Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit Hipertensi


1. Definisi
Hipertensi adalah keadaan seseorang yang mengalami peningkatan tekanan
darah diatas normal sehingga mengakibatkan peningkatan angka morbiditas maupun
mortalitas, tekanan darah fase sistolik 140 mmHg menunjukkan fase darah yang sedang
dipompa oleh jantung dan fase diastolik 90 mmHg menunjukkan fase darah yang
kembali ke jantung (Triyanto, 2017).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi kronis ketika tekanan darah
pada dinding arteri (pembuluh darah bersih) meningkat. Kondisi ini dikenal sebagai
“pembunuh diam-diam” karena jarang memiliki gejala yang jelas. Salah satu cara
mengetahui apakah seseorang memiliki hipertensi adalah dengan mengukur tekanan
darah (Anies, 2018).
Penyakit darah tinggi atau hipertensi (hypertension) adalah suatu keadaan
dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang
ditunjukkan oleh angka bagian atas (systolic) dan angka bawah (diastolic) pada
pemeriksaan tensi darah menggunakan alat pengukur tekanan darah baik berupa cuff air
raksa (Spygmomanometer) ataupun alat digital lainnya (Herlambang, 2013 dalam
Sakinah, 2019).
Tekanan darah tinggi atau yang juga dikenal dengan sebutan hipertensi ini
merupakan suatu meningkatnya tekanan darah di dalam arteri atau tekanan sistolik >
140 mmhg dan tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Secara umum, hipertensi
merupakan suatu keadaan tanpa gejala, di mana tekanan yang abnormal tinggi di dalam
arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung,
serangan jantung dan kerusakan ginjal.
2. Klasifikasi
Menurut Herlambang (2013) penyakit darah tinggi atau hipertensi dikenal dengan
2 jenis klasifikasi, diantaranya hipertensi primary dan hipetensi secondary.
a. Hipertensi primary adalah suatu kondisi dimana terjadinya tekanan darah tinggi
sebagai akibat dampak dari gaya hidup seseorang dan faktor lingkungan. Seseorang
yang pola makannya tidak terkontrol dan mengakibatkan kelebihan berat badan
atau bahkan obesitas, merupakan pencetus awal untuk terkena penyakit tekanan
darah tinggi. Begitu pula seseorang yang berada dalam lingkungan atau kondisi
stressor tinggi sangat mungkin terkena penyakit tekanan darah tinggi, termasuk
orang-orang yang kurang olahraga pun mengalami tekanan darah tinggi.
b. Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan
darah tinggi sebagai akibat seseorang mengalami/menderita penyakit lainnya
seperti gagal jantung, gagal ginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh.
Sedangkan pada ibu hamil tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan
berusia 20 minggu. Terutama pada wanita yang berat badannya diatas normal atau
gemuk (obesitas). Hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan
diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia
lanjut. Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami
kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan
tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang
secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Klasifikasi hipertensi berdasarkan hasil ukur tekanan darah menurut Joint
National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High Bloods
Preassure (JNC) ke-VIII dalam Smeltzer & Bare (2010) yaitu
Klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun keatas tidak sedang
memakai obat antihipertensi dan tidak sedang sakit akut

Kategori Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)


Optimal < 120 < 80
Normal < 130 < 85
Tingkat 1 (hipertensi 140-159 90-99
ringan)
Sub grup: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (hipertensi 160-179 100-109
sedang)
Tingkat 3 (hipertensi ≥ 180 ≥ 110
berat)

Sumber: Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of


High Blood Preassure (JNC) ke VIII
3. Etiologi
Menurut Priscilla LeMone dkk (2016), etiologi dapat terbagi dua yaitu:
a. Dapat dimodifikasi
1) Asupan natrium tinggi
Hipertensi yang terkait dengan asupan natrium melibatkan berbagai
mekanisme fisiologi yang berbeda, termasuk sistem reniangiotensin-aldosteron,
nitrit oksida, katekolamin, endotelin, dan peptida natriuretik atrium.
2) Asupan kalium, kalsium dan magnesium rendah
Asupan kalium, kalsium dan magnesium yang rendah juga berperan pada
hipertensi yang tidak diketahui mekanismenya. Kalium dan kalsium dapat
meningkatkan vasodilatasi dengan menurunkan respons terhadap katekolamin
dan angiotensin II.
3) Kegemukan
Kegemukan ditentukan oleh peningkatan perkembangan pinggang ke
panggul mempunyai korelasi lebih kuat dengan hipertensi dibanding indeks
massa atau ketebalan lipatan kulit. Walaupun terdapat korelasi jelas antara
kegemukan dan hipertensi mungkin merupakan salah satu penyebab umum.
4) Konsumsi alkohol berlebihan
Konsumsi alkohol berlebih dalam sehari meningkatkan risiko hipertensi.
Penurunan atau penghentian konsumsi alkohol menurunkan tekanan darah,
khususnya pengukuran sistolik.
5) Resistensi insulin
Resistensi insulin denga hiperinsulinemia akibatnya dikaitkan dengan
hipertensi lewat efeknya pada sistem saraf simpatis, otot polos vaskular,
pengaturan natrium dan air ginjal dan perubahan transpor ion melewati membran
sel.
6) Stres
Stres fisik dan emosional menyebabkan kenaikam sementara tekanan
darah, tetapi peran stres pada hipertensi kurang jelas.
b. Tidak dapat dimodifikasi
1) Riwayat keluarga atau faktor genetik
Gen yang terlibat pada sistem renin-angiotensin-aldosteron dan gen lain
yang memengaruhi tegangan vaskular, transportasi garam dan air pada ginjal,
kegemukan, dan resistensi insulin cenderung terlibat dalam perkembangan
hipertensi, meskipun belum ada hubungan genetik konsisten yang dijumpai.
2) Usia
Insidensi hipertensi naik seiring peningkatan usia. Penuaan memengaruhi
baroresptor yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah serta kelenturan arteri.

