Anda di halaman 1dari 40

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 1 1 DAFTAR ISI Halaman Halaman

Judul i Kata Pengantar ii Daftar Isi iii Daftar Gambar viii Daftar Tabel xi Daftar Lampiran xii BAB I
PENDAHULUAN ..................................................................... A. Latar Belakang
……………………………………………………………. B. Sistematika Penyajian
…………………………………………………… 1 1 2 BAB II GAMBARAN UMUM
……………………………………………………. A. Keadaan Geografi ………………………………………………………… B.
Keadaan Penduduk ………………………………………………………. 1. Pertumbuhan dan Persebaran
Penduduk …………………………. 2. Rasio Jenis Kelamin ........................................................... 3.
Komposisi Penduduk menurut Kelompok Umur ………………… C. Keadaan Ekonomi
……………………………………………………….. 1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
…………………………. 2. Angka Beban Tanggungan …………………………………………. D. Keadaan
Pendidikan …………………………………………………….. 4 4 4 4 5 5 6 6 7 7 BAB III SITUASI DERAJAT
KESEHATAN …………………………………… A. Angka Kematian ………………………………………………………….. 1.
Angka Kematian Bayi ......................................................... 2. Angka Kematian
Balita ....................................................... 3. Angka Kematian Ibu …………………………………………………
4. Angka Kematian Kecelakaan Lalu Lintas ………………………… B. Angka Kesakitan
…………………………………………………………… 1. Cakupan Penemuan dan Penanganan Penderita ”Acute
Flaccid Paralysis” (AFP) .................................................... 2. Prevalensi
Tuberculosis ..................................................... 3. Angka Penemuan Kasus TB Paru BTA
(+) ........................... 4. Angka Kesembuhan Penderita TB Paru BTA (+) ................... 5. Persentase
Balita dengan Pneumonia Ditangani …………………. 6. Jumlah Kasus Baru HIV/AIDS dan kematian
karena AIDS ..... 7. Jumlah Kasus Baru Infeksi Menular Seksual lainnya ............. 8. Donor Darah
Diskrining terhadap HIV ................................ 9. Kasus Diare
Ditangani ........................................................ 10. Prevalensi
Kusta ............................................................... 11. Persentase Penderita Kusta Selesai
Berobat ........................ 12. Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue ......................... 13. Angka
Kematian Demam Berdarah Dengue ......................... 14. Angka Kesakitan
Malaria .................................................. 15. Angka Kematian
Malaria ................................................... 9 9 9 11 12 14 14 14 16 16 17 18 19 20 21 22 22 23 24 25
26 27Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 2 2 16. Kasus Penyakit Filariasis Ditangani
………………………………… 17. Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I) ………………………………….. a. Difteri
………………………………………………………………. b. Pertusis .................................................................... c.
Tetanus (Non Neonatorum) ........................................ d. Tetanus Neonatorum
…………………………………………….. e. Campak …………………………………………………………… f. Hepatitis
B ................................................................. 18. Penyakit Tidak Menular
……………………………………………… a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah ……………………… 1)
Hipertensi …………………………………………………… 2) Stroke ………………………………………………………. 3)
Dekompensasio Kordis ............................................ b. Diabetes
Melitus .......................................................... c.
Neoplasma .................................................................. d. Penyakit paru Obstruktif
Kronis ..................................... e. Asma Bronkial .............................................................. C. Status
Gizi Masyarakat …………………………………………….. 1. Persentase Berat Bayi Lahir
Rendah ................................... 2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang ................................. 3.
Persentase Balita Dengan Gizi Buruk ................................... 28 28 28 29 29 30 31 31 32 33 33 34
35 36 37 38 39 40 40 41 42 BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN .……………………………………… A.
Pelayanan Kesehatan ……………………………………………............... 1. Pelayanan Kesehatan
Ibu .................................................. a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-1 ............................... b.
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 ……......................... c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh
Tenaga Kesehatan . d. Cakupan Pelayanan Nifas ………………………………….......... e. Cakupan
Komplikasi Kebidanan yang Ditangani .............. 2. Pelayanan Kesehatan
Anak ................................................ a. Cakupan Kunjungan Neonatus ..................................... b.
Cakupan Kunjungan Bayi ............................................ c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi
yang Ditangani ... d. Cakupan Pelayanan Anak Balita ................................... e. Cakupan
Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat 3. Pelayanan
Gizi ................................................................. a. Cakupan Pemberian Vitamin A pada
Bayi ..................... b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita ........... c. Cakupan
Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas .............. d. Persentase Ibu Hamil yang Mendapatkan Tablet
Fe ....... e. Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif ......... f. Cakupan Pemberian Makanan
Pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan Keluarga Miskin .................................. g. Jumlah Balita
Ditimbang ............................................. h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan ...........
i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik ................... 44 44 44 44 44 45 46 47 47 47 49 49 50
51 52 52 53 54 55 56 58 58 60 61Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 3 3 4.
Pelayanan Keluarga Berencana …………………………………… a. Peserta KB
Baru ............................................................ b. Peserta KB
Aktif ........................................................... 5. Pelayanan Imunisasi …………….
…………………………………… a. Persentase Desa yang mencapai “Universal Child Immunization”
(UCI) ..……............................................ b. Cakupan Imunisasi Bayi ………………………………………… c.
Drop Out Imunisasi DPT1-Campak …………………………….. d. WUS mendapat Imunisasi TT .......
……………………………… 6. Pelayanan Kesehatan Gigi ………………………………………….. a. Rasio Tambal
Cabut Gigi Tetap ……………………………….. b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan
Mulut ...... c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi dan Mulut ……….. 7. Pelayanan Kesehatan
Usia Lanjut ………………………………… 8. Pelayanan Gawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa ………….. a.
Pelayanan Gawat Darurat Level 1 yang Harus Diberikan Pelayanan Kesehatan (RS) di
Kabupaten/Kota .............. b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian Luar Biasa yang Ditangani 35
tahun), terlalu muda pada saat melahirkan (4 anak), terlalu rapat jarak kelahiran/paritas (35
tahun sebesar 26,67% dan pada kelompok umur 24 jam. c. Mengirim kedua spesimen tinja ke
laboratorium dengan pengemasan khusus (untuk Jawa Tengah dikirim ke laboratorium Bio Farma
Bandung) d. Hasil pemeriksaan spesimen tinja akan menjadi bukti virologi adanya virus polio liar
didalamnya. e. Diagnosis akhir ditentukan pada 60 hari sejak kelumpuhan. Pemeriksaan klinis ini
dilakukan oleh dokter spesialis anak atau syaraf untuk menentukan apakah masih ada
kelumpuhan atau tidak. Hasil pemeriksaan virologis dan klinis akan menjadi bukti penegakan
diagnosis kasus AFP termasuk kasus polio atau tidak, sehingga dapat diketahui apakah masih ada
polio liar di masyarakat. Penderita kelumpuhan AFP diperkirakan 2 diantara 100.000 anak usia < 1
> 1Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 32 32 0 0.05 0.1 0.15 API 0.05 0.05 0.1 0.11
0.08 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.18 Angka Kesakitan Malaria Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008–2012 Penderita malaria tahun 2012 ditemukan di 27 kabupaten, terbanyak di
Kabupaten Banjarnegara (592 penderita) dan tidak ada kasus di 8 Kabupaten/Kota. 15.Angka
Kematian Malaria Angka kematian/Case Fatality Rate (CFR) Malaria tahun 2012 sebesar 0,01%.
Hampir semua Kabupaten/Kota tidak terdapat kasus kematian tetapi hanya Kabupaten Blora
yang mempunyai kasus kematian karena malaria dengan angka 2%. Gambar 3.19 Peta CFR
Malaria kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Klaten Banyumas Bj negara
Temanggung Kendal Blora Grobogan Bata ng Demak Jepara Sragen Purblg Kebumen Purworejo
Cilacap Kr.anyar Pati Rembang Batang Pekalongan Pemalang Brebes Tegal Kota Semarang
Magelan g Cilacap Boyolali Kab Semarang Kota Tegal Jepara Kota Mgl DI. Yogyakarta Kab. Mgl
Kudus J A T I M Kota Pekalongan J A B A R Wonogiri Sukoharjo Wonosobo Salatiga SurakartaProfil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 33 33 16.Kasus Penyakit Filariasis Ditangani Jumlah
kasus Filariasis di Provinsi Jawa Tengah dari tahun ke tahun semakin bertambah. Secara
kumulatif, jumlah kasus Filariasis pada tahun 2012 sebanyak 565 penderita. Pada tahun 2012
terdapat 10 kasus baru, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (141 kasus) yang ditemukan di 8
kabupaten/kota. 17.Jumlah Kasus dan Angka Kesakitan Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I) Yang termasuk dalam PD3I yaitu Polio, Pertusis, Tetanus Non Neonatorum,
Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri dan Hepatitis B. Dalam upaya untuk membebaskan
Indonesia dari penyakit tersebut, diperlukan komitmen global untuk menekan turunnya angka
kesakitan dan kematian yang lebih banyak dikenal dengan Eradikasi Polio (ERAPO), Reduksi
Campak (Redcam) dan Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN). Saat ini telah dilaksanakan Program
Surveilans Integrasi PD3I, yaitu pengamatan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi (Difteri, Tetanus Neonatorum, dan Campak). Dalam waktu 5 tahun terakhir jumlah
kasus PD3I yang dilaporkan adalah sebagi berikut: a. Difteri Jumlah kasus Difteri di Provinsi Jawa
Tengah pada tahun 2012 sebanyak 32 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (8 kasus) Hal ini
dimungkinkan karena pencapaian cakupan imunisasi yang meningkat (>85%). Penemuan kasus
selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 34 34 0 5 10 15 20 25 30 35 Kasus Difteri 28 30 14 8 32 2008 2009 2010 2011
2012 Gambar 3.20 Penemuan kasus Difteri Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 b. Pertusis
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 tidak ada kasus pertusis (nihil), menurun bila
dibandingkan dengan jumlah kasus Pertusis tahun 2011 (4 kasus). Penemuan kasus selama lima
tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 0 5 10 15 20 25 30 Kasus Pertusis 3 0 24 4 0
2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.21 Penemuan kasus Pertusis Provinsi Jawa Tengah Tahun
2008–2012 c. Tetanus (Non Neonatorum) Jumlah kasus Tetanus (Non Neonatorum) di Provinsi
Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 18 kasus, lebih banyak dibanding tahun 2011 (13 kasus).
