“MONOTERPENOID”
Dosen Pengampu :
MANADO
2021
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Senyawa metabolit sekunder merupakan molekul kecil yang dihasilkan dan organisme.
Senyawa ini bukan merupakan senyawa komponen dasar untuk proses kehidupan. Beberapa
contoh senyawa metabolit sekunder adalah terpenoid, flavonoid, alkaloid, fenilpropanoid.
Dalam makalah akan dibahas mengenai salah satu senyawa metabolit sekunder bagian
dari terpenoid yaitu Monoterpen. Monoterpen adalah alkohol primer yang ditemukan dalam
materi tanaman yang berperan dalam pengurangan kolesterol dan merangsang apoptosis.
Monoterpenoid memiliki rumus kimia C10H16, merupakan senyawa essence dan memiliki bau
yang spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10.
Monoterpen (C10) merupakan komponen utama dari minyak atsiri.
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
PEMBAHASAN
1. Pengertian Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang paling sederhana, terbentuk dari dua
unit isopren dan merupakan dua komponen minyak atsiri yang berupa cairan tak berwarna, tidak
larut dalam air, mudah menguap dan berbau harum. Monoterpen mempunyai titik didih berkisar
antara 140 - 180°C.
Struktur monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik. Senyawa
monoterpenoid banyak antiseptik, dimanfaatkan ekspektoran, spasmolitik, dan sedatif. Senyawa
monoterpenoid sebagai bahan pemberi aroma makanan dan aroma parfum.
2. Klasifikasi Monoterpenoid
Mircena Geraniol
2). Monoterpenoid Monosiklik
merupakan Unit isoprena dapat membuat hubungan untuk membuat cincin. Ukuran cincin
yang paling umum pada monoterpena adalah cincin heksagonal. Contoh klasik adalah siklisasi
geranil pirofosfat menjadi limonena.
- Senyawa Terpinena, fellandrena, dan terpinolena dapat terbentuk dengan cara yang sama
dengan proses pembentukan limonene tersebut.
- Jika Hidroksilasi senyawa ini diikuti dengan dehidrasi, maka dapat membentuk senyawa
aromatik p-cimena.
- Terpenoid penting yang diturunkan dari terpena monosiklik diantaranya yaitu mentol,
timol, carvacrol dan sebagainya.
Monoterpena adalah kelompok terpena yang terdiri dari dua unit isoprena dan mempunyai rumus
molekul C10H16. Monoterpena dapat berupa linear (asiklik) atau mengandung cincin.berikut
beberapa contoh struktur monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa "essence" dan memiliki bau yang spesifik yang dibangun
oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa
monoterpenoid telah diisolasi dari tumbuhan tingkat tinggi, binatang laut, serangga dan binatang
jenis vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui. Struktur dari senyawa mono terpenoid
yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip
dasar penyusunannya tetap sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isopren. struktur
monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik.
Sintesis Monoterpenoid
Cara memperoleh monoterpene (bagian dari minyak atsiri) dapat dilakukan dengan
beberapa cara yaitu :
1. Metode Penyulingan
● Penyulingan dengan air (water distillation)
(Sumber: https://slidetodoc.com/minyak-atsiri-minyak-atsiri-volatile-oil-minyak-atsiri/ )
Pada metode ini bahan direbus didalam air mendidih dalam satu wadah. Minyak
atsiri akan dibawa oleh uap air yang kemudian didinginkan dengan mengalirkannya
melalui pendingin. Hasil sulingan adalah minyak atsiri yang belum murni. Perlakuan ini
sesuai untuk minyak atsiri yang tidak rusak oleh pemanasan (Guenther, 1987).
Metode destilasi dengan air, bahan yang akan didestilasi langsung di kontak
dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung di atas air atau secara sempurna,
tergantung dari berat jenis dan bahan yang didestilasi. Peristiwa pokok yang terjadi pada
proses ini yaitu difusi minyak atsiri dan air panas melalui membrane tanaman, hidrolisa
terhadap beberapa komponen minyak atsiri dan dekomposisi yang disebabkan oleh panas.
