, penggunaan sarung tangan,
penggunaan kaca mata pelindung, penggunaan masker, penggunaan rubber dam
dan imunisasi. Mencuci tangan dengan sabun perlu dilakukan setiap sebelum dan
sesudah merawat pasien. Setiap kali selesai perawatan, sarung tangan harus
dibuang dan tangan harus dicuci lagi sebelum mengenakan sarung tangan yang
baru.
Tenaga kesehatan harus memakai jas praktek yang bersih dan sudah dicuci.
Jas tersebut harus diganti setiap hari dan harus diganti saat terjadi
kontaminasi.Semua tenaga kesehatan harus memakai sarung tangan lateks atau
vinil sekali pakai. Tujuan penggunaan sarung tangan adalah untuk mencegah
bersentuhan langsung dengan darah, saliva, mukosa, cairan tubuh, atau sekresi
tubuh lainnya dari penderita. Sarung tangan vinil dapat dipakai untuk mereka yang
alergi terhadap lateks. Sarung tangan harus diganti setiap selesai perawatan pada
setiap pasien.
Pemakaian masker seperti masker khusus untuk bedah sebaiknya digunakan
pada saat menggunakan instrumen berkecepatan tinggi untuk mencegah
terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan atas dan bawah.
Efektivitas penyaringan dari masker tergantung pada bahan yang dipakai (masker
polipropilen lebih baik dari masker kertas) dan lama pemakaian (efektif 30 – 60
menit). Sterilisasi adalah setiap proses (kimia atau fisik) yang membunuh semua
bentuk hidup terutama mikroorganisme termasuk virus dan spora bakteri.
Sterilitas dapat dengan mudah dipastikan dengan menggunakan alat – alat
sekali pakai/ disposible. Yang paling penting adalah penggunaan jarum suntik
yang digunakan untuk anestesi lokal atau bahan lain. Jarum tersebut terbungkus
sendiri-sendiri dan disterilkan, sehingga dijamin ketajaman dan sterilitasnya.
Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, tisu
bekas, dan penutup permukaan yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh harus
ditangani secara hati-hati dan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang kuat dan
tertutup rapat untuk mengurangi kemungkinan orang kontak dengan benda-benda
tersebut. Bendabenda tajam seperti jarum atau pisau skalpel harus dimasukkan
dalam tempat yang tahan terhadap tusukan sebelum dimasukkan dalam kantung

38
plastik. Jaringan tubuh juga harus mendapat perlakuan yang sama dengan benda
tajam.

Hubungan Antara Disiplin Perawat Dengan Penerapan Universal precaution


Oleh Perawat Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP Prof.
Dr. R. D. Kandou Manado
Berdasarkan tabulasi silang yang dilakukan antara faktor disiplin dengan
keputusan pasien untuk memilih, diperoleh data bahwa jumlah responden yang
menjawab disiplin baik sebanyak 51 responden (69,9%) dengan universal
precaution yang kurang baik sebanyak 6 responden (8,2%) dan yang baik
sebanyak 16 responden (21,9%); sedangkan jumlah responden yang menjawab
disiplin kurang baik sebanyak 22 responden (30,1%) dengan tidak ada universal
precaution yang kurang baik dan yang baik sebanyak 51 responden (69,9%).
Berdasarkan hasil analisis uji chi-square didapatkan hasil dengan nilai
p=0,000<α=0,05 yang menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara
faktor disiplin dengan penerapan Universal precaution oleh perawat di Ruang
Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit dapat dilakukan melalui
pelaksanaan program universal precaution atau tindakan – tindakan aseptis dan
antiseptis yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, baik perawat maupun dokter.
Tindakan universal precaution ini meliputi : mencuci tangan, penggunaan sarung
tangan, penggunaan cairan aseptik, pengelolaan alat bekas pakai maupun
instrument tajam.
Pengetahuan tentang pencegahan infeksi nosokomial sangat penting untuk petugas
rumah sakit terutama bagi seorang perawat, karena kemampuan untuk mencegah
transmisi infeksi di rumah sakit dan upaya pencegahan infeksi adalah tingkatan
pertama dalam upaya pemberian pelayanan yang bermutu
(Irianto, 2010).

Jayanti, (2009) menunjukkan, mayoritas responden tergolong disiplin dalam


pelaksanaan universal precaution. Sementara itu, koefisien gamma menunjukkan
bahwa faktor komitmen karyawan (0,282), faktor kesadaran resiko tertular
(0,641), faktor 4 kepemimpinan (0,266) dan faktor sifat pekerjaan (0,641)

39
memiliki hubungan yang positif dengan kedisiplinan perawat dalam pelaksanaan
universal precaution.

Hubungan Antara Supervisi Dengan Penerapan Universal Precaution Oleh


Perawat Di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr.
R. D. Kandou Manado
Berdasarkan tabulasi silang yang dilakukan antara faktor supervisi dengan
keputusan pasien untuk memilih, diperoleh data bahwa jumlah responden yang
menjawab supervisi baik sebanyak 55 responden (75,3%) dengan universal
precaution yang kurang baik sebanyak 5 responden (6,8%) dan yang baik
sebanyak 13 responden (17,8%); sedangkan jumlah responden yang menjawab
supervisi kurang baik sebanyak 18 responden (24,7%) dengan universal
precaution yang kurang baik sebanyak 1 responden (1,4%) dan yang baik
sebanyak 54 responden (74,0%). Berdasarkan hasil analisis uji chi-square
didapatkan hasil dengan nilai p=0,003<0,05 yang menunjukkan terdapat
hubungan yang bermakna antara Hubungan antara supervisi dengan penerapan
universal precaution oleh perawat di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA
C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
Berdasarkan hasil uji chi square, diperoleh hubungan yang signifikan antara
supervise dengan pelaksanaan kewaspadaan umum pada perawat pelaksana dalam
pencegahan infeksi nosokomial di ruang rawat inap RS Stella Maris Makassar
tahun 2014 dengan nilai p=0,012. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Sukriani (2013) yang menyatakan bahwa supervisi
kepala ruangan berhubungan pelaksanaan kewaspadaan umum di rawat inap
RSUP.DR Wahidin Sudirohusodo. Seseorang akan patuh bila masih dalam tahap
pengawasan, bila pengawasan mengendur maka perilaku akan ditinggalkan
artinya ketika pengawasan itu sudah mulai menurun maka perawat untuk
melakukan pencegahan infeksi nosokomial semakin rendah, mereka bekerja
semau dengan yang mereka mau bukan semesti yang telah ada dalam standar
prosedur operasional (SOP) untuk melakukan pencegahan infeksi nosokomial.
Sejalan pula dengan penelitian Qalbia yang mengatakan bahwa ada hubungan
yang signifikan antara supervisi dengan kinerja perawat pelaksana dalam
menerapkan patient safety di ruang rawat inap RS Universitas Hasanuddin.

40
Penelitian yang dilakukan Sukriani (2013) menunjukkan Hasil uji statistik
dengan menggunakan uji chi-square diperoleh nilai p = 0,042, karena nilai p <
0,05 maka Ho di tolak dan Ha diterima dan Ҩ = 0,199. Dengan demikian terdapat
hubungan signifikan antara supervisi dengan pelaksanaan kewaspadaan universal
oleh perawat di rawat inap RSUP.DR.Wahidin Sudirohusodo Makassar tahun
2013. Supervisi dimaksudkan disini adalah kegiatan mengarahkan, membimbing,
mendorong dan memotivasi perawat untuk dapat melaksanakan kewaspadaan
universal. Penelitian ini didukung oleh penelitian
Jayanti (2010) yang menyatakan ada hubungan supervisi dengan kinerja perawat
dalam penerapan MPKP di RSJD Surakarta (p=0,024). Kepala ruang mempunyai
tugas untuk melakukan supervisi terhadap kinerja perawat. kepala ruangan
bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang
diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya (McGoven, 2000).
Peran supervisi kepala ruangan sebagai yang memimpin bawahannya dalam
upaya pelaksanaan kewaspadaan universal sangat penting dilakukan apabila
kepala ruangan tersebut menyadari akan kewajibannya untuk selalu melakukan
arahan dan bimbingan kepada bawahannya untuk dapat melaksanakan
kewaspadaan universal dengan sebaik mungkin sehingga bawahannya dalam
melakukan pelayanan kepada pasien selalu dengan berdasarkan akan
kewaspadaan universal.

