Anda di halaman 1dari 30

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
DAFTAR ISI..............................................................................................................iii
A. PENGERTIAN/DEFINISI.................................................................................2
B. ETIOLOGI...........................................................................................................2
C. MANIFESTASI KLINIS....................................................................................3
D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS.............................................................4
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG....8
F. PENATALAKSANAAN MEDIS.......................................................................9
G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN...................................................16
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN......................................................................19
I. PERENCANAAN..............................................................................................20
J. EVALUASI........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................28

iii
LAPORAN PENDAHULUAN

TENTANG DIARE PADA ANAK DI RUMAH SAKIT RSIA ‘AISYIYAH


KLATEN

A. PENGERTIAN/DEFINISI
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan berubahnya bentuk tinja dengan
intensitas buang air besar secara berlebihan lebih dari 3 kali dalam kurun waktu satu
hari (Prawati & Haqi, 2019). Diare adalah kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya
lebih sering (biasanya tiga kali atau lebih) dalam satu hari (Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan, 2011).

Berdasarkan beberapa pengertian dapat disimpulkan diare adalahsuatu keadaan


dimana terjadi pola perubahan BAB lebih dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai
perubahan konsistensi tinja lebih encer atau berair dengan atau tanpa darah dan tanpa
lendir.

B. ETIOLOGI
Etiologi pada diare menurut Yuliastati & Arnis (2016) ialah :
a) Infeksi enteral yaitu adanya infeksi yang terjadi di saluran pencernaan dimana
merupakan penyebab diare pada anak, kuman meliputi infeksi bakteri, virus,
parasite, protozoa, serta jamur dan bakteri.
b) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan
seperti pada otitis media, tonsilitis, bronchopneumonia serta encephalitis dan
biasanya banyak terjadi pada anak di bawah usia 2 tahun.
c) Faktor malabsorpsi, dimana malabsorpsi ini biasa terjadi terhadap karbohidrat
seperti disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida
intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa), malabsorpsi protein dan lemak.
d) Faktor Risiko
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan Penyehatan Lingkungan
(2011) faktor risiko terjadinya diare adalah:
1) Faktor perilaku yang meliputi :
a) Tidak memberikan air susu ibu/ASI (ASI eksklusif), memberikan makanan
pendamping/MP, ASI terlalu dini akan mempercepat bayi kontak terhadap
kuman.

2
3

b) Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan risiko terkena penyakit diare


karena sangat sulit untuk membersihkan botol susu.
c) Tidak menerapkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun sebelum memberi
ASI/makan, setelah buang air besar (BAB), dan setelah membersihkan BAB
anak.
d) Penyimpanan makanan yang tidak higienis.
2) Faktor lingkungan antara lain:
a) Ketersediaan air bersih yang tidak memadai, kurangnya ketersediaan mandi
cuci kakus (MCK).

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis anak diare menurut Wijayaningsih (2013) adalah sebagai berikut :

a) Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu


makan berkurang.

b) Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang
disertai wial dan wiata.

c) Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur dengan


empedu.

d) Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih
asam akibat banyaknya asam laktat.

e) Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elastisitas kulit
menurun), ubun-ubun dan mata cekung membrane mukosa kering dan disertai
penurunan berat badan.

f) Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat, tekanan daran menurun,
denyut jantung cepat, pasien sangat lemas, kesadaran menurun
(apatis,samnolen,spoor,komatus) sebagai akibat hipovokanik.

g) Diueresis berkurang (oliguria sampai anuria).

h) Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat dan pernafasan
cepat dan dalam

Sedangkan manifestasi klinis menurut Elin (2009) dalam Nuraarif & Kusuma (2015)
yaitu :

a. Diare Akut

a. Akan hilang dalam waktu 72 jam dari onset


4

b. Onset yang tak terduga dari buang air besar encer, gas- gas dalam perut, rasa
tidak enak, nyeri perut

