Anda di halaman 1dari 8

3.

252 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 33 Tahun ke-7 2018

INTERAKSI SOSIAL SISWA TUNAGRAHITA KELAS V


SOCIAL INTERACTION OF THE FIFTH STUDENT WITH MENTALLY RETARDED

Oleh: Ika Suswanti, PGSD/PSD, kasus.ikasusw@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan interaksi sosial dengan subjek siswa tunagrahita di kelas V SD
Negeri Beji yang berinisial GW. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi,
sedangkan teknik analisis data menggunakan reduksi, penyajian, dan penarikan kesimpulan. Uji keabsahan data
menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi sumber. Data hasil penelitian menunjukkan bahwa; (1) siswa
melakukan kerjasama dengan siswa non-ABK, sesama tunagrahita, tunadaksa, dan dengan guru; (2) asimilasi yang
terbentuk hanya dengan siswa non-ABK; (3) persaingan yang terjadi dengan siswa non-ABK dan tunadaksa; (4)
pertentangan terjadi dengan siswa non-ABK, sesama tunagrahita, dan tunadaksa; (5) akomodasi yang terbentuk
dengan siswa non-ABK, sesama tunagrahita, dan tunadaksa; (6) terbatasnya kemampuan akademik siswa GW
membuat kurang dapat berperan dalam kegiatan berkelompok.

Kata kunci: interaksi sosial, siswa tunagrahita

Abstract
This study aims at describing the social interaction of the student with mentally retarded. The type of this
research was qualitative approach with case study. The data techniques are done using observation, interviews,
documentation, which include reduction, and conclusion. The validity of data use triangulation techniques and
source. Data show that social interaction of student with mentally retarded are as follows; (1) make a teamwork
with normal students, another mentally retarded students, physical disability student, and teacher;(2) assimilation
just show at student with mentally retarded student and normal students; (3) competition show when learning
activity with normal stundents and student with physical disability; (4) make a conflict with normal students,
another mentally retarded students, and student with physical disability; (5) make an acomodation with another
mentally retarded students and student with physical disability; (6) obstacle in social interaction is the intellegent
deviciency that makes some difficulty in teamwork activity.

Keywords: social interaction, student with mentally retarded

PENDAHULUAN kelompok dengan kelompok manusia, maupun


Kodrat manusia adalah sebagai makhluk antara orang perorangan dan kelompok manusia.
sosial, yang membutuhkan orang lain untuk Seorang manusia dapat dikatakan melaksanakan
bertahan hidup dan hidup bermasyarakat dengan interaksi sosial apa memberikan aksi kepada
cara berinterksi. Hal ini sejalan dengan orang lain dan mendapatkan reaksi dari orang
pernyataan Elly M.Setiadi dan Usman Kolid tersebut.
(2011: 97) terdapat dua produk dari interaksi Interaksi sosial pertama yang dialami manusia
sosial, salah satunya adalah interaksi sosial pada umumnya adalah interaksi dengan orang tua
dengan pola hubungan yang melahirkan kerja dan keluarga. Akan tetapi memasuki usia sekolah
sama antar individu maupun kelompok, hal ini anak menghabiskan sebagian besar waktunya,
dilatarbelakangi oleh sifat manusia sebagai anak akan menemui lingkungan baru dan belajar
makhluk sosial yang memiliki sifat saling untuk menyesuaikan diri dan melaksanakan
membutuhkan. interaksi sosial di lingkungan sekolah. Begitupun
Interaksi sosial menurut Elly M.Setiadi dan dengan siswa berkebutuhan khusus, kegiatan
Usman Kolip (2011: 63) adalah hubungan- tersebut merupakan suatu bentuk pemenuhan
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut kebutuhan akan penghargaan, begitupun dengan
hubungan antara orang perorangan, antara anak berkebutuhan khusus. Hal ini sejalan dengan
Interaksi Sosial Siswa .... (Ika Suswanti) 3.253

