Anda di halaman 1dari 37

Referat

EMERGENCY MANAGEMENT OF SEVERE BURNS

Disusun oleh :
M. Ali Ridho 04054821820135
Pika Ranita Annisaa 04054821820136

Pembimbing :
dr. Abda Arif, Sp.BP-RE

BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM MOHAMMAD HOESIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Referat

EMERGENCY MANAGEMENT OF SEVERE BURNS

Oleh:
M. Ali Ridho 04054821820135
Pika Ranita Annisaa 04054821820136

Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit


Umum Mohammad Hoesin Palembang periode 26 Maret – 04 Juni 2018.

Palembang, 24 April 2018

dr. Abda Arif, Sp.BP-RE

ii
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT atas segala
nikmat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat yang
berjudul “Emergency Management of Severe Burns”. Referat ini merupakan salah
satu syarat kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya/ Rumah Sakit Umum Mohammad Hoesin Palembang.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Abda Arif, Sp.BP-RE,
selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini.
Dalam penyusunan referat ini, penulis menyadari bahwa referat ini masih
terdapat kekurangan, baik dari isi maupun teknik penulisan. Kritik dan saran dari
semua pihak untuk kesempurnaan referat ini sangat penulis apresiasi.
Demikianlah penulisan referat ini, semoga dapat berguna bagi penulis dan
pembaca.

Palembang, 24 April 2018

Penulis

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Kulit............................................................................2
2.1.1 Anatomi Kulit.........................................................................................2
2.1.2 Fisiologi Kulit........................................................................................4
2.2 Luka Bakar.......................................................................................................6
2.2.1 Definisi dan Etiologi..............................................................................6
2.2.2 Epidemiologi..........................................................................................10
2.2.3 Patofisiologi...........................................................................................11
2.2.4 Klasifikasi Luka Bakar...........................................................................14
2.2.5 Luas dan Berat Luka Bakar....................................................................16
2.2.6 Jenis Luka Bakar....................................................................................19
2.2.7 Fase Luka Bakar.....................................................................................20
2.2.8 Diagnosis Luka Bakar............................................................................21
2.2.9 Assesment dan Tatalaksana....................................................................22
2.2.10 Komplikasi.............................................................................................30
2.2.11 Prognosis................................................................................................31
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................33

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan


atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah jenis trauma
dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini disebabkan pada luka bakar
terdapat kuman dengan patogenesitas tinggi, terdapat banyak jaringan mati,
mengeluarkan banyak air, serum dan darah, terbuka untuk waktu yang lama
(mudah terinfeksi dan terkena trauma), memerlukan jaringan untuk menutup1.
Luka bakar merupakan bentuk umum dari trauma. Sebagian luka bakar
terjadi akibat kecelakaan murni, tetapi sebagian besar disebabkan oleh kelalaian
atau kurangnya perhatian, kondisi medis yang sudah ada (kondisi yang
menyebabkan pasien kolaps), atau penderita penyalahgunaan alcohol dan narkoba.
Baik pada dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi dirumah. Pada
anak-anak, lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling berbahaya adalah
dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci yang mengandung bahan
kimia berbahaya, dan garasi atau gudang berisi bahan kimia dan cairan berbahaya
yang mudah terbakar. Biasanya penyebab luka bakar pada anak-anak 55% akibat
air panas sedangkan pada dewasa 44% akibat api2.
Di Indonesia, luka bakar masih menjadi masalah yang berat. Perawatan
dan rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga
terlatih dan terampil. Sehingga Royal Australasian College of Surgeons pada
Emergency of Severe Trauma Burns (EMSB) membuat protocol penangan trauma
pada luka bakar. Hal ini didasari prinsip bahwa penilaian emergensi yang tepat
waktu, resusitasi dan rujukan merupakan kunci keberhasilan tatalaksana yang
akan diikuti penyembuhan. Oleh karena itu, dibutuhkan pencegahan serta
penanganan yang benar terhadap luka bakar untuk mencegah komplikasi.
Penangan luka bakar tersebut tergantung pada usia, keadaannya, letak dan luasnya
luka bakar2.

v
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Kulit


2.1.1 Anatomi Kulit
Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai
peranan dalam homeostasis. Kulit merupakan organ terberat dan terbesar
dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang
dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi.
Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit terdiri atas tiga lapis yaitu
Epidermis, Dermis, dan Subkutis.

A. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri
dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit,
Langerhans dan Merkel. Fungsi Epidermis yaitu proteksi barier,
organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan mobilisasi
sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum corneum pada bagian
paling luar, stratum lucidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan
stratum basal dimana terjadi proses mitosis dan pembaruan sel epidermis
tiap 28 hari.

Gambar 1. Anatomi Lapisan Epidermis

vi
Keratinosit merupakam sel epidermis utama yang berdiferensiasi,
membentuk keratin, suatu protein fibrosa. Keratinosit meninggalkan
lapisan malphigi dan bergerak ke atas, mengalami perubahan bentuk,
struktur, sitoplasmik dan komposisi. Proses ini mengakibatkan
transformasi dari sel hidup, aktif mensintesis menjadi sel mati dan
bertanduk. Proses ini dinamakan keratinisasi. Unsur sel sisanya
membentuk suatu komplek amorf fibrosa yang dikelilingi membrane
yaitu tanduk.
Melanosit merupakan sel epidermis utama juga, yang berfungsi
mensintetis melanin dari granula – granula melanosom yang
berhubungan dengan keratinosit. Jumlah melanin dalam keratinosit
menentukan warna kulit. Melanin melindungi kulit dari pengaruh sinar
matahari yang merugikan. Sinar matahari meningkatkan pembentukan
melanosom dari melanin.

