Anda di halaman 1dari 11

Makalah UAS Tafsir Tematik

“Dzikrul Maut”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Erwati Aziz, M. Ag

Muhammad Saddam Fachri Ridlo


201111002

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA


2021
A. Pendahuluan
Setiap orang mempunyai perasaan bawaan tentang keabadian.
Kendati terkungkung dalam dunia material fana, kita selalu rindu akan
keabadian. Jika kita diberi seluruh alam semesta, itu tidak akan
menghilangkan “rasa lapar” kita akan keabadian hidup. Kecenderungan
natural kita kepada kebahagiaan abadi pun juga datang dari realitas
obyektif dan eksistensi dari kehidupan abadi dan dari keinginan kita akan
kekekalan. Sementara itu, tubuh merupakan instrumen ruh, yang
mengatur dan mengontrol tubuh secara komprehensif. Namun ketika
“waktu” yang telah ditentukan tiba, suatu penyakit atau kegagalan fungsi
tubuh adalah seperti “undangan” Malaikat Kematian yang tidak mungkin
untuk ditolak. Kaum materialis dan sekularis yang tidak memahami,
bahkan tidak mengenal tentang zikr al-Maut selalu melihat kematian
sebagai peristiwa mengerikan dan karena itulah kemudian tersusun ide-
ide yang muram tentang kematian. Hal ini berbeda dengan orang-orang
mukmin yang memahami makna sejati tentang kematian dan selalu
melakukan persiapan diri dengan metode zikr al-maut demi menanti
kedatangannya. Mereka memandang kematian tidak lebih dari
pembebasan dari pengabdian dan beban kesukaran hidup, perubahan
tempat kediaman, dan perjalanan menuju ke tempat kawan-kawan yang
telah sampai terlebih dahulu. Mereka mengetahui secara benar bahwa
segala sesuatu terus eksis di dunia lain (dalam identitasnya sebagai
bentuk dan ide). Jadi, mereka melihat kematian
sebagai kemajuan, penyempurnaan, akuisi esensi dan sifat yang lebih
tinggi karena akan bertemu dengan Yang Maha Eksis. Karena kematian
membawa buah kehidupan dan kebahagiaan abadi, maka kematian
dipandang mereka sebagai anugerah dan berkah Tuhan.
Secara global dapat dikatakan bahwa wacana tentang kematian
bukan merupakan suatu diskursus yang menyenangkan, di mana naluri
manusia untuk dapat hidup “seribu tahun lagi” bukanlah sesuatu yang
terbantahkan. Banyak faktor yang membuat seorang manusia untuk
enggan mati. Ada yang enggan mati karena tidak mengetahui apa yang
akan dihadapinya setelah kematian, atau mungkin juga menduga bahwa
yang dimiliki sekarang lebih baik dari yang akan didapatnya nanti
sesudah kematian, atau bisa jadi karena membayangkan betapa dalam
mati itu seseorang menjadi diam, bisu dan beku tanpa ada aktivitas dan
kreativitas seperti pada saat ia hidup, dan masih banyak lagi asumsi-
asumsi lain yang tidak kalah mengerikannya mengenai kematian ini, yang
kesemuanya didasari oleh rasa ketakutan seseorang akan sesuatu yang
akan terjadi.
Pada makalah kali ini penulis akan lebih membahas mengenai zikr
al-maut atau lebih dikenal dengan mengingat mati. Penulis akan
memberikan pemahaman yang mendalam terhadap kematian terlebih
dahulu. Hal ini dirasa perlu, dikarenakan untuk apa kita mengingat mati
sedangkan kita tidak mengetahui makna hakikat dari kematian itu sendiri.
Oleh karenanya penulis akan membagi sub bahasan ini menjadi tiga.
Pembahasan yang pertama ialah mengenai kematian melalui himpunan
ayat suci Al-Qur’an berdasar pada penafsiran para mufassirin. Kemudian
pada sub bahasan yang kedua penulis memberikan analisa hadits Nabi
Muhammad SAW dan beberapa ayat Al-Qur’an. Setelahnya penulis
memberikan urgensi mengenai zikr al-maut pada kehidupan beragama.