pernyataan Muh.Amin (1995: 58) yang berkebutuhan khusus. Keadaan siswa penyandang
menyatakan bahwa salah satu kebutuhan anak tunagrahita di SD Negeri Beji tidak jauh berbeda
berkebutuhan khusus adalah kebutuhan akan dengan siswa normal pada umumnya. Siswa
penghargaan, dimana anak berkebutuhan khusus ABK (dalam hal ini penyandang tunagrahita)
juga ingin diperhatikan, ingin dipuji, ingin mampu mengimbangi kegiatan interaksi sosial
dihargai, dan ingin disapa dengan baik. Anak yang dilaksanakan siswa normal, seperti berjabat
berkebutuhan khusus (ABK) merupakan anak tangan, bermain bersama teman, membeli
yang dalam proses pertumbuhan dan makanan ketika istirahat, dan berinteraksi dengan
perkembangannya mengalami kelainan atau orang-orang baru.
penyimpangan (fisik, mental-intelektual, sosial, Hal ini bertentangan dengan pernyataan Moh.
emosional) sehingga memerlukan pendampingan Amin (1995: 44), salah satu permasalahan yang
khusus. dihadapi siswa penyandang tunagrahita adalah
Salah satu jenis anak berkebutuhan khusus kesulitan dalam hubungannya dengan kelompok
memerlukan pendampingan adalah anak maupun individu di sekitarnya. Disadari bahwa
penyandang tunagrahita atau retardasi mental. kemampuan penyesuaian diri dan interaksi
Anak penyandang tunagrahita mengalami dengan lingkungan sekitar dipengaruhi oleh
kelainan atau penyimpangan mental, serta tingkat kecerdasan. Karena tingkat kecerdasan
memiliki tingkat kecerdasan dibawah rata-rata. siswa tunagrahita dibawah rata-rata maka dalam
Sedangkan pengertian tunagrahita (retardasi kehidupan bersosialisasi mengalami hambatan.
mental) menurut American Association on Mental Selain itu Moh. Amin juga menambahkan bahwa
Retardation adalah kelainan yang ditandai dengan siswa tuagrahita cenderung diisolir (dijauhi) oleh
kekurangan pada fungsi intelektual dan lingkungannya. Namun hal ini tidak berlaku pada
kemampuan beradaptasi sebagaimana terungkap salah satu siswa tunagrahita yang bersekolah di
pada kemampuan konseptual, sosial, dan SD Negeri Beji Kecamatan Wates Kabupaten