B. Dermis
Dermis merupakan lapisan yang terletak tepat dibawah epidermis
yang terdiri dari serabut kolagen, elastin dan retikulin. Mengandung
pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada
lapisan epidermis. Dermis juga mengandung beberapa derivat epidermis
yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat. Kualitas
kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam dermis.
Dermis dibagi menjadi 2 bagian yaitu:

Gambar 2. Anatomi Dermis dan Hipodermis

vii
 Pars Papiler: Pars papilare merupakan bagian yang dekat /
menonjol ke arah epidermis. Terdapat ujung saraf dan pembuluh
darah.
 Pars Retikuler: Pars retikulare merupakan bagian yang menonjol
ke arah subcutis. Komposisi pada bagian ini terdiri dari jaringan
ikat kolagen, retikulin, dan elastin. Kolagen sangat elastis. Dan
komposisi kolagen pada dermis seseorang menentukan
kekencangan kulitnya. Semakin tua usia seseorang, maka
komposisi kolagennya semakin sedikit, sehingga kelenturan
kulitnya pun berkurang

C. Hipodermis (Subkutis)
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak yang disebut dengan panikulus adiposa,
berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat saraf tepi,
pembuluh darah, dan getah bening.. Lapisan ini juga terdapat jaringan
ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di
bawahnya.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus yaitu pleksus superfisial
(di bagian atas dermis) dan pleksus profunda (di subkutis). Pleksus di
dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis, pleksus di
subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anstomosis, di bagian ini
pembuluh darah berukuran lebih besar.

2.1.2 Fisiologi Kulit


Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh
diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi
lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Sensasi kulit adalah sensasi yang reseptornya ada dikulit, sedangkan
sensasi visera adalah sensasi yang berkaitan dengan persepsi lingkungan

viii
dalam, nyeri dari alat-alat visera biasanya digolongkan sebagai sensasi
visera. Terdapat 4 sensasi kulit yaitu: raba-tekan (tekanan adalah rabaan
yang ditahan agak lama), dingin, hangat, dan nyeri. Kulit mengandung
berbagai jenis ujung saraf sensorik yang meliputi ujung saraf telanjang,
saraf yang melebar, serta ujung saraf yang terselubung. Secara umum
kulit memiliki beberapa fungsi penting yaitu:
1. Pelindung atau proteksi
Epidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan
jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari
pengaruhpengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling
luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang
menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan
luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh
serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari
matahari.
2. Penerima rangsang
Kulit sangat peka terhadap berbagai rangsang sensorik yang
berhubungan dengan sakit, suhu panas atau dingin, tekanan, rabaan, dan
getaran. Kulit sebagai alat perasa dirasakan melalui ujung-ujung saraf
sensasi. Sensasi kulit adalah sensasi yang reseptornya ada dikulit,
sedangkan sensasi visera adalah sensasi yang berkaitan dengan persepsi
lingkungan dalam, nyeri dari alat-alat visera biasanya digolongkan
sebagai sensasi visera. Terdapat 4 sensasi kulit yaitu: raba-tekan (tekanan
adalah rabaan yang ditahan agak lama), dingin, hangat, dan nyeri. Kulit
mengandung berbagai jenis ujung saraf sensorik yang meliputi ujung
saraf telanjang, saraf yang melebar, serta ujung saraf yang terselubung
3. Pengatur panas atau thermoregulasi
Kulit mengatur suhu tubuh melalui dilatasi dan konstruksi pembuluh
kapiler serta melalui respirasi yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.
Tubuh yang sehat memiliki suhu tetap kira-kira 98,6 derajat Farenheit
atau sekitar 36,50C. Ketika terjadi perubahan pada suhu luar, darah dan

ix
kelenjar keringat kulit mengadakan penyesuaian seperlunya dalam
fungsinya masing-masing. Pengatur panas adalah salah satu fungsi kulit
sebagai organ antara tubuh dan lingkungan. Panas akan hilang dengan
penguapan keringat.
4. Pengeluaran (ekskresi)
Kulit mengeluarkan zat-zat tertentu yaitu keringat dari kelenjar-
kelenjar keringat yang dikeluarkan melalui pori-pori keringat dengan
membawa garam, yodium dan zat kimia lainnya. Air yang dikeluarkan
melalui kulit tidak saja disalurkan melalui keringat tetapi juga melalui
penguapan air transepidermis sebagai pembentukan keringat yang tidak
disadari.
5. Penyimpanan.
Kulit dapat menyimpan lemak di dalam kelenjar lemak yang dapat
digunakan sebagai cadangan energi
6. Penyerapan terbatas
Kulit dapat menyerap zat-zat tertentu, terutama zat-zat yang larut
dalam lemak dapat diserap ke dalam kulit. Hormon yang terdapat pada
krim muka dapat masuk melalui kulit dan mempengaruhi lapisan kulit
pada tingkatan yang sangat tipis. Penyerapan terjadi melalui muara
kandung rambut dan masuk ke dalam saluran kelenjar palit, merembes
melalui dinding pembuluh darah ke dalam peredaran darah kemudian ke
berbagai organ tubuh lainnya.
7. Penunjang penampilan
Fungsi yang terkait dengan kecantikan yaitu keadaan kulit yang
tampak halus, putih dan bersih akan dapat menunjang penampilan Fungsi
lain dari kulit yaitu kulit dapat mengekspresikan emosi seseorang seperti
kulit memerah, pucat maupun konstraksi otot penegak rambut.

x
2.2 Luka Bakar
2.2.1. Definisi dan Etiologi
Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau
kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas,
seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Luka bakar adalah
jenis trauma dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Hal ini
disebabkan pada luka bakar terdapat kuman dengan patogenesitas tinggi,
terdapat banyak jaringan mati, mengeluarkan banyak air, serum dan
darah, terbuka untuk waktu yang lama (mudah terinfeksi dan terkena
trauma), memerlukan jaringan untuk menutup.
Baik pada dewasa maupun anak-anak, umumnya kecelakaan terjadi
dirumah. Pada anak-anak, lebih dari 80% terjadi di rumah. Lokasi paling
berbahaya adalah dapur dan kamar mandi. Selain itu, larutan pencuci
yang mengandung bahan kimia berbahaya, dan garasi atau gudang berisi
bahan kimia dan cairan berbahaya yang mudah terbakar. Biasanya
penyebab luka bakar pada anak-anak 55% akibat air panas sedangkan
pada dewasa 44% akibat api. Secara garis besar, penyebab terjadinya
luka bakar dapat dibagi menjadi:
• Paparan api
Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api
terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api
dapat membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.