B. Himpunan ayat tentang kematian


1. QS. Al-Anbiya: 34

‫ّ َن دُ دُ لاَِنا لُِدوَن‬
‫نو نما نََن لَْنا لِْنَ رنٍ لم لْ َن لْْلَن لاِ دَ لُْن َنَنِل لَ لم ت‬
Kami tidak menjadikan hidup kekal bagi seorang manusiapun sebelum
kamu. Maka jika kamu mati, apakah mereka akan kekal?. – (QS. Al-
Anbiya: 34)

Asbabun nuzul pada QS. Al-Anbiya: 34 ialah Ibnu Mundzir


meriwayatkan dari Ibnu Juraij bahwasannya Nabi Muhammad SAW
diberitahu akan dekatnya ajal beliau, maka beliau Rasulullah bersabda
“Wahai tuhanku, kalau begitu siapa yang akan mengurus umatku?”.
Maka turunlah ayat ini. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah pada QS.
Ath-Thur: 30:

‫لَ لاِ نَ َد ل‬
َ‫و‬ ‫َ ن لْ ْن ُد و ِد وَن َنا لِ رٍ َن َ ننٍ ِ د‬
‫تُ ِل لِ نَ ْ ن‬

Bahkan mereka mengatakan: "Dia adalah seorang penyair yang kami


tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya".– (QS. Ath-Thur: 30).

Dari QS. Ath-Thur di atas mengisahkan bahwasannya orang-orang


kafir senantiasa menanti kecelakaan atau kematian Nabi Muhammad
SAW. Orang-orang kafir juga pernah membuat rencana akan
pembunuhan Nabi Muhammad SAW. Sahabat nabi yaitu Umar bin
Khattab pun juga pernah mencoba membunuh Nabi Muhammad SAW
dengan pedang. Pada saat beliau Umar bin Khattab belum menjadi
golongan orang-orang Islam.

Menurut Tafsir Ibnu Katsir menjelaskan bahwasannya QS. Al-


Anbiya: 34 memberikan informasi bahwasannya seluruh manusia yang
diciptakan oleh Allah SWT pasti akan mati. Hal itu sejalan dengan firman
Allah pada QS. Ar-Rahman: 26-27:

‫دك لّ نم يْ ن‬
‫ِْن يۡ نُا َن ر‬
َ‫ا‬
Semua yang ada di bumi itu akan binasa.– (Q.S QS. Ar-Rahman: 26).
‫توْن يْ لُى نو يَِد نَ لَِّن ُدو ياِ نَ لْ لّ نو ي ل‬
ْ‫اا يك نٍ ملا‬
tetapi wajah Tuhanmu yang memiliki kebesaran dan kemuliaan tetap
kekal.– (Q.S QS. Ar-Rahman: 27).

Sebagian ulama menyimpulkan QS. Ar-Rahman ayat 26-27


bahwasannya Khidir a.s. telah wafat dan tidak akan pernah hidup sampai
sekarang, karena dia adalah seorang manusia, baik dia wali, nabi, ataupun
seorang rasul. Sebab Allah SWT telah menjelaskan pada QS. Al-Anbiya:
34 yang telah dibahas di atas yang berisi bahwa Allah tidak akan
menjadikan abadi semua manusia bahkan sebelum kamu (Muhammad).

2. QS. Al-Anbiya: 35

‫َ ل ٍّ نو لاِ نَۡ للٍ لََلَنًة نو لِِن لَۡنا ُ د لٍ نََدوَن‬ ‫دك لّ َن لْ رٍ ُنا لُِنًد لاِ نَ لو ل‬
‫ِ نوَن لْْدو دك لُ لِاِ ت‬

Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan Kami akan
menguji kamu dengan keburukan serta kebaikan sebagai cobaan. Dan
hanya kepada Kamilah kamu akan dikembalikan. – (Q.S Al-Anbiya: 35)

Pada QS. Al-Anbiya ayat 35 ini tidak memiliki asbabun nuzul.


Ayat ini lebih berfungsi sebagai afirmasi atau penguat ayat sebelumnya.
Yang di mana ayat sebelumnya menjelaskan َ‫ّ َن دُ دُ لاَِنا لُِدو‬
‫ َنَنِل لَ لم ت‬yang
berarti “Maka jikalau kamu mati, apakah mereka juga akan kekal?”
Yakni semua manusia akan mati tidak ada satupun yang kekal. Karena
itulah selanjutnya Allah SWT berfirman pada QS. Al-Anbiya ayat 35 ini
sebagai penegasan atau penguat ayat sebelumnya yang diawali dengan ّ‫دك ل‬
ِ‫ َن لْ رٍ ُناِلُنًد لاِ نَ لو‬yang berarti “Tiap-tiap yang bernyawa pasti akan mati”.
Dengan begitu dapat disimpulkan bahwasannya semua manusia akan
mengalami kematian. Dan hanya Allah sajalah yang akan kekal
selamanya dikarenakan Allah ialah َ‫ لِِن لَۡنا ُ د لٍ نََدو‬tempat kembali bagi semua
yang telah mati, oleh karena itu Allah tidak serupa dengan makhluknya,
seperti yang dijelaskan pada surah Asy-Syura: 11:

‫ّ لَ لۡ دُ لاِْن ل‬
ٍ‫ِۡ دل‬ ‫لٍ نك لَْل لْ هِ ن‬
‫َ لْ رٌ نوُ ندو اِ ت‬ ‫ِنۡ ن‬

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha
Mendengar, Maha Melihat.– (Q.S Asy-Syura: 11).

3. QS. Qaf: 19

‫ِ لِ لاِ نِ ّ ل‬
‫ِ ُنِلَن نما دك لَّن لم لَِد ُ لنُِۡد‬ ‫َ لْ نٍُ د لاِ نَ لو ل‬ ‫نو نَا نٌ ل‬
‫ِ ن‬

Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah perkara


yang kamu selalu lari daripadanya.– (Q.S Qaf: 19)

Pada QS. Qaf: 19 di atas tidak memiliki asbabun nuzul. Sekilas,


ayat tersebut menjelaskan bahwasannya kematian tidak akan bisa
dihindari. Pada ayat tersebut juga dikatakan bahwasannya manusia selalu
saja menghindar akan kematian tersebut. Padahal kematian pasti akan
datang pada waktu yang telah ditetapkan. Ayat tersebut semakna dengan
QS. Al-Jumu’ah: 8 dan juga QS. An-Nisa: 78

ُ‫َ نُاَنُل َنۡدَن لُّْ د دْ لُ ِل نَا دك لََ د ل‬ ‫ِا لِ لُ لاَِن لۡ ل‬


‫َ نواِ ت‬ ‫َد لّ ِل تَ لاِ نَ لوِن اِتِلي ُ ن لْ لٍوَن لم لَِد َنِلَتِد دم نََلۡ دْ لُ ث د تُ ُ د نٍَلوَن ِلِنى ن‬
‫ُ ن لَ نَْدوَن‬

Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu hindari itu, maka


sesungguhnya kematian itu pasti akan menemui kamu. Kemudian kamu
akan dikembalikan kepada Allah, yang maha mengetahui perkara yang
ghaib dan yang nyata. Lalu Dia akan memberitahukan segala apa yang
telah kamu kerjakan”.– (Q.S Al-Jumu’ah: 8)

‫َّنًر ْنُدوِدوا نُ لِ لِ لم لْ لِ لَ لُ ت‬
‫لل‬ ‫َ ن لَْن نَا ُ ن دْوَدوا ْدُ للَ لك دْ دُ لاِ نَ لوِد نوِن لو دك لََ د لُ َلْ ِ ددٍوٍر دم ن‬
‫َۡتُنُر نو لِ لَ ُ د ل‬
‫ِ لْ دُ لُ نَ ن‬
‫لل َن نَا لِ نُؤ ندا لٌ لاُِن لو لْ نا ْن نْاَدوَن ْن لُْن دُوَن‬‫َ لُّۡ نًر ْنُدوِدوا نُ لِ لِ لم لْ لِ لَُلَن َد لّ دك لّ لم لْ لِ لَ لُ ت‬ ‫نو لِ لَ ُ د ل‬
‫ِ لْ دُ لُ ن‬
‫نَُلْْةا‬
Di mana saja kamu berada, kematian pasti akan mendapatkanmu,
meskipun kamu berlindung di dalam benteng yang tinggi nan kokoh. Dan
jika mereka memperoleh kebaikan, mereka berkata: “Ini datangnya dari
sisi Allah”, sementara ketika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka
berkata: “Ini datangnya dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah:
“Semuanya itu datangnya dari sisi Allah”. Maka mengapa mereka itu
(orang-orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan
sedikitpun?.– (Q.S An-Nisa: 78).