Kasus tertinggi di Kabupaten Blora sebanyak 11 kasus. Jumlah Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 35 35 kematian karena Tetanus sebanyak 5 orang. Penemuan kasus selama
lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 0 5 10 15 20 Kasus Tetanus Non
Neonatorum 7 6 3 13 18 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.22 Penemuan kasus Tetanus Non
Neonatorum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 d. Tetanus Neonatorum Pada tahun 2012 di
Provinsi Jawa Tengah tidak terdapat kasus Tetanus Neonatorum, menurun tajam dibanding tahun
2011 (4 kasus). Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum selama lima tahun terakhir
dapat dilihat pada gambar berikut. 0 4 8 12 Kasus 10 10 6 4 0 Mati 6 5 4 3 0 2008 2009 2010 2011
2012 Gambar 3.23 Penemuan kasus dan kematian Tetanus Neonatorum Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008–2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 36 36 e. Campak Jumlah
kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 18 kasus (positif campak) sedangkan
campak klinis (suspect) sebanyak 416 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (1.873 kasus).
Kasus campak positif terbanyak terdapat di Kabupaten Jepara (3 kasus). Terdapat 29
Kabupaten/Kota yang tidak terdapat kasus campak. Penemuan kasus campak selama lima tahun
terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 0 1000 2000 3000 4000 Campak 2498 3614 3664
1873 416 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.24 Kasus Campak yang dilaporkan Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2008–2012 f. Hepatitis B Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah terdapat kasus
Hepatitis B sebanyak 98 kasus, menurun drastis dibanding tahun 2011 (170 kasus). Penemuan
kasus Hepatitis B selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut. 0 50 100 150 200
Hepatitis B 57 74 117 170 98 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.25 Kasus Hepatitis B Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008–2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 37 37 18.
Penyakit Tidak Menular Penyakit tidak menular (PTM) yang diintervensi meliputi jantung koroner,
dekompensasio kordis, hipertensi, stroke, diabetes mellitus, kanker serviks, kanker payudara,
kanker hati, kanker paru, penyakit paru obstruktif kronis, asma bronkiale, dan kecelakaan lalu
lintas. Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskular, stroke, diabetes mellitus, penyakit
paru obstruktif kronis dan kanker tertentu, dalam kesehatan masyarakat sebenarnya dapat
digolongkan sebagai satu kelompok PTM utama yang mempunyai faktor risiko sama (common
underlying risk factor). Faktor risiko tersebut antara lain faktor genetik merupakan faktor yang
tidak dapat diubah (unchanged risk factor), dan sebagian besar berkaitan dengan faktor risiko
yang dapat diubah (change risk factor) antara lain konsumsi rokok, pola makan yang tidak
seimbang, makanan yang mengandung zat aditif, kurang berolah raga dan adanya kondisi
lingkungan yang tidak kondusif terhadap kesehatan. Penyakit tidak menular mempunyai dampak
negatif sangat besar karena merupakan penyakit kronis. Apabila seseorang menderita penyakit
tidak menular, berbagai tingkatan produktivitas menjadi terganggu. Penderita ini menjadi serba
terbatas aktivitasnya, karena menyesuaikan diri dengan jenis dan gradasi dari penyakit tidak
menular yang dideritanya. Hal ini berlangsung dalam waktu yang relatif lama dan tidak diketahui
kapan sembuhnya karena memang secara medis penyakit tidak menular tidak bisa disembuhkan
tetapi hanya bisa dikendalikan. Yang harus mendapatkan perhatian lebih adalah bahwa penyakit
tidak menular merupakan penyebab kematian tertinggi dibanding dengan penyakit menular.
Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah yang melaporkan data PTM tahun 2012 sebanyak 34
kabupaten/kota (97,14%). Hampir semua kelompok Penyakit Tidak Menular pada tahun 2012
mengalami penurunan jumlah kasus. Kasus tertinggi Penyakit Tidak Menular pada tahun 2012
adalah kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah. Dari total 1.212.167 kasus yang
dilaporkan sebesar 66,51% (806.208 kasus) adalah penyakit jantung dan pembuluh darah. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 38 38 0 10 20 30 40 50 60 70 1,39 16,54 62,43 2,12 12,67 4,85 0,94 16,58 66,51 1,61 11,55
2,8 Tahun 2011 Tahun 2012 Gambar 3.26 Persentase Kasus Penyakit Tidak Menular Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2011 dan 2012 a. Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah Penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah penyakit yang mengganggu jantung dan sistem pembuluh darah seperti
penyakit jantung koroner (angina pektoris, akut miokard infark), dekompensasio kordis,
hipertensi, stroke, penyakit jantung rematik, dan lain-lain. Kasus tertinggi penyakit tidak menular
tahun 2012 pada kelompok penyakit jantung dan pembuluh darah adalah penyakit Hipertensi
Esensial, yaitu sebanyak 554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 (634.860
kasus/72,13 %). 1) Hipertensi Hipertensi atau sering disebut dengan darah tinggi adalah suatu
keadaan di mana terjadi peningkatan tekanan darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu
target organ tubuh sehingga timbul kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan
berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot
jantung).Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 39 39 Hipertensi merupakan penyakit
yang sering dijumpai diantara penyakit tidak menular lainnya. Hipertensi dibedakan menjadi
hipertensi primer yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan hipertensi sekunder
yaitu hipertensi yang muncul akibat adanya penyakit lain seperti hipertensi ginjal, hipertensi
kehamilan, dll. Penyakit Hipertensi Essensial pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012
menunjukkan adanya penurunan kasus yang cukup tinggi, hanya pada tahun 2011 terlihat adanya
kenaikan jumlah kasus dan hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini. 500,000 600,000 700,000
800,000 900,000 Hipertensi Essensial 865,204 698,816 562,117 634,860 544,771 2008 2009 2010
2011 2012 Gambar 3.27 Tren Peningkatan Kasus Hipertensi Essensial Provinsi Jawa Tengah Tahun
2008–2012 2) Stroke Stroke adalah suatu penyakit menurunnya fungsi syaraf secara akut yang
disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak, terjadi secara mendadak dan cepat yang
menimbulkan gejala dan tanda sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Stroke disebabkan
oleh kurangnya aliran darah yang mengalir ke otak, atau terkadang menyebabkan pendarahan di
otak. Stroke dibedakan menjadi stroke hemoragik yaitu adanya perdarahan otak karena
pembuluh darah yang pecah dan stroke non hemoragik yaitu lebih karena adanya sumbatan pada
pembuluh darah otak. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah tahun 2012 adalah 0,07 lebih
tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar
1,84%. Sedangkan prevalensi stroke Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 40 40 non
hemorargik pada tahun 2012 sebesar 0,07 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi
tertinggi adalah Kota Salatiga sebesar 1,16%. 0 0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 Hemoragik 0.04
0.05 0.03 0.03 0.07 Non Hemoragik 0.13 0.09 0.09 0.09 0.07 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar
3.28 Prevalensi Stroke Hemoragik dan Non Hemoragik Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 3)
Dekompensasio Kordis Dekompensasio kordis merupakan kegagalan jantung dalam memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh atau istilah lain adalah payah jantung. Gambaran klinis
dekompensasio kordis kiri adalah sesak nafas: dyspnoe d’effort dan ortopne, pernafasan cheynes
stokes, batuk-batuk mungkin hemoptu, sianosis, suara serak, ronchi basah halus tidak nyaring,
tekanan vena jugularis masih normal. Sedangkan gambaran klinis dekompensasio kordis kanan
adalah gangguan gantrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah, meteorismus dan rasa
kembung di epigastrum. Selain itu terjadi pembesaran hati yang mulamula lunak, tepi tajam,
nyeri tekan, lama kelamaan menjadi keras, tumpul dan tidak nyeri. Dapat juga terjadi edema
pretibial, edema presakral, asites dan hidrotoraks, tekanan jugularis meningkat. Prevalensi kasus
dekompensasio kordis tahun 2012 sebesar 0,12% sama dengan tahun 2011. Prevalensi tertinggi
adalah Kota Magelang sebesar 1,85%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 41 41 0
0.05 0.1 0.15 0.2 Prevalensi 0.18 0.14 0.11 0.12 0.12 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.29
Prevalensi Dekompensasio Kordis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 b. Diabetes Melitus
Diabetes Melitus (DM) atau kencing manis adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar gula dalam darah akibat kekurangan insulin, baik
absolut maupun relatif. Absolut artinya pankreas sama sekali tidak bisa menghasilkan insulin
sehingga harus mendapatkan insulin dari luar (melalui suntikan) dan relatif artinya pankreas
masih bisa menghasilkan insulin yang kadarnya berbeda pada setiap orang. (Perkeni 2002) WHO
(1985) mengklasifikasikan penderita DM dalam lima golongan klinis, yaitu DM Tergantung Insulin
(DMTI), DM Tidak Tergantung Insulin (DMTTI), DM berkaitan dengan malnutrisi (MRDM), DM
karena Toleransi Glukosa Terganggu (TGT), dan DM karena kehamilan (GDM). Di Indonesia, yang
terbanyak adalah DM tidak tergantung insulin. DM jenis ini baru muncul pada usia di atas 40
tahun. DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner,
gagal ginjal, katarak, glaukoma, kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi,
gangguan fungsi hati, luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi hingga akhirnya harus
diamputasi terutama pada kaki. DM merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan
tetapi dapat dikendalikan, artinya sekali didiagnosa DM seumur hidup bergaul dengannya.