c. Nyeri pada kuadran kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut

d. Demam

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


a. PATOFISIOLOGI

Hidayat (2010), mengatakan proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai
kemungkinan faktor diantaranya :
a) Faktor infeksi
1. Virus
Penyebab tersering diare pada anak adalah disebabkan infeksi rotavirus. Setelah
terpapar dengan agen tertentu, virus akan masuk ke dalam tubuh bersama dengan
makanan dan minuman yang masuk ke dalam saluran pencernaan yang kemudian
melekat pada sel-sel mukosa usus, akibatnya sel mukosa usus menjadi rusak yang
dapat menurunkan daerah permukaan usus. Sel-sel mukosa yang rusak akan
digantikan oleh sel enterosit baru yang berbentuk kuboid atau sel epitel gepeng yang
belum matang sehingga fungsi sel-sel ini masih belum bagus. Hal ini menyebabkan
vili-vili usus halus mengalami atrofi dan tidak dapat menyerap cairan dan makanan
dengan baik. Selanjutnya, terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya
mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga
dikatakan adanya toksin bakteri atau virus akan menyebabkan sistem transpor aktif
dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan
elektrolit akan meningkat.
2. Bakteri
Bakteri pada keadaan tertentu menjadi invasif dan menyerbu ke dalam mukosa,
terjadi perbanyakan diri sambil membentuk toksin. Enterotoksin ini dapat diresorpsi
ke dalam darah dan menimbulkan gejala hebat seperti demam tinggi, nyeri kepala,
dan kejang-kejang. Selain itu, mukosa usus yang telah dirusak mengakibatkan
mencret berdarah berlendir. Penyebab utama pembentukan enterotoksin ialah bakteri
Shigella sp, E.coli. diare ini bersifat self-limiting dalam waktu kurang lebih lima hari
tanpa pengobatan, setelah sel-sel yang rusak diganti dengan sel-sel mukosa yang baru
(Wijoyo, 2013).
5

b) Faktor malabsorpsi,
1. Gangguan osmotik Cairan dan makanan yang tidak dapat diserap akan terkumpul
di usus halus dan akan meningkatkan tekanan osmotik usus Akibatnya akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat. Gangguan osmotik
meningkat menyebabkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga
usus. Hal ini menyebabkan banyak cairan ditarik ke dalam lumen usus dan akan
menyebabkan terjadinya hiperperistaltik usus. Cairan dan makanan yang tidak
diserap tadi akan didorong keluar melalui anus dan terjadilah diare (Nursalam, 2010).
2. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
3. akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan
selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus (Nursalam,
2008).
4. Gangguan motilitas usus Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya
kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare. Sebaliknya bisa
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya
timbul diare pula. Akibat dari diare yaitu kehilangan air dan elektrolit yang dapat
menyebabkan cairan ekstraseluler secara tiba-tiba cepat hilang, terjadi
ketidakseimbangan elektrolit yang mengakibatkan syok hipovolemik dan berakhir
pada kematian jika tidak segera diobati (Nursalam, 2010).

c) Faktor makanan, ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap
dengan baik. Sehingga terjadi peningkatan peristaltik usus yang mengakibatkan
penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan diare
(Hidayat, 2010). Diare akut berulang dapat menjurus ke malnutrisi energi protein,
yang mengakibatkan usus halus mengalami perubahan yang disebabkan oleh PEM
tersebut menjurus ke defisiensi enzim yang menyebabkan absorpsi yang tidak
adekuat dan terjadilah diare berulang yang kronik. Anak dengan PEM terjadi
perubahan respons imun, menyebabkan reaksi hipersensitivitas kulit terlambat,
berkurangnya jumlah limfosit dan jumlah sel T yang beredar. Setelah mengalami
gastroenteritis yang berat anak mengalami malabsorpsi. Malabsorpsi juga terdapat
pada anak yang mengalami malnutrisi, keadaan malnutrisi menyebabkan atrofi
mukosa usus, faktor infeksi silang usus yang berulang menyebabkan malabsorpsi,
enteropati dengan kehilangan protein. Enteropati ini menyebabkan hilangnya
albumin dan imunogobulin yang mengakibatkan kwashiorkor dan infeksi jalan nafas
yang berat.
6

d. Faktor psikologis, faktor ini dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan


peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi proses penyerapan makanan yang
dapat menyebabkan diare. Proses penyerapan terganggu.
7

PATHWAY
DIARE PADA ANAK

Faktor infeksi virus bakteri Faktor makanan basi,


toksin keracunan makanan
Hiperperistaltik Hiraperistaltik
Malabsorsi KH, Lemak Protein

Inflamasi usus
Mofilita usus ↑
Faktor Psikologis

Saraf Simpatik
Absorsi
terpengaruh

Tek-osmotik ↑

Pengeseran air dan elektroli dalam


rongga usus

Gangguan Nutrisi kurang dari


Defekasi Sering kebutuhan tubuh
8

Gangguan Pola
Eliminasi BAB diare

Kulit sekitar Anus merah dan


Lecet

Tubuh Kehilangan Cairan


dan Elektrolit
Gangguan Integritas Kulit

Dehidrasi Suhu badan meningkat

Hipertermi
Gangguan Kehilangan Cairan
dan Elektrolit
9

E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Diagnostik sebagai berrikut :

1) Pemeriksaan laboratrium

(a) Pemeriksaan AGD, elektrolit, kalium, kadar natrium serum

Biasanya penderita diare natrium plasma > 150 mmol/L, kalium > 5 mEq/L

(b) Pemeriksaan urin Diperiksa berat jenis dan albuminurin.