Dari penjelasan dari beberapa ayat di atas dapat diambil


kesimpulan bahwasannya kematian adalah sesuatu yang pasti akan terjadi.
Manusia tidak dapat lari atau menghindar dari kematian tersebut
bagaimananpun caranya. Allah tidak akan menjemput ajal seseorang
sebelum tiba waktunya dan pasti akan menjemput ajal seseorang saat
waktunya telah tiba tanpa terlewat dari batas yang ditentukan oleh-Nya.
Kematian dapat diibaratkan undangan dari yang maha kuasa. Dengan
begitu sebelum kita memenuhi undangan seharusnya terlebih dahulu
mempersiapkan apa yang seharusnya disiapkan. Contohnya ialah jika
memenuhi undangan pernikahan, maka kita mempersiapkan baju yang
bagus, perhiasan, wangi-wangian dan apapun yang menurut kita cocok
dan baik untuk dibawa kepada pesta pernikahan tersebut. Dengan
demikian saat Allah SWT memberikan undangan kematian kepada kita,
maka apa yang akan kita persiapkan? Yang kita persiapkan untuk
kematian adalah amalan-amalan yang baik. Mengingat kematian ialah
peran yang sangat vital untuk mempersiapkan kematian, karena dengan
mengingat kematian tersebut kita akan lebih berhati-hati dalam bertindak
atau beramal. Jangan sampai amalan kita buruk atau bahkan beranggapan
bahwa amalan kita tidak diterima Allah SWT. Ada suatu pepatah dalam
hal mengingat kematian yaitu “Sholatlah atau beramallah seakan-akan
itulah amalan terakhirmu” Dengan adanya pepatah tersebut diharapkan
dapat membuat manusia ingat akan kematian yang pasti akan datang
kepadanya. Perlu diingat, yang kekal hanyalah Allah. Manusia pasti akan
mati. Meskipun manusia tersebut mempunyai kedudukan yang terhormat
seperti nabi, wali, pengusaha kaya dan lain sebagainya. Rasulullah
bersabda tentang mengingat kematian sebagai berikut:

“Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian”.(HR.


Tirmidzi).

Dari hadits di atas dikatakan bahwa kematian ialah pemutus kelezatan.


Rasulullah bersabda demikian dikarenakan dunia ini ialah permainan
yang penuh kenikmatan namun juga penuh tipuan seperti yang dijelaskan
oleh Allah dalam QS. Al-An’am: 32:

‫نو نما لاِ نِۡناُ د اُِل لَۡنا ِل تا ِنَلَر نوِن لُ رو نوِنُْ د‬


‫تاَ لاْ لَ نٍُ د نَۡ رلٍ لِْتِلْْن ْنَتُدوَن َنَن نَ ُ ن لَ لُْدوَن‬

“Kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau belaka. Dan
sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa.
Maka tidakkah kamu memahaminya ?”.
-(QS Al-An’âm: 32).

Dengan begitu ayat tersebut sejalan dengan sabda Nabi SAW


bahwasannya permainan dan senda gurau ialah hakikat kelezatan atau
kenikmatan, dan kematianlah yang memutus kelezatan atau kenikmatan
duniawi tersebut.

Dari QS. Al-An’am ayat 32 tersebut dapat diambil kesimpulan


bahwa dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau belaka. Yang
dimana setiap permainan pasti akan memiliki waktu berakhirnya, seperti
dalam permainan sepak bola dan lain sebagainya. Pada hakikatnya tiada
permainan yang abadi. Hanya alam akhiratlah yang kekal tiada batas
waktu yang mengakhirinya.

Mengingat kematian akan menghantarkan manusia kepada amalan


yang baik-baik. Dengan begitu manusia akan lebih siap dalam
menghadapi kematian tersebut. Sebab di dunialah manusia diberi
kesempatan mencari bekal untuk menuju alam akhirat, setelah kematian
datang menjemput maka tiada lagi kesempatan untuk mencari bekal atau
amalan untuk memasuki surga Allah SWT. Manfaat mengingat ketian
yang lain ialah menyadarkan kepada manusia akan hal-hal buruk yang
selama ini dilakoninya. Manusia akan mulai merenungi akan hal itu.
Allah SWT memberikan solusi kepada manusia yang telah banyak
melakoni hal-hal yang buruk tersebut dengan cara bertaubat kepada-Nya.
Seperti yang dijelaskan oleh Allah SWT dalam QS. An-Nashr: 3

‫ّ لّْْل لِ نِ لَ لُ نَ لِّ نَ نوا لََ ن لَ لْ لٍ هِد الَتِه نكاَن ُ تنواِةا‬


‫َن ن‬
Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampunan
kepada-Nya. Sungguh, Dia Maha Penerima tobat.-(QS An-Nashr: 3).