KESIMPULAN

1. Terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan penerapan universal


precaution oleh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
2. Terdapat hubungan antara ketersediaan sarana dengan penerapan universal
precaution oleh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP
Prof. Dr. R. D. Kandou Manado.
3. Terdapat hubungan antara disiplin dengan penerapan universal precaution
oleh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou
Manado.

41
4. Terdapat hubungan antara supervisi dengan penerapan universal precaution
oleh perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado
5. Variabel ketersediaan sarana menjadi variabel yang paling dominan dengan
penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat inap penyakit
dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado

SARAN

1. Pengetahuan perawat tentang penerapan universal precaution oleh perawat di


ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado dapat ditingkatkan melalui pelatihan, keikutsertaan dalam
seminar tentang patient safety.
2. Sarana penunjang dalam mendukung penerapan universal precaution oleh
perawat di ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R.
D. Kandou Manado perlu dilengkapi

dan diadakan secara kontinu misalnya ketersediaan sabun, handschoen dll.


3. Disiplin perawat dengan penerapan universal precaution oleh perawat di
ruang rawat inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou
Manado perlu ditingkatkan melalui penghargaan bagi perawat.
4. Supervisi dalam penerapan universal precaution oleh perawat di ruang rawat
inap penyakit dalam (IRINA C) RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado perlu
ditingkatkan melalui pemberian sanksi bagi yang tridak menerapkan universal
precaution.
5. Secara umum perlu diadakan penyegaran kepada para perawat dengan studi
banding di beberapa rumah sakit rujukan yang memiliki universal precaution
yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di


Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan.

42
Assadian, A. 2009. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Rumah Sakit
Gigi Dan Mulut Pendidikan
FKG USU Terhadap

Penatalaksanaan Prosedur

Standard Precautions Pada Pasien Yang Berisiko Tinggi Menularkan Penyakit


HIV, Hepatitis B, Hepatitis C dan TBC. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Sumatra Utara. Medan.
Bararah, 2009. Infeksi Di Rumah Sakit , http://www.medicastore.com.
Dahlan, M. 2013. Besar Sampel Dan Cara Pengambilan Sampel. Edisi 3, Jakarta:
Salemba Medika, 2013: 138-9.
Efstathiou, G, E Papastavio, V Raftopoulus, and A Merkouris.
2011. Factors Influencing Nurses
Compliance with Standard Precautions in order to Avoid Occupational
Exposure to Microorganisms: A Focus Group
Study. BMC Nursing, 10 (1): 1-12

Gunawan. 2012. Analisis Faktor-Faktor

Yang Berhubungan Dengan

Perilaku Universal precaution

Pada Perawat Pelaksana Di

Instalasi Bedah Sentral Rsup Dr. Kariadi Semarang. Fakultas Ilmu


Keperawatan Universitas

Muhammadiyah. Semarang.

Hariyono, R. 2011. Hubungan tingkat pengetahuan perawat dengan


penerapan universal precaution pada perawat di Bangsal Rawat
Inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Fakultas Kesehatan
Masyarakat
Universitas Ahmad Dahlan.

Yogyakarta.
Jayanti, E. 2010. Analisis Faktor Yang Berhubungan Dengan Kedisiplinan
Perawat dalam Pelaksanaan
Universal Precaution di Instalasi

43
Rawat Inap RS.William Booth.

Surabaya. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasioanal. Volume 4. No. 2. Hal


4-8.
McGoven,G. 2000. Factors Affecting Universal precaution Compliance.
Journal of Business and

Psychology. Vol.

200.No.151;Proquest pg 149.

Notoatmodjo, S. 2003. Pengantar Pendidik dan Ilmu Perilaku


Kesehatan, Andi Offset,

Yogyakarta.

Nursalam, 2007. Manajemen

Keperawatan dan Aplikasinya,

Penerbit Salemba. Medika, Jakarta

Qalbia, M. N. 2013. Hubungan Motivasi dan Supervisi Terhadap Kinerja Perawat


Pelaksana dalam Menerapkan Patient Safety Di Rawat Inap RS Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Rahmania. 2011. Predisposing,

Enabling, and Reinforcing Factors dalam Penerapan Universal precaution


Infeksi Nosokomial pada Perawat (Studi Di Instalasi Rawat Inap Rumah
Sakit Delta Surya Sidoarjo). Universitas Airlangga. Surabaya.
Sukriani, I. Kapalawi, dan S. A. Pasinringi. 2013. Hubungan Faktor Organisasi
Dengan Pelaksanaan Kewaspadaan Universal Oleh Perawat di Rawat Inap
RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, UNHAS, Makassar
Yusran, 2008. Kewaspadaan universal oleh perawat (http://www.pdf.com, diakses
22 Agustus 2015)

44
Jurnal 2

PELAKSANAAN UNIVERSAL PRECAUTIONS OLEH PERAWAT DAN


PEKARYA KESEHATAN
(Studi Kasus di Rumah Sakit Islam Malang Unisma)

Hidayad Heny Sholikhah dan Andryansyah Arifin*

ABSTRACT

Unjversa/ precautions is important for prevention of nosocomia/ Infections


among patients and health care providers (especially hepatitis B/C and
HIV/AIDS). The objective of this study was to deterrnine implementation of
universal precautions. This was a case study. Data were collected using interview
and observations, at Rumah Sakit Islam Malang Unisma year 2005. There were
ten nurses and assistant nurses working at hospital ward interviewed.

45
Result of this study Indicated that in general the universal precautions had been
implemented but not in accordance with the standard prosedure of universal
precautions. Only 50% of the respondent practiced correctly hands washing and
none hand gloves. All respondents did incorrect procedure for sterilizations of
hand gloves and medical equipments. All needles were not decontaminated before
disposal. Supporting facilities particularly the standard operating prosedure for
universal prosedure and pre service training were not available.
It was concluded that the implementation of universal precautions were not
match with the standard prosedure. So the potential risks of nosocomial infections
cannot be reduced, in the other hand increase nsks of hepatitis B/C and HIV/AIDS
transmission among patient and health providers. The nurses and assistant nurses
never got pre-service training for universal precautions by hospital management.
Based on the results, it recomended to provide the standard prosedure of
universal precautions and to train all health prouder (nurses and assistant nurses)
who deliver service in hospital ward to be able to implement universal precautions
correctly. And it is necessary to conduct further study on implementation of
universal precautions at health centers with Inpatient ward and others hospital

Key words: universal precautions, practices, hospital

PENDAHULUAN sebagai sumber potensial untuk


Universal Precautions merupakan penularan infeksi termasuk HIV
upaya yang dilakukan dalam rangka (Depkes dan Kesos RI, 2001).
perlindungan, pencegahan dan Sehingga diharapkan setiap petugas
meminimalkan infeksi silang (cross pelayanan kesehatan mampu
infections) antara petugas pasien menerapkan pnnsip universal
akibat adanya kontak langsung dengan precautions. Penerapan kewaspadaan
pasien atau cairan tubuh pasien yang universal ini bertujuan tidak hanya
terinfeksi penyakit menular (seperti melindungl petugas dari resiko
HIV/AIDS dan hepatitis). Prinsip mempunyai kecenderungan rentan
kewaspadaan universal adalah bahwa terhadap segata macam infeksi yang
darah dan semua jenis cairan tubuh, mungkin terbawa oleh petugas.
sekreta, kulit yang tidak utuh dan Menurut data dinkes provinsi Jawa
selaput lendir penderita dianggap Timur (2004), Jawa Timur merupakan