Proses hidrodestilasi bahan dan kecepatan penguapan minyak tidak dipengaruhi oleh sifat
menguapnya komponen minyak atsiri, melainkan lebih banyak oleh derajat kelarutannya
dalam air. Keuntungannya adalah baik untuk menyuling bahan berbentuk tepung dan
bunga-bunga yang mudah menggumpal jika kena panas. Kelemahannya yaitu
pengekstraksi minyak atsiri tidak dapat berlangsung sempurna (Ketaren, 1985).
Bahan yang dibutuhkan merupakan bahan yang kering dan tidak rusak bila
didihkan. Bahan tersebut mengapung di atas air terendam secara sempurna tergantung
bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Jadi dengan car aini bahan langsung
berhubungan dengan air mendidih. Beberapa bahan yang disuling dengan metode ini
adalah serbuk dan bunga-bungaan, bahan tersebut akan menggumpal sehingga uap tidak
dapat menembus sel-sel tanaman (Guenther, 1987).
(Sumber: https://slidetodoc.com/minyak-atsiri-minyak-atsiri-volatile-oil-minyak-atsiri/ )
Bahan tumbuhan yang akan disuling dengan metode penyulingan air dan uap
ditempatkan dalam suatu tempat di bagian bawah dan tengah berlobang-lobang yang
ditopang di atas dasar alat penyulingan. Ketel diisi dengan air sampai permukaan air
tidak jauh di bawah saringan, uap air akan naik bersama minyak atsiri kemudian dialirkan
melalui pendingin. Hasil sulingannya adalah minyak atsiri yang belum murni (Guenther,
1987).
Ciri khas metode ini adalah selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu
panas. Keuntungan menggunakan sistem tersebut adalah karena uap berpenetrasi secara
merata ke dalam jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai suhu 100¬¬0C.
lama penyulingan relative singkat, rendemen minyak lebih besar dan mutunya lebih baik
jika dibandingkan dengan minyak hasil penyulingan dengan air dan bahan yang disuling
tidak dapat menjadi gosong (Ketaren, 1985). Kerugiannya adalah jumlah uap yang
dibutuhkan cukup besar dan waktu penyulingan lebih lama, selain itu akan mengembun
dalam jaringan tanaman sehingga bahan tanaman bertambah basah dan mengalami
resinifikasi (Guenther, 1987).
(Sumber: https://slidetodoc.com/minyak-atsiri-minyak-atsiri-volatile-oil-minyak-atsiri/ )
Pada metode ini bahan tumbuhan dialiri uap panas dengan tekanan tinggi. Uap air
selanjutnya dialirkan melalui pendingin dan hasil sulingan adalah minyak atsiri yang
belum murni. Cara ini baik digunakan untuk bahan tumbuhan yang mempunyai titik
didih yang tinggi (Guenther, 1987).
Uap yang digunakan uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap
dipisahkan melalui pipa uap bertingkat yang berpori yang terletak di bawah bahan dan
uap bergerak ke atas melalui bahan terletak di atas saringan (Ketaren, 1987).
Sistem destilasi ini baik digunakan untuk mengekstrak minyak dari biji-bijian,
akar dan kayu-kayuan yang umumnya mengandung komponen minyak yang bertitik
didih tinggi. Sistem penyulingan ini tidak baik digunakan terhadap bahan yang
mengandung minyak atsiri yang mudah rusak oleh pemanasan dan air.
Minyak yang dihasilkan dari destilasi ini baunya akan sedikit berubah dari bau
asli alamiah, terutama minyak atsiri yang berasal dari bunga (Ketaren, 1985).
