Disusun oleh :
M. Ali Ridho 04054821820135
Pika Ranita Annisaa 04054821820136
Pembimbing :
dr. Abda Arif, Sp.BP-RE
Referat
Oleh:
M. Ali Ridho 04054821820135
Pika Ranita Annisaa 04054821820136
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Emergency Management of Severe Burns”. Referat ini merupakan salah
satu syarat kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abda Arif, Sp.BP-RE,
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih
terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Kritik dan saran dari
semua pihak untuk kesempurnaan referat ini sangat penulis apresiasi.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga dapat berguna bagi penulis dan
pembaca.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit............................................................................2
2.1.1 Anatomi Kulit.........................................................................................2
2.1.2 Fisiologi Kulit........................................................................................4
2.2 Luka Bakar.......................................................................................................6
2.2.1 Definisi dan Etiologi..............................................................................6
2.2.2 Epidemiologi..........................................................................................10
2.2.3 Patofisiologi...........................................................................................11
2.2.4 Klasifikasi Luka Bakar...........................................................................14
2.2.5 Luas dan Berat Luka Bakar....................................................................16
2.2.6 Jenis Luka Bakar....................................................................................19
2.2.7 Fase Luka Bakar.....................................................................................20
2.2.8 Diagnosis Luka Bakar............................................................................21
2.2.9 Assesment dan Tatalaksana....................................................................22
2.2.10 Komplikasi.............................................................................................30
2.2.11 Prognosis................................................................................................31
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................33
iv
BAB I
PENDAHULUAN
v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan Merkel. Fungsi Epidermis yaitu proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum corneum pada bagian
paling luar, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basal dimana terjadi proses mitosis dan pembaruan sel epidermis
tiap 28 hari.
vi
Keratinosit merupakam sel epidermis utama yang berdiferensiasi,
membentuk keratin, suatu protein fibrosa. Keratinosit meninggalkan
lapisan malphigi dan bergerak ke atas, mengalami perubahan bentuk,
struktur, sitoplasmik dan komposisi. Proses ini mengakibatkan
transformasi dari sel hidup, aktif mensintesis menjadi sel mati dan
bertanduk. Proses ini dinamakan keratinisasi. Unsur sel sisanya
membentuk suatu komplek amorf fibrosa yang dikelilingi membrane
yaitu tanduk.
Melanosit merupakan sel epidermis utama juga, yang berfungsi
mensintetis melanin dari granula – granula melanosom yang
berhubungan dengan keratinosit. Jumlah melanin dalam keratinosit
menentukan warna kulit. Melanin melindungi kulit dari pengaruh sinar
matahari yang merugikan. Sinar matahari meningkatkan pembentukan
melanosom dari melanin.
B. Dermis
Dermis merupakan lapisan yang terletak tepat dibawah epidermis
yang terdiri dari serabut kolagen, elastin dan retikulin. Mengandung
pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
lapisan epidermis. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis
yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas
kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Dermis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
vii
Pars Papiler: Pars papilare merupakan bagian yang dekat /
menonjol ke arah epidermis. Terdapat ujung saraf dan pembuluh
darah.
Pars Retikuler: Pars retikulare merupakan bagian yang menonjol
ke arah subcutis. Komposisi pada bagian ini terdiri dari jaringan
ikat kolagen, retikulin, dan elastin. Kolagen sangat elastis. Dan
komposisi kolagen pada dermis seseorang menentukan
kekencangan kulitnya. Semakin tua usia seseorang, maka
komposisi kolagennya semakin sedikit, sehingga kelenturan
kulitnya pun berkurang
C. Hipodermis (Subkutis)
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak yang disebut dengan panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening.. Lapisan ini juga terdapat jaringan
ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu pleksus superfisial
(di bagian atas dermis) dan pleksus profunda (di subkutis). Pleksus di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus di
subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anstomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar.