3) Ras
Hipertensi lebih sering dan lebih berat pada orang kulit hitam dibanding
orang berlatarbelakang etnik lain.
4. Faktor Risiko
Menurut Anies (2018) penyebab hipertensi belum dapat dipastikan pada lebih
dari 90% kasus. Seiring bertambahnya usia, kemungkinan seseorang untuk menderita
hipertensi juga akan meningkat. Berikut ini adalah faktor-faktor pemicu yang diduga
dapat memengaruhi peningkatan risiko hipertensi.
a. Berusia di atas 65 tahun
b. Mengkonsumsi banyak garam
c. Kelebihan berat badan
d. Memiliki keluarga dengan riwayat hipertensi
e. Kurang makan buah dan sayuran
f. Jarang berolahraga atau kurangnya aktifitas fisik
g. Minum terlalu banyak kopi (atau minuman lain yang mengandung kafein)
h. Terlalu banyak mengonsumsi minuman keras
Risiko mengidap hipertensi dapat dikurangi dengan mengubah hal-hal di atas
dan menerapkan gaya hidup yang lebih sehat. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin
juga dapat membantu diagnosis pada tahap awal. Diagnosis hipertensi sedini mungkin
akan meningkatkan kemungkinan untuk menurunkan tekanan darah ke taraf normal.
Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah gaya hidup menjadi lebih sehat tanpa perlu
mengonsumsi obat.
5. Manifestasi
Menurut Anies (2018) manifestasi dalam hipertensi yaitu:
a. Biasanya orang yang menderita hipertensi akan mengalami sakit kepala, pusing
yang sering dirasakan akibat tekanan darah naik melebihi batas normal
b. Wajah akan menjadi kemerahan
c. Pada sebagian orang akan mengalami detak jantung yang berdebar-debar
d. Orang yang mengalami tekanan darah tinggi akan mengalami gejala seperti
pandangan mata menjadi kabur atau menjadi tidak jelas
e. Sering buang air kecil dan sulit berkonsentrasi
f. Sering mudah mengalami kelelahan saat melakukan berbagai aktivitas
g. Gejala hipertensi yang parah dapat menyebabkan seseorang mengalami vertigo
h. Orang yang mempunyai darah tinggi biasanya akan sensitif dan mudah marah
terhadap hal-hal sepele yang tidak disukainya
Beberapa gejala di atas adalah gejala yang umum dialami penderita tekanan
darah tinggi. Oleh karena itu, dianjurkan untuk berkonsultasi ke dokter untuk
pemeriksaan tekanan darah.
6. Patofisiologi
Menurut Anies (2018) mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat vasomotor
ini bermula pada saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerah kebawah melalui
sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion
melepaskan asetikolin yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respons pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktor. Klien
dengan hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui
dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.
Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medula adrenal menyekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya,
yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian
di ubah menjadi angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang
sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan
air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan hipertensi.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Anies (2018) pemeriksaan penunjang pada hipertensi dapat dilakukan
dengan:
a. Laboratorium
1) Albuminuria pada hipertensi karena kelainan parenkim ginjal
2) Kreatinin serum meningkat pada hipertensi karena parenkim ginjal dengan
gagal ginjal akut
3) Darah perifer lengkap
4) Kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa)
b. EKG
1) Hipertrofi ventrikel kiri
2) Iskemia atau infark miokard
3) Peninggian gekombang P
4) Gangguan konduksi
c. Foto Rontgen
1) Bentuk dan besar jantung Noothing dari iga pada koarktasi aorta
2) Pembendungan, lebarnya paru
3) Hipertensi parenkim ginjal
4) Hipertrofi vaskular ginjal
8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas
akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan
pemeliharaan tekanan darah di atas 140/90 mmHg. Prinsip pengelolaan penyakit
hipertensi meliputi:
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Modifikasi gaya hidup dalam penatalaksanaan nonfarmakologi sangat
penting untuk mencegah tekanan darah tinggi. Penatalaksanaan nonfarmakologis
pada penderita hipertensi bertujuan untuk menurunkan tekanan darah tinggi dengan
cara memodifikasi faktor resiko yaitu :
1) Mempertahankan berat badan ideal
Mempertahankan berat badan yang ideal sesuai Body Mass Index dengan
rentang 18,5 – 24,9 kg/m2. BMI dapat diketahui dengan rumus membagi berat
badan dengan tinggi badan yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Obesitas
yang terjadi dapat diatasi dengan melakukan diet rendah kolesterol kaya protein
dan serat. Penurunan berat badan sebesar 2,5 – 5 kg dapat menurunkan tekanan
darah diastolik sebesar 5 mmHg (Dalimartha, 2011).
2) Mengurangi asupan natrium (sodium)
Mengurangi asupan sodium dilakukan dengan melakukan diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira-kira 6 gr NaCl atau 2,4 gr