xi
• Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang
akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
• Gas dan uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera
hingga ke saluran napas distal di paru. Inhalasi menyebabkan cedera
thermal pada saluran nafas bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat
edema.
• Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam.
Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan. Kerusakan terutama pada
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown .
Luka bakar listrik terdiri dari tiga bagian, yaitu listrik tegangan
rendah, tegangan tinggi dan sengatan petir.

xii
Tabel 1. Perbandingan Tegangan Luka Bakar Listrik
Tegangan Kulit Kedalaman jaringan Gangguan irama
jantung
Tegangan Luka masuk dan Jarang mencapai Henti jantung dini atau
Rendah luka keluar kedalaman tidak ada sama sekali
(<1000V)

Tegangan Luka bakar Kerusakan otot dan Aliran melalui toraks


Tinggi percikakan api rabdomiolisis dan dapat menyebabkan
(>1000V) dengan luka masuk sindroma kerusakan miokardial
dan keluar mencapai Kompartemen, dan gangguan ritmik
seluruh ketebalan yang timbul lambat
kulit (full thickness)

Luka bakar percikan


api superfisial atau Perforasi gendang Henti napas dan
Sambaran sedalam dermal telinga dan kerusakan resusitasi
Petir Luka bakar keluar di kornea berkepanjangan
kaki

• Zat kimia (asam atau basa)


Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau
alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun
bahan pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah
tangga. Asam kuat menyebabkan nekrosis koagulasi, denaturasi
protein, dan rasa nyeri yang hebat. Asam hidroflorida mampu
menembus jaringan sampai ke dalam dan menyebabkan toksisitas
sistemik yang fatal, bahkan pada luka kecil sekalipun. Alkali atau
basa kuat yang banyak terdapat dalam rumah tangga antara lain
cairan pemutih pakaian (bleaching), berbagai cairan pembersih, dll.
Luka bakar yang disebabkan oleh basa kuat akan menyebabkan

xiii
jaringan mengalami nekrosis yang mencair (liquefactive necrosis).
Kemampuan alkali menembus jaringan lebih dalam lebih kuat dari
pada asam, kerusakan jaringan lebih berat karena sel mengalami
dehidrasi dan terjadi denaturasi protein dan kolagen. Rasa sakit baru
timbul belakangan sehingga penderita sering terlambat datang untuk
berobat dan kerusakan jaingan sudah meluas. Luka akibat kimia
paling sering terjadi pada organ gastrointestinal akibat tertelan, organ
mata sehingga menyebabkan beberapa komplikasi, serta saluran
pernafasan akibat terhirup gas kimia.
• Radiasi
• Sunburn (sinar matahari)

2.2.2. Epidemiologi
Sekitar 1% dari penduduk Australia dan Selandia Baru (220.000)
menderita luka bakar dan membutuhkan perawatan setiap tahunnya. Di
Amerika Serikat, luka bakar menyebabkan 5000 kematian per tahun dan
mengakibatkan lebih dari 50.000 pasien di rawat inap. Dari mereka, 10%
memerlukan rawat inap, dan 10% dari tergolong luka berat yang
mengancam jiwa. 50% pasien mengalami keterbatasan dalam kegiatan
kehidupan sehari-hari. Sedangkan di Indonesia, prevalensi luka bakar
sebesar 0,7% (RISKESDAS, 2013).
Secara global, 96.000 anak–anak yang berusia di bawah usia 20
tahun mengalami kematian akibat luka bakar pada tahun 2004. Frekuensi
kematian lebih tinggi sebelas kali di negara dengan pendapatan rendah
dan menengah dibandingkan dengan negara dengan pendapatan tinggi
sebesar 4,3 per 100.000 orang dan 0,4 per 100.000 orang. Kebanyakan
kematian terjadi pada daerah yang miskin, seperti Afrika, Asia Tenggara,
dan daerah Timur Tengah. Frekuensi kematian terendah terjadi pada
daerah dengan pendapatan tinggi, seperti Eropa dan Pasifik Barat (WHO,
2008).
2.2.3. Patofisiologi
A. Respon Lokal

xiv
Pada tahun 1950 di Birmingham, Inggris, Jackson melakukan suatu
studi tipe eksperimental dengan membuat suatu replika model luka bakar
dengan gambar sebagai berikut.

Gambar 3. Luka bakar oleh Jackson (1950).


1. Zona Koagulasi
Daerah ini merupakan yang paling dekat dengan sumber termal,
panas tidak dapat dikonduksi dengan baik dan terjadi koagulasi
protein sel, selanjutnya terjadi kematian sel yang berlangsung dengan
sangat cepat.
2. Zona Statis
Sirkulasi di daerah ini sudah mengalami kerusakan diikuti
gangguan mikrosirkulasi yang bila tidak ditatalaksana dengan baik
dapat mengalami nekrosis saat dilepaskannya mediator-mediator
inflamasi sebagai respon terhadap adanya jaringan yang rusak. Hal
ini secara klinis disebut dengan degradasi luka karena pasca 3-5 hari
luka bakar, dari yang tampak vital akan menjadi nekrotik
3. Zona Hiperemis
Zona ini merupakan daerah dimana jaringan akan melepaskan
mediator inflamasi yang mengakibatkan dilatasi pembuluh darah.
Daerah ini akan terlihat kemerahan dan dengan kembalinya respon
vaskular yang bersifat hiperdinamik, daerah ini akan kembali
normal.