Eletrolit urin yang diperiksa adalah Na+ K+ dan Cl. Asetonuri menunjukkan
adanya ketosis (Suharyono, 2008).

(c) Pemeriksaan tinja

Biasanya tinja pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida,
dan bikarbonat.

(d) Pemeriksaan pH, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit


dalam feses atau darah makroskopik (Longo, 2013). pH menurun disebabkan
akumulasi asama atau kehilangan basa (Suharyono, 2008).

(e) Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
( Betz, 2009).

b. Pemeriksaan Penunjang antara lain:

(a) Endoskopi

(1) Endoskopi gastrointestinal bagian atas dan biopsi D2, jika dicurigai
mengalami penyakit seliak atau Giardia. Dilakukan jika pasien mengalami
mual dan muntah.

(2) Sigmoidoskopi lentur, jika diare berhubungan dengan perdarahan segar


melalui rektum. (3) Kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi, untuk semua
pasien jika pada pemeriksaan feses dan darah hasilnya normal, yang bertujuan
untuk menyingkirkan kanker.

(b) Radiologi
10

(1) CT kolonografi, jika pasien tidak bisa atau tidak cocok menjalani
kolonoskopi

(2) Ultrasonografi abdomen atau CT scan, jika di curigai mengalami penyakit


bilier atau prankeas

c. Pemeriksaan lanjutan

(1) Osmolalitas dan volume feses setelah 48 jam berpuasa akan mengidentifikasi
penyebab sekretorik dan osmotik dari diare.

(2) Pemeriksaan laksatif pada pasien-pasien yang dicurigai membutuhkan sampel


feses dan serologi (Emmanuel, 2014).

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
1) Penatalaksanaan medis antara lain :

a.Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting yang perlu
diperhatikan

a) Jenis cairan

(3) Oral : pedialyte atau oralit, Ricelyte

(4) Parenteral : NaCl, Isotonic, infus

b) Jumlah cairan Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang
dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cara pemberian

(1) Cairan per oral, pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan
diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCL dan
glukosa.

(2) Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat (RL) selalu tersedia di
fasilitas kesehatan dimana saja. Mengenai seberapa banyak cairan yang
diberikan tergantung dari beratringannya dehidrasi, yang diperhitungkan
dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya.

d) Jadwal pemberian cairan Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya dilakukan


penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung kebutuhan cairan.

(1) Identifikasi penyebab diare


11

(2) Terpai sistematik seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan
sekresi usus, antiemetik

e) Pengobatan dietetik Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun
dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan :

a. Susu (ASI atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak
tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau sejenis lainnya).

b. Makanan setengah padat (bubur) atau makanan padat (nasi tim), bila anak tidak
mau minum susu karena dirumah tidak biasa.

c. Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau
tidak jenuh (Ngastiyah, 2014).

2) Penatalaksanaan keperawatan sebagai berikut :

a) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah pasien defekasi.


Cairan harus mengandung eletrolit, seperti oralit. Bila tidak ada oralit dapat diberikan
larutan gula garamdenan 1 gelas air matang yang agak dingin dilarutkan dalam 1
sendok teh gula pasir dan 1 jumput garam dapur. Jika anak terus muntah atau tidak
mau minum sama sekali perlu diberikan melaluui sonde. Bila pemberian cairan per
oral tidak dapat dilakukan, dipasang infus dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau
cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan adalah apakah
tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam pertama karena diperlukan untuk
segera mengatasi dehidrasi.

b) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai
dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan
cara:

1) Jumlah tetesan per menit dikalikan 60, dibagi 15/20 (sesuai set infus yang
dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol infus waktu memantaunya.

2) Perhatikan tanda vital : denyut nadi, pernapasan, suhu.

3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya.
12

4) Berikan minum teh atau oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan
selaput lendir mulut kering.

5) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makan lunak atau
secara realimentasi.

Penanganan diare lainnya yaitu dengan rencana terapi A, B dan C sebagai berikut:

a. Rencana terapi A

Penanganan diare dirumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4 aturan perawatan
di rumah:

a) Beri cairan tambahan

1. Jelaskan pada ibu, untuk:

a) Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian.

b) Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang
sebagai tambahan.

c) Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan
berikut ini: oralit, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang.

Anak harus diberi larutan oralit dirumah jika:

a) Anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan


ini.

b) Anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah.

2) Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit
(200 ml) untuk digunakan dirumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak
oralit atau cairan lain yang harus diberikan setiap kali anak berak:

a) Sampai umur 1 tahun: 50 sampai 100 ml setiap kali berak.

b) Umur 1 sampai 5 tahun: 100 sampai 200 ml setiap kali berak.

Katakan kepada ibu:

a) Agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/ cangkir/


gelas.

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan


lebih lambat.
13

c) Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti.

b. Beri tablet Zinc selama 10 hari

c. Lanjutkan pemberian makan

d. Kapan harus kembali untuk konseling bagi ibu.


14

2. Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi ringan/ sedang dengan oralit. Berikan oralit di klinik sesuai
yang dianjurkan selama periode 3 jam.

a) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

(1) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak dari pedoman
diatas.

(2) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menyusu, berikan
juga 100-200 ml air matang selama periode ini.

b) Tunjukkan cara memberikan larutan oralit

(1) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas

(2) Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian berikan lagi lebih lambat.

(3) Lanjutkan ASI selama anak mau.

c) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut.

d) Setelah 3 jam

(1) Ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya.

(2) Pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan.

(3) Mulailah memberi makan anak.

e) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai

(1) Tunjukkan cara menyiapkan cairan oralit di rumah

(2) Tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan dirumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.

(3) Beri oralit yang cukup untuk rehidrasi dengan menambahkan 6 bungkus
lagi

(4) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah (lihat rencana terapi A).
15

3. Rencana terapi C

Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaiu dengan:

a. Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri


oralit melalui mulut sementara infus dipersiapkan. Beri 100 ml/kg
cairan Ringer Laktat (atau jika tak tersedia, gunakan cairan Nacl yang
dibagi sebagai berikut:

b. Periksa kembali anak setiap 15-30 menit. Jika nadi belum teraba, beri
tetesan lebih cepat. c. Beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah
anak mau minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam
(anak) dan beri juga tablet Zinc.

c. Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.


Klasifikasikan dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk
melanjutkan pengobatan.

d. Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada fasilitas


untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30 menit).

e. Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukkan cara
meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama dalam
perjalan menuju klinik.

f. Jika perawat sudah terlatih menggunakan pipa orogastrik untuk


rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui pipa
nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120
ml/kg).

g. Periksa kembali anak setiap 1-2 jam:

(1) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat.

(2) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk anak untuk
pengobatan intravena.

h. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasikan dehidrasi.


Kemudian tentukan rencana terapi yang sesuai (A, B, atau C) untuk
melanjutkan pengobatan.
16

4. Pemberian tablet Zinc untuk semua penderita diare

a. Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc


sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.

b. Dosis tablet Zinc (1 tablet = 20 mg). Berikan dosis tunggal selama 10


hari:

2) Umur < 6 bulan : ½ tablet

3) Umur ≥ 6 bulan : 1 tablet

c. Cara pemberian tablet Zinc

1) Larutkan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh (tablet akan
larut ± 30 detik), segera berikan kepada anak.

2) Apabila anak muntah sekitar setenagh jam setelah pemberian tablet Zinc,
ulangi pemberian dengan cara memberikan potongan lebih kecil dilarutkan
beberapa kali hingga satu dosis penuh.

3) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama 10 hari penuh,
meskipun diare sudah berhent, karena Zinc selain memberi pengobatan juga
dapat memberikan perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

4) Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap
berikan tablet Zinc segera setelah anak bisa minum atau makan.