garam/hari), atau dengan mengurangi konsumsi garam sampai dengan 2300 mg
setara dengan satu sendok teh setiap harinya. Penurunan tekanan darah sistolik
sebesar 5 mmHg dan tekanan darah diastolik sebesar 2,5 mmHg dapat dilakukan
dengan cara mengurangi asupan garam menjadi ½ sendok teh/hari (Dalimartha,
2011).
3) Batasi konsumsi alkohol
Mengonsumsi alkohol lebih dari 2 gelas per hari pada pria atau lebih dari 1
gelas per hari pada wanita dapat meningkatkan tekanan darah, sehingga
membatasi atau menghentikan konsumsi alkohol dapat membantu dalam
penurunan tekanan darah (PERKI, 2015).
4) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Kalium menurunkan tekanan darah dengan cara meningkatkan jumlah
natrium yang terbuang bersamaan dengan urin. Konsumsi buah-buahan
setidaknya sebanyak 3-5 kali dalam sehari dapat membuat asupan potassium
menjadi cukup. Cara mempertahankan asupan diet potasium (>90 mmol setara
3500 mg/hari) adalah dengan konsumsi diet tinggi buah dan sayur.
5) Menghindari merokok
Merokok meningkatkan resiko komplikasi pada penderita hipertensi seperti
penyakit jantung dan stroke. Kandungan utama rokok adalah tembakau, didalam
tembakau terdapat nikotin yang membuat jantung bekerja lebih keras karena
mempersempit pembuluh darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta
tekanan darah (Dalimartha, 2011).
6) Penurunan stress
Stress yang terlalu lama dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
sementara. Menghindari stress pada penderita hipertensi dapat dilakukan dengan
cara relaksasi seperti relaksasi otot, yoga atau meditasi yang dapat mengontrol
sistem saraf sehingga menurunkan tekanan darah yang tinggi.
7) Terapi relaksasi otot progresif
Terapi non farmakologis selalu menjadi hal yang penting dilakukan pada
penderita hipertensi, salah satu terapi yang dapat dilakukan adalah terapi relaksasi
otot progresif. Relaksasi otot progresif merupakan salah satu teknik sistematis
untuk mencapai keadaan relaksasi yang dikembangkan oleh Edmund Jacobson
(Supriatin, 2016).
Teknik relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu
aktifitas otot, dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan
ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk mendapakan perasaan
relaks (Purwanto (2013) dalam Yeni, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Rosalina (2013) dalam Supriatin, 2016
dengan judul pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di Kelurahan Pringapus Kecamatan Pringapus
Semarang, menunjukan bahwa terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif
teradap tekanan darah pada lansia.
b. Penatalaksanaan Farmakologi
Menurut Pricila LeMone dkk (2016) penatalaksanaan terapi farmakologik
saat ini terhadap hipertensi melibatkan pemakaian satu kelas obat atau lebih, yaitu
diuretik, penyekat beta-adrenergik, simpatolitik kerja pusat, vasodilator, inhibitor
angiotensin-converting enzym (ACE), penyekat reseptor angiotensin II (ARB), dan
penyekat saluran kalsium. Untuk sebagian besar pasien, dua obat antihipertensi atau
lebih yang dipilih dari kelas obat berbeda diperlukan untuk mendapatkan kontrol
yang efektif.
9. Komplikasi
Menurut Priscilia LeMone dkk (2016) komplikasi pada hipertensi dapat
memengaruhi sistem kardiovaskular, saraf dan ginjal. Laju aterosklerosis meningkat,
meningkatkan risiko penyakit jantung koroner dan stroke. Beban kerja ventrikel kiri
meningkat, menyebabkan hipertrofi ventrikel, yang kemudian meningkatkan risiko
penyakit jantung koroner, disritmia, dan gagal jantung. Tekanan darah diastolik adalah
faktor risiko kardiovaskuler signifikan sampai usia 50 tahun.
Percepatan aterosklerosis yang terkait dengan hipertensi meningkatkan risiko
infark serebral (stroke). Peningkatan tekanan pada pembuluh serebral dapat
menyebabkan perkembangan mikroaneurisma dan peningkatan risiko hemoragi
serebral. Ensefalopati hipertensi suatu sidrom yang ditandai dengan tekanan darah yang
sangat tinggi; perubahan tingkat kesadaran, peningkatan tekanan intrakranial,
papiledema, dan kejang dapat berkembang.
Hipertensi juga dapat menyebabkan nefrosklerosis dan insufiensi ginjal.
Proteinuria dan hematuria mikrospik berkembang, serta tanda gagal ginjal kronik.
B. Pelayanan Kesehatan Komunitas
1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Komunitas
Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan manusia, mulai
dari tingkat individu sampai dengan tingkat ekosistem, serta perbikan fungsi setiap
unit dalam system hayati tubuh manusia, mulai dari tingkat sub sampai dengan
tingkat system tubuh. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling
berhubungan lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada di luarnya
serta saling tergantung untuk memenuhi keperluan barang dan jasa yang penting
untuk menunjang kehidupan sehari-hari.
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang di selenggarakan sendiri atau
secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Depkes RI, 2010).