B. Respon Sistemik

xv
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan
yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka
bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
III.
Cedera termis menyebabkan proses inflamasi akut yang
menimbulkan perubahan permeabilitas kapiler. Terjadi perubahan bentuk
sel-sel endotel (epitel tunika intima) dimana sel-sel tersebut membulat
(edematous) dengan pembesaran jarak interseluler karena terjadi
perubahan tekanan hidrostatik dan onkotik diruang intravaskuler, terjadi
ektravasasi cairan intravskuler, plasma (protein), elektrolit dan leukosit
ke ruang intersisiel. Di jaringan intersisiel terjadi penimbunan cairan,
menyebabkan keseimbangan tekanana hidrostatik dan onkotik terganggu.
Penimbunan cairan di jaringan intersisiel menyebabkan gangguan perfusi
dan metabolism seluler. (syok jaringan). Penimbunan cairan massif di
jaringan intersisiel menyebabkan kondisi hipovolemik. Volume cairan
intravaskuler mengalami deficit, timbul ketidakmampuan
menyelenggarakan proses transportasi oksigen ke jaringan. Kondisi ini
dikenal dengan Syok hipovolemik.
Reaksi yang timbul akibat adanya gangguan homeostasis tersebut
adalah vasokonstriksi pembuluh-pembuluh perifer. Sirkulasi
dipertahankan melalui kompensasi jantung dan system pernafasan untuk
memenuhi kebutuhan perfusi organ-organ vital di sentral (otak,
jantung,paru).
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%,

xvi
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun
dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.
Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi
mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah.
Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dengan keropeng yang mudah
terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai dengan
keropeng yang kering dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang
mula-mula sehat menadi nekrotik; akibatnya, luka bakar yang mula-mula
derajat II menjadi derajat III. Infeksi kuman menimbulkan vaskulitis
pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan
trombosis sehingga jaringan yang didarahinya nanti.
Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga
keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang
karena eksudasi, metabolisme tinggi dan infeksi. Penguapan berlebihan
dari kulit yang rusak juga memerluka kalori tambahan. Tenaga yang
diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein
dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot
mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka
bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar.

C. Cedera Inhalasi
Terhirupnya uap panas atau produk pembakaran depat menyebabkan
kerusakan traktur respiratorius dalam bermacam cara. Cedera inhalasi
dibagi menurut lokasi cedera yaitu:
 Kerusakan jalan nafas di atas laring
Cedera tipe ini sering diakibatkan oleh terhirupnya uap panas
pada tempat-tempat yang tertutup yang terdapat api atau uap panas
sehingga tidak ada pilihan selain menghirup uap tersebut. Pada

xvii
awalnya akan terjadi pelepasan mediator inflamasi yang
mengakibatkan edema pada saluran pernafasan sehingga terjadi
obstruksi saluran nafas. Edema ini dapat menetap hingga 12-36 jam.
 Kerusakan jalan nafas di bawah laring
Proses patologis yang terjadi pada cedera ini yaitu api atau uap panas
menyebabkan oksidasi dan reduksi komponen yang mengandung
karbon, sulfur, nitrogen dsb. Saat terbakar, bahan tersebut akan
menghasilkan kurang lebih 75 macam zat toksik yang berbahaya
pada nafas. Selain itu partikel-partikel zat kimia yang berukuran
kurang dari 1 μm dapat merusak alveolus dan menginisiasi produksi
mediator inflamasi dan reactive oxygen dan memacu terjadinya
edema pada trakea-bronkus. Selain itu juga terjadi disrupsi membran
alveolar-kapilar, terbentuknya eksudat inflamasi dan hilangnya
surfaktan. Kondisi ini menyebabkan atelektasis, edema interstitium
dan edema paru dan terjadila hipksemia dan menurunnya compliance
paru.
 Intoksikasi sistemik
Penyebab intoksikasi paling sering pada cedera inhalasi yaitu karbon
monoksida dan sianida karena menyebabkan oksidasi karbon
inkomplit. CO memiliki afinitas lebih kuat dengan hemoglobin dari
pada O2 sehingga terjadi hipoksia jaringan karena tidak tersuplai
oleh O2. Pada intoksikasi sianida, fungsi sitokrom pada paru
terhambat dan terjadi metabolisme anaerob yang bertahap akan di
metabolisme oleh enzim rhodenase di hati.
2.2.4. Klasifikasi Luka Bakar
Luka bakar dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal, antara lain:
Penyebab, luasnya luka, dan keparahan luka bakar.
- Klasifikasi Berdasarkan Mekanisme dan Penyebab:

xvii
i
Luka bakar termal
Luka bakar yang biasanya mengenai kulit. Luka bakar ini bisa
disebabkan oleh cairan panas, berkontak dengan benda padat panas,
terkena lilin atau rokok, terkena zat kimia, dan terkena aliran listrik
(WHO, 2008).
Luka bakar inhalasi
Luka bakar yang disebabkan oleh terhirupnya gas yang panas,
cairan panas atau produk berbahaya dari proses pembakaran yang tidak
sempurna. Luka bakar ini penyebab kematian terbesar pada pasien luka
bakar (WHO, 2008).

- Klasifikasi Berdasarkan Derajat dan Kedalaman Luka Bakar


Derajat I (superficial)
Hanya terjadi di permukaan kulit (epidermis). Manifestasinya berupa
kulit tampak kemerahan, nyeri, dan mungkin dapat ditemukan bulla.
Luka bakar derajat I biasanya sembuh dalam 3 hingga 6 hari dan tidak
menimbulkan jaringan parut saat remodeling .Contoh luka bakar derajat I
adalah sunburn (Barbara et al., 2013).
Derajat II (partial thickness) .
Melibatkan semua lapisan epidermis dan sebagian dermis. Kulit akan
ditemukan bulla, warna kemerahan, sedikit edem dan nyeri berat. Bila
ditangani dengan baik, luka bakar derajat II dapat sembuh dalam 7
hingga 20 hari dan akan meninggalkan jaringan parut (Barbara et al.,
2013).
Derajat III (full thickness)
Melibatkan kerusakan semua lapisan kulit, termasuk tulang, tendon,
saraf dan jaringan otot. Kulit akan tampak kering dan mungkin
ditemukan bulla berdinding tipis, dengan tampilan luka yang beragam
dari warna putih, merah terang hingga tampak seperti arang. Gejala yang
menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena pada dasarnya seluruh
jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah tidak intak.. Penyembuhan

xix
luka yang terjadi sangat lambat dan biasanya membutuhkan donor kulit
(Barbara et al., 2013).