viii
dalam, nyeri dari alat-alat visera biasanya digolongkan sebagai sensasi
visera. Terdapat 4 sensasi kulit yaitu: raba-tekan (tekanan adalah rabaan
yang ditahan agak lama), dingin, hangat, dan nyeri. Kulit mengandung
berbagai jenis ujung saraf sensorik yang meliputi ujung saraf telanjang,
saraf yang melebar, serta ujung saraf yang terselubung. Secara umum
kulit memiliki beberapa fungsi penting yaitu:
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari
pengaruhpengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling
luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang
menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan
luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh
serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari
matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan
getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf
sensasi. Sensasi kulit adalah sensasi yang reseptornya ada dikulit,
sedangkan sensasi visera adalah sensasi yang berkaitan dengan persepsi
lingkungan dalam, nyeri dari alat-alat visera biasanya digolongkan
sebagai sensasi visera. Terdapat 4 sensasi kulit yaitu: raba-tekan (tekanan
adalah rabaan yang ditahan agak lama), dingin, hangat, dan nyeri. Kulit
mengandung berbagai jenis ujung saraf sensorik yang meliputi ujung
saraf telanjang, saraf yang melebar, serta ujung saraf yang terselubung
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit
atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan
ix
kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam
fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit
sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan
penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-
kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan
membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan
melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui
penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak
disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak yang dapat
digunakan sebagai cadangan energi
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut
dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada
krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit
pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara
kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes
melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke
berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang
tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi
lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti
kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.
x
2.2 Luka Bakar
2.2.1. Definisi dan Etiologi
Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas,
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini
disebabkan pada luka bakar terdapat kuman dengan patogenesitas tinggi,
terdapat banyak jaringan mati, mengeluarkan banyak air, serum dan
darah, terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkena
trauma), memerlukan jaringan untuk menutup.
Baik pada dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi
dirumah. Pada anak-anak, lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling
berbahaya adalah dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci
yang mengandung bahan kimia berbahaya, dan garasi atau gudang berisi
bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar. Biasanya
penyebab luka bakar pada anak-anak 55% akibat air panas sedangkan
pada dewasa 44% akibat api. Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar dapat dibagi menjadi:
• Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api
dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
xi
• Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
• Gas dan uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru. Inhalasi menyebabkan cedera
thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat
edema.
• Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown .
Luka bakar listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu listrik tegangan
rendah, tegangan tinggi dan sengatan petir.
xii
Tabel 1. Perbandingan Tegangan Luka Bakar Listrik
Tegangan Kulit Kedalaman jaringan Gangguan irama
jantung
Tegangan Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini atau
Rendah luka keluar kedalaman tidak ada sama sekali
(<1000V)
xiii
jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis).
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat dari
pada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru
timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk
berobat dan kerusakan jaingan sudah meluas. Luka akibat kimia
paling sering terjadi pada organ gastrointestinal akibat tertelan, organ
mata sehingga menyebabkan beberapa komplikasi, serta saluran
pernafasan akibat terhirup gas kimia.
• Radiasi
• Sunburn (sinar matahari)
2.2.2. Epidemiologi
Sekitar 1% dari penduduk Australia dan Selandia Baru (220.000)
menderita luka bakar dan membutuhkan perawatan setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat inap. Dari mereka, 10%
memerlukan rawat inap, dan 10% dari tergolong luka berat yang
mengancam jiwa. 50% pasien mengalami keterbatasan dalam kegiatan
kehidupan sehari-hari. Sedangkan di Indonesia, prevalensi luka bakar
sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).
Secara global, 96.000 anak–anak yang berusia di bawah usia 20
tahun mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi
kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah
dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan
kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara,
dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada
daerah dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO,
2008).
2.2.3. Patofisiologi
A. Respon Lokal
xiv
Pada tahun 1950 di Birmingham, Inggris, Jackson melakukan suatu
studi tipe eksperimental dengan membuat suatu replika model luka bakar
dengan gambar sebagai berikut.
B. Respon Sistemik
xv
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
III.
Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut yang
menimbulkan perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk
sel-sel endotel (epitel tunika intima) dimana sel-sel tersebut membulat
(edematous) dengan pembesaran jarak interseluler karena terjadi
perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik diruang intravaskuler, terjadi
ektravasasi cairan intravskuler, plasma (protein), elektrolit dan leukosit
ke ruang intersisiel. Di jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairan,
menyebabkan keseimbangan tekanana hidrostatik dan onkotik terganggu.