Orang-orang yang tidak siap mental keberagamaan karena selama


hidupnya cenderung memperturutkan keinginan hawa nafsu syahwatnya,
sehingga tidak sempat membekali dirinya dengan amal-amal shalih
berkualitas di sisi Allah, maka keadaan psikisnya cenderung mengalami
ketegangan dan penderitaan menjelang kematian dengan rasa kegelisahan
yang dahsyat. Apabila keadaan manusia dan lingkungan sosialnya normal
dan baik menurut agama, maka justru akan diberkahi Tuhan dalam
hidupnya dan di akhir-akhir menjelang kematiannya dengan husnul
khatimah. Kematian ini merupakan perjalanan akhir hidup di dunia
dengan penuh hormat dan kebahagiaan menuju pintu gerbang akhirat
yang penuh kesuksesan dan kemuliaan sejati. Kehidupan dunia ini penuh
sandiwara yang memperdayakan dan tipuan belaka bagi orang-orang
yang lalai. Pengaruh fata morgana dunia cukup membuat orang ternina-
bobokkan dengan keindahan-keindahan dunia sementara ini, sehingga
serta-merta dapat mengubah jalan hidupnya menuju hidup tanpa makna
yang dapat merugikan masa depan hidup akhirat yang kekal abadi dan
hakiki. Begitu besarnya pengaruh kehidupan dunia bagi seseorang
sehingga mudah membuat diri lupa kepada kematian dan pada bekal-
bekal amal shalih berkualitas yang dibawanya sebagai teman setianya di
alam kuburnya hingga menuju keselamatan dan kebahagiaan akhiratnya
nanti. Kelalaian manusia bisa terjadi ketika terpikat langsung pada
ketertarikannya pada kehidupan dunia, berakibat lupa mempersiapkan diri
dengan bekal-bekal amal shalihnya selama di dunia dan lupa pada
kematian. Lupa akan kematian dapat mendorong manusia menjadi lupa
pula beramal shalih yang berakibat susah dirinya menghadapi kematian
(sakratul maut) dikala ajal mendatanginya. Oleh karena itu setiap
manusia wajib mempersiapkan bekal-bekal amal shalih menuju
kematiannya.
Pada saat menjelang kematian seseorang memiliki pandangan
masing-masing dalam mengatasi masalah-masalah psikologis yang
muncul. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya pandangan yang
berbeda mengenai kematian dari usia anak, remaja, dan dewasa. Bayi
belum memiliki konsep tentang kematian tetapi mereka dapat merasakan
perasaan kehilangan jika jauh dari orang yang biasa bersamanya. Pada
masa remaja, pandangan mengenai kematian seperti halnya dengan
penuaan, dianggap sebagai gagasan yang sangat jauh, dapat dihindari,
diabaikan atau dijadikan bahan olok-olokan,bagi orang yang tidak
memahami agama secara hakiki. Sedangkan pada dewasa, peningkatan
kesadaran mengenai kematian muncul sejalan saat mereka beranjak tua,
yang biasanya meningkat pada masa dewasa dan mereka sudah mulai
bertaubat kepada Tuhannya, dan memperdalam pemahaman
keberagamaannya secara baik dan hakiki untuk mempersiapkan diri
menghadapi kematiannya dan menuju akhirat yang kekal abadi di dalam
menghadapi kematian terdapat fase-fase menjelang kematian, yaitu
penolakan dan isolasi, kemarahan, tawar-menawar, depresi, dan
penerimaan. Bagi individu yang sekarat situasi-situasi yang ada pada saat
mereka meninggal sangat penting. Kebanyakan orang akan lebih nyaman
meninggal di rumah namun ada juga yang ingin meninggal di rumah sakit
dengan alasan fasilitas yang lengkap. Mengingat kematian merupakan
ibadah tersendiri bagi seseorang, karena dengan mengingatnya maka
orang tersebut tidak akan melakukan kejahatan atau hal-hal yang tidak
diperbolehkan. Mengingat kematian juga dapat membantu kita khusyu’
dalam melaksanakan shalat. Mengingat kematian dapat pula menjadikan
seseorang semakin mempersiapkan diri serta memperbaiki hidupnya dan
tidak melakukan perbuatan dhalim.

REFERENSI
1. Kitab Tafsir Ibnu Katsir
2. Kitab Asbabun Nuzul Imam Suyuti
3. Kitab Hadits Sunan Tirmidzi

Anda mungkin juga menyukai