5. Pemberian Perbiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan sebagai suplemen


makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan pada penderita dengan
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus, akan terjadi peningkatan
kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen saluran cerna. Probiotik dapat
meningkatkan produksi musin mukosa usus sehingga meningkatkan respons imun
alami (innate immunity). Probiotik menghasilkan ion hidorgen yang akan
menurunkan pH usus dengan memproduksi asam laktat sehingga menghambat
pertumbuhan bakteri patogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu
terapi suportif diare akut. Hal ini berdasarkan peranannya dalam menjaga
keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare. Probiotik aman
dan efektif dalam mencegah dan mengobati diare akut pada anak (Yonata, 2016).
17

G. PENGKAJIAN FOKUS KEPERAWATAN


a. Identitas

Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, nama orang tua, pekerjaan orang tua, penghasilan. Untuk
umur dari pasien diare akut, sebagian besar adalah anak di bawah 2 tahun. Insiden
paling tinggi pada umur 6-11 bulan karena pada masa ini bayi mulai diberikan
makanan pendamping. Kejadian diare akut pada anak laki-laki hampir sama dengan
anak perempuan Depkes RI dalam (Susilaningrum et al., 2013).

b. Keluhan utama

Buang air besar lebih dari 3 kali sehari. BAB kurang dari 4 kali dengan konsistensi
cair (diare tanpa dehidrasi). Buang air besar 4-10 kali dengan konsistensi encer/cair
(dehidrasi ringan/sedang). Buang air besar lebih dari 10 kali (dehidrasi berat). Bila
diare berlangsung < 14 hari adalah diare akut. Bila berlangsung 14 hari atau lebih
adalah diare persisten.

c. Riwayat penyakit sekarang

1) Mula-mula anak/bayi menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat.


Nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemungkinan timbul diare.

2) Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena bercampur empedu.

3) Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.

4) Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai
tampak.

5) Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.

6) Diuresis, yaitu terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/BB/jam) bila terjadi dehidrasi.


Urine normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan
atau sedang. Tidak ada urin dalam waktu enam jam (dehidrasi berat).

d. Riwayat kesehatan meliputi sebagai berikut:

1) Riwayat imunisasi terutama anak yang belum imunisasi campak. Diare ini lebih
sering terjadi dan berakibat berat bdan pada anak-anak dengan campak atau yang
18

menderita campak dalam 4 minggu terakhir, yaitu akibat penurunan kekebalan


pada pasien.

2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik) karena faktor ini
salah satu kemungkinan penyebab diare menurut Axton dalam (Susilaningrum et
al., 2013).

3) Riwayat penyakit yang sering pada anak berumur di bawah 2 tahun biasanya
batuk, panas, pilek, serta kejang yang terjadi sebelum, selama, atau setelah
terjadinya diare. Hal ini untuk melihat tanda atau gejala infeksi lain yang
menyebabkan diare, seperti OMA, faringitis, bronko pneumonia, tonsillitis,
ensefalitis menurut Suharyono dalam (Susilaningrum et al., 2013).

e. Riwayat nutrisi menurut Depkes RI dalam (Susilaningrum et al.,


2013). Riwayat pemberian makanan sebelum sakit diare meliputi hal
sebagai berikut,

1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare
dan infeksi yang serius.

2) Pemberian susu formula, apakah menggunakan air masak, diberikan dengan botol
atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah terjadi pencemaran.

3) Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa),
pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus, ingin minum banyak,
sedangkan pada dehidrasi berat anaka akan malah untuk minum atau tidak mau
minum.

f. Pemeriksaan fisik

4) Keadaan umum

a) Baik, sadar (tanpa dehidrasi).

b) Gelisah, rewel (dehidrasi ringan atau sedang).

c) Lesu, lunglai atau tidak sadar (dehidrasi berat).

5) Berat badan Menurut S. Partono (Susilaningrum et al, 2013), anak yang diare
dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan sebagai berikut:

Kehilangan berat badan


Tingkat Dehidrasi Bayi Anak Besar
19

Dehidrasi Ringan 5% (50 ml/kg) 3% (30 ml/kg)


5-10% (50-100
Dehidrasi Sedang 6% (60 ml/kg)
ml/kg)
10-50% (100-500
Dehidrasi Berat 9% (90 ml/kg)
ml/kg)
(Sumber :Susilaningrum,2013 dan Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Nursalam,
2008).

Presentase penurunan berat badan tersebut dapat diperkirakan saat anak dirawat di
rumah sakit. Sedangkan di puskesmas/fasilitas pelayanan dasar dapat digunakan
pedoman MTBS (2008), sebagaimana telah disajikan pada bahasan macam diare di
atas.