kemampuan beradaptasi. Kelainan ini dimulai Kulon Progo.
sebelum usia 18 tahun (Luckasson et al., 2002, p. Peneliti melakukan observasi pada 2
1). September 2017 sampai dengan 13 November
Sekolah Dasar yang mempunyai siswa 2017 kepada siswa di kelas V SD Negeri Beji,
berkebutuhan khusus di Kecamatan Wates Wates, Kulon Progo tahun akademik 2016/2017.
Kabupaten Kulon Progo adalah Sekolah Dasar Peneliti mengamati interaksi sosial salah satu
Negeri Beji. SD Negeri Beji memiliki 20 siswa siswa berkebutuhan khusus yang berada di kelas
berkebutuhan khusus, terdiri dari berbagai macam V berinisial GW. GW bersekolah di SD Negeri
jenis ABK, diantaranya 8 siswa penyandang slow Beji yang berstatus sekolah umum atau belum
learner, 11 siswa penyandang tunagrahita, dan menjadi SD inklusi. Hal ini dapat terjadi karena
satu siswa penyandang tunadaksa. Walaupun adanya Peraturan Gubernur Nomor 12 Tahun
mempunyai siswa berkebutuhan khusus yang 2013 Pasal 3 Ayat 1 tentang pendidikan inklusi
dapat dikatakan cukup banyak, namun SD Negeri yang menyatakan bahwa setiap satuan pendidikan
Beji belum menyandang status sebagai sekolah wajib menerima peserta didik berkebutuhan
inklusi. Hal ini dapat terjadi karena sekolah khusus. SD Negeri Beji belum memiliki Guru
umum tidak diperkenankan menolak calon siswa Pendamping Khusus untuk membantu siswa
dengan alasan apapun, sehingga setiap anak ABK belajar, selain itu sebagian besar tenaga
dapat mendapatkan kesempatan yang sama untuk pendidik di belum mendapatkan pelatihan
memperoleh pendidikan serta melaksanakan keterampilan khusus mengenai ABK, termasuk
interaksi sosial. guru kelas V.
Interaksi sosial antar warga sekolah yang Berdasarkan hasil wawancara, dengan guru
terjadi di SD Negeri Beji adalah baik. Setiap pagi kelas V dan siswa kelas V. Hasil dari wawancara
siswa menghampiri dan berjabat tangan dengan antara lain, guru menyampaikan bahwa interaksi
guru. Kegiatan tersebut juga dilakukan oleh siswa sosial GW tidak jauh berbeda dengan siswa non-
3.254 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 33 Tahun ke-7 2018