2. Tujuan Pelayanan Kesehatan Komunitas


a. Tujuan umum
Meningkatkan derajat kesehatan dan kemampuan masyarakat secara
menyeluruh dalam memelihara kesehatannya untuk mencapai derajat kesehatan
yang optimal secara mandiri.
b. Tujuan khusus
1) Dipahaminya pengertian sehat dan sakit oleh masyarakat
2) Meningkatnya kemampuan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
untuk melaksanakan upaya kesehatan dasar dalam rangka mengatasi masalah
kesehatan
3) Tertanganinya kelompok keluarga rawan yang memerlukan pembinaandan
asuhan kesehatan.
4) Tertanganinya kelompok masyarakat khusus/rawan yang memerlukan
pembinaan dan asuhan kesehatan di rumah, di panti dan di masyarakat
5) Tertanganinya kasus-kasus yang memerlukan penanganan tindak lanjut dan
asuhan kesehatan di rumah.
6) Terlayaninya kasus-kasus tertentu yang termasuk kelompok resiko tinggi
yang memerlukan penanganan kesehatan dirumah dan di puskesmas.
7) Teratasi dan terkendalinya keadaan lingkungan fisik dan sosial untuk menuju
keadaan sehat yang optimal.

3. Sasaran Pelayanan Kesehatan Komunitas


a. Tingkat individu
Tenaga kesehatan memberikan asuhan kesehatan kepada individu yang
mempunyai masalah kesehatan tertentu (misalnya TBC,ibu hamil, dll) yang
dijumpai di poliklinik, puskesmas dengan sasaran dan pusat perhatian pada
masalah dan pemecahan masalah kesehatan individu.
b. Tingkat keluarga
Sasaran kegiatan adalah keluarga dimana anggota keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan diberikan asuhan sebagai bagian dari keluarga dengan
mengukur sejauh mana terpenuhinya tugas kesehatan keluarga, yaitu mengenal
masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk mengatasi masalah kesehatan,
memberikan asuhan kepada anggota keluarga, menciptakan lingkungan yang
sehat, dan memanfaatkan sumber daya dalam masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan keluarga. Prioritas pelayanan kesehatan masyarakat difokuskan
keluarga rawan seperti berikut :
1) Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan, seperti ibu hamil yang
belum ANC, ibu nifas yang pertolongan persalinannya di tolong oleh dukun,
penyakit kronis menular yang tidak bisa di intervensi oleh program, penyakit
endemis, dan penyakit kronis tidak menular atau keluarga dengan kecacatan
tertentu (mental dan fisik).
2) Keluarga dengan resiko tinggi, yaitu keluarga dengan ibu hamil yang
memiliki masalah gizi seperti anemia gizi berat (Hb kurang dari 8) atau pun
Kurang Energi Kronis (KEK), keluarga dengan ibu hamil resio tinggi, seperti
perdarahan, infeksi, hipertensi , keluarga dengan balita dengan BGM,
keluaraga dengan neonataus BBLR, keluarga dengan usia lanjut jompo, dan
atau keluarga degan kasus percobaaan bunuh diri.
3) Keluarga dengan tindak lanjut pelayanan kesehatan
a) Drop out tertentu, seperti ibu hamil, bayi, balita dengan keterlambatan
tumbuh kembang, dan penyakit kronis atau endemis.
b) Kasus pasca pelayanan kesehatan, seperti kasus pasca pelayanan
kesehatan yang dirujuk dari institusi pelayanan kesehatan dan kasus
katarak yang di oprasi di puskesmas atau persalinan dengan tindakan.
c. Tingkat komunitas
Pelayanan asuhan kesehatan berorientasi pada individu, keluarga dilihat
sebagai suatu kesatuan dalam komunitas. Asuhan ini diberikan untuk kelompok
beresiko atau untuk masyarakat wilayah binaan dengan memandang komunitas
sebagai klien, individu, keuaraga, kelompok, dan masyarakat baik yang sehat
atau sakit dan yang mempunyai masalah kesehatan karena ketidaktahuan,
ketidakmauan, serta ketidakmampuan.
1) Pembinaaan kelompok khusus, yaitu pembinaan yang dilakukan terhadap
kelompok yang rawan dan rentan terhadap masalah kesehatan seperti berikut.
a) Terikat dalam institusi, misalnya panti, rutan atau lapas, pondok
pesantren, dan lokalisasi/WTS
b) Tidak terikat dalam institusi, misalnya karang werdha, karang balita,
KPKIA, kelompok pekerja informal, perkumpulan penyandang penyakit
tertentu (jantung, asma, DM, dll), dan kelompok kerja.
2) Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah, seperti berikut
a) Masyarakat di daerah endemis suatu penyakit, misalnya endemis
malaria, flariasis, DHF, dan diare.
b) Masyarakat di daerah dengan keadaan lingkungan kehidupan buruk,
misalnya daerah kumuh di kota besar.
c) Masyarakat di daerah yang mempunyai masalah yang menonjol
dibanding dengan daerah lain misalnya dengan daerah AKB tinggi.
d) Masyarakat di daerah yang mempunyai masalah kesenjangan pelayanan
kesehatan lebih tinggi dari daerah sekitar, misalnya cakupan ANC
rendah dan imunisasi rendah
e) Masyarakat di daerah pemukiman baru, yang diperkirakan akan
mengalami hambatan dalam melaksanakan adaptasi kehidupannya,
seperti daerah transmigrasi dan pemukiman masyarakat terasing.

