Anda di halaman 1dari 4

Secara geologis, Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam.

Salah satunya adalah


gempa bumi dan potensi tsunami. Hal ini dikarenakan wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga
lempeng tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia di bagian utara
dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Indonesia yang berbentuk kepulauan dan terletak di garis
katulistiwa menimbulkan potensi yang tinggi untuk terjadinya bencana hidrometereorologi seperti bajir
bandang, kekeringan, hingga gelombang ekstrim Indonesia juga merupakan wilayah pertemuan tiga
lempeng tektonik besar yaitu Lempeng Indo-Australia, Eurasia, dan Pasifik, dan masuk ke deretan
gunung berapi Pacific Ring of Fire. Kondisi ini umumnya memiliki banyak patahan aktif dan sering
menyebabkan gempa bumi. Sejak periode tahun 2005 hingga 2015 lebih dari 78% (11.648) kejadian
bencana merupakan bencana hidrometeorologi dan hanya sekitar 22% (3.810) merupakan bencana
geologi. Meski jumlah bencana yang diakibatkan faktor geologis jumlahnya tidak signifikan namun
dampak korban jiwa dan ekonomi lebih besar (Amri et al., 2016).

Bencana alam adalah kejadian-kejadian yang ditimbulkan oleh bahaya alam yang tak bisa diatasi
oleh kemampuan lokal dan mempengaruhi dengan serius pembangunan sosial dan ekonomi sebuah
wilayah. Bencana menimbulkan dampak terhadap menurunnya kualitas hidup penduduk, termasuk
kesehatan. Salah satu permasalahan yang dihadapi setelah terj adi bencana adalah pelayanan kesehatan
terhadap korban bencana. Untuk penanganan kesehatan korban bencana, berbagai piranti legal
(peraturan, standar) telah dikeluarkan.

Bencana Geologi adalah bencana yang terjadi dipermukaan bumi atau disebabkan oleh gerakan
atau aktifitas dari dasar bumi yang muncul ke permukaan. Arti geologi sendiri adalah ilmu yang
mempelajari tentang bumi, sehingga macam-macam bencana alam geologi yang terjadi merupakan
murni berasal dari aktifitas di permukaan bumi.

4 Macam Bencana Geologi :

- Gelombang Tsunami

- Gempa Bumi

- Letusan Gunung Berapi

- Tanah Longsor

Bencana geologi sangat sulit untuk dicegah datangnya, akan tetapi dalam upaya
penanggulangan bisa dilakukan mitigasi struktural maupun mitigasi non struktural.

Gempa bumi adalah bencana alam dengan dampak berbahaya dan menyebabkan kehilangan
paling banyak baik jiwa maupun materi (Glass et al., 2016) Data dalam satu dekade terakhir gempa
bertanggungjawab terhadap 35.174 kematian. Gempa juga menjadi penyebab kerugian ekonomi yang
lebih besar dibandingkan badai dan banjir yaitu sebesar 45,8 juta US Dollar (Kishore et al., 2018).
Tercatat ada 3.486 gempa bumi yang terjadi pada 1976-2006. Menurut penelitian BMKG sejak tahun
1991-2009 telah terjadi 27 kali gempa bumi merusak dan 13 kali gempa bumi menyebabkan tsunami.
Gempa bumi disertai tsunami di Aceh tahun 2004 telah menelan korban hampir 300.000 jiwa di
Indonesia, India, Srilanka, Maldives, Thailand, dan Afrika. Gempa bumi Padang tahun 2009
menyebabkan kerugian sebesar IDR 4,8 T (Sunarjo, Gunawan M T, 2012).

Pada tanggal 29 Juli 2018 Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) diguncang gempa dengan
kekuatan 6,4 SR, lalu gempa 7,0 SR kembali terjadi pada 5 Agustus 2018, dan ribuan gempa susulan
lainnya dengan skala kecil. Skala gempa yang besar dan terjadi secara serial menyebabkan akses
transportasi darat rusak, sehingga bantuan logistik, medis, dan relawan sulit mencapai daerah target.
Fasilitas pelayanan kesehatan di daerah bencana juga mengalami kelumpuhan. Kondisi inilah yang
melatarbelakangi Universitas Airlangga untuk mengirimkan Rumah Sakit Terapung Ksatria Airlangga
(RSTKA).

Rumah Sakit Terapung ini berbentuk kapal pinisi yang didesain sedemikian rupa sehingga dapat
mengarungi perairan dalam maupun dangkal. RSTKA memiliki fasilitas kamar bedah, recovery room, dan
ruang perawatan. Tim yang bekerja di RSTKA terdiri dari dokter anestesi, dokter bedah, bedah ortopedi,
dokter kandungan, dokter anak, dokter penyakit dalam, dokter umum, perawat, bidan, apoteker,
petugas administrasi, dan awak kapal. RSTKA bersandar di Dermaga Bangsal, Kabupaten Lombok Utara
selama 15 hari (tanggal 11-26 Agustus 2018). Tim RSTKA mendirikan Posko Pemeriksaan baik Gawat
Darurat maupun Poliklinis tepat di dermaga dekat sandaran kapal. Sedangkan, kapal RSTKA digunakan
sebagai pusat logistik, ruang tindakan minor, dan kamar operasi. Gempa yang terjadi tidak disertai
dengan tsunami, sehingga beberapa titik dermaga masih baik dan layak digunakan oleh kapal untuk
bersandar.