Penimbunan cairan di jaringan intersisiel menyebabkan gangguan perfusi
dan metabolism seluler. (syok jaringan). Penimbunan cairan massif di
jaringan intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan
menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini
dikenal dengan Syok hipovolemik.
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut
adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi
dipertahankan melalui kompensasi jantung dan system pernafasan untuk
memenuhi kebutuhan perfusi organ-organ vital di sentral (otak,
jantung,paru).
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%,
xvi
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun
dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah.
Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang
karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein
dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot
mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka
bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar.
C. Cedera Inhalasi
Terhirupnya uap panas atau produk pembakaran depat menyebabkan
kerusakan traktur respiratorius dalam bermacam cara. Cedera inhalasi
dibagi menurut lokasi cedera yaitu:
Kerusakan jalan nafas di atas laring
Cedera tipe ini sering diakibatkan oleh terhirupnya uap panas
pada tempat-tempat yang tertutup yang terdapat api atau uap panas
sehingga tidak ada pilihan selain menghirup uap tersebut. Pada
xvii
awalnya akan terjadi pelepasan mediator inflamasi yang
mengakibatkan edema pada saluran pernafasan sehingga terjadi
obstruksi saluran nafas. Edema ini dapat menetap hingga 12-36 jam.
Kerusakan jalan nafas di bawah laring
Proses patologis yang terjadi pada cedera ini yaitu api atau uap panas
menyebabkan oksidasi dan reduksi komponen yang mengandung
karbon, sulfur, nitrogen dsb. Saat terbakar, bahan tersebut akan
menghasilkan kurang lebih 75 macam zat toksik yang berbahaya
pada nafas. Selain itu partikel-partikel zat kimia yang berukuran
kurang dari 1 μm dapat merusak alveolus dan menginisiasi produksi
mediator inflamasi dan reactive oxygen dan memacu terjadinya
edema pada trakea-bronkus. Selain itu juga terjadi disrupsi membran
alveolar-kapilar, terbentuknya eksudat inflamasi dan hilangnya
surfaktan. Kondisi ini menyebabkan atelektasis, edema interstitium
dan edema paru dan terjadila hipksemia dan menurunnya compliance
paru.
Intoksikasi sistemik
Penyebab intoksikasi paling sering pada cedera inhalasi yaitu karbon
monoksida dan sianida karena menyebabkan oksidasi karbon
inkomplit. CO memiliki afinitas lebih kuat dengan hemoglobin dari
pada O2 sehingga terjadi hipoksia jaringan karena tidak tersuplai
oleh O2. Pada intoksikasi sianida, fungsi sitokrom pada paru
terhambat dan terjadi metabolisme anaerob yang bertahap akan di
metabolisme oleh enzim rhodenase di hati.
2.2.4. Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal, antara lain:
Penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
- Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab:
xvii
i
Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas,
terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik
(WHO, 2008).
Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas,
cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar (WHO, 2008).
xix
luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit
(Barbara et al., 2013).
xx
kiri, ekstremitas atas kanan, paha kanan, paha kiri, tungkai & kaki
kanan, serta tungkai & kaki kiri masing-masing nilainya 9%. Sisanya
1% ialah pada daerah genitalia. Rumus ini dapat membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yg mengalami luka bakar pada orang
dewasa. Rule of nine terbagi atas:
xxi
.
xxii
Luka bakar ringan
- Luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas <2%.
- Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%
- Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
Luka bakar Berat
- Luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
- Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
- Luka bakar listrik tegangan tinggi
- Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun
xxii
i
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown
(Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio
aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya
maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka
bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang
xxi
v
terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, keseimbangan elektrolit,
keseimbangan gas darah (luka bakar akibat inhalasi), dan
pemeriksaan radiologi(apabila terjadi ARDS) sangat diperlukan
xxv
untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi terhadap organ-organ di
dalam tubuh.
Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama terdiri dari:
- Hentikan proses pembakaran
- Turunkan suhu luka
Hal ini efektif dalam 3 jam pertama sejak terbakar.
xxv
i
Gambar 8. Alur Tatalaksana Pada Pasien Luka Bakar Menurut EMSB
Survei Primer
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.