4. Ruang Lingkup Kesehatan Komunitas


Kesehatan komunitas mencangkup berbagai bentuk upaya pelayanan kesehatan,
baik upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, maupun resosialitatif.
Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat dengan melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan,
peningkatan gizi, pemeliharaan kesehatan perorangan, pemelihraan kesehatan
lingkungan, olahraga teratur, rekreasi, dan pendidikan seks.
Upaya preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dan gangguan kesehatan
terhadap individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat melalui kegiatan imunisasi,
pemeriksaan kesehatan berkala melalui Posyandu, Puskesmas, dan kunjungan
rumah, pemberian vitamin A, Iodium, ataupun pemeriksaan dan pemeliharaan
kehamilan, nifas, dan menyusui.
Upaya kuratif bertujuan untuk mengobati anggota keluarga yang sakit atau
masalah kesehatan melalui kegiatan perawatan orang sakit di rumah, perawatan
orang sakit sebgai tindak lanjut dari Puskesmas atau rumah sakit, perawatan ibu
hamil dengan kondisi patologis, perawatan buah dada, ataupun perawatan tali pusat
bayi baru lahir.
Upaya rehabilitatif atau pemulihan terhadap pasien yang dirawat di rumah atau
kelompok-kelompok yang menderita penyakit tertentu, seperti TBC, kusta, dan cacat
fisik lainnya melalui kegiatan latihan fisik pada penderita kusta, patah tulang,
kegiatan fisioterapi pada penderita stroke, batuk efektif pada penderita TBC, dan
lain-lain.
Upaya resosialitatif adalah upaya untuk mengembalikan penderita ke masyarakat
yang karena penyakitnya dikucilkan oleh masyarakat seperti penderita AIDS, kusta,
dan wanita tuna susila.
a. Tingkat pertama/primary health service
Adalah pelayanan kesehatan yang bersifat pokok yang dibutuhkan oleh sebagian
besar masyarakat serta mempunyai nilai strategis untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Biasa dilakukan pada masyarakat yang memiliki masalah
atau masyarakat sehat. Sifat pelayanan adalah pelayanan dasar yang dapat
dilakukan di puskesmas, balai kesehatan masyarakat, poliklinik dll.
b. Tingkat dua/secondary health service.
Diperlukan bagi masyarakat atau klien yang memerlukan perawatan rumah sakit
dilaksanakan di rumah sakit yang tersedia tanaga spesialis.
c. Tingkat tiga/tertiery health service.
Merupakan tingkat yang tertinggi. Membutuhkan tenaga ahli atau subspesialis
dan sebagai rujukan.
C. Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas pada Penderita Hipertensi
1. Pengkajian
Aspek yang dikaji menggunakan Community Assesment Wheel (Community as
a client model), terdapat delapan elemen/komponen yang harus dikaji dalam suatu
masyarakat ditambah dengan data inti dari masyarakat itu sendiri yang berupa
Community core. Komponen-komponen tersebut adalah sebagai berikut (Agusman
(2011) dalam Triyono, 2017:
a. Community Core (Data Inti)
1) Historis dari komunitas
Dikaji sejarah perkembangan komunitas; karakter masyarakat yang
menunjang hipertensi
2) Demografi, yang meliputi:
a) Karakteristik umur dan jenis kelamin; usia, dan distribusinya pada risk
maupun aktual
b) Distribusi ras/etnis; budaya yang ada di masyarakat karena faktor ras; pola
konsumsi garam, makanan berlemak
c) Type keluarga; mempengaruhi keputusan yang diambil keluarga terhadap
kesehatannya
d) Status perkawinan
3) Vital statistic yangmeliputi:
a) Angka kelahiran
b) Morbiditas
c) Mortabilitas
4) Sistem nilai/norma/kepercayaan dan agama; perspektif masyarakat terhadap
hipertensi.
b. Physical Environment
Pada komunitas sebagaimana mengkaji fisik pada individu terdapat
beberapa komponen dan sumber datanya, sesuai dengan tabel 1:
Tabel 1. Sumber data hipertensi di masyarakat
Pengkajian lingkungan fisik di komunitas dengan hipertensi dapat dilakukan
dengan metode Winshield Survey atau survey dengan berjalan mengelilingi wilayah
komunitas dengan melihatbeberapa komponen.
Tabel 2. Komponen winsheld survey pada hipertensi di masyarakat