Penderita mampu hidup sehat bersama DM, asalkan mau patuh dan kontrol teratur. Gejala khas
berupa Polyuri (sering kencing), Polydipsi (sering haus), Polyfagi (sering lapar). Sedangkan gejala
lain seperti Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 42 42 Lelah/lemah, berat badan
menurun drastis, kesemutan/gringgingan, gatal/bisul, mata kabur, impotensi pada pria, pruritis
vulva hingga keputihan pada wanita, luka tdk sembuh-sembuh, dll. Kelompok Faktor Risiko Tinggi
antara lain pola makan yang tidak seimbang, riwayat Keluarga/ada keturunan, kurang olah raga,
umur Lebih dari 40th, obesitas, hipertensi, kehamilan dengan berat bayi lahir > 4 kg, kehamilan
dengan hiperglikemi, gangguan toleransi glukosa, lemak dalam darah tinggi, abortus, keracunan
kehamilan, bayi lahir mati, berat badan turun drastis, mata kabur, keputihan, gatal daerah
genital, dan lain-lain. Prevalensi diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2012 sebesar 0,06 lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Prevalensi tertinggi adalah
Kabupaten Semarang sebesar 0,66%. Sedangkan prevalensi kasus DM tidak tergantung insulin
lebih dikenal dengan DM tipe II, mengalami penurunan dari 0,63% menjadi 0,55% pada tahun
2012. Prevalensi tertinggi adalah Kota Magelang sebesar 7,93%. 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 DMTI
0.16 0.19 0.08 0.09 0.06 DMTTI 1.25 0.62 0.7 0.63 0.55 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.30
Prevalensi Penyakit Diabetes Mellitus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 c. Neoplasma
Neoplasma atau kanker adalah tumor ganas yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangan abnormal dari sel-sel tubuh, yang tumbuh tanpa kontrol dan tujuan yang jelas,
mendesak dan merusak jaringan normal. Di Indonesia terdapat lima jenis kanker yang banyak
diderita penduduk yakni kanker rahim, kanker payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker
kulit, dan kanker rektum. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 43 43 Kasus penyakit
kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 11.341 kasus, lebih
sedikit dibanding tahun 2011 (19.637 kasus). Penyakit kanker terdiri dari Ca. servik 2.259 kasus
(19,92%), Ca. mamae 4.206 kasus (37,09%), Ca. hepar 2.755 (24,29%), dan Ca. paru 2.121 kasus
(18,70%). Prevalensi kanker di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 adalah sebagai berikut :
kanker serviks sebesar 0,007% dan tertinggi di Kota Magelang sebesar 0,071%; kanker payudara
sebesar 0,013% dan tertinggi di Kota Pekalongan sebesar 0,215%; kanker hati sebesar 0,008% dan
tertinggi di Kabupaten Rembang sebesar 0,23%; kanker paru 0,006% dan tertinggi di Kabupaten
Rembang sebesar 0,23%. 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 Ca Servik 0.03 0.028 0.013 0.021 0.007 Ca
Mamae 0.05 0.037 0.022 0.029 0.013 Ca Hepar 0.01 0.006 0.004 0.007 0.008 Ca Paru 0.005 0.002
0.003 0.003 0.006 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.31 Prevalensi Penyakit Kanker di Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008–2012 d. Penyakit Paru Obstruktif Kronis Penyakit Paru Obtruktif Kronis
(PPOK) adalah penyakit yang ditandai adanya hambatan aliran pernafasan bersifat reversible
sebagian dan progresif yang berhubungan dengan respon inflamsi abnormal dari paru terhadap
paparan partikel atau gas berbahaya. (Global Obstructive Lung Disease 2003). Faktor risiko
pencetus terjadinya PPOK adalah perokok aktif/pasif, debu dan bahan kimia, polusi udara di
dalam atau di luar ruangan, infeksi saluran nafas terutama waktu anak-anak, usia, genetik, jenis
kelamin, ras, defisiensi alpha-1 antitripsin, alergi dan autoimunitas. Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 44 44 Prevalensi kasus PPOK di Provinsi Jawa Tengah mengalami penurunan
yaitu dari 0,09% pada tahun 2011 menjadi 0,06% pada tahun 2012 dan tertinggi di Kota Salatiga
sebesar 0,66%. 0 0.05 0.1 0.15 0.2 Prevalensi 0.2 0.12 0.08 0.09 0.06 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 3.32 Prevalensi PPOK Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 e. Asma Bronkial Asma
Bronkial terjadi akibat penyempitan jalan napas yang reversibel dalam waktu singkat oleh karena
mukus kental, spasme, dan edema mukosa serta deskuamasi epitel bronkus/bronkeolus, akibat
inflamasi eosinofilik dengan kepekaan yang berlebihan. Serangan asma bronkhiale sering
dicetuskan oleh ISPA, merokok, tekanan emosi, aktivitas fisik, dan rangsangan yang bersifat
antigen/allergen antara lain: - Inhalan yang masuk ketubuh melalui alat pernafasan misalnya
debu rumah, serpih kulit dari binatang piaraan, spora jamur dll. - Ingestan yang masuk badan
melalui mulut biasanya berupa makanan seperti susu, telur, ikan-ikanan, obat-obatan dll. -
Kontaktan yang masuk badan melalui kontak kulit seperti obat-obatan dalam bentuk salep,
berbagai logam dalam bentuk perhiasan, jam tangan dll. Prevalensi kasus asma di Jawa Tengah
pada tahun 2012 sebesar 0,42% mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun 2011
sebesar 0,55% dan prevalensi tertinggi di Kota Surakarta sebesar 2,46%. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 45 45 0 0.3 0.6 0.9 1.2 Prevalensi 1.07 0.66 0.64 0.55 0.42 2008 2009
2010 2011 2012 Gambar 3.33 Prevalensi Asma Bronkial Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012
C. STATUS GIZI 1. Persentase Berat Bayi Lahir Rendah. Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram. Penyebab terjadinya BBLR
antara lain karena ibu hamil mengalami anemia, kurang suply gizi waktu dalam kandungan,
ataupun lahir kurang bulan. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah perlu penanganan yang
serius, karena pada kondisi tersebut bayi mudah sekali mengalami hipotermi dan belum
sempurnanya pembentukan organ-organ tubuhnya yang biasanya akan menjadi penyebab utama
kematian bayi. Jumlah bayi berat lahir rendah (BBLR) di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak
21,573 (3,75%) meningkat apabila dibandingkan tahun 2011 yang sebanyak 21,184 (3,73%). 0 1 2
3 4 Prevalensi 2.08 2.81 2.69 3.73 3.75 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 3.34 Persentase Bayi
dengan BBLR Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 46 46 Persentase BBLR yang ditangani di Jawa Tengah tahun 2012 seluruh
Kabupaten/Kota sudah memenuhi target dalam Renstra Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
sebesar 70%. 2. Persentase Balita Dengan Gizi Kurang Salah satu indikator kesehatan yang dinilai
keberhasilan pencapaiannya dalam MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita diukur
berdasarkan umur (U), berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Variabel BB dab TB ini disajikan
dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan
menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Status gizi adalah keadaan
tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi ini menjadi
penting karena merupakan salah satu faktor risiko untuk terjadinya kesakitan dan kematian.