Gambar 4. Derajat Luka Bakar

2.2.5. Luas dan Berat Luka Bakar


Luas Luka Bakar
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi prognosis.
Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas
46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan
lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak.
Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler
juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya
cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya
cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga
menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme. Ada
beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka bakar, yaitu:
 Rule of Nine (Dewasa)
Pada orang dewasa digunakan ‘rule of nine’, yakni luas kepala
& leher, dada, punggung, pinggang serta bokong, ekstremitas atas

xx
kiri, ekstremitas atas kanan, paha kanan, paha kiri, tungkai & kaki
kanan, serta tungkai & kaki kiri masing-masing nilainya 9%. Sisanya
1% ialah pada daerah genitalia. Rumus ini dapat membantu menaksir
luasnya permukaan tubuh yg mengalami luka bakar pada orang
dewasa. Rule of nine terbagi atas:

 Kepala & leher dihitung : 9%


 Lengan masing-masing dihitung 9% : 18%
 Badan depan 18%, badan belakang dihitung 18% : 36%
 Tungkai maisng-masing dihitung 18% : 36%
 Genetalia/perineum dihitung : 1%

Gambar 5. Pembagian Luas Luka Bakar Rules of Nine pada Dewasa

 Rule of Nine (Anak)


Pada bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala bayi jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil. Karena perbedaan tersebut “rumus 9” pada bayi seperti
berikut; Kepala dan Leher 21%, Badan bagian depan 13%, Badan
bagian belakang 13%, Lengan 10%, Tungkai 13,5%, Bokong 5%,
Alat kelamin 1%.

xxi
.

Gambar 6. Pembagian Luas Luka Bakar Rule of Nine pada Bayi

 Metode Lund dan Browder


Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi massa
tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk estimasi
besarnya luas permukaan pada anak.

Gambar 7. Tabel Lund&Browder untuk menilai luas luka bakar

Apabila tidak tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan


tubuh pada anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan
dengan usia:
 Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap tungkai
14%. Torso dan lengan persentasenya sama dengan dewasa.
 Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5% untuk
tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala sebesar 1% hingga
tercapai nilai dewasa.

Berat Luka Bakar

xxii
 Luka bakar ringan
- Luka bakar derajat I seluas <10% atau derajat II seluas <2%.
- Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
 Luka bakar sedang
- Luka bakar derajat I seluas 10-15% atau derajat II seluas 5-10%
- Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun
 Luka bakar Berat
- Luka bakar derajat II seluas >20% atau derajat III seluas >10%
- Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa
memperhitungkan luas luka bakar
- Luka bakar listrik tegangan tinggi
- Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10 tahun

2.2.6. Jenis Luka Bakar


1. Luka bakar suhu tinggi (Thermal Burn): gas, cairan, bahan
padat
Luka bakar thermal burn biasanya disebabkan oleh air panas
(scald) ,jilatan api ketubuh (flash), kobaran api di tubuh (flame), dan
akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya
(logam panas, dan lain-lain) (Moenadjat, 2005).
2. Luka bakar bahan kimia (Chemical Burn)
Luka bakar kimia biasanya disebabkan oleh asam kuat atau alkali
yang biasa digunakan dalam bidang industri militer ataupun bahan
pembersih yang sering digunakan untuk keperluan rumah tangga
(Moenadjat, 2005).

3. Luka bakar sengatan listrik (Electrical Burn)


Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api,
dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang
memiliki resistensi paling rendah. Kerusakan terutama pada

xxii
i
pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan
gangguan sirkulasi ke distal. Sering kali kerusakan berada jauh dari
lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun grown
(Moenadjat, 2001).
4. Luka bakar radiasi (Radiation Injury)
Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber
radio aktif. Tipe injury ini sering disebabkan oleh penggunaan radio
aktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan
industri. Akibat terpapar sinar matahari yang terlalu lama juga dapat
menyebabkan luka bakar radiasi (Moenadjat, 2001).

2.2.7. Fase Luka Bakar


Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada
luka bakar, yaitu:
1. Fase awal, fase akut, fase syok
Pada fase ini, masalah utama berkisar pada gangguan yang
terjadi pada saluran nafas yaitu gangguan mekanisme bernafas, hal
ini dikarenakan adanya eskar melingkar di dada atau trauma multipel
di rongga toraks; dan gangguan sirkulasi seperti keseimbangan
cairan elektrolit, syok hipovolemia.
2. Fase setelah syok berakhir, fase sub akut
Masalah utama pada fase ini adalah Systemic Inflammatory
Response Syndrome (SIRS) dan Multi-system Organ Dysfunction
Syndrome (MODS) dan sepsis. Hal ini merupakan dampak dan atau
perkembangan masalah yang timbul pada fase pertama dan masalah
yang bermula dari kerusakan jaringan (luka dan sepsis luka)

3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya
maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari luka
bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas lain yang

xxi
v
terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur tertentu akibat proses
inflamasi yang hebat dan berlangsung lama

