C. Etiologi
Penyebabnya penyakit skabies sudah dikenal lebih dari 100 tahun lalu
sebagai akibat infestasi tungau yang dinamakan Acarus scabiei atau pada
manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Sarcoptes scabiei termasuk
filum Arthropoda, kelas Arachnida, ordo Acarina, super famili Sarcoptes
(Djuanda, 2010).
D. Patofisiologi
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya dari tungau scabies, akan
tetapi juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Dan karena bersalaman atau
bergandengan sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan lesi timbul
pada pergelangan tangan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap
secret dan ekstret tungau yang memerlukan waktu kira-kira sebulan setelah
infestasi. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan
ditemukannya papul, vesikel, dan urtika. Dengan garukan dapat timbul erosi,
ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder. Kelainan kulit dan gatal yang terjadi
dapat lebih luas dari lokasi tungau (Harahap, 2000).
Ketika tungau masuk ke dalam lapisan kulit seseorang, maka ia mulai
mengalami gejala skabies. Lesi primer yang terbentuk akibat infeksi skabies pada
umumnya berupa terowongan yang berisi tungau Sarcoptes scabiei, telur, dan
hasil metabolisme/ekskresinya. Terowongan berwarna putih abuabu, tipis dan
kecil seperti benang dengan struktur linear atau berkelok-kelok kurang lebih 1-10
mm, yang merupakan hasil dari pergerakan tungau di dalam stratum korneum.
Terowongan dapat ditemukan bila belum terdapat infeksi sekunder. Ketika
menggali terowongan, tungau mengeluarkan sekret yang dapat melisiskan
stratum korneum. Sekret dan produk eksresi tersebut akan menyebabkan
sensitisasi sehingga menimbulkan lesi sekunder, berupa papul, vesikel, yang
dapat ditemukan di ujung terowongandan terkadang berupa pustule dan bula.
Selain itu, dapat pula terbentuk lesi tersier berupa ekskoriasi, eksematisasi, dan
pyoderma. Namun, tungau hanya dapat ditemukan pada lesi primer. ( Hilma,
et.al., 2014)
E. Pathway
Sanitasi buruk
Penyebaran telur
sarcoptes pada orang
yang sehat meningkat
Keadaan lembab
dan panas
Reservoir sarcoptes
meningkat
Tidak DEFISIENSI
SCABIES
mengetahui PENGETAH
penyakit UAN
Akumulasi secret
Terbentuknya terowongan Vesikel dan ekskoriasis
dan secret S.
scabies di kulit
Reaksi peradangan Peningkatan pembentukan
histamin
Pengeluaran
reseptor
Penderita mengalami
gatal
RESIKO KERUSAKAN
INFEKSI Kerusakan lapisan kulit
INTEGRITAS KULIT
Rusaknya
pertahanan barrier
primer
Resiko masuknya
patogen
E. Manifestasi Klinis
Ada 4 tanda cardinal (Handoko, 2008) :
1. Pruritus nokturna, artinya gatal pada malam hari yang disebabkan karena
aktivitas tungau ini lebih tinggi pada suhu yang lebih lembab dan panas.
2. Penyakit ini menyerang manusia secara berkelompok, misalnya dalam
sebuah keluarga biasanya seluruh anggota keluarga terkena infeksi. Begitu
pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, sebagian besar
tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal
keadaan hiposensitisasi, yang seluruh anggota keluarganya terkena,
walaupun mengalami infestasi tungau, tetapi tidak memberikan gejala.
Penderita ini bersifat sebagai pembawa (carrier).
3. Adanya terowongan (kunikulus) pada tempat-tempat predileksi yang
berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok
dengan rata-rata panjang 1 cm, pada ujung terowongan ini ditemukan papul
atau vesikel. Jika timbul infeksi sekunder ruam kulitnya menjadi polimarf
(pustule, ekskoriasi dan lainlain). Tempat predileksinya biasanya merupakan
tempat dengan stratum korneum yang tipis, yaitu sela-sela jari tangan,
pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan,
areola mammae (wanita), umbilicus, bokong, genitalia eksterna (pria) dan
perut bagian bawah. Pada bayi dapat menyerang telapak tangan dan telapak
kaki.
4. Menemukan tungau, merupakan hal yang paling diagnostic. Dapat
ditemukan satu atau lebih stadium hidup tungau ini.
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan 2 dari 4 tanda cardinal tersebut.