Status gizi yang baik bagi seseorang akan berkontribusi terhadap kesehatannya dan juga terhadap
kemampuan dalam proses pemulihan. Status gizi masyarakat dapat diketahui melalui penilaian
konsumsi pangannya berdasarkan data kuantitatif maupun kualitatif. Dalam menetukan
klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri
yang sering digunakan di Indonesia adalah World Health Organization–National Centre for Health
Statistic (WHONCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status gizi dibagi menjadi empat : Pertama,
gizi lebih untuk over weight, termasuk kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well
nourished. Ketiga, Gizi kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM
(Protein Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk marasmus,
marasmik-kwasiorkor dan kwasiorkor. Persentase balita dengan gizi kurang (BB/U) Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 sebesar 4,88%. Persentase balita dengan gizi kurang tertinggi di Kota Tegal
(13,83%) dan terendah di Kabupaten Pekalongan (0,06%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 47 47 3. Persentase Balita dengan Gizi Buruk. Kejadian gizi buruk perlu dideteksi
secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di Posyandu, dilanjutkan
dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan lainnya. Penemuan
kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang jelas, sehingga
penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk di Jawa Tengah
didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan dengan umur
(BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi badan (BB/TB).
Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan dengan umur
melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis merah (BGM)
atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan menggunakan
indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut merupakan kasus
buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di Posyandu dan Puskesmas.
Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat ditangani di Puskesmas
maka segera dirujuk ke rumah sakit. Gambar 3.35 Peta Kasus Balita Gizi Buruk (BB/TB)
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Klaten Banyumas Bj negara Temanggung
Kendal Blora Grobogan Bata ng Demak Jepara Sragen Purblg Kebumen Purworejo Cilacap
Kr.anyar Pati Rembang Batang Pekalongan Pemalang Brebes Tegal Kota Semarang Magelan g
Cilacap Boyolali Kab Semarang Kota Tegal Jepara Kota Mgl DI. Yogyakarta Kab. Mgl Kudus J A T I
M Kota Pekalongan J A B A R Wonogiri Sukoharjo Wonosobo Salatiga Surakarta Keterangan :
Kasus Gizi Buruk (>100 kasus)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 48 48 Balita Gizi
Buruk tahun 2012 berjumlah 1.131 (0,06%) menurun apabila dibandingkan tahun 2011 sejumlah
3.187 (0,10%). Sementara persentase Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2012
sebesar 100%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 49 49 BAB IV SITUASI UPAYA
KESEHATAN A. Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan Kesehatan Ibu a. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil
K-1 Pelayanan kesehatan ibu meliputi pelayanan kesehatan antenatal, pertolongan persalinan
dan pelayanan kesehatan nifas. Cakupan pelayanan antenatal dapat dipantau melalui pelayanan
kunjungan baru ibu hamil (K1) untuk melihat akses dan pelayanan kesehatan ibu hamil sesuai
standar paling sedikit empat kali (K4) dengan distribusi pemberian pelayanan yang dianjurkan
adalah minimal satu kali pada triwulan pertama, satu kali pada triwulan kedua dan dua kali pada
triwulan ketiga umur kehamilan. Cakupan kunjungan ibu hamil K-1 tahun 2012 sebesar 98,89%.
Ada 17 kabupaten/kota yang cakupannya sudah mencapai 100% yaitu Kabupaten Cilacap,
Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Sukoharjo,
Kabupaten Karanganyar, Kabupaten Blora, Kabupaten Demak, Kabupaten Temanggung,
Kabupaten Kendal, Kabupaten Batang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Pemalang, Kabupaten
Brebes, Kota Magelang, Kota Semarang dan Kota Tegal. Cakupan terendah Kabupaten Grobogan
92,3%. b. Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K-4 Kunjungan ibu hamil sesuai standar adalah pelayanan
yang mencakup minimal: (1) Timbang badan dan ukur tinggi badan, (2) Ukur tekanan darah, (3)
Skrining status imunisasi tetanus dan pemberian Tetanus Toxoid, (4) Tinggi fundus uteri, (5)
Pemberian tablet besi 90 selama kehamilan, (6) Temu wicara (pemberian komunikasi
interpersonal dan konseling), (7) Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau
berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC)Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 50 50 Cakupan pelayanan lengkap ibu hamil (K4) di Jawa Tengah pada tahun 2012
sebesar 92,99% menurun bila dibandingkan dengan tahun 2011 (93,71%) dan masih dibawah
target SPM 2015 (95%). Cakupan tertinggi (98,6 %) di Kabupaten Pekalongan dan terendah
(84,7%) di Kabupaten Grobogan. Dari 35 kabupaten/kota tersebut baru 15 kabupaten/kota
(42,86%) yang telah melampaui target SPM. 86 88 90 92 94 96 Cak. K4 90.14 93.39 92.04 93.71
92.99 Target 95 95 95 95 95 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.1 Cakupan Pelayanan
Antenatal K4 Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008-2012 c. Cakupan Pertolongan Persalinan oleh
Tenaga Kesehatan Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi
kebidanan adalah ibu bersalin yang mendapat pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
yang memiliki kompetensi kebidanan. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 97,14% mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan pencapaian tahun 2011 (96,79%). Semua Kabupaten/Kota sudah mencapai target SPM
2015 (90%). Data cakupan mulai tahun 2008 sampai dengan 2012 secara keseluruhan di Provinsi
Jawa Tengah adalah sebagai berikut :Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 51 51 86
88 90 92 94 96 98 Cak. Linakes 90.98 93.03 93.62 96.79 97.14 Target 90 90 90 90 90 2008 2009
2010 2011 2012 Gambar 4.2 Cakupan Pertolongan Persalinan Oleh Tenaga Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 Cakupan tertinggi sebesar 109% di Kabupaten Pekalongan dan
terendah adalah Kabupaten Boyolali (84%). Dengan semakin naiknya angka cakupan pertolongan
persalinan menunjukkan adanya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan persalinan
oleh tenaga kesehatan, adanya perencanaan persalinan yang baik dari ibu, suami maupun
dukungan keluarga. d. Cakupan Pelayanan Nifas Paska persalinan (masa nifas) berpeluang untuk
terjadinya kematian ibu maternal, sehingga perlu mendapatkan pelayanan kesehatan masa nifas
dengan dikunjungi oleh tenaga kesehatan minimal 3 (tiga) kali sejak persalinan. Pelayanan Ibu
Nifas meliputi pemberian Vitamin A dosis tinggi ibu nifas yang kedua dan pemeriksaan kesehatan
paska persalinan untuk mengetahui apakan terjadi perdarahan paska persalinan, keluar cairan
berbau dari jalan lahir, demam lebih dari 2 (dua) hari, payudara bengkak kemerahan disertai rasa
sakit dan lain-lain. Kunjungan terhadap ibu nifas yang dilakukan petugas kesehatan biasanya
bersamaan dengan kunjungan neonatus. Cakupan pelayanan pada ibu nifas tahun 2012 yaitu
95,54% naik bila dibandingkan tahun 2011 (93,97%) dan sudah melampaui target SPM tahun
2015 (90%). Cakupan yang telah mencapai 100% meliputi Kabupaten Wonosobo, Kabupaten
Demak, Kabupaten Batang dan Kabupaten Pekalongan. Kabupaten yang terendah capaiannya
adalah Kota Semarang Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 52 52 (73,4%). Dari 35
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah masih belum mencapai target SPM ada 3
Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten banyumas, Kabupaten Boyolali dan Kota Semarang. e. Cakupan
Komplikasi Kebidanan yang Ditangani Komplikasi kebidanan merupakan kesakitan pada ibu hamil,
ibu bersalin dan ibu nifas yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau bayi. Komplikasi dalam
kehamilan diantaranya (a) Abortus, (b) Hiperemesis Gravidarum, (c) Perdarahan per vaginam, (d)
Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia), (e) Kehamilan lewat waktu, (f) ketuban
pecah dini. Komplikasi dalam persalinan diantaranya (a) Kelainan letak/presentasi janin, (b)
Partus macet/distosia, (c) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia, eklampsia) (d) Perdarahan
pasca persalinan, (e) Infeksi berat/sepsis, (f) Kontraksi dini/persalinan premature, (g) Kehamilan
ganda. Komplikasi dalam nifas diantaranya (a) Hipertensi dalam kehamilan (preeklampsia,
eklampsia), (b) Infeksi nifas, (c) Perdarahan nifas. Ibu hamil, ibu bersalin dan ibu nifas dengan
komplikasi yang ditangani adalah ibu hamil, bersalin dan nifas dengan komplikasi yang
mendapatkan pelayanan sesuai standar pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan (Polindes,
Puskesmas, Puskesmas PONED, Rumah Bersalin, RSIA/RSB, RSU, RSU PONEK). Jumlah komplikasi
kebidanan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 126.806 (20% dari jumlah ibu hamil).
Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani tahun 2012 sebesar 90,81%. Pencapaian cakupan
tahun ini sudah melampaui target SPM tahun 2015 (80%). 2. Pelayanan Kesehatan Anak a.