6) Kulit Untuk mengetahui elastisitas kulit, kita dapat melakukan pemeriksaan


turgor, yaitu dengan cara mencubit daerah perut dengan kedua ujung jari (bukan
kedua kuku). Turgor kembali cepat kurang dari 2 detik berarti diare tanpa
dehidrasi. Turgor kembali lambat bila cubitan kembali dalam waktu 2 detik dan
ini berarti diare dengan dehidrasi ringan/sedang. Turgor kembali sangat lambat
bila cubitan kembali > 2 detik dan ini termasuk diare dengan dehidrasi berat.

7) Kepala Anak berumur di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi, ubun-ubun


biasanya cekung.

8) Mata Anak yang diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak mata normal. Bila
dehidrasi ringan atau sedang, kelopak mata cekung (cowong). Sedangkan
dehidrasi berat, kelopak mata sangat cekung

9) Mulut dan lidah.

a) Mulut dan lidah basah (tanpa dehidrasi).

b) Mulut dan lidah kering (dehidrasi ringan/sedang).

c) Mulut dan lidah sangat kering (dehidrasi berat).

10) Abdomen kemungkinan distensi, kram, bising usu meningkat.

11) Anus, adakah iritasi pada kulitnya


20

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Masalah keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan diare menurut
NANDA Internasional (2015), adalah sebagai berikut:

a. Diare berhubungan dengan parasit, psikologis, proses infeksi, inflamasi,


iritasi, malabsorbsi.

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif,


kegagalan mekanisme regulasi.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


faktor biologis, faktor psikologis, ketidakmampuan mencerna makanan,
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien.

d. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi atau sering BAB,


perubahan status cairan, perubahan pigmentasi, perubahan turgor, penurunan
imunologis.
21

I. PERENCANAAN
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
NOC: NIC:
a. Kontinensi usus a. Manajemen diare
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan keperawatan:
diharapkan pasien dapat mengontrol 1. Evaluasi efek samping pengobatan terhadap
pengeluaran feses dari usus,dengan gastrointestinal
Kriteria hasil: 2. Anjurkan pasien untuk menggunakan obat
Diare berhubungan dengan parasit, 1. Diare(4) antidiare
1. psikologis, proses infeksi, 2. Mengeluarkan feses paling tidak 3 kali 3. Evaluasi intake Makanan yang
inflamasi, iritasi, malabsorbsi. per hari(5) dikonsumsi sebelumnya
3. Minum cairan secara adekuat(5) 4. Identifikasi faktor penyebab
4. Mengkonsumsi serat secara adekuat(5) diare(misalnya, bakteri)
Keterangan: 5. Berikan makanan dalam porsi kecil dan lebih
(4) : Jarang menunjukkan sering serta tingkatkan porsi secara bertahap
(5) : Secara Konsisten Menunjukkan 6. Monitor tanda dan gejala diare

b. Fungsi Gastrointestinal b. Manajemen Saluran Cerna


Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan saluran pencernaan pasien mampu
1. Monitor buang air besar termasuk
22

untuk mencerna, dan menyerap nutrisi dari


makanan, dengan Kriteria hasil:
1. Frekuensi BAB(4) frekuensi, konsistensi, bentuk, volume,
2. Konsistensi feses(5) dan warna, dengan cara yang tepat.
3. Distensi perut(5) 2. Monitor bising usus
4. Peningkatan peristaltik(4) 3. Instruksikan pasien mengenai makanan tinggi
5. Diare(4) serat
23

NOC: NIC:
a. Keseimbangan cairan a. Manajemen cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan a. Manajemen Cairan
diharapkan keseimbangan cairan didalam Tindakan keperawatan:
tubuh pasien tidak terganggu, dengan Kriteria
1. Monitor status hidrasi (misalnya membran
hasil:
mukosa lembab, denyut nadi adekuat)
1. Tekanan darah (5) 2. Jaga intake/asupan yang akurat dan catat
Kekurangan Volume cairan
Berhubungan dengan kehilangan 2. Denyut nadi perifer(5) output pasien
2.
cairan aktif, kegagalan mekanisme 3. Keseimbangan intake 3. Monitor makanan/cairan yang dikonsumsi dan
regulasi. dan output dalam 24 jam(4) hitung asupan kalori harian
4. Berat badan stabil(5) 4. Kolaborasi pemberian Cairan IV
5. Turgor kulit(5) 5. Monitor status nutrisi
6. Kelembaban membran mukosa(5) 6. Timbang berat badan setiap hari dan status
Keterangan : pasien
(4) Sedikit Terganggu 7. Monitor taanda-tanada vita;
(5) Tidak terganggu 8. Dorong krluarga untuk membantu pasien makan
b. Hidrasi
b. Manajemen Hipovolemia
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
Tindakan Keperawatan:
diharapkan ketersediaan air didalam tubuh
1. Monitor status cairan termasuk intake dan
pasien tidak terganggu, dengan Kriteria hasil:
output cairan
1. Turgor kulit(5)
24