c. Pelayanan kesehatan dan sosial di masyarakat yang berpengaruh terhadap kejadian


hipertensi
Untuk mengkaji pelayanan kesehatan dan sosial di masyarakat yang
memberikan pengaruh terhadap hipertensi di bedakan menjadi dua klasifikasi yakni
fasilitas di luar komuniti dan fasilitas di masyarakat. Fasilitas pelayanan kesehatan
baik didalam maupun diluar komunitas adalah sebagai berikut:
1) Hospital
2) Praktik swasta
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan
5) Pelayanan kesehatan khusus
6) Perawatan di rumah
Fasilitas pelayanan sosial baik di dalam maupun di luar communiti, antara
lain adalah sebagai berikut:
a) Counseling support services
b) Pelayanan khusus (social worker)
Dari kedua tempat pelayanan tersebut, aspek-aspek/data-data yang perlu
dikumpulkan adalah sebagai berikut:
1) Pelayanannya (waktu, ongkos, rencana kerja)
2) Sumber daya (tenaga, tempat, dana dan perencanaan)
3) Karakteristik pemakai (penyebaran, gaya hidup, sarana transportasi)
4) Statistik, jumlah pengunjung perhari/minggu/bulan
5) Kecukupan dan keterjangkauan oleh pemakai dan pemberian pelayanan
d. Aspek Ekonomi yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi di masyarakat
Menurut Ardiansyah (2012) dalam Triyono, dua pertiga penderita
hipertensi hidup di negara miskin dan berkembang. Aspek/komponen yang perlu
dikaji:
1) Karakteristik pendapatan keluarga/rumah tangga
a) Rata-rata pendapatan keluarga/rumah tangga
- % pendapatan kelas bawah
- % keluarga mendapat bantuan social
- % keluarga dengan kepala keluarga wanita
b) Rata-rata pendapatan perorangan
2) Karakteristik pekerjaan
a) Status ketergantungan
- Jumlah populasi secara umum (umur > 18 tahun)
- % yang menganggur
- % yang bekerja
- % yang menganggur terselubung jumlah kelompok khusus
b) Kategoriyang bekerja, jumlah, prosentasenya
- Manager
- Teknikal
- Pelayan
- Petani
- Buruh, dll
e. Aspek keamanan dan transportasi yang mnedukung terhadap pengelolaan
hipertensi di masyarakat
1) Keamanan
- Protection service
- Kualitas udara (polusi udara), kualitas air bersih (polusiair)
2) Transportasi
- Milik pribadi
- Milik umum: bus umum – angkotan kota
f. Aspek komunikasi yang di terima oleh masyarakat terkait hipertensi
1) Formal communication: mass media, TV, telepon, dll
2) Informal communication, selebaran, dll
g. Aspek pendidikan
1) Status pendidikan
2) Fasilitas pendidikan (SD, SMP, SLTA, PT) baik di dalam maupun di luar
community.
h. Rekreasi yang dilakukan di masyarakat
Yang menyangkut tempat-tempat rekreasi baik di dalam maupun di luar
community. Yang berpengaruh terhadap hipertensi di masyarakat.
2. Cara menganalisa data dan identifikasi
Macam-macam analisa data di komunitas dengan hipertensi yaitu :
a. Analisis korelatif
Mengembangkan tingkat hubungan, pengaruh dari dua atau lebih sub-
variabel yang diteliti menggunakan perhitungan secara statistik.
Contoh:
Hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap penderita hipertensi dengan status
kesehatan fisik: sistem kardiovaskular.
b. Analisis masalah berdasarkan kelompok data/data fokus yang dianggap sebagai
masalah
Contoh:
1) Insiden penyakit terbanyak khususnya hipertensi
2) Keluhan yang paling banyak dirasakan
3) Pola/perilaku yang tidak sehat
4) Lingkungan yang tidak sehat
5) Pemanfaatan layanan kesehatan yang kurang efektif
6) Peran serta masyarakat yang kurang mendukung
7) Target/cakupan program kesehatan yang kurang mencapai
c. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah atau lazimnya disebut
dengan etiologi. Untuk menetapkan etiologi dari masalah keperawatan di
komunitas terkait hipertensi di masyarakat dapat menggunakan beberapa pilihan di
bawah ini:
1) Faktor budaya masyarakat
2) Pengetahuan yang kurang
3) Sikap masyarakat yang kurang mendukung
4) Dukungan yang kurang dari pemimpin formal atau informal
5) Kurangnya kader kesehatan di masyarakat
6) Kurangnya fasilitas pendukung di masyarakat
7) Kurangnya efektif pengorganisasian
8) Kondisi lingkungan dan geografis yang kurang kondusif
9) Pelayanan kesehatan yang kurang memadai
10) Kurangnya keterampilan terhadap prosedur pencegahan penyakit
11) Kurangnya keterampilan terhadap prosedur perawatan kesehatan
12) Faktor financial
13) Komunikasi/koordinsi dengan sumber pelayanan kesehatan kurang efektif