Cakupan Kunjungan Neonatus Kunjungan Neonatus (KN) adalah kunjungan yang dilakukan oleh
petugas kesehatan ke rumah ibu bersalin, untuk memantau dan memberi pelayanan kesehatan
untuk ibu dan bayinya. Pada Permenkes 741/Th. 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan (SPM-BK), KN dibagi Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 53 53 menjadi
3, yaitu: KN1 adalah kunjungan pada 0-2 hari ,KN2 adalah kunjungan 2-7 hari dan KN3 adalah
kunjungan setelah 7-28 hari. Cakupan kunjungan neonatus 1 (KN1) di Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2012 sebesar 98,9%, dan cakupan kunjungan neonatus 3 (KN-lengkap) sebesar 96,7%. Dari
35 kabupaten/kota, cakupan KN3 rata-rata sudah lebih dari 90%, namun masih ada
Kabupaten/Kota yang cakupannya kurang dari 90% yaitu Kabupaten Wonogiri (89%), Kota
Salatiga (81,1%) dan Kota Semarang (87,4%). Untuk meningkatkan Kunjungan Neonatus di
Kabupaten/Kota, pemerintah telah mengupayakan alokasi dana diantaranya melalui dana
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) disamping pendanaan lainnya baik dari Provinsi maupun
Kabupaten/Kota. Selain itu perlu dilakukan analisis apakah jumlah tenaga kesehatan yang ada
telah mencukupi kebutuhan pelayanan kesehatan tersebut serta tenaga kesehatan yang bertugas
apakah telah melakukan pelayanan kesehatan secara optimal. Adapun cakupan kunjungan
neonatus di Jawa Tengah pada tahun 2008-2012 dapat digambarkan sebagai berikut: 85 90 95
100 105 KN 94.66 99.37 94.86 95.19 96.7 Target 90 90 90 90 90 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 4.3 Cakupan Kunjungan Neonatus Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 Secara
keseluruhan cakupan kunjungan neonatus di tingkat Provinsi Jawa Tengah sudah memenuhi
target yaitu lebih dari 90%. Hal ini disebabkan adanya upaya peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan kepada masyarakat melalui penambahan dan penempatan bidan di desa. Selain itu
juga adanya upaya peningkatan pelayanan kesehatan dan penyuluhan perawatan neonatus Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 54 54 di rumah dengan menggunakan buku KIA serta
meningkatnya pengetahuan ibu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik untuk
bayinya. b. Cakupan Kunjungan Bayi Kunjungan bayi adalah bayi yang memperoleh pelayanan
kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan, paling sedikit 4 kali, di luar kunjungan
neonatus. Setelah umur 28 hari. Setiap bayi berhak mendapatkan pelayanan kesehatan dengan
memantau pertumbuhan dan perkembangannya secara teratur setiap bulan di sarana pelayanan
kesehatan. Cakupan kunjungan bayi tingkat Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar
96,95%, meningkat apabila dibandingkan tahun 2011 (92,64%). Cakupan kunjungan bayi
Kabupaten/Kota di Jawa Tengah pada tahun 2012 yang masih dibawah 80% yaitu Kabupaten
Boyolali 62,3%. Adapun grafik cakupan bayi 2008 - 2012 dapat digambarkan sebagai berikut: 50
60 70 80 90 100 Kunjungan Bayi 96.04 95.07 93.73 92.64 96.95 Target 80 80 80 80 80 2008 2009
2010 2011 2012 Gambar 4.4 Cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 c.
Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang Ditangani Neonatus dengan komplikasi merupakan
neonatus dengan penyakit dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan
kematian. Neonatus dengan komplikasi seperti asfiksia, ikterus, hipotermia, tetanus neonatorum,
infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR (berat badan lahir rendah < 2500 gr), sindroma gangguan
pernafasan dan kelainan congenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning pada Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS).Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 55 55 Neonatus
dengan komplikasi yang ditangani merupakan neonatus komplikasi yang mendapat pelayanan
oleh tenaga kesehatan yang terlatih, dokter dan bidan di sarana pelayanan kesehatan.
Perhitungan sasaran neonatus dengan komplikasi dihitung berdasarkan 15% dari jumlah bayi
baru lahir. Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak
(KIA) dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara profesional kepada neonatus dengan
komplikasi. Tahun 2012 perkiraan bayi dengan komplikasi yang dihitung dari banyaknya sasaran
bayi jumlahnya sebesar 86.252 bayi. Jumlah perkiraan tersebut yang mendapat penanganan
tenaga kesehatan di tiap jenjang pelayanan kesehatan sebesar 57.276 bayi (66,38%). Cakupan
Neonatus Risiko Tinggi/komplikasi yang ditangani tersebut masih jauh dari target cakupan
sebesar 80%. Masih rendahnya neonatus risiko tinggi yang mendapatkan pelayanan kesehatan
diantaranya disebabkan belum adanya keseragaman definisi operasional mengenai neonatal yang
termasuk dalam risiko tinggi, sehingga belum semua neonatus dengan risiko tinggi/komplikasi
dicatat dan dilaporkan. Disamping target neonatus komplikasi yang ditangani untuk neonatal
resiko tinggi seharusnya 15% dari jumlah sasaran bayi pertahun, namun belum semua
kabupaten/kota mempunyai persepsi/pemahaman yang sama. d. Cakupan Pelayanan Anak Balita
Balita adalah anak berumur dibawah 5 tahun atau umur 12-59 bulan. Tidak hanya bayi yang harus
mendapatkan perhatian kesehatannya tetapi balita juga perlu mendapatkan perhatian baik gizi
maupun kesehatannya, karena balita adalah generasi penerus bangsa yang harus sehat, cerdas
dan kuat. Jumlah balita di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 2.294.230, yang
mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 1.907.700 (83,15). Kabupaten yang cakupannya
sudah mencapai 100% adalah Kabupaten Semarang, Kabupaten Kendal, Kabupaten Pekalongan,
Kota Magelang dan Kota Surakarta. Sedangkan cakupan terendah adalah Kabupaten Boyolali
27,3%.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 56 56 e. Cakupan Penjaringan
Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Penjaringan kesehatan siswa Sekolah Dasar (SD) dan setingkat
adalah pemeriksaan kesehatan terhadap murid baru kelas 1 SD dan Madrasah Ibtidaiyah (MI)
yang meliputi pengukuran tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman mata, ketajaman
pendengaran, kesehatan gigi, kelainan mental emosional dan kebugaran jasmani. Pelaksanaan
penjaringan kesehatan dikoordinir oleh puskesmas bersama dengan guru sekolah dan kader
kesehatan/konselor kesehatan. Setiap puskesmas mempunyai tugas melakukan penjaringan
kesehatan siswa SD/MI di wilayah kerjanya dan dilakukan satu kali pada setiap awal tahun ajaran
baru sekolah. Siswa SD dan setingkat ditargetkan 100% mendapatkan pemantauan kesehatan
melalui penjaringan kesehatan. Melalui penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat diharapkan
dapat menapis atau menjaring anak yang sakit dan melakukan tindakan intervensi secara dini,
sehingga anak yang sakit menjadi sembuh dan anak yang sehat tidak tertular menjadi sakit. 0 20
40 60 80 100 120 Cakupan 43.77 43.8 52.61 81.02 70.08 target 100 100 100 100 100 2008 2009
2010 2011 2012 Gambar 4.5 Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD/MI Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 – 2012 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat oleh tenaga
kesehatan/guru UKS/kader kesehatan sekolah tahun 2012 sebesar 70,08%, menurun
dibandingkan dengan cakupan tahun 2011 (78,72%). Angka cakupan terendah di Kabupaten
Purworejo (1,94%) dan tertinggi di Kabupaten Blora (105,14%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 57 57 f. Cakupan Pelayanan Kesehatan Siswa SD dan Setingkat Jumlah siswa
SD dan setingkat tahun 2012 sebanyak 825.188 anak. Yang mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai strata UKS sebesar 549.673 (66,6%). Angka cakupan terendah di Kabupaten Purworejo
(1,9%) dan tertinggi di Kabupaten Blora (105,1%). 3. Pelayanan Gizi a. Cakupan Pemberian
Vitamin A pada Bayi Kurang Vitamin A (KVA) masih merupakan masalah yang tersebar diseluruh
dunia terutama di negara berkembang dan dapat terjadi pada semua umur terutama pada masa
pertumbuhan. KVA dalam tubuh dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit yang merupakan
“Nutrition Related Diseases” yang dapat mengenai berbagai macam anatomi dan fungsi dari
organ tubuh seperti menurunkan sistem kekebalan tubuh dan menurunkan epitelisme sel-sel
kulit. Salah satu dampak kurang Vitamin A adalah kelainan pada mata yang umumnya terjadi
pada anak usia 6 bulan – 4 tahun yang menjadi penyebab utama kebutaan di negara
berkembang. Berdasarkan data yang yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota,
cakupan pemberian kapsul Vitamin A dosis tinggi pada bayi tahun 2012 sebesar 98.74%, menurun
dibandingkan tahun 2011 sebesar 99,08%. Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi
selama 5 tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat dalam gambar berikut ini : 95.5 96 96.5 97 97.5
98 98.5 99 99.5 Cakupan 98.52 98.11 96.84 99.08 98.74 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.6
Cakupan Suplementasi Kapsul Vit. A pada Bayi dan Balita Tahun 2008 – 2012Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 58 58 b. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Anak Balita Salah
satu program penanggulangan KVA yang telah dijalankan adalah dengan suplementasi kapsul
Vitamin A dosis tinggi 2 kali pertahun pada Balita dan ibu nifas untuk mempertahankan bebas
buta karena KVA dan mencegah berkembangnya kembali masalah Xerofthalmia dengan segala
manifestasinya (gangguan penglihatan, buta senja dan bahkan kebutaan sampai kematian).