Pengaruh yang penting selama destilasi berlangsung adalah suhu terhadap minyak
atsiri. Pada dasarnya semua senyawa penyusun minyak atsiri tidak stabil atau peka
terhadap suhu tinggi. Itulah sebabnya untuk memperoleh kualitas minyak atsiri
diupayakan pada suhu pemanasan yang rendah. Namun, bila suhu pemanasan tinggi
maka panas destilasi diusahakan dalam waktu sesingkat mungkin.
Bahan penunjang proses yang digunakan berupa pelarut menguap. Adapun pelarut
menguap yang digunakan di antaranya heksana, alkohol, dan aseton. Sesuai dengan
namanya, pelarut tersebut bersifat mudah menguap. Oleh sebab itu, penambahan pelarut
menguap hendaknya dilakukan melalui proses standar pemompaan.
1. Masukkan bahan baku segar ke dalam ekstraktor dan rendam bersama dengan
pelarut organik (misalnya hexan).
2. Pelarut menguap berpenetrasi ke dalam jaringan bahan baku dan melarutkan
minyak serta beberapa zat seperti resin, lilin, dan zat warna. Untuk bunga melati,
perendaman dilakukan selama 1 jam, sedangkan bunga mawar direndam selama 12
jam.
3. Putar ekstraktor selama 20—60 menit, lalu pisahkan larutan dari ampas hasil
ekstraksi.
4. Lakukan destilasi di dalam evaporator vakum pada suhu 45° C
5. Pelarut akan menguap dan menyisakan larutan semipadat berwarna merah
kecokelatan yang disebut concentrate. Larutan ini terdiri dari minyak atsiri, lilin,
dan resin.
6. Aduk dan larutkan concentrate di dalam alkohol 95% yang dapat mengikat minyak
atsiri.
7. Dinginkan concentrate pada suhu -5° C di dalam lemari pendingin hingga lilin
mengendap. Setelah itu, saring hingga diperoleh larutan.
8. Lakukan destilasi ulang dalam kondisi vakum pada suhu 45° C untuk memisahkan
minyak dengan alkohol yang mengikatnya hingga dihasilkan minyak atsiri murni.
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun cair dengan bantuan
pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak substansi yang diinginkan tanpa
melarutkan material lainnya. Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi
komponen terlarut dari padatan inert ke dalam pelarutnya (Sudarmadji, 1989)
Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karena komponen terlarut kemudian
dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalami perubahan kimiawi. Ekstraksi dari
bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkan dapat larut dalam solven
pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila padatan hanya sedikit larut dalam
pelarut. Ekstraksi yang dilakukan menggunakan metoda sokletasi, yakni sejenis ekstraksi
dengan pelarut organik yang dilakukan secara berulang ulang dan menjaga jumlah pelarut
relatif konstan dengan menggunakan alat soklet.
Minyak nabati merupakan suatu senyawa trigliserida dengan rantai karbon jenuh maupun
tidak jenuh. Minyak nabati umumnya larut dalam pelarut organik, seperti heksan dan benzen.
Untuk mendapatkan minyak nabati dari bagian tumbuhannya, dapat dilakukan dengan
metoda sokletasi menggunakan pelarut yang sesuai (Agoes, 2008).
Cara ini menggunakan media lemak padat. Metode ini digunakan karena diketahui
beberapa jenis bunga yang telah dipetik, enzimnya masih menunjukkan kegiatan dalam
menghasilkan minyak atsiri sampai beberapa hari/minggu, seperti bunga melati, sehingga
perlu perlakuan yang tidak merusak enzim tersebut secara langsung. Caranya dengan
menaburkan bungadiatas media lilin dan dieramkan sampai beberapa hari/minggu,
selanjutnya lemak padat dikerok (dikenal dengan pomade) dan diekstraksi menggunakan
etanol (Gunawan dan Mulyani, 2004).
b. Ekstraksi dengan lemak panas (Maceration)
Cara ini dilakukan terhadap bahan tumbuhan yang bila dilakukan penyulingan atau
enfleurasi akan menghasilkan minyak atsiri dengan rendeman yang rendah. Pada cara ini
absorbsi minyak atsiri oleh lemak dalam keadaan panas pada suhu 80oC selama 1,5 jam.