2. Membran mukosa lembab(5) 2. Pelihara IV line


3. Intake cairan(5) 3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Mata dan ubun-ubun cekung(5) 4. Monitor tanda-tanda vital
5. Nadi cepat dan lemah(5) 5. Monitor respon
pasien terhadap penambahan cairan
Keterangan: Dorong pasien untuk menambah intake oral
c. Monitor cairan
c. Status nutrisi: asupan
Tindakan keperawatan:
makanan & cairan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor berat badan
diharapkan jumlah makanan dan cairan yang 2. Monitor intake dan output
masuk ke dalam tubuh pasien adekuat, dengan 3. Monitor nilai serum dan elektrolit urin
Kriteria hasil: 4. Monitor serum albumin dan total
1. Asupan makanan secara oral(4) protein
2. Asupan makan secara tube feeding 5. Monitor TD, nadi, pernafasan
(NGT/OGT) (4)
Monitor kelembaban mukosa, turgor kulit
3. Asupan cairan intravena(4)
Asupan nutrisi parenteral(4)
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang NOC: NIC:
dari kebutuhan tubuh a. Status nutrisi a. Manajemen nutrisi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan keperawatan:
diharapkan nutrisi pasien dapat terpenuhi, 1. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi
25

dengan Kriteria hasil: makanan


1. Asupan makanan(4) 2. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan
2. Asupan cairan(5) nutrisi

3. Rasio berat/tinggi badan(5) 3. Atur diet yang diperlukan (yaitu,

4. Energi(4) menyediakan makanan protein tinggi,


menambah , atau mengurangi kalori,
5. Hidrasi(4)
menambah atau menurangi vitamin, mineral)
Keterangan:
4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
(4) : Sedikit menyimpang dari rentang
yang dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan
normal
gizi
(5) :Tidak menyimpang dari rentang normal
b. Status nutrisi: Asupan b. Monitor nutrisi
Makanan & Cairan Tindakan keperawatan:
1. Monitor kecendrungan turun berat badan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan 2. Monitor turgor kulit


diharapkan jumlah makanan dan cairan yang 3. Monitor adanya mual dan muntah
masuk ke dalam tubuh pasien adekuat, 4. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
dengan Kriteria hasil : jaringan konjungtiva
1. Asupan makanan secara oral (4) 5. Monitor diet dan asupan kalori
2. Asupan makan secara tube feeding
(NGT/OGT) (4)
26

3. Asupan cairan secara oral (4)


4. Asupan nutrisi parenteral (4)

Keterangan:
(4): Sebagian besar adekuat
(5) : Sepenuhnya adekuat

c. Status nutrisi: asupan nutrisi c. Monitor nutrisi


Setelah dilakukan tindakan keperawatan Tindakan keperawatan:
diharapkan asupan gizi pasien terpenuhi, 1. Timbang berat badan pasien
dengan Kriteria hasil: 2. Monitor adanya mual muntah
1. Asupan kalori (5) 3. Monitor adanya penurunan berat badan
2. Asupan protein (5) 4. Monitor turgor kulit dan mobilitas
3. Asupan karbohidrat (5)
4. Asupan serat (4)
5. Asupan mineral (5)

4. Kerusakan integritas kulit NOC: NIC:


Integritas jaringan: Kulit & membran Manajemen elektrolit/ cairan
mukosa Tindakan keperawatan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor kehilangan cairan (misalnya, muntah,
27

diharapkan keutuhan dan fungsi kulit pasien diare)


tidak terganggu, dengan Kriteria 2. Tingkatkan intake asupan cairan per oral
hasil: 3. Pastikan bahwa larutan intravena yang
1. Integritas kulit(5) mengandung elektrolit diberikan dengan aliran
2. Suhu kulit(5) yang konstan dan sesuai
3. Elastisitas(5)
4. Hidrasi(4)
5. Perfusi jaringan(5)