A. Penatalaksanan jalan napas dan manajemen tulang servikal.
- Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan
pasien. Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan
membuka jalan napas dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga
gerakan tulang servikal seminim mungkin dan jangan melakukan
fleksi dan ekstensi kepala dan leher.
- Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar).
Adanya cedera di atas klavikula seperti trauma muka atau tidak
sadarkan diri kerap disertai patah tulang belakang servikal,
xxv
ii
- Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah memerlukan
eskarotomi
D. Disabilitas-Status neurologik
- Tetapkan derajat kesadaran:
A– dari Alert (Sadar, waspada)
V– dari Vocal (Respon terhadap rangsang suara)
P– dari Pain (Respon terhadap rangsang nyeri)
U– dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
- Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan
sama.
- Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan
kegelisahan dan penurunan derajat kesadaran.
xxv
iii
- Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam
tangan.
- Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
- Jaga agar pasien tetap hangat.
- Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau
palmaris (Rule of One).
xxi
x
- Tulang belakang servikal
- Toraks
- Panggul
- Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
D. Pipa
· Pemasangan NGT
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak-anak, >
20% pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk
melakukan dekompresi saluran cerna Gastroparesis merupakan hal
yang umum terjadi.
Survei Sekunder
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak
ada atau telah diatasi.
Riwayat Penyakit:
A - Alergy
M - Medicine (obat-obatan yang baru dikonsumsi)
P - Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L - Last meal (makan terakhir)
E - Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)
Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan
lingkungan:
- Luka bakar
- Durasi paparan
- Jenis pakaian yang dikenakan
- Suhu dan kondisi air, jika penyebah luka bakar adalah air panas
Pemeriksaan
Kepala
xxx
- Mata …… luka tembus kerap terlewatkan - Cek ketajaman penglihatan
- Kulit kepala …… luka tidak beraturan, benda asing
Wajah
- Stabilitas tulang-tulang wajah 1/3 tengah
- Periksa adanya gigi yang hilang /maloklusi
- Kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung, telinga atau mulut
- Jelaga, lepuh, edema lidah atau faring
Leher
- Inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiologi. Selalu curigai adanya fraktur
servikal
- Luka menembus muskulus platisma-ruang, operasi atau pemeriksaan
angiografi
Dada
- Periksa seluruh dada-depan dan belakang
- Tulang iga, klavikula dan tulang dada
- Periksa bising napas dan suara jantung
- Luka bakar melingkar mungkin perlu eskarotomibila menyebabkan
restriksi ventilasi
- Batuk yang produktif
- Perubahan suara, parau
Abdomen
- Memerlukan evaluasi berulang untuk menilai nyeri dan distensi abdomen
- Bila dijumpai memar terutama jejak sabuk pengaman, curiga adanya
kelainan intra-abdomen seperti ruptur viskus
- Bila penilaian abdomen tidak dapat jelas, samar atau tidak praktis,
misalnya pada luka bakar di daerah abdomen yang luas, maka investigasi
lebih lanjut menggunakann CT scan, atau Focused Assessment with
Sonography for Trauma (FAST) merupakan pemeriksaan mandatorik.
Perineum
- Jejas, hematoma, darah keluar melalui meatus uretra eksterna
Rektum
xxx
i
- Darah, laserasi, tonus sfingter, prostat mengambang
Vagina
- Benda asing, laserasi
Tungkai
- Kontusio, deformitas, nyeri, krepitus
- Lakukan penilaian pulsasi ekstremitas secara reguler. Pada luka bakar
melingkar diikuti perkembangan edema, awalnya eskar menyebabkan
terhambatnya aliran balik vena diikuti terhambatnya aliran arteri yang
mengakibatkan iskemia jaringan. Hal ini mengakibatkan penurunan
perfusi ekstremitas diikuti nyeri, parastesia, tidak ada denyut dan
paralisis. Eskarotomi merupakan indikasi saat aliran balik vena
ekstremitas terhambat oleh edema; untuk mengembalikan kecukupan
sirkulasi
Pelvis
- Diperlukan akses cepat pemeriksaan radiologi di unit gawat darurat untuk
menilai stabilitas tulang pelvis. Bila pemeriksaan raadiologi tidak
dimungkinkan, pemeriksaan stabilitas dengan menekan simfisis dan
ilium anterior harus dilakukan. Manuver ini hanya dapat dilakukan satu
kali saja oleh seorang senior.
Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (lihat lampiran)
- Penilaian sensorik dan motorik semua tungkai
- Paralisis atau parasis menunjukkan adanya cedera berat, segera lakukan
imobilisasi menggunakan papan spinal dan semi-rigid collars.
Perujukan
A. Kriteria rujukan
Australian and New Zealand Burn Association menetapkan kasus-
kasus berikut memerlukan rujukan ke unit luka bakar:
- Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5%
pada anak-anak
- Luka bakar seluruh ketebalan kulit (luka hakar dalam, full thickness
xxx
ii
burns)> 5%
- Luka hakar mengenai area khusus, termasuk wajah, tangan, kaki,
genitalia dan perineum, persendian serta luka bakar melingkar pada
dada dan tungkai
- Luka bakar dengan cedera inhalasi
- Luka bakar listrik
- Luka bakar kimia
- Luka bakar dengan penyakit pre-morbid
- Luka bakar dengan trauma berat lainnya
- Luka bakar pada usia tertentu: anak-anak dan usia lanjut
- Luka hakar pada wanita hamil
- Luka bakar bukan karena kecelakaan
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebahkan tatalaksana
menjadi sulit dengan risiko yang semakin besar, diperlukan
penatalaksanaan oleh tenaga dalam tim spesialis yang akan memberi
kesempatan sebesar mungkin untuk mendapatkan hasil optimal.
B. Persiapan rujukan
Dalam keadaan stabil secara tisiologik, penderita luka bakar masif
dapat dan aman ditransfer meski dalam waktu yang relatif lama. Namun
untuk dapat ditransfer, penderita harus stabil. Stabilisasi mencakup
semua aspek yang diuraikan sebelumnya.
1. Sistem respirasi
- Semua penderita cedera berat diberi oksigen 15L/menit.
- Karena obstruksi jalan napas bagian atas dapat mengalami progres
dengan cepat dan mencapai puncaknya saat penderita ditransfer,
maka penting untuk mempertimbangkan intubasi endotrakea
sebelum penderita di rujuk.
- Cedera inhalasi dengan kerusakan infraglotik kerap menimbulkan
masalah saat transportasi berlangsung.
xxx
iii
2. Sistem sirkulasi
Prinsip tatalaksana gangguan sirkulasi akibat perpindahan cairan
dan elektrolit sebagaimana diuraikan sebelumnya diberikan untuk
stabilisasi penderita sebelum proses transfer.
- Bila insersi 2 kanul (160 pada dewasa, 200 pada anak-anak)
tidak dimungkinkan, ambil rute lain untuk pemberian cairan dan
diskusikan sebelumnya dengan unit luka bakar rujukan.
- Metode akses vaskular umumnya tergantung pengalaman tim
baik di perifer maupun di unit luka bakar rujukan.
- Rute yang dapat digunakan antaralain adalah jalur vena sentral
perkutan (femoral, subldavia, atau jugularinterna), intra osseous
atau vena seksi (ankle atau siku).
2.2.10. Komplikasi
xxx
iv
baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).
2.2.11. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan parut. Luka
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan
membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan
fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang
parut (Mansjoer A, 2000).
BAB III
xxx
v
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
xxx
vi
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3: Luka, Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. P 66-88
2. ANZBA, Bi-National Burns Registry: Annual Report 1 st July 2009- 30th
June 2010. 2011, Autralian and New Zealand Burn Association:
Melbourne.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
5. WHO. 2008. Burn Prevention and Care. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data. Geneva. P. 1-23.
6. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
7. Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson
Education Inc. page. 153-78.
8. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de
Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
9. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s
principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
10. David,S.2008.Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan
Luka.Dalam:Surabaya Plastic Surgery.
11. Williams C. Assessment and management of pediatric burn injuries.
Nurs Stand. 2011. 25(25):60-4,66,68.
12. Palmieri T, Klein M. Burn research state of the science: Introduction. J
Burn Care Res. 2007;28:544–5
13. Department of Health, Western Australia. Burn Injury Model of Care.
Perth: Health Networks Branch, Department of Health, Western
Australia; 2009.
xxx
vii