2.2.8. Diagnosis Luka Bakar


1. Anamnesis
Anamnesis yang dilakukan oleh seorang petugas kesehatan
harus mendapatkan informasi mengenai penyebab dan beberapa hal
seputar penyebab luka bakar seperti
 Penyebab cedera, baik panas, listrik, ataupun cairan kimia,
kecelakaan lalulintas, dsb.
 Lama waktu pajanan atau kontak dengan penyebab
 Lokasi saat terjadinya kontak
Selain itu juga perlu ditanyakan riwayat-riwayat penyakit yang
pernah diderita oleh pasien baik riwayat penyakit, maupun riwayat
pengobatan guna kepentingan dalam penatalaksanaan. Bila
didapatkan pasien dalam kedaan tidak sadar, harus dianggap bahwa
telah terjadi cedera multiple.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan luka bakar harus di perhatikan paling utama
yaitu sesuai prosedur pemeriksaan emergensi ABCDE. Karena
paling berbahaya jika terjadi inhalasi uap panas yg menyebabkan
laring dan trakea terjadi obstruksi oleh edema dan selalu curigai bila
terjadi fraktur servikal. Lakukan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
neurologis menyeluruh dari ujung kepala sampai ujung kaki dengan
catatan sudah dilakukan penanganan awal emergensi pada pasien
luka bakar berat.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, urinalisis, keseimbangan elektrolit,
keseimbangan gas darah (luka bakar akibat inhalasi), dan
pemeriksaan radiologi(apabila terjadi ARDS) sangat diperlukan

xxv
untuk mengetahui ada tidaknya komplikasi terhadap organ-organ di
dalam tubuh.

2.2.9. Assesment dan Tatalaksana


Evaluasi awal
Pada anamnesis, petugas medik harus mendapatkan informasi
mengenai kemungkinan adanya cedera lain pada beberapa kondisi di
bawah ini:
- Kecelakaan lalu lintas, terutama terlontar pada kecepatan tinggi
- Letusan atau ledakan
- Luka bakar listrik, terutama tegangan tinggi
- Lompat dan jatuh saat terjadi kepanikan
Pasien yang non-komunikatif, baik dalam keadaan tidak sadar,
diintubasi, psikotik, atau berada di bawah pengaruh obat, harus dianggap
berpotensi mengalam cedera multipel dan diperlakukan dengan sesuai
dengan kondisi pada cedera multipel.
Setelah pertolongan pertama diberikan, prinsip-prinsip survei primer
dan sekunder dan resusitasi simultan harus diterapkan.

Pertolongan Pertama
Pertolongan pertama terdiri dari:
- Hentikan proses pembakaran
- Turunkan suhu luka
Hal ini efektif dalam 3 jam pertama sejak terbakar.

xxv
i
Gambar 8. Alur Tatalaksana Pada Pasien Luka Bakar Menurut EMSB

Survei Primer
Segera identifikasi kondisi-kondisi mengancam jiwa dan lakukan
manajemen emergensi. Jangan terpengaruh oleh luka bakarnya.
A. Penatalaksanan jalan napas dan manajemen tulang servikal.
- Nilai patensi jalan napas, cara termudah adalah berbicara dengan
pasien. Jika tidak paten, bersihkan jalan napas dari benda asing dan
membuka jalan napas dengan manuver chin lift/jaw thrust. Jaga
gerakan tulang servikal seminim mungkin dan jangan melakukan
fleksi dan ekstensi kepala dan leher.
- Manajemen tulang belakang servikal (terbaik dengan rigid collar).
Adanya cedera di atas klavikula seperti trauma muka atau tidak
sadarkan diri kerap disertai patah tulang belakang servikal,

B. Pernapasan dan ventilasi


- Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat
dan simetri.
- Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non-rebreather
mask.
- Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau,
intubasi bila perlu
- Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pasien bewarna
merah-buah cherry dan pasien tidak bernapas.
- Hati–hati bila frekuensi pernapasan <10 atau > 30 kali per menit.

xxv
ii
- Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah memerlukan
eskarotomi

C. Sirkulasi dengan kontrol perdarahan


- Lakukan penekanan pada pusat perdarahan.
 Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah.
 Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah.
- Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?
- Periksa tekanan darah
- Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila <2 detik.
Bila >2 detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk
eskarotomi pada tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
- Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah
yang tidak terbakar (normal)
- Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin /
fungsi hari / koagulasi / β–hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin.
- Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode
Hartmann untuk memperbaiki pulsasi radians.

D. Disabilitas-Status neurologik
- Tetapkan derajat kesadaran:
A– dari Alert (Sadar, waspada)
V– dari Vocal (Respon terhadap rangsang suara)
P– dari Pain (Respon terhadap rangsang nyeri)
U– dari Unresponsive (Tidak memberi respon)
- Lakukan pemriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan
sama.
- Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan
kegelisahan dan penurunan derajat kesadaran.

E. Paparan pengendalian lingkungan

xxv
iii
- Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam
tangan.
- Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
- Jaga agar pasien tetap hangat.
- Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau
palmaris (Rule of One).

Cairan, Analgesia, Penilaian dan Pipa


A. Resusitasi Cairan
- Cairan inisial diberikan menggunakan rumus Parkland yang
dimodifikasi:
3-4 mL / kg berat badan / % luas luka bakar + tetes
maintenance pada anak-anak
- Kristaloid (misal: larutan Hartmann atau Plasmalyte) adalah cairan
yang direkomendasikan.
- Separuh cairan berdasarkan perhitungan diberikan dalam delapan
jam pertama, sisanya diberikan selama enam belas jam berikutnya.
- Saat terjadinya trauma ditetapkan sebagai awal resusitasi cairan.
- Bila dijumpai perdarahan atau syok non-bakar, perlakukan sesuai
pedoman trauma.
- Pantau adekuasi resusitasi:
 Produksi urin melalui kateter per jam
 EKG, denyut nadi, tekanan darah, frekuensi pernapasan, analisis
gas darah arterial dan pulse oxymetri
- Sesuaikan cairan resusitasi sesuai indikasi.
B. Analgesia
- Nyeri: berikan morfin iv 0.05-0.1 mg/kg
- Titrasi untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara
frekuen akan lebih aman).
C. Penilaian
· Radiologi

xxi
x
- Tulang belakang servikal
- Toraks
- Panggul
- Pencitraan lain sesuai indikasi klinis
D. Pipa
· Pemasangan NGT
Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak-anak, >
20% pada dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk
melakukan dekompresi saluran cerna Gastroparesis merupakan hal
yang umum terjadi.