ABK, seperti membeli makanan di kantin dan lebih terbuka dimana pihak yang diwawancara
bermain bersama teman. Namun guru juga diminta pendapat dan ide-idenya
menyampaikan ada perilaku GW yang berbeda 3. Dokumentasi
dari siswa lainnya, yaitu ketika GW melakukan Dokumentasi yang dilakukan dalam
kesalahan ia tidak menyadari bahwa dia telah penelitian ini adalah dengan melampirkan
berbuat salah, dan apabila diperingatkan oleh dokumen yang mendukung penelitian.
guru, reaksinya hanya tersenyum atau tertawa.
Sedangkan hasil wawancara dengan siswa kelas Teknik Analisis Data
V, didapatkan informasi bahwa siswa kelas V Teknik analisis data dalam penelitian ini
mengetahui bahwa GW penyandang tunagrahita. adalah sebagai berikut.
Walaupun begitu siswa kelas V tetap 1. Reduksi Data
memperlakukan GW sama seperti siswa lain, Tujuan dari reduksi data adalah untuk
seperti diajak berdiskusi ketika kerja kelompok, merangkum, memilih, hal-hal pokok,
bermain ketika istirahat dan diajak membeli jajan. memfokuskan pada hal-hal yang penting dari
Berdasarkan beberapa hal tersebut, peneliti data-data yang telah diperoleh di lapangan, agar
tertarik untuk mengetahui interksi sosial siswa memberikan gambaran yang lebih jelas.
tunagrahita. 2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, selanjutnya data
METODE PENELITIAN tersebut disajikan sehingga tersusun pola
hubungan dan akan semakin mudah dipahami.
Jenis Penelitian 3. Penarikan Kesimpulan
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
Penarikan kesimpulan dilakukan setelah data-
ini adalah pendekatan kualitatif dengan jenis studi
data di lapangan terkumpul dan digunakan
kasus.
untuk menjawab rumusan masalah. Kesimpulan
dapat dikatakan valid apabila didukung oleh
Tempat dan Waktu Penelitian bukti-bukti yang diperoleh selama penelitian
Penelitian ini dilakukan di SD Negeri Beji
berlangsung.
Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo.
Waktu penelitian adalah bulan September-Maret
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
2018.
Hasil Penelitian
Subjek Penelitian Berdasarkan penelitian di SD Negeri Beji,
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa menunjukkan interaksi sosial siswa GW dengan
kelas V SD Negeri Beji berinisial GW. sesama penyandang siswa tunagrahita, siswa
tunadaksa, siswa normal, guru, dan hambatan
Teknik Pengumpulan Data yang dialami dalam melaksanakan interaksi
Pada penelitian ini teknik pengumpulan data sosial.
yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Interaksi sosial GW dengan siswa normal
1. Observasi Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi
Penelitian ini menggunakan observasi non sosial siswa GW dengan siswa normal
partisipan, dimana peneliti tidak terlibat dan menunjukkan beberapa bentuk interaksi sosial
hanya sebagai pengamat independen. yang terjadi, yaitu kerjasama, asimilasi,
2. Wawancara pertentangan, persaingan, dan akomodasi.
Wawancara digunakan peneliti untuk Dari hasil observasi kerjasama yang
menemukan permasalahan yang ingin diteliti dan dilakukan GW dengan siswa normal berupa
mendalam. Teknik wawancara yang digunakan saling tolong menolong dan diskusidalam
adalah wawancara semi terstruktur, yang kegiatan berkelompok. Sedangkan asimilasi yang
bertujuan untuk menemukan permasalahan secara terbentuk dapat dilihat ketika pelaksanaan
Interaksi Sosial Siswa .... (Ika Suswanti) 3.255