Terdapat dua tipe utama lesi kulit pada skabies, yaitu terowongan dan ruam
(Graham-Brown dan Burn, 2005), yaitu:
1. Terowongan terutama ditemukan pada tangan dan kaki bagian samping jari
tangan dan jari kaki, sela-sela jari, pergelangan tangan dan punggung kaki.
2. Ruam skabies berupa erupsi papula kecil yang meradang, yang terutama
terdapat di aksila, umbilikus, dan paha. Ruam adalah reaksi alergi dari tubuh
terhadap tungau.
F. Klasifikasi Scabies
Skabies didapati dalam berbagai varian, dan salah satunya adalah skabies
berkrusta (skabies Norwegia). Bentuk ini ditandai dengan dermatosis berkrusta
pada tangan dan kaki, kuku yang distrofik, skuama yang menyeluruh
(generalisata). Bentuk ini sangat menular tetapi tidak terlalu gatal. Tungau dapat
ditemukan dalam jumlah yang sangat banyak dan skabies krusta terutama terjadi
pada pasien dengan usia lanjut imunokompromais, dan pada pasien dengan
retardasi mental dan psikosis.
Selain agen tungau spesifik Sarcoptes scabiei varian hominis, manusia juga
dapat terinfeksi dari spesies yang berasal dari hewan.Telah dilaporkan skabies
yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian selain hominis, diantaranya
berasal dari anjing, babi, kuda, unta, beruang hitam, monyet, dan rubah. Hasil
penelitian terdahulu menyatakan bahwa transfer parasit dari hewan ke manusia
dapat terjadi, tetapi penelitian eksperimental menunjukkan adanya limited-cross
ineffectivity antara agen spesies dengan host yang berbeda.
Selain itu, studi genotip juga telah mengungkapkan bahwa terdapat
pemisah di antara host dan agen spesifik yang membatasi transmisi tungau. Pada
kasus yang langka, transmisi tungau dari hewan ke manusia menimbulkan
manifestasi klinis yang berbeda, seperti misalnya masa inkubasi menjadi lebih
pendek, gejala bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri, dan tidak terdapat
pembentukan terowongan serta predileksinya menjadi atipikal (Firza, et al,
2016).
G. Komplikasi
Bila skabies tidak diobati selama beberapa minggu atau bulan, dapat timbul
dermatitis. Erupsi dapat berbentuk impetigo, ektima, sellulitis, limfangitis, dan
furunkel. Infeksi bakteri pada bayi dan anak kecil yang diserang scabies dapat
menimbulkan komplikasi pada ginjal. Dermatitis iritan dapat timbul karena
penggunaan preparat anti skabies yang berlebihan, baik pada terapi awal ataupun
pemakaian yang terlalu sering. Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan
berbagai cara:
1. Mencuci bersih, bahkan sebagian ahli menganjurkan dengan cara direbus,
handuk, seprai maupun baju penderita skabies, kemudian menjemurnya
hingga kering.
2. Menghindari pemakaian baju, handuk, seprai secara bersama-sama.
3. Mengobati seluruh anggota keluarga, atau masyarakat yang terinfeksi untuk
memutuskan rantai penularan.
H. Penatalaksanaan Medis
Dengan menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010), obat-obat anti skabies
yang tersedia dalam bentuk topikal antara lain:
1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk
salep atau krim. Kekurangannya ialah berbau dan mengotori pakaian dan
kadang-kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur
kurang dari 2 tahun.
2. Emulsi benzil-benzoas (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan
setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi
iritasi, dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
3. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam
krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua
stadium, mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup
sekali, kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.
4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan,
mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan
dari mata, mulut, dan uretra.
5. Permetrin dengan kadar 5% dalam krim, kurang toksik dibandingkan
gameksan, efektifitasnya sama, aplikasi hanya sekali dan dihapus setelah 10
jam. Bila belum sembuh diulangi setelah seminggu. Tidak anjurkan pada
bayi di bawah umur 12 bulan.
I. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Biodata diri
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama : Pada pasien scabies terdapat lesi kulit dibagian
punggung dan merasakan gatal terutama pada malam hari.
2) Riwayat kesehatan sekarang : pasien mulai merasakan gatal yang
memanas dan kemudian menjadi edema karena garukan akibat rasa
gatal yang sangat hebat.
3) Riwayat kesehatan dahulu: Pasien pernah masu rumah sakit karena
alergi.