Selesai pemanasan, campuran disaring panas-panas, jika perlu kelebihan lemak pada ampas
disiram dengan air panas. Kemudian dilakukan penyulingan untuk memperoleh minyak
atsiri (Ketaren, 1985).
4. Kromatografi Gas
Kromatografi gas (KG jenis kromatografi yang umum digunakan dalam analisis
kimia untuk pemisahan dan analisis senyawa yang dapat menguap tanpa mengalami
dekomposisi. Penggunaan umum KG mencakup pengujian kemurnian senyawa tertentu,
atau pemisahan komponen berbeda dalam suatu campuran (kadar relatif komponen
tersebut dapat pula ditentukan). Dalam beberapa kondisi, KG dapat membantu
mengidentifikasi senyawa. Dalam kromatografi preparatif, KG dapat digunakan untuk
menyiapkan senyawa murni dari suatu) merupakan campuran.
Dalam kromatografi gas, fasa gerak berupa gas pembawa, biasanya gas inert seperti
helium atau gas yang tidak reaktif seperti nitrogen. Fasa diam berupa lapisan cairan
mikroskopik atau polimer di atas padatan pendukung fasa diam, yang berada di dalam
tabung kaca atau logam yang disebut kolom. Instrumen yang digunakan untuk melakukan
kromatografi gas disebut dengan gas kromatograf (atau "aerograf" atau "pemisah gas").
Senyawa dalam fasa gas yang dianalisis berinteraksi dengan dinding kolom, yang
dilapisi dengan fasa diam. Hal ini menyebabkan masing-masing senyawa mengalami
elusi pada waktu yang berbeda, dan ini dikenal sebagai waktu retensi senyawa.
Perbandingan waktu retensi merupakan keluaran dari KG yang dapat dianalisis.
Secara prinsip, kromatografi gas sama dengan kromatografi kolom (sama juga
dengan kromatografi jenis lain seperti KCKT, KLT), tetapi terdapat beberapa perbedaan
yang perlu dicatat. Pertama, proses pemisahan campuran terjadi antara fasa diam cairan
dan fasa gerak gas, sementara dalam kromatografi kolom, fasa diam adalah padat dan
fasa gerak berupa cairan. (Oleh karena itu, sebutan lengkap prosedur ini adalah
"Kromatografi gas–cair", yang merujuk pada fasa gerak dan fasa diam.) Kedua, kolom
yang dilalui fasa gas terletak di dalam oven dengan temperatur gas yang dapat
dikendalikan, sementara kromatografi kolom (biasanya) tidak dilengkapi pengendali
temperatur. Terakhir, konsentrasi senyawa dalam fasa gas murni merupakan fungsi dari
tekanan uap gas.
Kromatografi gas juga mirip dengan distilasi fraksi, karena keduanya melakukan
proses pemisahan komponen campuran berdasarkan perbedaan titik didih (atau tekanan
uap). Meski demikian, distilasi fraksi biasanya digunakan untuk memisahkan komponen
campuran dalam skala besar, sementara KG hanya dapat digunakan untuk skala yang
jauh lebih kecil (skala mikro).
Kromatografi gas kadang dikenal sebagai kromatografi fasa uap (KFU) (en: vapour-
phase chromatography, VPC), atau kromatografi partisi gas–cair (KPGC) (en: gas–liquid
partition chromatography, GLPC). Nama alternatif ini, begitu pula singkatannya, sering
digunakan dalam literatur saintifik. Sejujurnya, KPGC adalah terminologi yang paling
tepat, dan oleh karenanya banyak digunakan oleh para penulis sains.(Mikhail
Semenovich Tswett,1903).
(Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Kromatografi_gas)
Karakteristik Monoterpenoid
1. SIFAT FISIKA
- Mudah menguap
- Baunya khas
- Komponen minyak menguap dari parfum
- Industri makanan sebagai penambah aroma
- Cairan tidak berwarna
- Tidak larut dalam air
2. SIFAT KIMIA
Pada umumnya hidrokarbon tidak jenuh, reaktif, mudah teroksidasi dan cenderung
menjadi resin bila dibiarkan terbuka.
Monoterpenoid merupakan komponen terbesar dari minyak atsiri dan ditemukan
melimpah dalam tanaman.
Beberapa sifat fisika yang dimiliki minyak atsiri adalah sebagai berikut
1. Warna: minyak atsiri yang baru dipisahkan biasanya tidak berwarna. Oleh karena
penguapan dan proses oksidasi, warnanya dapat bermacam-macam seperti: hijau,
coklat, kuning, biru, dan merah.
2. Rasa: bermacam-macam, ada yang manis, pedas, asam, pahit, dan ada pula yang
mempunyai rasa membakar.
3. Bar: merangsang dan khas untuk tiap jenis minyak atsiri.
4. Berat jenis: berkisar antara 0,696-1,188 (kg/L) pada 15°C. Kisaran nilai koreksinya
adalah antara 0,00042-0,00084 untuk trap perubahan l°C.
5. Kelarutan: tidak larut dalam air tetapi larut dalam alkohol, eter, kloroform, asam asetat
pekat, dan pelarut organik lain. Kurang larut dalam alkohol encer (<70%).
6. Sifat: pelarut yang baik untuk lemak, minyak, resin, kamfer, sulfur, dan fosfor.
7. Indeks bias: berkisar antara 1,3-1,7 pada suhu 20°C. Kisaran nilai koreksinya adalah
0,00039-0,00049 untuk trap perubahan I°C.
Minyak atsiri secara umum terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), dan
oksigen (O), kadang-kadang juga terdiri atas nitrogen (N) dan belerang (S). Minyak atsiri
mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen yang tidak
dapat menguap. Berdasarkan komposisi kimia dan unsur- unsurnya minyak atsiri dibagi
dna, yaitu: hydrocarbon dan oxygenated hydrocarbon.
Hidrokarbon memiliki unsur-unsur hidrogen (H) dan karbon (C). Hidrokarbon
terdiri atas senyawa terpene. Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri
sebagian besar terdiri atas: monoterpen (2 unit isoprene), sesouiterpen (3 unit isoprene),
diterpen (4 unit isoprene), politerpen, parafin, olefin, dan hidrokarbon aromatik.
Komponen hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas dari setiap jenis
minyak. Sebagai contoh minyak jeruk mengandung 94% limonene dan mempunyai bau
khas jeruk.
Perubahan Sifat Kimia Minyak Atsiri
Perubahan sifat kimia minyak atsiri merupakan ciri dari kerusakan minyak yang
mengakibatkan penurunan mutu. Beberapa proses yang dapat mengakibatkan perubahan
sifat kimia minyak adalah
1. Oksidasi
Reaksi oksidasi pada minyak atsiri terutama terjadi pada ikatan rangkap dalam
terpene. Proses oksidasi minyak atsiri mengakibatkan perubahan bau dan dapat
menurunkan jumlah persenyawaan kimia tertentu dalam minyak atsiri. Untuk
menghambat atau menghindari proses oksidasi maka minyak atsiri harus dihindarkan dari
pengaruh sinar matahari, panas, oksigen, atau udara.
2. Hidrolisa
Proses hidrolisa terjadi dalam minyak atsiri yang mengandung ester. Dengan
adanya air dan asam sebagai katalisator, ester akan terhidrolisa secara sempurna. Asam
organik yang terdapat secara alamiah dan yang dihasilkan dari proses hidrolisa ester,
dapat bereaksi dengan ion logam sehingga membentuk garam. Hal ini mengakibatkan
minyak atsiri berubah menjadi berwarna gelap.