kegiatan rutin di pagi hari, GW mengikuti Berdasarkan hasil penelitian interaksi sosial
kegiatan seperti yang siswa normal lakukan dan GW dengan siswa tunadaksa meliputi kerjasama,
juga pada pelaksanaan senam rutin serta ketika asimilasi, pertentangan dan akomodasi.
mengerjakan soal latihan UTS. Bentuk interaksi Kerjasama yang terjadi berupa saling tolong
sosial selanjutnya adalah akomodasi, didukung menolong, menurut pernyataan YRA (siswa
pernyataan guru bahwa siswa GW melakukan tunadaksa), GW pernah menolong ketika YRA
akomodasi dengan diam saja atau mau meminta jatuh. Sedangkan asimilasi terlihat ketka GW
maaf namun dengan perintah guru. Persaingan mencoba menyesuaikan dengan apa yang YRA
yang GW lakukan terlihat ketika pelaksanaan lakukan. Pertentangan yang terjadi terlihat ketika
pembelajaran di dalam dan di luar kelas. GW dan YRA memperebutkan alat tulis dan
Pertentangan yang dilakukan GW terlihat ketika tempat duduk. Akomodasi yang terjadi terlihat
GW terlibat pertentangan kecil dengan ANF ketika GW diam saja dan meninggalkan YRA
karena berebut suatu barang. setelah terlibat pertentangan.

2. Interaksi sosial GW dengan sesama 4. Interaksi sosial GW dengan guru


tunagrahita Interaksi sosial GW dengan guru dapat
Interaksi sosial yang dilaksanakan oleh GW dikatakan cukup baik. GW dapat melaksanakan
tidak hanya dengan siswa non-ABK, namun juga penyesuaian dengan beberapa pergantian guru,
dengan siswa sesama penyandang tunagrahita. seperti pada pergantian guru ekstrakulikuler dan
Terdapat dua siswa sesama penyangdang muatan lokal.
tunagrahita yang berada dikelas V, ZAP dan
ANR. Interaksi sosial yang terjadi meliputi 5. Hambatan yang dialami GW dalam
kerjasama, akomodasi, asimilasi, persaingan, dan melakukan interaksi sosial
pertentangan/pertikaian. Hambatan yang dialami GW dalam
Bentuk kerjasama yang dilakukan GW melaksanakan interaksi sosial adalah terbatasnya
dengan sesama siswa tunagrahita terlihat pada kemampuan kognitif GW sehingga kurang dapat
saat proses pembelajaran, jam istirahat, berperan dalam mengikuti kegiatan kerjasama
ekstrakulikuler, dan juga kegiatan GW dan kegiatan interaksi lainnya.
dilingkungan rumah. Kerjasama antara GW
dengan siswa sesama tunagrahita terjalin apabila Pembahasan
ada bimbingan dan arahan dari guru. Hal ini
membantu GW dalam melakukan berbagai 1. Interaksi sosial GW dengan siswa normal
bentuk kerjasama dengan siswa sesama Interaksi sosial yang terjalin antara GW
tunagrahita di kelas V. Bentuk interaksi sosial dengan siswa normal ditinjau dari beberapa
yang dilaksanakan GW adalah asimilasi. Bentuk bentuk yaitu kerjasama, akomodasi, asimilasi,
asimilasi GW dengan sesama siswa tunagrahita persaingan, pertentangan/pertikaian, dan
terlihat ketika seluruh warga sekolah mengenakan hambatan yang dialami siswa tunagrahita.
pakaian adat, namun ANR tidak mengenakan Kerjasama merupakan salah satu bentuk interaksi
pakaian adat. Respon GW ketika melihat ANR sosial yang dapat terjadi antara GW dan siswa
tidak mengenakan pakaian adat adalah dengan non-ABK. Hal ini sejalan dengan pendapat
meneriki dan mengolok-olok ANR. Jenis Soerjono (2012: 72) bahwa kerjasama merupakan
interaksi sosial selanjutnya adalah akomodasi. usaha bersama antara orang perorangan atau
Cara GW menyelesaikan masalah yang dialami kelompok manusia untuk mencapai suatu tujuan
dengan diam sana atau meminta maaf dengan bersama. Hasil penelitian menunjukkan GW
arahan dari guru. melaksanakan kerjasama dengan siswa non-ABK
pada beberapa kegiatan di sekolah, salah satunya
3. Interaksi sosial GW dengan siswa adalah ketika GW mengerjakan tugas pramuka.
Tunadaksa
3.256 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 33 Tahun ke-7 2018