46
urutan nomor empat terbanyak dalam untuk setiap kasus HIV positif yang
kasus HIV/AIDS di Indonesia. Dalam terdeteksi dianggap ada 100 orang
data terakhir disebutkan bahwa dafam yang sudah terinfeksi HIV tetapi
kurun waktu 2 tahun (Juni 2002 betum terdeteksi (fenomena gunung
sampai Agustus 2004) terjadi es). Dengan kata lain kasus-kasus HIV
peningkatan kasus HIV dan AIDS positif dan AIDS yang diketahui
sekitar 2 kali lipat lebih besar. Hal ini hanyalah sebagian sangat kecil dari
perlu diwaspadai terutama bagi kasus-kasus HIV positif dan AIDS
petugas kesehatan tempat pemberi yang sesungguhnya ada di masyarakat.
pelayanan kesehatan. Menurut WHO,
terpajan oleh infeksi namun juga meåndungi klien yang

Pusat Penellttan oan Pengembangan Pelayanan dan Teknologl Kesehatan -


Surabaya

Butetin Peneiitian -8 I
29 -39
Walaupun bukti insiden kasus penyakit didesinfeksi namun tidak adekuat, atau
menular seperti HIV/AtDS ataupun juga melalui proses transfusi darah.
Hepatitis B/C pada petugas kesehatan Berdasarkan hasil penelitian jaringan
belum banyak ditemukanı namun epidemiologi nasional tahun 1992 serta
adanya peningkatan prevalensi penelitian Agus W Budi tahun 1995,
tersebut memungkinkan timbulnya pengetahuan, sikap, persepsi dan
peningkatan penularan pada petugas perilaku petugas kesehatan dalam
kesehatan medis maupun perawat yang rangka penerapan üniversal
merawat pasien. WHO (2000) precautions terutama yang
menyebutkan bahwa kemungkinan berhubungan dengan potensi
risiko infeksi HIV dari pasien saat penyebaran HIV/AIDS berada dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan tingkat yang memprihatinkan.
adalah rendah yaitu sekitar 0,3961 dan Sehingga peran dari kelalaian petugas
kebanyakan berhubungan dengan kesehatan yang kurang atau bahkan
kecelakaan jarum suntik dari pasien tidak mematuhi protokol Universal
yang terinfeksi HIV yang belum Precautions adalah cukup besar.
melalui proses desinfeksi atau sudah Sehingga potensi peningkatan

47
penyebaran penyakit menular terutama Universal Precaufions oleh petugas
HIV/AIDS dan hepatitis semakin kesehatan meliputi tindakan mencuci
besar. tangan, pemakaian handscoen,
Berdasarkan data rakam medik RSj sterilisasi alat kesehatan logam/tajam,
Malang Unisma, dalam 2 tahun sterilisasi handscoen, desinfeksi bahan
terakhir terdapat sekitar 3—4 orang kain, desinfeksi lantai/meja periksa
penderita yang terdeteksi positif HIV. dan pengeloiaan limbah medis, serta
Dengan penelitian ini diharapkan data mengetahui ketersediaan fasilitas
yang diperofeh dapat dimanfaatkan penunjang Universal Precautions.
sebagai data primer dalam menangani Diharapkan, data yang diperoleh dapat
permasarahan yang ada sehubungan sebagai maşukan dalam upaya
dengan pelaksanaan üniversal menegakkan "disiplin Universal
precautions di Rumah Sakit Islam precautions" di tempat pelayanan
Malang sesuai standar yang berlaku, kesehatan dijad(kan acuan guna
baik melalui peningkatan kualitas penelitian selanjutnya.
SDM maupun peningkatan sarana-
prasarana termasuk pembakuan METODOLOGI PENELITIAN

standart operasional prosedure tentang Metode penelitian merupakan studi


üniversal precautjons di Rumah Sakit. kasus dengan design studi deskriptif
Dengan adanya penerapan üniversal ekploratif. Populasi terdiri dari
precautions yang berkualitas, perawat dan pekarya kesehatan.
diharapkan peningkatan prevalensi Sampel sebanyak 10 orang terdiri dari
penyakit menular seperti HIV maupun 8 orang perawat dan 2 orang pekarya
Hepatitis B/C dapat ditekan, kesehatan, yang berasal dari ruang
Adapun partanyaan penelitian yang perawatan dewasa dan anak-anak yang
akan dijawab adalah bagaimana dipilih secara acak sederhana di
pelaksanaan Universal Precautions Rumah Sakit Islam Universitas Islam
oleh perawat dl Rumah Sakit Islam Malang
Malang Unisma. Tujuan umum
Variabel Penelitian Meliputi
penelitian ini adalah untuk mengetahui
1 . Upaya mencuci tangan,
pelaksanaan Universal Precautions
2. Upaya pemakaian alat proteksi diri:
oleh perawat di Rumah Sakit Islam
sarung tangan, 3. Upaya sterilisasi dan
Malang Unisma dan tujuan khusus
desinfeksi alat kesehatan, meltputi alat
adatah: mengetahui pelaksanaan upaya
48
kesehatan logam/tajam (pinset, HASIL PENELITIAN
gunting, jarum spuit, spatel lidah Hasil penelitian menunjukkan
Fogam, dil), alat kesehatan bukan pelaksanaan üniversal precautions
logam (seperti kain, handscoen) 4. antara lain.
Upaya pengelolaan limbah medis,
Pelaksaan Tindakan Mencuci Tangan
Waktu Penelitjan pada bulan April
Hasil wawancara, 90% responden
2005 (5 hâri), dilakukan wawancara
menyatakan bahwa mereka selalu
dan observasi. Teknik anafisa data
mencuci tangan untuk setiap tindakan,
dengan menggunakan teknik analisa
sisanya 10% petugas tidak selalu
deskriptif yaitu persentase (%) dan
mencuci tangan, karena lupa. Waktu
disajikan dalam bentuk tabel
mencuci tangan dilakukan oleh 80%
distribusi frekuensi yang
perawat dan pekarya sesudah kontak
diinterpretasikan secara
dengan pasiep. atau darah/cairan tubuh
naratif/deskriptif.
pasienı sedangkan 20% perawat
mencuci tangan sebelum tindakan.
Namun hasil observasi pada saat
Hany Artfift)

pelaksanaan mencuci tangan, ditemukan bahwa Tabel 1. Jenis kesalahan 3


perawat dan 2 pekarya hanya perawat mencuci tangan sesuai prosedur, kesehatan
selama mencuci tangan
sisanya 50% mencuci tangan tidak sesuai N denis kesalahan mencucl J
prosedur. Ketldaksesuaian tersebut adalah o tangan m
100% perawat dan pekarya (5 orang) . l.

49
mencuci tangan hanya beberapa deuk saja 1 Tidak mangulang cuci tangan 5 1
(kurang dari 30 detik), 80% perawat dan 2 Teknik membersihkan tangan 4 0
pekarya mencuci telapak tangan saja tanpa . kurang benar 0
menyisir jari-jarinya dan sebatas telapak a. YA. antara Iain: 8
tangan (tidak sampai batas pergelangan • Tidak menggosok 0
tangan maupun siku serta tidak melakukan pergetangan tangan
pembersihan sekitar kuku secara teliti. Saat dengan melingkarkan
1
mengeringkan tangan setelah cuci tangan, salah satu tangan yang
5
100% perawat dan pekarya yang 3 Iain
mengeringkan tangannya dengan . • Tidak membersihkan 5
2
menggunakan handuk yang tetah basah dan sekitar kuku dan bawah
4 0
bekas dipakai beruiang kali oieh petugas kuku sampai bersih 5
. 1
yang iain (tidak menggunakan handuk yang (dapat digunakan sikat
0
kering dan bersih), selanjutnya dapat dilihat yang lembut)
0
di tabel 1 . • Tidak mencuci tangan
dan telapak tangan dari 1
arah jari-jari ke arah 0
pergelangan hingga 0
Tabel 2. Frekuensi tindakan pemakaian
bersih
handscoen oleh 1
b.TIDAK
0
Tidak mengeringkan tangan
0
dengan handuk bersih-kering
Waktu mencucl tangan < 30
detik untuk tindakan yang
kontak dengan darah/calran
tubuh
TOTAL masing-masing item
Sumber: Penelitian RSI Malang
Unisma, 2005 petugas kesehatan

Frekuensi Pemakaian Handscoen

50
No. Jenis Tindakan Tidak
Kadang- Selalu Total
pernah kadang

Jml. Jml. Jml.