3. Metode pelaksanaan yang sesuai untuk mengatasi hipertensi di masyarakat


Metode yang digunakan untuk mengatasi masalah hipertensi di masyarakat tetap
memperhatikan aspek 3 level preventif menurut WHO:
Setelah permasalahan dapat diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah
mengidentifikasi beberapa alternatif pemecahan masalah yang ditunjukkan dengan
pelaksanaan rangkaian beberapa kegiatan pengabdian masyarakat sebagaimana telah
disebutkan di atas. Kegiatan-kegiatan pengabdian masyarakat tersebut adalah:
a. Positif defiance
Melibatkan secara aktif terhadap penderita hipertensi yang mengalami
perubahan positif dari perubahan yang terjadi karena masukkan pendidikan
kesehatan, support system yang diberikan, sehingga menjadi agent perubahan
yang posistif.

b. Pembentukan Posbindu/ Kelompok peduli


Posbindu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya
masyarakat (UKBM) yang dibentuk oleh masyarakat berdasarkan inisiatif dan
kebutuhan masyarakat itu sendiri, khususnya penduduk usia lanjut. Posbindu
kependekan dari Pos Pembinaan Terpadu, program ini berbeda dengan Posyandu,
karena Posbindu dikhususkan untuk pembinaan para orang tua baik yang akan
memasuki masa lansia maupun yang sudah memasuki lansia (Triyono, 2017).
Yang dibangun dengan Langkah-langkahnya meliputi:
1) Pertemuan tingkat desa
2) Survey mawas diri
3) Musyawarah Masyarakat Desa
4) Pelatihan kader
5) Pelaksanaan upaya kesehatan oleh masyarakat
6) Pembinaan dan pelestarian kegiatan
c. Rekrutmen dan pelatihan kader posbindu atau peduli hipertensi
Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok Posbindu sendiri atau dapat
saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader.
Adapun persyaratan untuk menjadi kader Posbindu adalah:
1) Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi
setempat;
2) Mau dan mampu bekerja secara sukarela;
3) Bisa membaca dan menulis huruf latin;
4) Sabar dan memahamil usia lanjut.
Mekanisme pelaksanaan:
Setelah melakukan Musyawarah Masyarakat Desa dan Musyawarah di tingkat
RW, maka panitia mengumumkan secara terbuka tentang rekrutmen kader
Posbindu sesuai dengan persyaratan di atas. Jika sampai pada waktu yang
ditetapkan masih sedikit, maka panitia bersama pengurus RW melakukan
musyawarah kembali untuk menentukan kader Posbindu berdasarkan
pertimbangan tokoh masyarakat setempat.
Setelah rekrutmen kader Posbindu selesai, maka dilanjutkan dengan
penyelenggaraan pelatihan kader Posbindu dengan materi pelatihan meliputi:
1) Pengelolaan dan pengorganisasian posbindu
2) Surveilans hipertensi (survey mawas diri)
3) Prosedur deteksi dini hipertensi dan komplikasinya
4) Penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya
5) Pencegahan hipertensi
6) Pertolongan pertama kedaruratan penyakit kardiovaskuler dan
serebrovaskuler
d. Surveilans hipertensi
Setelah kader Posbindu dilatih, langkah selanjutnya adalah pelaksanaan
surveilans. Yang dimaksud dengan surveilans adalah survey lapangan untuk
mengumpulkan data tentang prevalensi hipertensi di masyarakat. Surveilans
dilakukan oleh kader Posbindu yang telah diberikan pelatihan surveilans, dan data
yang terkumpul diolah dan dianalisis bersama oleh kader, tokoh masyarakat, dan
tenaga kesehatan. Instrumen surveilans berupa angket/kuesioner yang terlebih
dahulu telah disiapkan oleh tim pengabdian masyarakat.
e. Pembuatan peta kewaspadaan hipertensi
Data hasil surveilans dijadikan dasar untuk menyusun peta kewaspadaan
hipertensi di komunitas. Peta ini sekaligus sebagai bukti dokumentasi hasil
surveilans yang telah dilakukan dan diberi kode-kode khusus berdasarkan
kesepakatan tim tentang kategori masyarakat dalam kaitannya dengan
kewaspadaan hipertensi.
f. Pemeriksaan tekanan darah secara rutin
Pemeriksaan tekanan darah secara rutin merupakan bagian dari pelayanan
Posbindu. Namun demikian dalam kasus tertentu, pemeriksaan tekanan darah
tidak dilakukan secara pasif (menunggu di Posbindu), tetapi justru dilakukan
secara aktif dari rumah ke rumah (door to door) pada kelompok masyarakat yang
memiliki faktor risiko dan kelompok lansia atau dikenal sebagai penemuan kasus
hipertensi secara aktif (active case finding). Penemuan kasus secara aktif ini