Sejalan dengan pendapat Charles H. Cooley Bentuk interaksi sosial yang pertamakali
(dalam Soerjono, 2012: 73) yang menyatakan teramati antara GW dengan ANF dan ZAP adalah
kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa kerjasama. GW membantu ANF mengumpulkan
mereka mempunyai kepentingan yang sama pada buku PR ke meja guru. Bentuk interaksi sosial
saat yang bersamaan, serta memiliki cukup selanjutnya adalah asimilasi, dalam kejadian ini
pengetahuan dan pengendalian diri terhadap yang dibahas adalah tanggapan GW terhadap
kepentingan tersebut. GW dan MRH menyadari ANF yang tidak sesuai dengan lingkungan
bahwa penilaian pada pelajaran olahraga tidak sekitar. Terjadi ketika ANF tidak menggunakan
akan berjalan apabila tidak ada kerjasama. pakaian adat seperti siswa lain, hal ini
Jenis interaksi sosial selanjutnya yang menyebabkan GW memberikan reaksi negatif,
dilaksanakan GW dengan siswa non-ABK adalah yaitu dengan mengolok-olok ANF. Hal ini sejalan
asimilasi. GW berusaha melaksanakan kegiatan dengan pernyataan Soerjono yang menyebutkan
yang sama dengan lingkungan sekitar, seperti salah satu hambatan terjadinya asimilasi adalah
ketika kegiatan awal pembelajaran. Sejalan terisolasi suatu golongan tertentu dalam
dengan pernyataan Soerjono (2012: 80-83) yang masyarakat. GW memberikan respon terseubt
menyebutkan bahwa asimilasi terjadi ketika karena ANF terisolasi dan tidak mendapatkan
terdapat usaha-usaha untuk mengurangi informasi bahwa hari itu menggunakan pakaian
perbedaan yang terdapat pada orang perorangan adat jawa. Interaksi selanjutnya aadalah
atau kelompok-kelompok manusia. Interaksi pertentangan. GW dan ZAP pernah terlibat dalam
sosial lain yang terbentuk antara GW dengan suatu pertentangan yang dipicu karena adu mulut.
siswa non-ABK adalah pertentangan. GW terlibat Hal ini sependapat dengan Soerjono (2012: 99)
pertentangan dengan salah satu siswa non-ABK yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab
berinisial ANF. Pertentangan yang terjadi pertentangan adalah adanya perbedaan antara
disebabkan karena adu mulut. Hal ini sejalan individu, dimana perbedaan tersebut dapat
dengan pernyataan Soerjono (2012: 99) yang menimbulkan bentrokan. GW dan ZAP terliabt
menyebutkan bahwa pertentangan dapat terjadi dalam sebuah pertentangan yang disebabkan
ketika terdapat perbedaan antara individu dengan karena perbedaan individu seperti pendapat
individu, dimana perbedaan pendirian dan tersebut.
perasaan dapat menimbulkan suatu bentrokan.
Interaksi sosial selanjutnya adalah akomodasi. 3. Interaksi sosial GW dengan siswa Tunadaksa
GW menyelesaikan pertentangan yang terjadi Bentuk interaksi sosial yang pertama adalah
dengan ANF. Penyelesaian yang dilakukan kerjasama. Berdasarkan hasil wawancara dengan
adalah dengan bersikap biasa saja, sehingga YRA, GW pernah menolong YRA ketika terjatuh
ketegangan-ketegangan yang terjadi dapat di halaman sekolah. Hal ini sesuai dengan
perlahan-lahan terurai. Hal ini sependapat dengan pendapat Soerjono (2012: 75) yang menyebutkan
pernyataan Soerjono (2012: 75) yang menyatakan bahwa salah satu bentuk kerjasama adalah tolong
bahwa akomodasi sebagai suatu proses menolong. GW mau menolong YRA yang sedang
merupakan suatu usaha yang dilakukan manusia dalam kesusahan. Interaksi sosial yang terjalin
untuk meredakan suatu pertentangan. antara GW dan YRA adalah pertentangan.
Pertentangan yang terjadi dipicu oleh GW yang
2. Interaksi sosial GW dengan sesama tidak mau membuang sampah sendiri, dan
tunagrahita memaksa YRA untuk membuang sampah
Interaksi sosial yang dilaksanakan oleh GW tersebut. Sejalan lagi dengan pendapat Soerjono
tidak hanya dengan siswa non-ABK, namun juga (2012: 99) yang menyebutkan bahwa suatu
dengan siswa sesama penyandang tunagrahita. pertentangan dapat terjadi karena perbedaan
Terdapat dua siswa sesama penyangdang antara individu-individu, yang perbedaan tersebut
tunagrahita yang berada dikelas V, yaitu ANF dapat menyebabkan pertentangan. GW
dan ZAP. bertentangan dengan YRA karena perbedaan
Interaksi Sosial Siswa .... (Ika Suswanti) 3.257