Survei Sekunder
Merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala sampai kaki.
Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa diyakini tidak
ada atau telah diatasi.
Riwayat Penyakit:
A - Alergy
M - Medicine (obat-obatan yang baru dikonsumsi)
P - Past illness (penyakit sebelum terjadi trauma)
L - Last meal (makan terakhir)
E - Event (peristiwa yang terjadi saat trauma)
Mekanisme trauma
Informasi yang harus didapatkan mengenai interaksi antara pasien dengan
lingkungan:
- Luka bakar
- Durasi paparan
- Jenis pakaian yang dikenakan
- Suhu dan kondisi air, jika penyebah luka bakar adalah air panas

Pemeriksaan
Kepala

xxx
- Mata …… luka tembus kerap terlewatkan - Cek ketajaman penglihatan
- Kulit kepala …… luka tidak beraturan, benda asing
Wajah
- Stabilitas tulang-tulang wajah 1/3 tengah
- Periksa adanya gigi yang hilang /maloklusi
- Kebocoran cairan serebrospinal melalui hidung, telinga atau mulut
- Jelaga, lepuh, edema lidah atau faring
Leher
- Inspeksi, palpasi, pemeriksaan radiologi. Selalu curigai adanya fraktur
servikal
- Luka menembus muskulus platisma-ruang, operasi atau pemeriksaan
angiografi
Dada
- Periksa seluruh dada-depan dan belakang
- Tulang iga, klavikula dan tulang dada
- Periksa bising napas dan suara jantung
- Luka bakar melingkar mungkin perlu eskarotomibila menyebabkan
restriksi ventilasi
- Batuk yang produktif
- Perubahan suara, parau
Abdomen
- Memerlukan evaluasi berulang untuk menilai nyeri dan distensi abdomen
- Bila dijumpai memar terutama jejak sabuk pengaman, curiga adanya
kelainan intra-abdomen seperti ruptur viskus
- Bila penilaian abdomen tidak dapat jelas, samar atau tidak praktis,
misalnya pada luka bakar di daerah abdomen yang luas, maka investigasi
lebih lanjut menggunakann CT scan, atau Focused Assessment with
Sonography for Trauma (FAST) merupakan pemeriksaan mandatorik.
Perineum
- Jejas, hematoma, darah keluar melalui meatus uretra eksterna
Rektum

xxx
i
- Darah, laserasi, tonus sfingter, prostat mengambang
Vagina
- Benda asing, laserasi
Tungkai
- Kontusio, deformitas, nyeri, krepitus
- Lakukan penilaian pulsasi ekstremitas secara reguler. Pada luka bakar
melingkar diikuti perkembangan edema, awalnya eskar menyebabkan
terhambatnya aliran balik vena diikuti terhambatnya aliran arteri yang
mengakibatkan iskemia jaringan. Hal ini mengakibatkan penurunan
perfusi ekstremitas diikuti nyeri, parastesia, tidak ada denyut dan
paralisis. Eskarotomi merupakan indikasi saat aliran balik vena
ekstremitas terhambat oleh edema; untuk mengembalikan kecukupan
sirkulasi
Pelvis
- Diperlukan akses cepat pemeriksaan radiologi di unit gawat darurat untuk
menilai stabilitas tulang pelvis. Bila pemeriksaan raadiologi tidak
dimungkinkan, pemeriksaan stabilitas dengan menekan simfisis dan
ilium anterior harus dilakukan. Manuver ini hanya dapat dilakukan satu
kali saja oleh seorang senior.
Pemeriksaan Neurologik
- Pemeriksaan Glasgow Coma Scale (lihat lampiran)
- Penilaian sensorik dan motorik semua tungkai
- Paralisis atau parasis menunjukkan adanya cedera berat, segera lakukan
imobilisasi menggunakan papan spinal dan semi-rigid collars.
Perujukan
A. Kriteria rujukan
Australian and New Zealand Burn Association menetapkan kasus-
kasus berikut memerlukan rujukan ke unit luka bakar:
- Luka bakar > 10% luas permukaan tubuh pada dewasa dan >5%
pada anak-anak
- Luka bakar seluruh ketebalan kulit (luka hakar dalam, full thickness

xxx
ii
burns)> 5%
- Luka hakar mengenai area khusus, termasuk wajah, tangan, kaki,
genitalia dan perineum, persendian serta luka bakar melingkar pada
dada dan tungkai
- Luka bakar dengan cedera inhalasi
- Luka bakar listrik
- Luka bakar kimia
- Luka bakar dengan penyakit pre-morbid
- Luka bakar dengan trauma berat lainnya
- Luka bakar pada usia tertentu: anak-anak dan usia lanjut
- Luka hakar pada wanita hamil
- Luka bakar bukan karena kecelakaan
Bila penderita memiliki kelainan yang menyebahkan tatalaksana
menjadi sulit dengan risiko yang semakin besar, diperlukan
penatalaksanaan oleh tenaga dalam tim spesialis yang akan memberi
kesempatan sebesar mungkin untuk mendapatkan hasil optimal.

B. Persiapan rujukan
Dalam keadaan stabil secara tisiologik, penderita luka bakar masif
dapat dan aman ditransfer meski dalam waktu yang relatif lama. Namun
untuk dapat ditransfer, penderita harus stabil. Stabilisasi mencakup
semua aspek yang diuraikan sebelumnya.