Jml.

51
Sumber: Pene/itian RSI Malang Unjsma, 2005
Merupakan ttndakan yang hanya dilakukan oleh perawat
•) peran pekarya sebagai assisten da/am tindakan
Buletin Penelitjan B
1 29—3C
Pelaksanaan Pemakaian Handscoen kesulitan untuk menusukkan jarum
Dari hasil wawancara, semua (100%) infus agar tepat mengenai sasaran
perawat dan pekarya menyatakan vena pasien. Perawat dan pekarya
tidak pernah menggunakan mengatakan bahwa merasa perlu
handscoen pada saat pengambilan memakai handscoen hanya jjka
sampel dahak/ sputum, 90% melakukan tindakan yang
menyatakan tidak pernah berhubungan dengan bahan yang
menggunakan handscoen pada saat menjijikkan yang berasal dari pasien.
memasang dan melakukan perawatan Hasil observasi tentang penggunaan
Infus harian, 70% perawat tidak handscoen menunjukkan bahwa 50%
menggunakan handscoen pada saat petugas (3 perawat dan 2 pekarya)
tindakan mengambil darah. Enam menggunakan handscoen tidak sesuai
puluh persen petugas (4 perawat dan prosedur standar. Ketidaksesuaian
2 pekarya) tidak pemah tersebut yaitu semua petugas tidak
menggunakan handscoen pada saat melakukan pemeriksaan kondisi/
melakukan tindakan nebulizer, keutuhan handscoen (ada kebocoran
pengambilan sampel urine dan feses atau tidak), tidak memasang
serta tindakan sterilisasi alat, Urajan handscoen dengan cara yang benar
secara rinci dapat dilihat pada tabel antara lain; saat akan memakai, arah
2. tangan tidak ke bawahl tidak
Alasan perawat tidak memakai memegang bagian dalam handscoen
handscoen antara laln•, karena telah saat akan memasukkan jari tangan,
menjadi kebiasaan, sehingga ada yang menyentuh bagian luar dari
beberapa perawat merasa terganggu handscoen sehingga tidak menjamin
saat memaka: handscoen ketika me! handscoen dalam keadaan steril.
akukan tindakan pada pasen. Alasan yang djkemukakan adalah
Contohnya pada saat melakukan karena mereka tidak terbiasa untuk
pemasangan infus, perawat merasa memeriksa handscoen sebelum

52
memakainya dan lupa serta dekontaminasi handscoen, 75% (2
menganggap walaupun ada orang) di antaranya mendekontaminasi
kebocoran kecil handscoen masih handscoen seiama kurang dari 30
layak pakat. menit. Dan komposisi pencampuran
larutan chforin tersebut masih salah
Pelaksanaan Sterilisasl Handscoen
atau memakai perkiraan, yaitu bukan 5
Hasil wawancara. 50% responden
banding 5 yaitu 5 bagian air dan 5
menyatakan selalu melakukan sendin
bagian kaporjt.
steri}isasi handscoen, 40% hanya
Ketidaksesuaian dengan prosedur
kadang-kadang melakukan sterilisasi
standar selaniutnya yaitu 50% (3
handscoen dan hanya 10% yang
perawat dan 2 pekarya) mencuci tanpa
tidak pernah mensterilkan
menggunakan sabun 40% (2 perawat
handscoen. Waktu pelaksanaan
dan 2 pekarya) tidak menyimpan
sterilisasi handscoen 70% petugas (5
handscoen dalam tempat tertutup berisi
perawat dan 2 pekarya) melakukan
formalin. Dan waktu penyimpanan
prosedur sterilisasi handscoen segeta
handscoen dalam tempat tertutup yang
sesudah tindakan memakai
berformalin, tidak sampai 24 jam
handscoen, dan 30% perawat
sebelum digunakan kembali dan tidak
melakukan sterilisasi handscoen baik
ada satupun perawat dan pekarya yang
sesaat sebelum maupun segera
melakukan pemisahan penyimpanan
sesudah tindakan memakai
antara tempat untuk penyimpanan
handscoen.
handscoen yang sudah disteril dan
Hasil observasi pelaksanaan sterilsasi
handscoen akan disterilkan.
handscoen didapatkan bahwa semua
(100%) perawat dan pekarya Pelaksanaan Sterilisasi Instrumen
mefakukan sterilisasi handscoen Logam/metal
dengan cara yang tidak sesuai dengan (Pinset, gunting, bak instrumen dan
prosedur. Adapun ketidaksesuaian laln-laln)
tersebut yaitu 70% petugas (5 perawat Dari hasil wawancara, 90% (7 perawat
dan 2 pekarya) tidak melakukan dan 1 pekarya) melakukan sendiri
dekontaminas handscoen yang tindakan sterilisasi alat kesehatan
terpapar cairan/darah pasien dengan logarn, 10% perawat kadang-kadang
cairan antiseptik (ch/orin), dari 30% dan 0% yang tidak pernah
perawat (3 orang) yang melakukan mensterilisasi instrumen logam/ metal.

53
Padahai tidak ada unit khusus yang yang seharusnya (yaitu 1 5—20
melakukan sterilisasi alat. hanya menit).
kadang-kadang dititipkan dalam proses
Tabel 3. Jenjs kesalahan yang
sterilisasj di ruang bedah (ruang
dilakukan perawat dan
operasi). Sedangkan 70% (6 perawat
pekarya kesehatan pada saat
dan 1 pekarya) mensterilisasi alat
pelaksanaan sterilisasi
kesehatan logam sesaat sebelum
instrumen logam/metal
meiakukan tindakan ke pasien,
(pinset, gunting, bak
sedangkan 30% (2 perawat dan 1
instrumen, bengkok)
pekarya) mensterilisasl alat kesehatan
logam sesaat sebelum dan segera Jenis kesalahan

sesudah tindakan ke pasien. menterflkan agat No. Jrn

Dari hasil observasi didapatkan semua kesehatan berbahan l.

(100%) perawat dan pekarya logam


1 Tidak mencucl langan
mensterilisast instrumen logarn
sebefum melekukan
Henv
tindakan menstorilisasikan
tidak sesuai dengan prosedur standar. 2 alat a, Ya go
Adapun ketidaksesuaian tersebul . b. Tidak 1
adalah terdapat 90% (7 perawat dan 2 Tidak menggunakan 0
pekarya) tidak mencuci tangan 3 handscoen
80
sebelum metakukan tindakan . a. Ya
9 20
mensterilisasikan alat kesehatan b.Tidak
berbahan logam, 80% (6 perawat dan 2 Tidak mefakukan
4 8 9
pekarya) tidak menggunakan dekontaminasi afat dengan
. 2 0
handscoen selama mensterllisasjkan cairan klorin/sabun 1
alat, 90% (7 perawat dan 2 pekarya)
a. Ya 0
9
tidak melakukan dekontaminasi
b. Tidak
terhadap alat kesehatan dengan cairan
Waktu perendaman tidak
klorin ataupun mencuci dengan sabun
sosual Oika merendam dangan 40
dan 40% (2 perawat dan 2 pekarya) 4
sabun setama 10—15 menit. 6
melakukan perendaman alat sehabis
jika dengan larutan desinfeksl 6 0
pakai yang tidak sesuai dengan waktu
kaporit: air (5:5) seiama 15— 1 10
20 menit) 0 0