3. Resinifikasi
Resin dapat terbentuk dari hasil polimerisasi aldehida atau persenyawaan tidak
jenuh. Resin ini dapat terbentuk selama proses pengolahan (ekstraksi) minyak yang
menggunakan tekanan dan suhu tinggi serta selama penyimpanan.
4. Penyabunan
Minyak jeruk yang mengandung senyawa ester dan asam-asam organik dapat
bereaksi dengan basa (NaOH atau KOH) membentuk sabun.
Perubahan sifat kimia yang diakibatkan oleh beberapa proses di atas dapat terjadi pada
saat
- Proses ekstraksi Perubahan sifat kimia yang terjadi selama proses ekstraksi
terutama disebabkan karena suhu yang terlalu tinggi.
- Proses distilasi Perubahan sifat kimia yang terjadi selama proses distilasi terutama
disebabkan karena adanya air, uap air, dan suhu yang terlalu tinggi.
- Proses pengepresan Perubahan sifat kimia yang terjadi selama proses pengepresan
terutama disebabkan karena minyak hasil pengepresan langsung berkontak dengan
udara.
Sumber Monoterpenoid
a. Monoterpenoid Asiklik
b. Monoterpenoid Monosiklik
c. Monoterpenoid Bisiklik
Keberadaan tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun lampau.
Bukti sejarah ini terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi, dan kitab masa
lalu. Resep ini diwariskan turun-temurun, yang tadinya hanya dikenal kalangan
tertentu kemudian menyebar hingga masyarakat luas. Sekarang modernisasi
mentautkan tanaman obat dengan dunia farmasi. Berdasarkan penggunaan
tradisional dan berbagai penelitian ilmiah, tanaman tersebut memiliki berbagai efek
farmakologis dan bioaktivitas penting mulai dari potensi sebagai agen anti penyakit
infeksi sampai penyakit degeneratif seperti imunodefisiensi, hepatitis, arthritis, stroke,
osteoporosis bahkan kanker (Saifudin, 2011).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Monoterpenoid merupakan senyawa terpenoid yang paling sederhana, terbentuk dari dua
unit isoprene. Terbagi menjadi monoterpenoid asiklik, monosiklik, dan bisiklik. Cara
memperolehnya bisa menggunakan metode penyulingan, ekstraksi dengan pelarut menguap,
ekstraksi dengan lemah padat, serta dengan kromato gas.
Saran
Berdasarkan penulisan makalah ini perlu dilakukan pengkajian materi yang lebih
mendalam terkait terpenoid khususnya monoterpen karena pengetahuan ini sangat berguna
bagi mahasiswa farmasi yaitu bidang pembuatan sediaan obat. Makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kami menyarankan agar pembaca dapat mengkaji lebih teliti
dan mendapatkan manfaat dari penulisan makalah ini
DAFTAR PUSTAKA
D. V. Spracklen, B. Bonn, K. S. Carslaw (2008). "Boreal forests, aerosols and the impacts on
clouds and climate". Philosophical Transactions of the Royal Society A.
Gunawan, D., dan Mulyani, S. (2004). Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Jakarta:
Penerbit Penebar Swadaya. Halaman 107.
Ketaren, S. (1985). Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 19-
29.
Prihnawati, Tita S.2009.”Isolasi, identifikasi komponen kimia dan uji aktivitas antibakteri
minyak atsiri daun lampes (Ocium sancum L.) pada Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli”.Skripsi.FMIPA, Kimia, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
Rokhmah, N (2018). Pemetaan, Penciri Bioaktif dan Prospek Ekonomi Tanaman Serai Wangi
(Cymbopogon nardus). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Jakarta: Buletin
Pertanian Perkotaan vol. 8 No.2
Pp. 2011. Jobsheet Petunjuk Praktikum Kimia Organik : Ekstraksi dan Identifikasi Lemak/
Minyak http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17775/4/Chapter%20II.pdf
(diakses tanggal 25 Mei 2011 pada 22.10 WIB).