1. Sistem respirasi
- Semua penderita cedera berat diberi oksigen 15L/menit.
- Karena obstruksi jalan napas bagian atas dapat mengalami progres
dengan cepat dan mencapai puncaknya saat penderita ditransfer,
maka penting untuk mempertimbangkan intubasi endotrakea
sebelum penderita di rujuk.
- Cedera inhalasi dengan kerusakan infraglotik kerap menimbulkan
masalah saat transportasi berlangsung.

xxx
iii
2. Sistem sirkulasi
Prinsip tatalaksana gangguan sirkulasi akibat perpindahan cairan
dan elektrolit sebagaimana diuraikan sebelumnya diberikan untuk
stabilisasi penderita sebelum proses transfer.
- Bila insersi 2 kanul (160 pada dewasa, 200 pada anak-anak)
tidak dimungkinkan, ambil rute lain untuk pemberian cairan dan
diskusikan sebelumnya dengan unit luka bakar rujukan.
- Metode akses vaskular umumnya tergantung pengalaman tim
baik di perifer maupun di unit luka bakar rujukan.
- Rute yang dapat digunakan antaralain adalah jalur vena sentral
perkutan (femoral, subldavia, atau jugularinterna), intra osseous
atau vena seksi (ankle atau siku).
2.2.10. Komplikasi

Infeksi luka bakar

Infeksi pada luka bakar merupakan komplikasi yang paling sering


terjadi. Sistem integumen memiliki peranan sebagai pelindung utama
dalam melawan infeksi. Kulit yang rusak atau nekrosis menyebabkan
tubuh lebih rentan terhadap patogen di udara seperti bakteri dan jamur.
Infeksi juga dapat terjadi akibat penggunaan tabung atau kateter. Kateter
urin dapat menyebabkan infeksi traktus urinarius, sedangkan tabung
pernapasan dapat memicu infeksi traktus respirasi seperti pneumonia
(Burninjury, 2013).

Terganggunya suplai darah atau sirkulasi

Penderita dengan kerusakan pembuluh darah yang berat dapat


menyebabkan kondisi hipovolemik atau rendahnya volume darah. Selain
itu, trauma luka bakar berat lebih rentan mengalami sumbatan darah
(blood clot) pada ekstremitas. Hal ini terjadi akibat lamanya waktu tirah

xxx
iv
baring pada pasien luka bakar. Tirah baring mampu menganggu sirkulasi
darah normal, sehingga mengakibatkan akumulasi darah di vena yang
kemudian akan membentuk sumbatan darah (Burninjury, 2013).

Komplikasi jangka panjang

Komplikasi jangka panjang terdiri dari komplikasi fisik dan


psikologis. Pada luka bakar derajat III, pembentukan jaringan sikatriks
terjadi secara berat dan menetap seumur hidup. Pada kasus dimana luka
bakar terjadi di area sendi, pasien mungkin akan mengalami gangguan
pergerakan sendi. Hal ini terjadi ketika kulit yang mengalami
penyembuhan berkontraksi atau tertarik bersama. Akibatnya, pasien
memiliki gerak terbatas pada area luka. Selain itu, pasien dengan trauma
luka bakar berat dapat mengalami tekanan stress pasca trauma atau post
traumatic stress disorder (PTSD). Depresi dan ansietas merupakan gejala
yang sering ditemukan pada penderita (Burninjury, 2013).

2.2.11. Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti
infeksi, dan kecepatan pengobatan medikamentosa. Luka bakar minor
dapat sembuh 5-10 hari tanpa adanya jaringan parut. Luka bakar moderat
dapat sembuh dalam 10-14 hari dan mungkin menimbulkan parut. Luka
bakar mayor membutuhkan lebih dari 14 hari untuk sembuh dan akan
membentuk jaringan parut. Jaringan parut akan membatasi gerakan dan
fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan diperlukan untuk membuang
parut (Mansjoer A, 2000).

BAB III

xxx
v
KESIMPULAN

Luka bakar atau combustio merupakan suatu bentuk kerusakan atau


kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas, seperti
api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Dalam prosesnya, luka bakar
terjadi akibat beberapa macam penyebab dari paling rendah seperti sunburn
sampai paling berat yaitu panas (api, gas, uap), cairan kimia (asam, basa),
maupun akibat sengatan listrik dan radiasi.
Luka bakar merupakan suatu kegawatdaruratan yang harus cepat
ditangani karena jika dibiarkan akan mengancam kehidupan seseorang.
Tatalaksana luka bakar bergantung pada derajat, luas, serta jenis dari luka
yang terjadi. Pada EMSB, prinsipnya menyatakan tatalaksana luka bakar
secara berurutan yaitu evaluasi awal, dilakukan pertolongan pertama, lalu
dilanjutkan survey primer (ABCDE) yang disertai pengobatan awal
(resusitasi cairan, pemberian analgetik, pemeriksaan penunjang, pemasangan
NGT), survey sekuder (pemeriksaan dan perawatan luka), perujukan.

DAFTAR PUSTAKA

xxx
vi
1. Wim de Jong. 2005. Bab 3: Luka, Luka Bakar: Buku Ajar Ilmu Bedah.
Edisi 2. EGC. Jakarta. P 66-88
2. ANZBA, Bi-National Burns Registry: Annual Report 1 st July 2009- 30th
June 2010. 2011, Autralian and New Zealand Burn Association:
Melbourne.
3. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Saunders Elsevier.
Philadelphia. p 118-129
4. James H. Holmes., David M. heimbach. 2005. Burns, in : Schwartz’s
Principles of Surgery 18th ed. McGraw-Hill. New York. p.189-216
5. WHO. 2008. Burn Prevention and Care. WHO Library Cataloguing-in-
Publication Data. Geneva. P. 1-23.
6. Moenadjat Y. Luka bakar. Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003.
7. Martini, F. 2006. Fundamentals of Anatomy and Physiology. Pearson
Education Inc. page. 153-78.
8. Ahmadsyah I, Prasetyono TOH. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, de
Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2005. h. 73-5.
9. Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK,
Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s
principal surgery. 8th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.
10. David,S.2008.Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan
Luka.Dalam:Surabaya Plastic Surgery.
11. Williams C. Assessment and management of pediatric burn injuries.
Nurs Stand. 2011. 25(25):60-4,66,68.
12. Palmieri T, Klein M. Burn research state of the science: Introduction. J
Burn Care Res. 2007;28:544–5
13. Department of Health, Western Australia. Burn Injury Model of Care.
Perth: Health Networks Branch, Department of Health, Western
Australia; 2009.

xxx
vii

Anda mungkin juga menyukai