54
a. Ya melakukan desinfeksi tidak sesuai
b. Tidak dengan standar, 30% perawat
TOTAL masing-masng melakukan sesuai dengan standar dan
Sumber: Penetitian RSI Malang 10% perawat tidak mau melakukan
Unisma, 2005 peragaan sterilisasi bahan kain.
Adapun ketidaksesuaian prosedur
Penggunaan Afat Kesehatan Tajam
desinfeksi bahan kain adalah petugas
(Jarum SPIT) Berdasarkan wawancara,
tidak mencuci tangan sebelum
untuk jenis injeksi intravena maupun
desinfeksi, tidak menggunakan
intramuskuler, seluruh (100%) perawat
handscoen selama tindakan
sudah menerapkan penggunaan aìat
desinfeksil tidak melakukan
spuit dan jarum yang s•ekali pakai bagi
perendaman kain dengan cairan
setiap pasien. Sedangkan untuk
desinfektan yang tersedia. Selain itu
kegiatan injeksi Obat melalui perantara
cara pencampuran farutan chlorin
selang infus/pjug, seluruh perawat
yang dibuat masih menggunakan
(100%) menggunakan jarum dan spuit
sistem perkiraan, dengan alasan tidak
lebih dari satu kali pemakaian untuk
tahu caranya.
setiap pasien. Perawat mengatakan
tempat penyimpanan jarum spuit Pelaksanaan Desinfeksi Lantai
(semua pasien) yang akan dipakai Menurut responden, 40% dari mereka
ulang diletakkan dalam satu tempat (2 perawat dan 2 pekarya) selalu
selama lebih dari 24 jam melakukan sendiri desinfeksi lantai,
60% perawat kadang-kadang
melakukan desinfeksi dan tidak ada
Pelaksanaan Desinfeksi Bahan Kain
satupun yang tidak pernah
Dua puluh persen (1 perawat dan 1
mendesinfeksi lantai. Desinfeksi
pekarya) mengatakan selalu
iantai yang dilakukan adaiah dengan
mendesinfeksi bahan kain yang telah
cara mengepef dan memberi bahan
dipakai (handuk pengering dan
pewangi lantai (tidak jelas apakah
washlap). 70% (6 perawat dan 1
bahan pewangi tersebut mengandung
pekarya) kadang-kadang
desinfektan atau tidak). Semua
mendesinfeksi dan 10% perawat
(100%) perawat dan pekarya
tidak pernah mendesinfeksi bahan
menyatakan bahwa desinfeksi iantai
kain. Hasil observasi, didapatkan
dilakukan sendiri apabila ada darah/
60% (4 perawat dan 2 pekarya)
55
bahan muntahan/urine yang tercecer
di lantai. Sedangkan secara rutin
pembersihan lantai dilakukan oleh
petugas cleaning service.
Hasif observasi. 40% (2 perawat dan
2 pekarya) yang melakukan
desinfeksi lantai pada saat terdapat
darah/cairan tercecer di lantai,
semuanya melakukan dengan
prosedur yang tidak sesuai standar.
Ketidaksesuaian tersebut yaitu tidak
mencuci tangan sebelum melakukan
tindakan, tidak mengenakan
handscoen selama tindakan, tidak
mendiamkan percikan cairan
desinfeksi pada tantai selama sekitar
10 menit untuk kemudfarl di pel, dan
tidak melakukan perendaman kain
pel dengan cairan desinfeksi sebelum
dicuci bersih dan dikeringkan.

Pelaksanaan Pengelolaan Limbah


Medis
Dari hasil wawancara, (7 perawat
dan
2 pekarya) tidak pernah meiakukan
sendiri pengelolaan

56
Sistem Kesehatan Vol. 8 No, Junt 2005.
Baketln PeneEillan — I 29-39

limbah rnedis berupa dari sampah fainnya,


alal kesehatan tajam walaupun masih sering
(jarum spuit/lanset), lupa. Mereka tidak
tldak ada satupun terbiasa melakukan
petugas yang selalu pengelolaan jarum spuit
melakukan pengelolaan dan walaupun ada
limbah medís dan beberapa rekan
hanya 10% perawat mengetahuinya,
kadang-kadang perawat mengakui tetap
melakukan pengelotaan mengikuti rekan
limbah medis, baik petugas yang tidak
memisahkan antara melakukan kegiatan
limbah medis yang desinfeksi jarum.
tajam (jarum spuit, Dari hasil observasi
lanset) dengan yang didapatkan semua
tidak tajam (kasa, kapas (100%) perawat tidak
yang terkontaminasí) ada yang
maupun melakukan mendekontaminasi
dekontaminasi terhadap jarum spuit setelah
jarum spuit yang telah digunakan Untuk
digunakan. tindakan ke pasien
Perawat dan pekarya (sebelum dibuang).
mengatakan tidak
Fasilltas Penunjang
mengetahui cara
Peiaksanaan Universal
pengeJolaan jarum
Precautions
spuit. Petugas hanya
Bahan dan peralatan
mengetahui cara
penunjang serta
pembuangan jarum
penggunaannya
spuit harus dípisahkan

57
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Dari observasi, tempat sampah medis
didapatkan bahwa dan non medis, pada
secara kuantitatif semua tempat pembuangan
fasilitas penunjang jarum dan spuit injeksi
tersedia yaitu air bersihi setelah digunakan, tidak
cairan ada cairan desinfektan
desinfeksi/antiseptik/sa yang digunakan untuk
bun, tempat mencuci merendam keduanya.
tangan, alat pelindung handscoen yang
dirr (handscoen steril tersedia beberapa
dan non steril, jubah diantaranya sangat tipis
kain dan plastik/karet, dan mudah robek.
masker), alat kesehatan Selain itu petugas
logam, alat kesehatan mengatakan bahwa
non rogam (kain, alal cairan desntektan yang
emergency bahan ada di ruang perawatan
karet]plastik), tempat belum diketahui dengan
sampah (medis dan non pasti komposisjnya.
medis), kecuali Pelatihan berkelanjutan
pelindung rnata, tentang Universal
mouthpiece dan precautions
petunjuk operasionaf Dari pengakuan
tentang standar responden, semuanya
operaslonal prosedur menyatakan petunjuk
universal precautions. universa/ precautions
Namun penggunaan yang tersedia masih
fasilitas penunjang berupa hal-hal yang
tersebut betum sesuai umum. belum ada
dengan standar yaitu standar operasional
pembuangan sampah prosedur yang detail
tidak dipisahkan pada
58
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
mengenai cara Selama ini belum pernah
melakukan universal ada pembinaan/supervisi
precautions seperti tentang pelaksanaan
halnya bagamana universa/ precautions.
melakukan pencuctan
tangan, memakai PEMBAHASAN