Disamping itu pemantapan program distribusi kapsul Vitamin A dosis tinggi juga dapat
mendorong tumbuh kembang anak serta meningkatkan daya tahan anak terhadap penyakit
infeksi, sehingga dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian pada bayi dan anak. Balita
yang dimaksud dalam program distribusi kapsul Vitamin A adalah anak umur 12–59 bulan yang
mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi. Kapsul Vitamin A dosis tinggi terdiri dari kapsul vitamin A
berwarna merah dengan dosis 200.000 SI yang diberikan pada anak umur 12-59 bulan dan
diberikan pada bulan Pebruari dan Agustus setiap tahunnya. Cakupan pemberian kapsul vitamin
A pada Balita tahun 2012 sebesar 98.34%, mengalami penurunan dibandingkan tahun 2011
(98.45%). Cakupan tertinggi (>100%) sudah dapat dicapai oleh 8 kabupaten/kota yaitu Kabupaten
Cilacap, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen,
Kabupaten Kendal, Kabupaten Tegal dan Kota Surakarta. Sedangkan yang cakupannya terrendah
adalah Kabupaten Boyolali (88,17%). Cakupan pemberian kapsul vitamin A pada balita selama 5
tahun terakhir (2008-2012) dapat dilihat dalam gambar berikut ini : 70 75 80 85 90 95 100
Cakupan 95.14 82.44 96.76 98.45 98.34 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.7 Cakupan
Suplementasi Kapsul Vit. A pada Balita di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 59 59 c. Cakupan Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas Ibu nifas
adalah ibu yang baru melahirkan bayi baik di rumah dan atau rumah bersalin dengan pertolongan
dukun bayi dan atau tenaga kesehatan. Suplementasi vitamin A pada ibu nifas merupakan salah
satu program penanggulangan kekurangan vitamin A. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin
A adalah cakupan ibu nifas yang mendapat kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI) pada periode
sebelum 40 hari setelah melahirkan. Cakupan ibu nifas mendapat kapsul vitamin A tahun 2012
sebesar 95,90%, menurun dibandingkan tahun 2011 (96.43%). Cakupan tertinggi (>100%) dicapai
oleh kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten Grobogan,
kabupaten Blora, kabupaten Kudus, Kabupaten Batang dan Kota Semarang. Sementara cakupan
terendah di Kabupaten Wonosobo sebesar 10,41%. 82 84 86 88 90 92 94 96 98 Cakupan 92.94
87.31 92.78 96.43 95.9 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.8 Cakupan Ibu Nifas mendapat
Kapsul Vit. A di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 Beberapa hal yang mempengaruhi
fluktuasi angka cakupan pemberian vitamin A pada bayi, balita, dan bufas diantaranya: 1)
Advokasi, pendekatan, dan lain-lain bentuk yang disertai dengan penyebarluasan informasi. 2)
Forum komunikasi, yang bermanfaat sebagai wahana yang mendukung terlaksananya kegiatan
KIE di berbagai sektor terkait. 3) Sosialisasi pemberian kapsul Vitamin A terhadap petugas
kesehatan di Puskesmas, rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan lainnya.Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 60 60 4) Kegiatan konseling/konsultasi gizi dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Puskesmas dan rumah sakit pada sasaran ibu anak. 5) Tersedianya sarana
pelayanan kesehatan yang terjangkau. 6) Lintas program/ lintas sektor terkait (Promosi
Kesehatan, Imunisasi, dll) 7) Adanya sweeping dari kader kesehatan dengan sasaran ibu anak
yang belum mendapatkan kapsul Vitamin A pada bulan kapsul. d. Persentase Ibu Hamil yang
Mendapatkan Tablet Fe Program penanggulangan anemia yang dilakukan adalah memberikan
tablet tambah darah yaitu preparat Fe yang bertujuan untuk menurunkan angka anemia pada
balita, ibu hamill, ibu nifas, remaja putri, dan WUS (Wanita Usia Subur). Penanggulangan anemi
pada ibu hamil dilaksanakan dengan memberikan 90 tablet Fe kepada ibu hamil selama periode
kehamilannya. Cakupan ibu hamil mendapat 90 tablet Fe di Provinsi Jawa Tengah pada tahun
2012 sebesar 91,77% mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011
(89,39%). Cakupan tertinggi dicapai Kabupaten Sukoharjo 100,59% dan terendah Kabupaten
Wonogiri 80,26%. 75 80 85 90 95 100 Fe 1 93.94 92.59 95.92 95.43 97.73 Fe 3 87.06 85.62 90.25
89.39 91.77 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.9 Persentase Pemberian Tablet Fe Pada Ibu
Hamil Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 Dari grafik di atas dapat diihat bahwa cakupan Fe 1
dan cakupan Fe 3 sudah cukup baik dan memadai. Hal ini dapat dilihat dari tingginya prevalensi
pemberian tablet Fe pada ibu hamil.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 61 61 e.
Persentase Bayi yang Mendapatkan ASI Eksklusif Air Susu Ibu (ASI) merupakan satu-satunya
makanan yang sempurna dan terbaik bagi bayi karena mengandung unsur-unsur gizi yang
dibutuhkan oleh bayi untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi guna mencapai pertumbuhan
dan perkembangan bayi yang optimal. ASI adalah hadiah yang sangat berharga yang dapat
diberikan kepada bayi, dalam keadaan miskin mungkin merupakan hadiah satusatunya, dalam
keadaan sakit mungkin merupakan hadiah yang menyelamatkan jiwanya (UNICEF). Oleh sebab itu
pemberian ASI perlu diberikan secara eksklusif sampai umur 6 (enam) bulan dan tetap
mempertahankan pemberian ASI dilanjutkan bersama makanan pendamping sampai usia 2 (dua)
tahun. Kebijakan Nasional untuk memberikan ASI eksklusif selama 6 (enam) bulan telah
ditetapkan dalam SK Menteri Kesehatan No. 450/Menkes/SK/IV/2004. ASI eksklusif adalah Air
Susu Ibu yang diberikan kepada bayi sampai bayi berusia 6 bulan tanpa diberikan makanan dan
minuman, kecuali obat dan vitamin. Bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah bayi yang hanya
mendapat ASI saja sejak lahir sampai usia 6 bulan di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Pemberian ASI eksklusif bukan hanya isu nasional namun juga merupakan isu global.
Pernyataan bahwa dengan pemberian susu formula kepada bayi dapat menjamin bayi tumbuh
sehat dan kuat, ternyata menurut laporan mutakhir UNICEF (Fact About Breast Feeding)
merupakan kekeliruan yang fatal, karena meskipun insiden diare rendah pada bayi yang diberi
susu formula, namun pada masa pertumbuhan berikutnya bayi yang tidak diberi ASI ternyata
memiliki peluang yang jauh lebih besar untuk menderita hipertensi, jantung, kanker, obesitas,
diabetes dll. Berdasarkan data yang diperoleh dari profil kesehatan kabupaten/kota tahun 2012
menunjukkan cakupan pemberian ASI eksklusif hanya sekitar 25,6%, menurun dibandingkan
tahun 2011 (45,18%). Cakupan tertinggi adalah Kota Surakarta 46,1%. Sedangkan yang terendah
adalah Kabupaten Brebes 2,8%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 62 62 0 10 20
30 40 50 Cakupan 28.96 40.21 37.18 45.36 25.6 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.10
Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Tahun 2008–2012 Beberapa hal yang menghambat pemberian
ASI eksklusif diantaranya adalah: 1). Rendahnya pengetahuan ibu dan keluarga lainnya mengenai
manfaat ASI dan cara menyusui yang benar. 2). Kurangnya pelayanan konseling laktasi dan
dukungan dari petugas kesehatan. 3). Faktor sosial budaya. 4). Kondisi yang kurang memadai bagi
para ibu yang bekerja. 5). Gencarnya pemasaran susu formula. Upaya-upaya yang telah
dilaksanakan dalam rangka meningkatkan cakupan pemberian ASI eksklusif tetap berpedoman
pada Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui yaitu: 1) Sarana Pelayanan Kesehatan
mempunyai kebijakan Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP-ASI) tertulis yang secara rutin
dikomunikasikan kepada semua petugas. 2) Melakukan pelatihan bagi petugas dalam hal
pengetahuan dan ketrampilan untuk menerapkan kebijakan tersebut. 3) Menjelaskan kepada
semua ibu hamil tentang manfaat menyusui dan penatalaksanaannya dimulai sejak masa
kehamilan, masa bayi lahir sampai umur 2 tahun termasuk cara mengatasi kesulitan
menyusui.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 63 63 4) Membantu ibu mulai
menyusui bayinya dalam 30 menit setelah melahirkan yang dilakukan di ruang bersalin (inisiasi
dini). Apabila ibu mendapat operasi caesar, bayi disusui setelah 30 menit ibu sadar. 5) Membantu
ibu bagaimana cara menyusui yang benar dan cara mempertahankan menyusui meski ibu dipisah
dari bayi atas indikasi medis. 6) Tidak memberikan makanan atau minuman apapun selain ASI
kepada bayi baru lahir. 7) Melaksanakan rawat gabung dengan mengupayakan ibu bersama bayi
24 jam sehari. 8) Membantu ibu menyusui semau bayi semau ibu, tanpa pembatasan terhadap
lama dan frekuensi menyusui. 9) Tidak memberikan dot atau kempeng kepada bayi yang diberi
ASI. 10) Mengupayakan terbentuknya Kelompok Pendukung ASI (KP-ASI) dan rujuk ibu kepada
kelompok tersebut ketika pulang dari rumah sakit, rumah bersalin atau sarana pelayanan
kesehatan. f. Cakupan Pemberian Makanan Pendamping ASI pada Anak Usia 6- 24 bulan Keluarga
Miskin. Anak usia 6-24 bulan dari keluarga miskin diberikan makanan pendamping ASI baik
makanan lokal maupun pabrikan. Data jumlah anak usia 6-23 bulan dari keluarga miskin tersedia
di 26 kabupaten/kota sebanyak 146.232 anak, yang mendapatkan makanan tambahan ASI (MP-
ASI) sebanyak 66.148 (45,23%). Kabupaten yang cakupannya sudah mencapai 100% adalah