merupakan upaya penapisan (screening) kasus hipertensi di masyarakat sebagai
salah satu upaya deteksi dini kasus hipertensi dan komplikasinya.
g. Pelaksanaan senam jantung sehat dan senam lansia secara rutin
Kegiatan senam jantung sehat dan senam lansia juga merupakan bagian dari
pelayanan Posbindu. Dalam konteks ini, pelaksanaan senam ini juga bukan saja
diikuti oleh kelompok masyarakat berisiko atau kelompok lansia saja, tetapi juga
bisa diikuti oleh seluruh elemen masyarakat. Kegiatan ini merupakan bentuk
nyata dari upaya pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah serta
pengendalian salah faktor risiko hipertensi.
h. Promosi kesehatan yang berkaitan dengan bahaya hipertensi
Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Program ini
dirancang untuk membawa perubahan (perbaikan), baik dalam masyarakat itu
sendiri, maupun dalam organisasi dan lingkungannya. Berdasarkan hal tersebut
maka strategi promosi kesehatan yang akan dikembangkan dalam rangka
pencegahan hipertensi adalah:
1) Advokasi (advocacy)
Kegiatan ini ditujukan untuk para pembuat keputusan dan penentu
kebijakan di tingkat kecamatan dan desa. Diharapkan melalui advokasi ini,
semua aparatur pemerintahan di Desa bisa memberikan dukungan, baik
dukungan moral maupun material, terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
direncanakan sebelumnya.
2) Dukungan sosial (social support)
Kegiatan ini difokuskan bagi para tokoh masyarakat dan tokoh agama
yang ada. Diharapkan para tokoh masyarakat dan tokoh agama tersebut dapat
menjembatani komunikasi antara pengelola program kesehatan dan
masyarakat khususnya terkait hipertensi.
3) Pemberdayaan masyarakat (empowerment)
Kegiatan ini diarahkan pada masyarakat langsung sebagai sasaran
primer promosi kesehatan. Tujuannya adalah agar masyarakat memiliki
kemampuan dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatannya
sendiri (self reliance in health). Bentuk kegiatannya lebih ditekankan pada
penggerakkan masyarakat untuk kesehatan, dalam hal ini adalah pengelolaan
Posbindu.
Ruang lingkup promosi kesehatan sendiri meliputi tatanan keluarga
(rumah tangga) dan di fasilitas pelayanan kesehatan. Berdasarkan tingkat
pelayanan kesehatan yang diberikan, promosi kesehatan yang dilakukan
hanya berada pada level promosi kesehatan, perlindungan spesifik, serta
diagnosis dini dan pengobatan segera.Kegiatan promosi kesehatan pada
setiap level tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
4) Promosi kesehatan:
a) Senam jantung sehat dan senam lansia
b) Kampanye anti-rokok
c) Penyuluhan gizi lansia
d) Pelatihan pemeriksaan tekanan darah bagi keluarga lansia
e) Pencegahan spesifik:
- Pemberian multivitamin bagi lansia
- Diagnosis dini dan pengobatan segera:
- Pemeriksaan tekanan darah teratur bagi penderita hipertensi
- Pemeriksaan tanda-tanda komplikasi hipertensi (pemeriksaan protein
urin, pemeriksaan neurologis, dll).
i. Penyuluhan kesehatan tentang pencegahan & penatalaksanaan hipertensi
Penyuluhan kesehatan merupakan bagian dari strategi promosi kesehatan
yang tujuannya memampukan masyarakat untuk dapat menghindari perilaku-
perilaku yang berisiko meningkatkan kejadian hipertensi dan/atau melakukan
tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah hipertensi pada masyarakat dan
keluarga penderita hipertensi.
j. Pelatihan pengukuran tekanan darah bagi keluarga lansia dan keluarga penderita
hipertensi
Kegiatan ini juga ditujukan sebagai salah satu upaya memperpendek akses
pelayanan kesehatan, khususnya bagi penderita hipertensi dalam melakukan
pemantauan (monitoring) terhadap kondisi kesehatannya. Pada akhirnya setiap
keluarga dari penderita hipertensi dapat melakukan pemantauan tekanan darah
penderita hipertensi secara teratur, tanpa harus pergi ke Puskesmas yang
memakan waktu dan biaya transportasi. Karena itu, ketersediaan tensimeter atau
sphygmomanometer di Posbindu harus cukup sebagai antisipasi bagi kebutuhan
terhadap pemantauan tekanan darah secara mandiri oleh keluarga penderita.
Sudah barang tentu, anggota keluarga yang dilatih adalah mereka yang memenuhi
syarat tertentu sehingga dimungkinkan mampu menguasai dalam mempraktikkan
dan menginterpretasikan hasil pengukuran tekanan darahnya.

Anda mungkin juga menyukai