4) Riwayat kesehatan keluarga : Dalam keluarga ada yang menderita
penyakit seperti yang klien alami.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi terhadap kesehatan : apabila sakit, klien biasanya
membeli obat di toko obat terdekat atau apabila terjadi perubahan
pasien memaksakan diri ke RS.
2) Pola aktivitas latihan: Aktivitas latihan selama sakit ; aktivitas ;
makan, mandi, berpakaian, eliminasi, mobilisasi di tempat tidur.
3) Pola istirahat dan tidur : Pada pasien scabies terjadi gangguan pola
tidur akibat gatal yang hebat pada malam hari.
4) Pola nutrisi metabolic : tidak terdapat gangguan.
5) Pola eliminasi : Klien BAB 1x sehari, dengan konsitensi lembek,
wrna kuning bau khas dan BAK 4-5x sehari, dengan bau khas warna
kuning jernih.
6) Pola kognitif perceptual : Saat pengkajian kien dalam keadaan sadar,
bicara jelas, pendengaran dan penglihatan normal
7) Pola seksual reproduksi : Pada klien scabies mengalami gangguan
pada seksual reproduksinya.
8) Pola koping : Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klien
selalu merasa gatal, dan pasien menjadi malas untuk bekerja,
Kehilangan atau perubahan yang terjadi, perubahan yang terjadi klien
malas untuk melakukan aktivitas sehari-hari, Takut terhadap
kekerasan : tidak, Pandangan terhadap masa depan : klien optimis
untuk sembuh.
2. Diagnosa yang mungkin muncul
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema.
b. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan
c. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan keadaan saat ini
d. Resiko infeksi
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan dan
Diagnosa Intervensi
Kriteria Hasil
Keperawatan (NIC)
(NOC)
1. Kerusakan Kriteria Hasil : Manajemen Presure
integritas kulit ● Integritas kulit 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
berhubungan yang baik bisa pakaian yang longgar
dengan edema dipertahankan 2. Monitor tanda dan gejala infeksi
(sensasi, 3. Hindari kerutan pada tempat tidur
elastisitas, 4. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
temperatur, dan kering
hidrasi, 5. Monitor kulit akan adanya kemerahan
pigmentasi) 6. Monitor aktivitas
Manajemen penyuluhan
● Perfusi jaringan
1. Memberikan informasi kepada pasien
baik
pada saat mandi menggunakan sabun
● Menunjukkan
dan air hangat
pemahaman
2. Instruksikan pasien untuk menginfor-
dalam proses
masikan jika terjadi perubahan pada
perbaikan kulit
kulit pasien
dan mencegah
Manajemen kolaboratif
terjadinya
1. Kolaborasi untuk medikasi dan terapi
cedera berulang
untuk proses penyakit yang mendasari
● Mampu
untuk program penyembuhan luka
melindungi kulit
dan memper-
tahankan
kelembaban
kulit dan
perawatan
alami.
2. Resiko infeksi ● Immune status Manajemen Infection Control
1. Bersihkan lingkungan setelah dipakai
● Knowledge ;
oleh orang lain
infection control
2. Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil :
3. Batasi pengunjung bila perlu
● Klien bebas dari
4. Instruksikan pada pengunjung untuk
tanda dan gejala
mencuci tangan saat berkunjung dan
infeksi
setelh berkunjung meninggalkan klien
● Mendeskripsi-
5. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah
kan proses
melaksanakan tindakan
penularan
6. Pertahankan lingkungan aseptik selama
penyakit
● Menunjukkan pemasangan alat
kemampuan 7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
untuk mencegah alat pelindung bila perlu
timbulnya Manajemen penyuluhan
infeksi 1. Memberikan informasi kepada pasien
● Menunjukkan dan keluarga mengenai tanda dan gejala
perilaku hidup inefksi yang terjadi pada klien
bersih dan sehat Manajemen kolaboratif
1. Kolaborasi untuk medikasi dan terapi
anti biotik bila perlu
Brunner & Sudarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Firza, S., Hanna, M., Skabies, Majority, Vol. 5, No. 2, pp. 37.
Herdman, T. Heather. Alih Bahasa ; Made Sumarwati, dkk. 2012. Diagnosis
Keperawatan, Definisi dan Klasifikasi 2012-2014, edisi Bahasa Indonesia.
Jakarta : EGC
Mansjoer, Arif. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, jilid1 edisi ke tiga. Jakarta:
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Nuarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda, Nic-Noc, Edisi Revisi Jilid 1.
Jogyakarta : Mediaction Publishing Jogja