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purworejo, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaten, Kabupaten Sragen, Kabupaten Blora, Kabupaten Rembang, Kabupaten
Temanggung, Kota Magelang dan Kota Pekalongan. Cakupan terendah adalah Kabupaten
Sukoharjo 1,97%. g. Jumlah Balita Ditimbang Salah satu upaya untuk meningkatkan keadaan gizi
masyarakat adalah melalui Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) yang sebagian Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 64 64 kegiatannya dilaksanakan di Posyandu. Penimbangan
terhadap bayi dan balita yang dilakukan di posyandu merupakan upaya masyarakat memantau
pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita yang dintegrasikan dengan pelayanan
kesehatan dasar lain (KIA, Imunisasi, Pemberantasan Penyakit). Partisipasi masyarakat dalam
penimbangan di posyandu tersebut digambarkan dalam perbandingan jumlah balita yang
ditimbang (D) dengan jumlah balita seluruhnya (S). Semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam
penimbangan di posyandu maka semakin baik pula data yang dapat menggambarkan status gizi
balita. Partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu tahun 2012 sebesar 79,0%
meningkat dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (78,32%). Cakupan tertinggi adalah di
Kabupaten Sukoharjo 89,5% dan terendah Kabupaten Pemalang 63,6%. 65 70 75 80 85 90 95
Balita ditimbang 76.47 75.89 89.49 78.32 79 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.11 Cakupan
Balita Yang Ditimbang Tahun 2008–2012 Kabupaten/kota yang belum dapat mencapai target
partisipasi masyarakat sebesar 80% sebanyak 17 kabupaten/kota. Banyak hal dapat
mampengaruhi tingkat pencapaian partisipasi masyarakat dalam penimbangan di posyandu
antara lain tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan masyarakat tentang kesehatan dan gizi,
faktor ekonomi dan sosial budaya. Dari data yang ada menggambarkan bahwa pedesaan dan
perkotaan tidak memperlihatkan perbedaan yang menyolok dalam partisipasi masyarakat tetapi
yang sangat berpengaruh adalah faktor ekonomi dan sosial budaya. Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 65 65 h. Cakupan Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan Kejadian gizi
buruk perlu dideteksi secara dini melalui intensifikasi pemantauan tumbuh kembang Balita di
Posyandu, dilanjutkan dengan penentuan status gizi oleh bidan di desa atau petugas kesehatan
lainnya. Penemuan kasus gizi buruk harus segera ditindak lanjuti dengan rencana tindak yang
jelas, sehingga penanggulangan gizi buruk memberikan hasil yang optimal. Pendataan gizi buruk
di Jawa Tengah didasarkan pada 2 kategori yaitu dengan indikator membandingkan berat badan
dengan umur (BB/U) dan kategori kedua adalah membandingkan berat badan dengan tinggi
badan (BB/TB). Skrining pertama dilakukan di posyandu dengan membandingkan berat badan
dengan umur melalui kegiatan penimbangan, jika ditemukan balita yang berada di bawah garis
merah (BGM) atau dua kali tidak naik (2T), maka dilakukan konfirmasi status gizi dengan
menggunakan indikator berat badan menurut tinggi badan. Jika ternyata balita tersebut
merupakan kasus buruk, maka segera dilakukan perawatan gizi buruk sesuai pedoman di
Posyandu dan Puskesmas. Jika ternyata terdapat penyakit penyerta yang berat dan tidak dapat
ditangani di Puskesmas maka segera dirujuk ke rumah sakit. 0 1,000 2,000 3,000 4,000 5,000
6,000 Jml Balita Gibur 5,528 5,249 3,514 3,187 1,131 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.12
Jumlah Balita dengan Gizi Buruk Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 Balita Gizi Buruk tahun
2012 berjumlah 1.131 menurun apabila dibandingkan tahun 2011 (3.187). Tetapi persentase
Balita Gizi Buruk mendapatkan perawatan tahun 2012 sebesar 100%.Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 66 66 i. Desa dengan Garam Beryodium yang Baik Persentase
desa/kelurahan dengan garam beryodium yang baik, menggambarkan identitas mutu garam
beryodium yang dikonsumsi penduduk di suatu desa/kelurahan, dimana pada tahun 2012
sebanyak 56,65% meningkat dibandingkan tahun 2011 (53,42%). 0 20 40 60 80 100 % Desa dg
garam beryodium 55.93 48.81 80.15 53.42 56.65 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.13
Persentase Desa/Kelurahan dengan Garam Beryodium Baik Tahun 2008–2012 Berdasarkan
laporan yang masuk dari 34 kabupaten/kota, yang cakupannya mencapai 100% adalah Kabupaten
Pekalongan, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Semarang. Sedangkan kabupaten dengan
konsumsi garam beryodium terendah adalah Kabupaten Grobogan 2,86%. 4. Pelayanan Keluarga
Berencana a. Peserta Keluarga Berencana Baru Peserta Keluarga Berencana (KB) baru adalah
Pasangan Usia Subur (PUS) yang baru pertama kali menggunakan salah satu cara/alat dan/atau
PUS yang menggunakan kembali salah satu cara/alat kontrasepsi setelah mereka berakhir masa
kehamilannya. Jumlah PUS Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 6.738.688 lebih banyak
dibanding tahun 2011 (6.549.125). Peserta KB baru pada tahun 2012 (15,3%), meningkat apabila
dibandingkan dengan tahun 2011 (13,7%). Peserta KB baru tersebut menggunakan kontrasepsi
sebagai berikut: Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 67 67 1) MKJP: Tahun 2012
IUD (9,2%), MOP (0,2%), MOW (2,4%) dan Implant (12,5%). Sedangkan tahun 2011 IUD (6,9%),
MOP (0,4%), MOW (2,0%) dan Implant (12,2%). 2) NON MKJP: Tahun 2012 Suntik (54,0%), PIL
(16,6%) dan Kondom (5,1%), sedangkan tahun 2011 Suntik (54,2%), PIL (18,4%) dan Kondom
(5,8%). Gambar 4.14 Persentase Pemakaian Kontrasepsi Peserta KB Baru Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2012 Sebagian besar peserta KB baru mempergunakan kontrasepsi non MKJP yang
membutuhkan pembinaan secara rutin dan berkelanjutan untuk menjaga kelangsungan
pemakaian kontrasepsi. Proporsi pemakai kontrasepsi suntikan cukup besar yaitu 54,0%, hal
tersebut dapat difahami karena akses untuk memperoleh pelayanan suntikan relatif lebih mudah,
sebagai akibat tersedianya jaringan pelayanan sampai di tingkat desa/kelurahan sehingga dekat
dengan tempat tinggal peserta KB. Partisipasi pria (bapak) untuk menjadi peserta KB aktif dengan
mempergunakan kontrasepsi MOP (hanya 0,2%) dan kondom (hanya 5,1%), karena terbatasnya
pilihan kontrasepsi yang disediakan bagi pria, dan sebagian pria masih beranggapan bahwa KB
merupakan urusan ibu (istri), sehingga ibu (istri) yang menjadi sasaran. Kondom 5.1% PIL 16.6%
IUD 9.2% MOP 0.2% MOW 2.4% Suntik 54,2% Implant 12.5%Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 68 68 b. Peserta KB Aktif Peserta KB aktif adalah akseptor yang pada saat ini
memakai kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. Cakupan
peserta KB aktif adalah perbandingan antara jumlah peserta KB aktif dengan PUS di satu wilayah
kerja pada kurun waktu tertentu. Cakupan peserta KB aktif menunjukkan tingkat pemanfaatan
kontrasepsi di antara PUS. Cakupan peserta KB aktif Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
80,2%, mengalami peningkatan dibandingkan dengan pencapaian tahun 2011 (76,8%). Angka ini
sudah mencapai target SPM sebesar 70%. Cakupan tertinggi di Kabupaten Semarang (85,8%) dan
terendah di Kabupaten Cilacap (73,4%). 60 65 70 75 80 85 90 Cakupan 78.09 78.37 78.57 76.8
80.2 Target 70 70 70 70 70 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.15 Cakupan Peserta KB Aktif
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 5. Pelayanan Imunisasi a. Persentase Desa yang
Mencapai “Universal Child Immunization” (UCI) Strategi operasional pencapaian cakupan tinggi
dan merata berupa pencapaian Universal Child Immunization (UCI) yang berdasarkan indikator
cakupan DPT-HB 3, Polio 4 dan Campak dengan cakupan minimal 80% dari jumlah sasaran bayi di
desa. Pencapaian UCI desa tahun 2012 (98,05%) mengalami peningkatan dibandingkan dengan
tahun 2011 (96,4%). Hasil pencapaian UCI desa tahun 2011 yang mencapai target (100%)
sebanyak 13Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 69 69 kabupaten/kota yaitu
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Kebumen, Kabupaten Magelang, Kabupaten Klaten, Kabupaten
Wonogiri, Kabupaten Sragen, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kabupaten Jepara, Kota
Magelang, Kota Surakarta, Kota Salatiga dan Kota Pekalongan. Sedangkan kabupaten yang
pencapaian UCI desa terendah di Kabupaten Karanganyar (83,05%). Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap tidak tercapainya pencapaian UCI desa di beberapa kabupaten/kota di
Jawa Tengah, pada umumnya disebabkan karena penghitungan sasaran (denominator) yang
melebihi dengan kondisi riil jumlah sasaran di lapangan. 74 79 84 89 94 99 104 UCI 86.83 91.95
94.58 96.4 98.05 target 100 100 100 100 100 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.16 Cakupan
Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 Kabupaten/kota yang belum
mencapai target imunisasi dasar lengkap pada bayi disebabkan antara lain : 1) Adanya perbedaan
jumlah dibandingkan dengan sasaran yang ada, hal ini dikarenakan penentuan jumlah sasaran
masih berdasarkan angka estimasi jumlah penduduk, bukan dari hasil pendataan. 2) Belum
semua Puskesmas membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) imunisasi secara rutin
(bulanan, tribulanan) dikarenakan banyak petugas imunisasi yang merangkap dengan tugas lain.
