DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
A. PENGERTIAN/DEFINISI.................................................................................2
B. ETIOLOGI...........................................................................................................2
C. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................3
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS.............................................................4
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG....8
F. PENATALAKSANAAN MEDIS.......................................................................9
G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN...................................................16
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................19
I. PERENCANAAN..............................................................................................20
J. EVALUASI........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28
iii
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN/DEFINISI
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan
intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu
hari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011).
B. ETIOLOGI
Etiologi pada diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) ialah :
a) Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana
merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi bakteri, virus,
parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis dan
biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
c) Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap karbohidrat
seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida
intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein dan lemak.
d) Faktor Risiko
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
(2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
1) Faktor perilaku yang meliputi :
a) Tidak memberikan air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan makanan
pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap
kuman.
2
3
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut :
b) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.
d) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.
e) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan disertai
penurunan berat badan.
f) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan daran menurun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik.
h) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam
Sedangkan manifestasi klinis menurut Elin (2009) dalam Nuraarif & Kusuma (2015)
yaitu :
a. Diare Akut
b. Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut
c. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut
d. Demam
Hidayat (2010), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya :
a) Faktor infeksi
1. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah
terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan
digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang
belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan
vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan
dengan baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa,
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi
ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan
mencret berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri
Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima hari
tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
(Wijoyo, 2013).
5
b) Faktor malabsorpsi,
1. Gangguan osmotik Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul
di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik
meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak
diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2010).
2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
3. akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam,
2008).
4. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir
pada kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2010).
c) Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare
(Hidayat, 2010). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein,
yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM
tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak
adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi
perubahan respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami
gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat
pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi
mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi,
enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya
albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas
yang berat.
6
PATHWAY
DIARE PADA ANAK
Inflamasi usus
Mofilita usus ↑
Faktor Psikologis
Saraf Simpatik
Absorsi
terpengaruh
Tek-osmotik ↑
Gangguan Pola
Eliminasi BAB diare
Hipertermi
Gangguan Kehilangan Cairan
dan Elektrolit
9
1) Pemeriksaan laboratrium
Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L
Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan
adanya ketosis (Suharyono, 2008).
Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.
(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
( Betz, 2009).
(a) Endoskopi
(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami
mual dan muntah.
(b) Radiologi
10
(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi
c. Pemeriksaan lanjutan
(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan mengidentifikasi
penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.
F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Penatalaksanaan medis antara lain :
a.Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan
a) Jenis cairan
b) Jumlah cairan Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.
(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan
glukosa.
(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di
fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan yang
diberikan tergantung dari beratringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.
(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan
sekresi usus, antiemetik
e) Pengobatan dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :
a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya).
b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena dirumah tidak biasa.
c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau
tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).
Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan
cara:
1) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya.
3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya.
12
4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaput lendir mulut kering.
5) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau
secara realimentasi.
Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:
a. Rencana terapi A
Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan perawatan
di rumah:
a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.
b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.
c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.
2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak
oralit atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak berak:
2. Rencana terapi B
Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.
(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas.
(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
juga 100-200 ml air matang selama periode ini.
(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.
d) Setelah 3 jam
(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi
(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
15
3. Rencana terapi C
b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat. c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah
anak mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak) dan beri juga tablet Zinc.
e. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam
perjalan menuju klinik.
(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.
(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena.
1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.
2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian tablet Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.
3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh,
meskipun diare sudah berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga
dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.
4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan. Untuk
umur dari pasien diare akut, sebagian besar adalah anak di bawah 2 tahun. Insiden
paling tinggi pada umur 6-11 bulan karena pada masa ini bayi mulai diberikan
makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan
anak perempuan Depkes RI dalam (Susilaningrum et al., 2013).
b. Keluhan utama
Buang air besar lebih dari 3 kali sehari. BAB kurang dari 4 kali dengan konsistensi
cair (diare tanpa dehidrasi). Buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi encer/cair
(dehidrasi ringan/sedang). Buang air besar lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila
diare berlangsung < 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih
adalah diare persisten.
2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.
3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
4) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
tampak.
1) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak. Diare ini lebih
sering terjadi dan berakibat berat bdan pada anak-anak dengan campak atau yang
18
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini
salah satu kemungkinan penyebab diare menurut Axton dalam (Susilaningrum et
al., 2013).
3) Riwayat penyakit yang sering pada anak berumur di bawah 2 tahun biasanya
batuk, panas, pilek, serta kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
terjadinya diare. Hal ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare, seperti OMA, faringitis, bronko pneumonia, tonsillitis,
ensefalitis menurut Suharyono dalam (Susilaningrum et al., 2013).
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare
dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan dengan botol
atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran.
3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa),
pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus, ingin minum banyak,
sedangkan pada dehidrasi berat anaka akan malah untuk minum atau tidak mau
minum.
f. Pemeriksaan fisik
4) Keadaan umum
5) Berat badan Menurut S. Partono (Susilaningrum et al, 2013), anak yang diare
dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:
Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di
rumah sakit. Sedangkan di puskesmas/fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan
pedoman MTBS (2008), sebagaimana telah disajikan pada bahasan macam diare di
atas.
8) Mata Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila
dehidrasi ringan atau sedang, kelopak mata cekung (cowong). Sedangkan
dehidrasi berat, kelopak mata sangat cekung
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut
NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:
I. PERENCANAAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
NOC: NIC:
a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan keperawatan:
diharapkan pasien dapat mengontrol 1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
pengeluaran feses dari usus,dengan gastrointestinal
Kriteria hasil: 2. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat
Diare berhubungan dengan parasit, 1. Diare(4) antidiare
1. psikologis, proses infeksi, 2. Mengeluarkan feses paling tidak 3 kali 3. Evaluasi intake Makanan yang
inflamasi, iritasi, malabsorbsi. per hari(5) dikonsumsi sebelumnya
3. Minum cairan secara adekuat(5) 4. Identifikasi faktor penyebab
4. Mengkonsumsi serat secara adekuat(5) diare(misalnya, bakteri)
Keterangan: 5. Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih
(4) : Jarang menunjukkan sering serta tingkatkan porsi secara bertahap
(5) : Secara Konsisten Menunjukkan 6. Monitor tanda dan gejala diare
NOC: NIC:
a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Manajemen Cairan
diharapkan keseimbangan cairan didalam Tindakan keperawatan:
tubuh pasien tidak terganggu, dengan Kriteria
1. Monitor status hidrasi (misalnya membran
hasil:
mukosa lembab, denyut nadi adekuat)
1. Tekanan darah (5) 2. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
Kekurangan Volume cairan
Berhubungan dengan kehilangan 2. Denyut nadi perifer(5) output pasien
2.
cairan aktif, kegagalan mekanisme 3. Keseimbangan intake 3. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan
regulasi. dan output dalam 24 jam(4) hitung asupan kalori harian
4. Berat badan stabil(5) 4. Kolaborasi pemberian Cairan IV
5. Turgor kulit(5) 5. Monitor status nutrisi
6. Kelembaban membran mukosa(5) 6. Timbang berat badan setiap hari dan status
Keterangan : pasien
(4) Sedikit Terganggu 7. Monitor taanda-tanada vita;
(5) Tidak terganggu 8. Dorong krluarga untuk membantu pasien makan
b. Hidrasi
b. Manajemen Hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan:
diharapkan ketersediaan air didalam tubuh
1. Monitor status cairan termasuk intake dan
pasien tidak terganggu, dengan Kriteria hasil:
output cairan
1. Turgor kulit(5)
24
Keterangan:
(4): Sebagian besar adekuat
(5) : Sepenuhnya adekuat
Keterangan:
(4) : Sedikit terganggu
: Tidak terganggu
28
J. EVALUASI
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan
evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu
evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana
penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang
diinginkan. Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S)
data objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan
(P) berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil. Adapun hasil yang diharapkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)
yaitu:
d. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
DAFTAR PUSTAKA
Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Diakses tanggal 7 Januari 2017 dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdfwiwinpujia-
1337-2-hal.151-8.pdf
Bulechek, M.G.; Butcher, H.K.; Dochterman, J.M.; & Wagner, C.M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of America:
Mosby Elsevier, Inc
Dinas kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Diakses tanggal
11 Januari 2017 dari
http://sumbar.antaranews.com/image/2009/09ori/20090908img_1646.jpg
29