handscoen baik steril


Pelaksanaan Universal
maupun non steril secara
Precautfons oleh
benar, cara
Petugas Kesehatan
mendesinfeksi dan
Prosedur pencucian
sterilisasi alat kesehatan
tangan yang dilakukan
dan lain sebagainya.
oleh perawat dan
Setain itu, perawat
pekarya belum sesuai
mengatakan selama ini
dengan prosedur standar
belum ada pelatihan atau
yang ditetapkan oleh
pendidikan berkelanjutan
Depkes maupun WHO.
yang difakukan oleh
Adapun prínsip mencuci
rumah sakit tentang
tangan yaitu kegiatan
prosedur universal
untuk menghilangkan
precautions bagi
benda asing/kotoran
keselamatan petugas
terutama bekas darah,
maupun pasien. Yang
cairan tubuh atau benda
pernah ada adaiah
asing lainnya seperti
Deragaan ofeh perawat
debu, kotoran yang
yang pernah mengikuti
menempel dl kulit tangan
peiatihan di tempat tain
dengan menggunakan air
tentang pelaksanaan
bersih yang mengalir dan
pemasangan infus yang
sabun dan tidak sesuai
meliputi kegiatan cuci
dengan fungsi pencucian
tangan dan leknik
tangan yaitu melindungi
pemasangan infus,
59
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
diri petugas kesehatan jumlah yang banyak dan
sendiri dan misi untUk menjijikkan sebagaimana
melindungi pasien dari diungkapkan mereka.
penularan/cross Sedangkan untuk jenis
jnfections melalui tindakan seperti
perantara petugas pengambilan sampel
kesehatan (Depkes dan sputurn, sampel darah,
Kesos RI, 2001). Hal ini memasang dan merawat
dapat menimbulkan infus, perawat dan
risiko terpdinya jnfeksi pekarya masih belum
nosokomial akibat melakukan pemakaian
adanya transmisi handscoen. Perawat
mikroorganisme patogen mengatakan hal ini
dari pasien ke pasien dikarenakan
melalui tangan petugas tindakanttndakan
kesehatan (Boyce 1999; terseb.ut merupakan
Larson 1995). jenis tindakan yang
Nampak perilaku hanya sedikit
perawat dan pekarya menimbulkan kontak
dalam pemakaian dengan darah atau cairan
handscoen masih belum tubuh pasien. Padahal
sesuai standar prosedur, seharusnya penggunaan
Perawat dan pekarya handscoen harus
memakaj handscoen dilakukan pada tindakan
pada jenis tindakan yang tertentu seperti
benar-benar pemasangan infus,
berhubungan dengan pengambilan sampel
muntahan/darah/urine/fe darah, tindakan nebulizer
ses pasien dengan dan pengambilan sputum
Herly (Depkes RI, 2000) serta
tindakan lain yaitu saat
60
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
sterilisasi dan seperti hepatitis B/C dan
dekontaminasi alat HIV/AIDS. Demikian
kesehatan yang pula kurang terjaganya
terkontaminasi dengan sterilitas pada waktu
darah/cairan tubuh pemasangan handscoen,
pasien (JEN 1995; dan apabila ada tindakan
JHPIEGO 2003). Dan invasif pada pasien,
handscoen yang maka dapat
digunakan harus menimbulkan komplikasi
berkualitas, tidak infeksi pada area yang
berlubang sehingga terinvasi alat/bahan yang
mampu menjadj asat tidak steril tersebut,
peJjndung yang efektjf seperti phlebitis maupun
(JHPIEGO 2003). infeksi saluran kemih
Perawat dan pekarya (JHPIEGO, 2003).
tidak melakukan Proses steriiisasi
pemeriksaan handscoen handscoen merupakan
sebelum digunakan dan upaya untuk membunuh
kualitas handscoen yang mikrobakteri penyebab
mudah robek infeksi kemungkinan
memungkinkan ada masih melekat pada
defek (lubang) pada bahan/atat yang terpapar
handscoen yang dapat dengan dunia luar
menyebabkan (Depkes dan Kesos,
ketidakamanan bagi 201 ). Oleh karena {tu
petugas kesehatan itu prosedur sterilisasi harus
sendiri terhadap kontak sesuai dengan standar.
langsung dengan Penelitian ini
cajran/darah pasien yang menunjukkan bahwa
berisiko untuk tertular prosedur sterilisaasi
melalui cairan tubuh handscoen yang
61
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
dilakukan oleh perawat (metai) sepertj pjnset,
belum sesuai dengan gunting, bak instrumen
standar yaitu handscoen dan lain-lain belum
tidak didekontaminasi, sesuai dengan standar
belum menggunakan yaitu peralatan tersebut
autoclave dalam tidak didekontaminasi
mesterilisasi handscoen terlebih dahulu sebelum
dan lama penyimpanan di cuci dan disterilkan
kurang dari 24 jam serta serta perawat dan
penyimpanannya tidak pekarya tidak
terpisah antara menggunakan
handscoen yang sudah handscoen. Sehingga
steril dengan yang baru hal ini dapat berakibat
akan disterilkan. Hal ini kemungkinan terjadinya
memungkinkan risiko penularan
mikrobakteri penyebab penyakit bagi petugas
infeksi tidak seluruhnya sendiri akibat kontak
dimusnahkan dan dengan kuman/virus
Antin) yang masih menempel
pada alat tersebut.
selanjutnya akan
Djsebutkan bahwa
mengkontaminasi
untuk mensterilisasikan
bagian tubuh pasjen
instrumen dilakukan
yang tersentuh dengan
dengan 2 cara yaitu
handscoen tersebut
pertama dengan heat
hingga menimbulkan
sterilization yaitu
komplikasi infeksi
dengan menggunakan
nosokomial pada pasien
autoclave (tempertur 1
(JHPIEGO. 2003). 0
21 C atau 2500 F
Prosedur sterilisasi
dengan tekanan
instrumen logam

62
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
106 kPa) dan oven/dry formaldehyde 8%,
heat sterilization glutara/dehyde dan
0
(temperatur 1 70 C hydrogen peroxide
0
atau 340 F). Kedua (JHPIEGO, 2003).
dengan chemical Sedangkan untuk
sterilization yaitu penggunaan jarum
dengan menggunakan injeksi seluruh perawat
formaldehyde atau sudah menggunakan
glutara/dehydes. Dan jarum sekali pakai
sebelum menterilisasi, terutama untuk injeksi
afat harus intravena dan
didekontaminasi dengan intramuskular. Namun
cairan chlorin minimal demikian, masih periu
0
0,5 /0 guna menjaga ditingkatkan kualitasnya