pendapat antar individu. Pertentangan yang ini sesuai dengan pendapat Soerjono (2012: 75)
terjadi antara GW dan YRA terjadi tidak hanya yang menyebutkan bahwa salah satu bentuk
satu kali. GW pernah berebut majalah yang berisi kerjasama adalah saling tolong menolong. GW
contoh puisi. Hal ini disampaikan oleh Soerjono dengan senang hati menerima permintaan guru
(2012: 99) yang menyebutkan bahwa untuk membantu mengumpulkan buku ataupun
pertentangan merupakan suatu proses sosial soal milik siswa lain.
dimana individu berusaha untuk memnuhi tujuan 5. Hambatan yang dialami GW dalam
dengan jalan menentang pihak lawan disertai melakukan interaksi sosial
ancaman dan/atau kekerasan. GW menentang Hambatan yang dialami siswa tunagrahita
YRA karena ingin menggunakan majalah yang dalam melaksanakan interaksi sosial meliputi
sama untuk mengerjakan tugas, sehingga terjadi beberapa hal, yaitu hambatan pada aspek
bentrokan yang mengakibatkan GW dan YRA kecerdasan, perkembangan sosial, serta daya
terliabt dalam sebuah pertentangan. Cara GW ingat dan konsetrasi. Pertama adalah hambatan
dalam menyelesaikan masalah disebut mengenai aspek kecerdasan. Berdasarkan hasil
akomodasi. Akomodasi yang dilakukan GW penelitian, GW mengalami kesulitan dalam
kepada YRA setelah terjadi pertentangan tersebut mengikuti diskusi ketika berkelompok. Hal ini
adalah dengan bersikap seperti biasa, saling sesuai dengan pendapat James D. Page (dalam
berbicara dan bertegur sapa, walaupun butuh Mumpuniarti, 2000: 37-40) yang menyebutkan
sedikit waktu. Masih sejalan dengan pendapat bahwa kecerdasan siswa tunagrahita selalu berada
Soerjono (2012: 75) menyebutkan bahwa dibawah rata-rata dari anak seusia yang sama,
akomodasi dilaksanakan untuk meredakan serta memiliki keterbatasan dalam memahami
ketegangan yang terjadi guna mencapai suatu masalah yang bersifat abstrak. GW merasa
kestabilan. GW mencoba bersikap biasa saja kesulitan ketika melaksanakan diskusi kelompok,
kepada YRA agar suasana mencair dan dapat terutama ketika materi yang bersifat abstrak.
berinteraksi kembali seperti biasa. Seperti ketika pelajaran IPA materi sifat-sifat
4. Interaksi sosial GW dengan guru cahaya.
Interaksi sosial yang dilaksanakan GW tidak Hambatan lain dalam pelaksanaan kerjasama
hanya dengan siswa saja, namun juga dengan terlihat ketika ekstrakurikuler pramuka. GW mau
guru. Selain dengan guru kelas, GW juga membantu mengerjakan tugas kelompok, namun
melaksanakan interaksi sosial dengan guru kurang dapat berperan dalam kegiatan tali temali.
olahraga dan guru ekstrakulikuler. Kerjasama GW beberapa kali hilang konsentrasi ketika
yang terjalin antara GW dengan guru olahraga pelajaran berlangsung, baik itu disebabkan karena
terjadi ketika pelaksanaan pngambilan nilai PTS. perbuatan GW sendiri ataupun karena diganggu
GW melaksanakan penilaian baris berbaris dan oleh orang lain. hal ini sejalan dengan Frieda
senam dengan tertib. Hal ini sejalan dengan Mangunsong (2014: 135-137) yang menyebutkan
pernyataan Soerjono (2012: 72) yang keunikan penyandang tunagrahita salah satunya
menyebutkan bahwa kerjasama merupakan usaha adalah mengenai perhatian. Siswa tunagrahita
bersama antara orang perorangan atau kelompok memiliki kesulitan dalam memfokuskan
manusia untuk mencapai suatu tujuan bersama. perhatian, sehingga mengganggu dalam proses
GW mengikuti penilaian dengan tertib agar pelaksanaan interaksi sosial seperti pelaksanaan
mendapat nilai PTS, sedangkan guru juga kerjasama, asimilasi, dan akomodasi. GW harus
membutuhkan nilai dari siswa. GW dan guru berkali-kali diingatkan guru kelas, karena tidak
olahraga mempunyai tujuan yang sama sehingga memperhatikan ketika pembelajaran berlangsung.
terbentuklah suatu kerjasama.
Kerjasama yang terjalin antara GW dengan
guru kelas. Beberapa kali GW dimintai tolong
oleh guru kelas untk mengumpulkan buku
ataupun soal milik siswa lain ke meja guru. Hal
3.258 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 33 Tahun ke-7 2018