Keterangan:
(4) : Sedikit terganggu

: Tidak terganggu
28

J. EVALUASI
Evaluasi dalam dokumentasi keperawatan mengharuskan perawat melakukan
pemeriksaan secara kritikal serta menyatakan respon yang dirasakan pasien terhadap
intervensi yang telah dilakukan. Evaluasi ini terdiri dari dua tingkat yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif atau biasa juga dikenal dengan
evaluasi proses, yaitu evaluasi terhadap respon yang segera timbul setelah intervensi
keperawatan dilakukan. Sedangkan evaluasi sumatif atau evaluasi hasil, yaitu
evaluasi respon (jangka panjang) terhadap tujuan, dengan kata lain bagaimana
penilaian terhadap perkembangan kemajuan kearah tujuan atau hasil akhir yang
diinginkan. Evaluasi untuk setiap diagnosis keperawatan meliputi data subjektif (S)
data objektif (O), analisa permasalahan (A) berdasarkan S dan O, serta perencanaan
(P) berdasarkan hasil analisa diatas. Evaluasi ini disebut juga dengan evaluasi proses.
Format dokumentasi SOAP biasanya digunakan perawat untuk mengidentifikasi dan
mengatasi masalah pasien (Dinarti et al., 2013). Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan masalah yang pasien hadapi dimana sudah dibuat pada perencanaan tujuan
dan kriteria hasil. Adapun hasil yang diharapkan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015)
yaitu:

a. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine


normal, 28 HT normal.

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas nomal.

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi.

d. Elastisitas turgor kulit baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
DAFTAR PUSTAKA

Adyanastri, Festy. 2012. Etiologi Dan Gambaran Klinis Diare Akut Di RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Karya Tulis Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro. Diakses tanggal 7 Januari 2017 dari
http://eprints.undip.ac.id/37538/1/Festy_G2A008082_Lap_kti.pdfwiwinpujia-
1337-2-hal.151-8.pdf

Bulechek, M.G.; Butcher, H.K.; Dochterman, J.M.; & Wagner, C.M. 2013. Nursing
Interventions Classification (NIC), 6th edition. United State Of America:
Mosby Elsevier, Inc

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Manajemen Terpadu Balita Sakit


(MTBS). Jakarta

Dinas kesehatan. 2014. Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. Diakses tanggal
11 Januari 2017 dari
http://sumbar.antaranews.com/image/2009/09ori/20090908img_1646.jpg

Emmanuel, anton. & Inns, stephen. 2014. Gastroenterologi dan Hepatologi.


Jakarta: Erlangga

Moorshead,Sue.dkk.2016.Nursing Outcomes Classification Edisi 5


(NOC).Singapore:Elsevier Global Right.
NandaInternational.2018.Diagnosa Keperawatan:definisi dan klasifikasi 2018-
2020(11th ed.).Jakarta:EGC
Ngastiyah. 2014. Perawatan anak sakit edisi 2. Jakarta : EGC
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2008. Asuhan keperawatan bayi dan
anak. Jakarta : Salemba Medika

29

Anda mungkin juga menyukai

  • LP Hiperbilirubin
    LP Hiperbilirubin
    Dokumen24 halaman
    LP Hiperbilirubin
    Anggita RK
    33% (3)
  • Makalah Kel 1 Gerontik
    Makalah Kel 1 Gerontik
    Dokumen18 halaman
    Makalah Kel 1 Gerontik
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 4566
    4566
    Dokumen13 halaman
    4566
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • LP BRPN Anak
    LP BRPN Anak
    Dokumen17 halaman
    LP BRPN Anak
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Konsep Pelaksanaan Uks
    Konsep Pelaksanaan Uks
    Dokumen6 halaman
    Konsep Pelaksanaan Uks
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 123
    123
    Dokumen10 halaman
    123
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 123
    123
    Dokumen10 halaman
    123
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 4566
    4566
    Dokumen13 halaman
    4566
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 4566
    4566
    Dokumen13 halaman
    4566
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen9 halaman
    2
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 123
    123
    Dokumen10 halaman
    123
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Dokumen14 halaman
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Dokumen14 halaman
    Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 23
    23
    Dokumen3 halaman
    23
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Analisis Data
    Analisis Data
    Dokumen11 halaman
    Analisis Data
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen9 halaman
    2
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • 455
    455
    Dokumen15 halaman
    455
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Resume Eliminasi Kelompok 5
    Resume Eliminasi Kelompok 5
    Dokumen1 halaman
    Resume Eliminasi Kelompok 5
    Anggita RK
    Belum ada peringkat
  • Presentation 1
    Presentation 1
    Dokumen5 halaman
    Presentation 1
    Anggita RK
    Belum ada peringkat