Bulettn Peneiltian - 1 29-39


kontaminasi kuman
mengingat pada injeksi
infeksi dengan petugas
yang dilakukan melalui
kesehatan (JEN 1995;
selang infus maupun
Depkes RI 1997;
plug, perawat masih
JHPIEGO 2003).
menggunakan jarum
Dikatakan bahwa selain
injeksi lebih dari satu
sterilisasi, untuk
kali, bahkan ada yang
membunuh
menggunakannya
mikrobakteri patogen
selama 2 hari (sekitar 4
(bakteri, virus, jamur)
—8 kali suntikan) di
dapat digunakan cara
mana berlaku satu
High level desinfection
jarum untuk satu pasien.
yaitu dengan merebus
Atasan agar hemat
maupun dengan
diungkapkan oleh
chemical solutions
perawat. Oleh karena itu
0
seperti chlorin > 0,5 /0,
63
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
agar tetap dapat pakai selama lebih dari
menjaga prinsip 24 jam pada suhu kamar
pencegahan cross dapat menimbutkan
infection antar pasien, perkembangbiakan
maka penyimpanan kuman patogen/infeksi,
spuit dan jarumnya jika tidak dilakukan
antara pasien satu proses desinfeksi
dengan yang lain perlu terhadap jarum dan
dipisahkan dalam spuit tersebut makan
tempat yang berbeda. dapat menimbulkan
Dikatakan bahwa infeksi nosokomial
penyimpanan alat yang seperti phlebitis
telah terkontaminasi (JHPIEGO, 2003)
dengan pasien harus Pada pelaksanaan
dilakukan secara desinfeksi bahan kain,
khusus, dimungkinkan dan desinfeksi tantai
adanya tempat yang dilakukan Oleh
penyimpanan khusus perawat dan pekarya
untuk masing-masing didapatkan kesalahan
pasien dan dikondisikan yang sama yaitu cara
Jika memungkinkan pencampuran komposisi
suhu penyimpanan spuit larutan desinfeksi yang
dan jarum tersebut perlu belum sesuai prosedur.
diupayakan untuk dapat Dalam prosedur
menginaktifkan pencampuran dikatakan
bakteri/virus yang bahwa untuk membuat
melekat pada jarum atau chlorin yang adekuat
spuit pasien tersebut dibutuhkan perbandingan
(JEN, 1995). Dikatakan 5 banding 5, di mana 5
pula bahwa bagian untuk air dan 5
penyimpanan atat bekas bagian untuk kaptrit,
64
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
atau dapat digunakan Pada pengelolaan limbah
cairan desinfeksi Iain jarum suntik dan spuit,
seperti forma/dehyde didapatkan bahwa saat
8%, g/utaraldehyde dan pembuangan jarum
hydrogen peroxide. Oleh suntik yang habis dipakai
karena itu jika metode terhadap pasien tidak
dan komposisi dilakukan dekontaminasi
pencampurannya belum terlebih dahulu sebetum
tepat dimungkinkan hasil dibuang, dan proses
akhir desinfeksi tersebut pembuangannya masih
belum efektif, sehingga sering lupa untuk
kuman patogen yang memisahkan jarum
meiekat pada kain dengan spuit maupun
maupun lantai masih dengan sampah medis
belum terbunuh yang Iain. Padahal
sempurna. Hal ini akan berdasarkan prosedur
meningkatkan risiko yang ada seharusnya
perkembangbiakan jarum suntik dan spuit
kuman infeksi di harus disesinfeksi
lingkungan tempat terlebih dahulu untuk
perawatan di rumah membunuh kuman
sakit. dengan adanya penyakit yang masih
tindakan desinfeksi yang menempe\. Dan
adekuat, kondisi tersebut pembuangannya juga
dapat diminimalkan, harus dilakukan
sehingga angka pemisahan, baik antara
pertumbuhan infeksi spuit dan jarumnya juga
nosokomial di rumah harus terpjsah dari
sakit dapat di tekan sampah medis yang Iain.
(JHPIEGO. 2003). Perilaku ini
memungkinkan
65
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
terjadinya risiko Malang Unisma, fasilitas
penularan penyakit yang sudah siap pakai
pasien ke petugas sudah tersedia dalam
kebersihan atau petugas jumlah cukup. Hal ini
pengolah sampah saat memungkinkan adanya
melakukan pemisahan peluang besar untuk
tedebih dahulu pada memperbaiki kualitas
sampah yang akan pelayanan rumah sakit
diotah. Mengingat cara secara umum termasuk
pengolahan sampah perbaikan kualitas
jarumi!ogam dengan penerapan universal
sampah medis basah precautions procedure.
adalah berbeda di mana Selain itu adanya potensi
pada jarum dimasukkan pengetahuan beberapa
ke alat petugas tentang prosedur
incineratorsedangkan universal precautions
sampah medis basah dapat dimanfaatkan
dilakukan penguburan untuk menciptakan dan
pada lubang khusus meningkatkan kondisi
(JHPIEGO, 2003). disiplin terhadap
pelaksanaan universal
Keterangan Fasilitas
precautions di rumah
Penunjang Penerapan
sakit. Oleh karena itu
Universal Precautions di
perlu peran pihak
Rumah Sakit
manajemen rumah sakit
Dari pengamatan
untuk menggali dan
langsung terhadap
memanfaatkan dan
kondisi fasilitas
mengembangkan
penunjang penerapan
potensi-potensi yang ada,
universal precautions di
sepefti adanya
Rumah Sakit Islam
ketersediaan alat, dan
66
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
pengetahuan sebagian Karena belum adanya
kecil petugas. Sehingga standar operasional
diharapkan kondisi- prosedur tentang
kondisi perilaku kurang universal precaution
tepat yang telah secara detail, akibatnya
digambarkan perawat dan pekarya
sebetumnya Oleh tidak memiliki pedoman
petugas kesehatan dalam yang dipakai dalam
pelaksanaan pelaksanaan universal
universalprecautions di precautions selama
rumah sakit dapat pelayanan di rumah
dilakukan pembenahan sakit. Oleh karena Itu
ke arah peningkatan perlu upaya
yang iebih baik. meningkatkan
Sehingga tujuan akhir pengetahuan melalui
ditakukannya penerapan peningkatan pengetahuan
protokol Universal melalui pelatihan,
Precautjons dapat penyegaran ifmu dan
dicapal Oleh petugas Iain sebagainya.
maupun penderita Sehingga diharapkan
pengguna pelayanan adanya masukan tersebut
serta masyarakat yang dapat merubah sikap dan
tinggal di sekitar Rumah perilaku negatif petugas
Sakit IsJam Malang kesehatan yang
Unisma, yaitu kemungkinan
terlindungi dari risiko diakibatkan adanya
cross infections, perbedaan persepsi dan
mengingat mencegah konsep tentang
tetap lebih baik dari pentingnya melakukan
mengobatf (JEN, 1995). sesuatu termasuk konsep
universal precautions,
67
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
demi peningkatan efektivitas kerja yang
dilakukan.
(Hıdö:yat Heny (7 perawat dan 2
pekarya). Pemakaian
Dikatakan bahwa
handscoen oleh
pengetahuan dapat
perawat tidak
menumbuhkan sikap
dilakukan pada
positif tentang sesuatu
semua jenis tindakan
sehingga dapat
yang dianjurkan
melahirkan minat dan
untuk memakai
kesadaran seseorang
handscoen antara
untuk melakukan
lain semua (1000/0)
sesuatu (mengubah
perawat dan pekarya
perilaku) (Azwar S,
tidak pernah
2000).
menggunakan
handscoen saat
PENUTUP
mengambil sampel
Kesimpulan
dahak, 90% (7
Pelaksanaan üniversal
perawat dan 2
precautions oleh
pekarya) tidak
petugas kesehatan
pernah memakai
Rumah Sakit Islam
handscoen saat
Malang Unisma belum
memasang maupun
sesuai standar prosedur,
merawat infus, dan
antara lain;
60% (4 perawat dan
1. Berdasarkan hasil
2 pekarya) tidak
wawancara Menurut
pernah menggunakan
pengakuan petugas,
handscoen saat
pelaksanaan tindakan
metakukan tindakan
mencuci tangan
nebulizer, dan
selalu diiakukan 90%
sterilisasi instrumen
68
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
logam serta beberapa pekarya) mengatakan
tindakan lain mensterilisikan
sesuaMabel 1, yang sendiri alat medikal
berpotensi terjadi bedah (togam)
kontak langsung setefah dipakai,
dengan darah atau perawat kadang-
cairan tubuh pasjen. kadang saja
Selanjutnya perawat mensterilisaj alat-
mengatakan proses Sedangkan pada
pensterilan penggunaan jarum
handscoen dilakukan spuit) semua perawat
oleh pihak mengatakan
perawat/pekarya menggunakan jarum
sendiri di ruangan dan spuit secara
dengan cara single use pada
menyjmpan tablet tindakan injeksi
formalin bersama intravena maupun
handscoen setelah intramuskular.
dibersihkan dan tidak Sedangkan untuk
ada ruang khusus injeksi melalui infus
sterilisasi di rumah maupun Plug,
sakit, yang ada perawat mengatakan
adalah tempat menggunakan jarum
pensterilan di kamar dan spuit lebih dari
operasi namun satu kali dan
perawat tjdak pernah penyimpanan spujt
mensterilkan dan jarum tersebut
handscoen di iempat tidak
tersebut. Sembiian Arifin)
putuh persen (7
perawat dan 2
69
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
sesuai standar, dekontaminasi
yaitu spuit dan jarum spuit.
jarum suntik semua 2. Berdasarkan hasil
pasien ditempatkan observasi
dalam satU wadah Didapatkan 50 0
/0
yang tidak steril. (3 perawat dan 2
20% (1 perawat dan pekarya) mencuci
1 pekarya) tangan tidak sesuai
mengatakan selalu dengan standar
melaksanakan prosedür, yaitu
desinfeksi bahan teknik mencuci
kain, 70% (6 tangan yang kurang
perawat dan 1 tepat, tidak
pekarya) kadang- memakai handuk
kadang dan 10% yang kering dan
perawat tidak bersih dalam
pernah mengering tangan,
mendesinfeksi dan waktu mencuci
sendiri bahan kain. tangan kurang dari
Pada pengelolaan 30 detik setelah
timbah medis kontak dengan
berupa jarum spuit, darah/cairan tubuh
90% (7 perawat dan pasien. Selanjutnya
2 pekarya) 50% (3 perawat dan
mengatakan tidak 2 pekarya)
pernah memakai handscoen
melaksanakannya tidak sesuai dengan
0
dan 1 0 /0 perawat standar prosedur
kadang-kadang antara lain;
metakukan semuanya tidak