SIMPULAN DAN SARAN interaksi sosial adalah keterbatasan kemampuan


kognitif dan keterbaasan dalam hal atensi atau
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, perhatian.
dapat ditarik kesimpulan bahwa siswa tunagrahita
di kelas V SD Negeri Beji memiliki kemampuan Saran
untuk melaksanakan interaksi sosial, diantaranya Guru sebaiknya melanjutkan program
interaksi sosial dengan siswa non-ABK, dengan pembagian tempat duduk untuk mendukung
sesama penyandang tunagrahita, dengan siswa siswa berkebutuhan khusus dalam
berkebutuhan khusus lain, dan dengan guru. mengembangkan diri. Guru juga perlu
Walaupun masih ada beberapa hambatan, namun meningkatkan pendampingan kepada siswa
GW dapat melaksanakan beberapa bentuk berkebutuhan khusus. Sekolah perlu
interaksi sosial dengan baik. Secara lebih rinci, mempertimbangkan untuk mengajukan
bentuk interaksi sosial yang terjalin antara lain permohonan menjadi sekolah inklusi, mengingat
kerjasama, asimilasi, pertentangan, akomodasi, banyaknya siswa berkebutuhan khusus.
dan persaingan.
Interaksi sosial yang terjalin antara GW
dengan siswa non-ABK meliputi kerjasama, DAFTAR PUSTAKA
asimilasi, pertentangan, akomodasi, dan
persaingan. Beberapa jenis interaksi sosial Ahmadi, A. (1979). Psikologi Sosial. Surabaya:
Bina Ilmu Offset.
tersebut dibuktikan dengan kegiatan yang
dilaksanakan GW, baik secara individu maupun Allen., K. Eileen dan Marotz, Lynn R. (2010).
kelompok. Interaksi sosial yang terjalin antara Profil Perkembangan Anak Perkelahiran
GW dengan sesama penyandang tunagrahita Hingga Usia 12 Tahun. Jakarta: Indeks.
meliputi kerjasama yang diwujudkan dalam
Dunn, John M dan Leitschuh, Carol A. (2006).
perbuatan tolong menolong. Selanjutnya asimlasi,
Special Physical Education. Dubuque
membahas respon GW terhadap ANF yang tidak Lowa: Kendall/ Hunt Publishing.
sama dengan keadaan lingkungan sekitar.
Pertentangan, yang terjadi dengan ZAP, dipicu Elly M. Setiadi dan Usman Kolip. (2011).
karena adu mulut. Terakhir adalah akomodasi, Pengantar Sosiologi. Bandung: Kencana.
yang diwujudkan GW dalam bentuk permintaan Hurlock, Elizabeth B. (1980). Psikologi
maaf kepada ZAP untuk meredakan pertentangan Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
yang terjadi. Interaksi sosial yang terjalin antara
GW dengan siswa berkebutuhan khusus lain lain Monks, F. J., & A.M.P. Knoers. (2006). Psikologi
meliputi beberapa bentuk. Pertama kerjasama, Perkembangan Pengantar dalam
Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajah
yang diwujudkan dalam bentuk tolong menolong.
Mada University Press
Kedua adalah pertentangan, yang dipicu karena
perbedaan pendapat antara GW dan YRA. Ketiga Mumpuniarti. (2000). Penanganan Anak
adalah akomodasi, yang dibuktikan GW dengan Tunagrahita (Kajian dari Segi
cara menyelesaikan pertentangan yang terjadi Pendidikan, Sosial-Psikologis dan Tindak
Lanjut Usia Dewasa. Yogyakarta: UNY.
dengan YRA. Interaksi sosial yang terjalin antara
GW dengan guru adalah kerjasama. Diwujudkan Pergub. (2013). Peraturan Gubernur DIY Nomor
dalam bentuk melaksanakan kegiatan yang 21 tahun 2013, tentang Penyelenggaraan
memiliki tujuan sama, dan dalam bentuk tolong Pendidikan Inklusif.
menolong. Hambatan yang dialami GW dalam
Soekanto, S. (2012). Sosiologi Suatu Pengantar.
melaksanakan interaksi sosial Berdasarkan
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa
hambatan yang dialami GW dalam melaksanakan
Interaksi Sosial Siswa .... (Ika Suswanti) 3.259
Soemantri, S. (2012). Psikologi Anak Luar Biasa.
Bandung: Refika Aditama.

Sugiyono, (2015). Metode Penelitian Pendidikan:


Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, T. (2009). Psikologi Anak


Berkebutuhan Khusus. Jakarta: Depdiknas
Dirjeb Dikti Direktorat Ketenagakerjaan.

Anda mungkin juga menyukai