Pelayanan masalah kesehatan dasar di pengungsian

Dalam pemberian pelayanan kesehatan di pengungsian sering tidak memadai akibat dari tidak
memadainya fasilitas kesehatan, jumlah dan jenis obat serta alat kesehatan, dan terbatasnya tenaga
kesehatan pada kondisi bencana. Hal ini semakin memperburuk masalah kesehatan yang akan timbul.
Penanggulangan masalah kesehatan di pengungsian merupakan kegiatan yang harus dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu serta terkoordinasi baik secara lintas program maupun lintas sector. Dalam
penanganan masalah kesehatan di pengungsian diperlukan standar minimal yang sesuai dengan
keadaan di lapangan sebagai pegangan untuk merencanakan, memberikan bantuan dan mengevaluasi
apa yang telah dilakukan oleh instansi pemerintah maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
swasta lainnya.

Adapun standar minimal pelayanan kesehatan pengungsi mencakup:

A. Pelayanan kesehatan
1. Pelayanan kesehatan masyarakat
Berfungsi untuk mencegah pertambahan tingkat kematian dan jatuhnya korban akibat
penyakit pasca bencana. Pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan sesuai dengan
standar pelayanan puskesmas. 1 (satu) pusat kesehatan pengungsi untuk 20.000 orang.
Bagi pengungsi khususnya anak-anak, dilakukan vaksinasi campak tanpa memandang status
imunisasi sebelumnya. Adapun kegiatan vaksinasi lainnya tetap dilakukan sesuai program
untuk melindungi kelompok-kelompok rentan.
2. Kesehatan reproduksi
Kegiatan pelayanan kesehatan reproduksi yang harus dilaksanakan mencakup:
a. Keluarga Berencana (KB)
b. Kesehatan ibu dan anak, pelayanan kehamilan, persalinan, nifas dan pasca keguguran
c. Deteksi dini dan penanggulangan Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS
d. Kesehatan reproduksi remaja
3. Kesehatan jiwa
Pelayanan kesehatan jiwa di pos kesehatan diperlukan bagi korban bencana, umumnya
dimulai pada hari ke-2 setelah kejadian bencana.
Adapun kegiatan yang dilakukan adalah:
a. Pelatihan, yang dilakukan terhadap petugas daerah yang kemudian pelatih tersebut
memberikan konseling pada tingkat pelayanan kesehatan di puskesmas dan lokasi
pengungsi
b. Pendidikan psiko-sosial, yang diberikan melalui koran, radio, di sekolah, kelompok
masyarakat, di klinik kesehatan.
c. Pengobatan, dilakukan di puskesmas dengan menggunakan psikotropika dan metode
EMDR.
B. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, seperti vaksinasi, penanganan masalah
umum kesehatan di pengungsian, manajemen kasus, surveilans dan ketenagaan. Berkaitan
dengan sumber daya manusia (SDM), Kementerian Kesehatan telah menetapkan jumlah
kebutuhan tenaga kesehatan untuk penanganan 10.000-20.000 pengungsi, terdiri dari: pekerja
kesehatan lingkungan (10-20 orang), bidan (5-10 orang), dokter ( 1 orang), paramedis ( 4-5
orang), asisten apoteker ( 1 orang), teknisi laboratorium ( 1 orang), pembantu umum (5-1 0
orang), pengawas sanitasi (2-4 orang), asisten pengawas sanitasi (1020 orang).
C. Gizi dan pangan
Gizi dan pangan, termasuk penanggulangan masalah gizi di pengungsian, surveilans gizi, kualitas
dan keamanan pangan. Identifikasi perlu dilakukan secepat mungkin untuk mengetahui sasaran
pelayanan, seperti jumlah pengungsi, jenis kelamin, umur dan kelompok rentan (balita, ibu
hamil, ibu menyusui, lanjut usia). Data tersebut penting diperoleh, misalnya untuk mengetahui
kebutuhan bahan makanan pada tahap penyelamatan dan merencanakan tahapan surveilans
berikutnya. Selain itu, pengelolaan bantuan pangan perlu melibatkan wakil masyarakat korban
bencana, termasuk kaum perempuan, untuk memastikan kebutuhankebutuhan dasar korban
bencana terpenuhi.
D. Lingkungan
Lingkungan, meliputi pengadaan air, kualitas air, pembuangan kotoran manusia, pengelolaan
limbah padat dan limbah cair dan promosi kesehatan. Beberapa tolok ukur kunci yang perlu
diperhatikan adalah:
1. persediaan air harus cukup minimal 15 liter per orang per hari,
2. jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter,
3. satu kran air untuk 80-100 orang,
4. satu jamban digunakan maksimal 20 orang, dapat diatur menurut rumah tangga atau
menurut jenis kelamin,
5. jamban berjarak tidak lebih dari 50 meter dari pemukian atau tempat pengungsian,
6. bak atau lubang sampah keluarga berjarak tidak lebih dari 15 meter dan lubang sampah
umum berjarak tidak lebih dari 100 meter dari pemukiman atau tempat pengungsian,
7. bak/lubang sampah memiliki kapasitas 100 liter per 10 keluarga, serta
8. tidak ada genangan air, air hujan, luapan air atau banjir di sekitar pemukiman atau
tempat pengungsian.

E. Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan


Hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan dasar kesehatan, seperti penampungan keluarga,
sandang dan kebutuhan rumah tangga. Ruang tertutup yang tersedia, misalnya, setidaknya
tersedia per orang rata-rata berukuran 3,5-4,5 m2• Kebutuhan sandang juga perlu
memperhatikan kelompok sasaran tertentu, seperti pakaian untuk balita dan anak-anak serta
pembalut untuk perempuan remaja dan dewasa.

Anda mungkin juga menyukai