70
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
melakukan untuk aif DTT).
pemeriksaan Sedangkan untuk
terhadap kebocoran sterilisasi
handscoen, teknik instrumen, semua
memasang (100%) perawat dan
handscoen kurang pekarya
tepat sehingga mensterilisasi alat
sterilttas handscoen medikal bedah
tidak terjaga. Untuk logam tidak sesuai
sterihsasi standar prosedur,
handscoen, 100% antara lain 800/0 (6
petugas perawat dan 2
mensterilisasi pekarya) tidak
handscoen tidak memakai handscoen
sesuai dengan saat mensterilisasi
standar yaitu 70% alat serta 90% (7
(5 perawat dan 2 perawat dan 2
pekarya) tidak pekarya) tidak
melakukan melakukan
dekontaminasi dekontaminasi
sebelum instrumen sebelum
membersihkannya, dicuci/ disterilkan,
dan komposisi Selanjutnya
pencampuran cairan terdapat 60% (4
chlorin yang perawat dan 2
digunakan untuk pekarya) melakukan
desinfeksi memakai desinfeksi kain
perkiraan (tidak 5 tidak sesuai standar,
banding 5, yaitu 5 seperti tidak
bagian untuk menggunakan
kaporit dan 5 bayan handscoen, tidak
71
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
melakukan tidak sesuai standar
perendaman yattu handscoen yang
(desinfeksi) secara beberapa diantaranya
banar dan sangat tipis dan mudah
menggunakan robek serta belurn
komposisi ch/orin pastinya komposisl
berdasarkan cairan desinfeksi yang
perkiraan. Hal ini digunakan selama ini
sama dengan proses oleh petugas.
desinfeksi lantai Sedangkan untuk
yang tidak sesuai prasarana SOP
standar. (Standard Operational
Buiettn Peneht;an Kesehalen 1

Procedure) yang
Ketersediaan fasilitas
dimiliki rumah sakit
penunjang universa/
meropakan Standar
precautions untuk bahan
operasional yang
dan afat secara
bersifat umum, bukan
kuantitatlf sudah
tentang pelaksanaan
tersedia dalam jumlah
universal precautions
cukup kecuali
yang detail dan spesifik.
ketersediaan
Selain itu pelatihan atau
mouthpiece, alat
pendidikan yang
petindung mata dan
berkelanjutan serta
standard operational
pengawasan/ evaluasi
procedure tentang
terhadap pelaksanaan
universal precautions,
universal precautions
Sedangkan secara
oleh pihak managerial
kualitas, ada beberapa
rumah sakit juga betum
fasilitas penunjang yang
ada.
72
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Sehingga hal tersebut mengadakan
memungkinkan pelatihan dan
terjadinya peningkatan pendidikan
risiko infeksi berkelanjutan tentang
nosokomiat di rumah penerapan universal
sakit dan üngkungan precautions dalam
disekitarnya. rangka meningkatkan
kognitif, afektif dan
Saran
psikomotor petugas.
1 . Bagi pihak
Adanya penyebaran
manajemen rumah
info tentang cara
sakit perlu
penularan HIV/AIDS
mempertegas
ataupun hepatitis B
komitmen berupa
serta tentang cara
kebijakan tentang
detall pelaksanaan
upaya pelaksanaan
universal precautions
universal di rumah
yang tepat kepada
sakit dengan cara
petugas kesehatan,
membuat
mulai dari bagaimana
kesepakatan standar
mencuci tangan
operasional prosedur
dengan benar,
tentang prosedur
bagaimana
universal precautions
efektivitas larutan
secara detail,
desinfektan,
melakukan sosialjsasi
bagaimana cara
kepada seluruh
mendesinfeksi dan
petugas kesehatan
mensterilisasikan atat
yang terkait dengan
dengan benar dan
tujuan pelaksanaan
Cain sebagainya,
universal
perlu disertai dengan
precautions,
demonstrasi secara
73
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
nyata sehingga dan lain-iainnya
mereka dapat benar- (kualitas alat
benar mampu diupayakan tidak
melakukan proteksi dibawah standar).
terhadap tindakan Jika memungkinkan
yang berisiko hal Ini perlu
menularkan atau ditunjang dengan
tertular penyakit, adanya sanksi tegas
2. Pihak rumah saklt bagi yang
Juga perlu meianggar. Perlu
mengadakan juga diadakan
pengawasan dan surveilence
evaiuasi mengenai mengenai prevalensi
pelaksanaan dampak-dampak
universa/ precautions yang muncul yang
itu sendiri, baik terkait dengan
dilakukan oleh perilaku penerapan
atasan secara universal precautjons
{angsung atau yang kurang sesuai.
melalui tim khusus 3. Pihak rumah sakit
yang terkait dengan juga perlu membuat
penanggulangan program pemberian
infekst nosokomial dan penyebarluasan
di rumah sakit. Hal penyuluhan bagi
ini termasuk juga pasien dan ketuarga
penyediaan alat-alat tentang penyakit-
proteksi yang penyakit menular
berkualitas standar di yang diakibatkan
unit pelayanan oleh kontak langsung
rumah sakit sepertl dengan pasien atau
handscoen, masker
74
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
cairan/darah pasien 4. Petugas kesehatan
beserta cara perlu menyadari
penuiarannya, bahwa tingkat
terutama yang terkait kewaspadaan diri
dengan perilaku yang ada saat ini
petugas kesehatan perfu untuk !ebih
yang kurang ditingkatkan,
menerapkan upaya mengingat prevalensi
universal precautions penyakit menular
saat melakukan terutama HIV/AIDS
tindakan ke pasien. maupun Hepatitis B
Sehingga jika pasien di indonesia kian
maupun keluarga meningkat. Dan dari
menyadari bahwa cara penularannya,
memakai handscoen posisi petugas
adalah penting bagi kesehatan adalah
pasien sendri sangat rentan sekali,
maupun petugas baik sebagai objek
kesehatan, maka yang tertular maupun
pasien mauapun sebagai objek yang
keluarga diharapkan menularkan baik
untuk berani secara langsung
mengingatkan maupun tak langsung
petugas kesehatan kepada orang tain
yang melakukan yang sehat
penyimpangan sebelumnya. Oleh
terhadap pelaksanaan karena itu petugas
universa/ precautions kesehatan harus
pada saat melakukan mampu berkomitmen
tindakan terhadap untuk lebih
pasien. meningkatkan upaya
75
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
penerapan universa! Departemen Kesehatan
precautions di rumah RI, Pusat Pendidikan
saklt demi Tenaga
tercapainya Kesehatan
(Hsdayat Heny Shohkhah, Arifln)

DAFTAR PUSTAKA (Pusdiknakes) dan The

Azwar. S. 2000: Sikap, Ford Foundations,

Teori dan 997: AIDS dan

Pengukurannya Penanggu/anganny

Yogyakarta•. a. Jakarta, Studio

Pustaka Pelajar. Driya Media.

Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan

RI, 2003: Buletin RI, 1 997: Pedoman

Penelitian Sistem Penatalaksanaan,

Kesehatan Perawatan,

(Bulletin of Health Pengobatan dalam

Research) Rangka Penanggu!

Pus/itbang angan AIDS. Sub

yantekkes Vol 6, POKJA

No 2, Desember, Pengobatan dan

Surabaya. Perawatan Komite

Persatuan Pelayanan Nasional

Kristen untuk Penanggulangån

Kesehatan di HIV/AIDS.

indonesia (Pelkesi). Jakarta.

1995: Pengendalian Departeman Kesehatan

infeksi dl Fasi/itas RI, 1991 : AIDS

Pe/ayanan Petunjuk untuk

Kesehatan. Jakarta. Petugas Kesehatan.


Direktorat Jenderal

76
Pelaksanaan Universal Precautions {Hidayal Shol'khah. Andryansyah
Pemberantasan Guidiines for
Penyakit menu}ar Healthcare
dan Penyehatan Facilities with
Lingkungan Limited Resources.
Pemukiman. htfp://
Jakarta www.reproline.jhu.
Departemen Kesehatan edu. Diakses
dan Keseiahteraan tanggal 8 Agustus
RI, 2001 • 2005.
Pedoman
Penatalaksanaan
Infeksi di Tempat
Pefayanan
Kesehatan. Jakarta.
Departeman Kesehatan
RI. 2000: Pedoman
Praktik Klinik
Keperawatan.
Akademi
Keperawatan.
Malang.
Jaringan Epidemiologi
Nasional dan The
Ford Foundation,
1995: AIDS dan
Petugas Kesehatan.
Jakarta.
JHPIEGO. 2003•.
Infections
Prevention

77

Anda mungkin juga menyukai