3) Belum dilakukan pelaksanaan sweeping atau kunjungan rumah untuk melengkapi status
imunisasi pada daerah-daerah yang cakupan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
70 70 imunisasinya masih rendah, pada umumnya disebabkan keterbatasan sumber daya atau
tenaga banyak yang merangkap dengan tugas lain. 4) Masih ada sebagian kecil orang tua yang
menolak anaknya untuk diimunisasi dikarenakan keyakinan/kepercayaan agama, dan lain-lain. b.
Cakupan Imunisasi bayi Upaya untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian bayi
serta anak balita dilaksanakan program imunisasi baik program rutin maupun program
tambahan/suplemen untuk penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
seperti TBC, Difteri, Pertusis, Tetanus, Polio, Hepatitis B, dan Campak. Bayi seharusnya mendapat
imunisasi dasar lengkap yang terdiri dari BCG 1 kali, DPT-HB 3 kali, Polio 4 kali, HB Uniject 1 kali
dan campak 1 kali. Sebagai indikator kelengkapan status imunisasi dasar lengkap bagi bayi dapat
dilihat dari hasil cakupan imunisasi campak, karena imunisasi campak merupakan imunisasi yang
terakhir yang diberikan pada bayi umur 9 (sembilan) bulan dengan harapan imunisasi
sebelumnya sudah diberikan dengan lengkap (BCG, DPT-HB, Polio, dan HB). Selain pemberian
imunisasi rutin, program imunisasi juga melaksanakan program imunisasi tambahan/suplemen
yaitu Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) DT, BIAS Campak yang diberikan pada semua usia kelas
I SD/MI/SDLB/SLB, sedangkan BIAS TT diberikan pada semua anak usia kelas II dan III
SD/MI/SDLB/SLB, Backlog Fighting (melengkapi status imunisasi). Cakupan imunisasi dasar
lengkap bayi di Jawa Tengah dari semua antigen sudah mencapai target minimal nasional (85%),
pencapaian tiap tahun cenderung menurun, tetapi tahun 2012 terjadi peningkatan. Jumlah
sasaran bayi pada tahun tahun 2012 adalah 575.011 menurun dibanding tahun 2011 sebanyak
592.712. Sedangkan cakupan masing-masing jenis imunisasi tahun 2012 adalah sebagai berikut
BCG (100,65%), DPT1+HB1 (99,93), DPT3+HB3 (99,76%), Polio 3 (100,69%) dan Campak (98,24%).
Hal ini mengalami peningkatan bila dibanding tahun 2011 dengan BCG (98,0%), DPT1+HB1
(97,0%), DPT3+HB3 (95,7%), Polio 3 (94.0%) dan Campak (93,6%).Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 71 71 85 90 95 100 105 persentase (%) 2008 103.77 102.5 99.69 99.35 99.18
2009 102.05 100.89 99.04 99.14 96.67 2010 100.29 99.95 98.08 96.95 96.29 2011 98 97 95.7 94
93.6 2012 100.65 99.93 99.76 100.69 98.24 BCG DPT1+Hb1 DPT3+Hb3 Polio 3 Campak Gambar
4.17 Cakupan Imunisasi Bayi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 c. Drop Out Imunisasi DPT1-
Campak Dalam rangka mencapai dan mempertahankan UCI desa, analisis PWS harus diikuti
dengan tindak lanjut. Dengan grafik PWS akan terlihat dan dapat dianalisis cakupan dan
kecenderungan setiap bulan, maka dapat segera diketahui kekurangan cakupan dan beban yang
harus dicapai setiap bulan pada periode berikutnya. Untuk kecenderungan cakupan setiap bulan
dapat diketahui dengan indikator Drop Out (DO). Sesuai kesepakatan dengan kabupaten/kota
indikator DO di Jawa Tengah maksimal 5% atau (-5%). Tahun 2012 DO tingkat Jawa Tengah
sebanyak 1,69%, mengalami penurunan dibanding tahun 2011 (3,4%). Sebanyak 3
kabupaten/kota yang DO-nya lebih dari 5% atau (-5%) yaitu Kabupaten Banjarnegara (6%),
Kabupaten Sragen (5,11%) dan Kota Tegal (16,2%). d. WUS Mendapat Imunisasi TT Maternal and
Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan
wanita usia subur termasuk ibu hamil. Menurut WHO, tetanus maternal dan neonatal dikatakan
tereliminasi apabila hanya terdapat kurang dari satu kasus tetanus neonatal per 1.000 kelahiran
hidup di setiap kabupaten. Strategi yang dilakukan untuk Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 72 72 mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan
persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3)
penyelenggaraan surveilans Tetanus Neonatorum. Jumlah ibu hamil 2012 di Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 634.028, yang mendapat TT-1 sebesar 27,5%, TT-2 sebesar 27,6%, TT-3 sebesar 14,9%,
TT-4 sebesar 16,3 dan TT-5 sebesar 12,8% dan TT2+ sebanyak 71,5%. 6. Pelayanan Kesehatan Gigi
a. Rasio Tambal Cabut Gigi Tetap Pelayanan kesehatan gigi dan mulut di Puskesmas meliputi
kegiatan pelayanan dasar gigi dan upaya kesehatan gigi sekolah. Kegiatan pelayanan dasar gigi
adalah tumpatan (penambalan) gigi tetap dan pencabutan gigi tetap. Indikasi dari perhatian
masyarakat adalah bila tumpatan gigi tetap semakin bertambah banyak berarti masyarakat lebih
memperhatikan kesehatan gigi yang merupakan tindakan preventif, sebelum gigi tetap betul
betul rusak dan harus dicabut. Pencabutan gigi tetap adalah tindakan kuratif dan rehabilitatif
yang merupakan tindakan terakhir yang harus diambil oleh seorang pasien. Jumlah tumpatan gigi
tetap tahun 2012 sebanyak 135.710, sementara jumlah pencabutan gigi tetap sebanyak 138.355.
Data tersebut menandakan bahwa motivasi masyarakat dalam mempertahankan gigi geliginya
belum maksimal, oleh karena itu masih diperlukan penyuluhan yang terus menerus agar
masyarakat memeriksakan giginya secara teratur. Melalui pemeriksaan gigi ini dapat mengontrol
fungsi kunyah gigi agar tetap baik, sehingga sistim pencernaan semakin bagus, yang pada
akhirnya kesehatan secara umum akan meningkat dan diharapkan di tahun-tahun mendatang
jumlah pencabutan gigi tetap trennya semakin menurun. Rasio tumpatan dan pencabutan gigi
tetap tahun 2012 sebesar 0,98, mengalami peningkatan dibanding tahun 2011 yaitu 0,82. Hal
tersebut menunjukan bahwa masih banyak masyarakat yang melakukan pencabutan gigi
dibandingkan melakukan tumpatan gigi tetap. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
73 73 Beberapa kabupaten/kota yang pencabutan giginya jauh lebih banyak dibandingkan
tumpatan giginya (rasio rendah), menandakan bahwa masyarakat di kabupaten yang
bersangkutan masih kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulut dan kemungkinan
frekuensi penyuluhan kesehatan gigi dan mulut yang dilakukan oleh petugas kesehatan di setiap
lini, baik yang dilakukan didalam maupun diluar gedung masih sangat minim. Kabupaten dengan
rasio terendah adalah Kabupaten Rembang 0,1 (tumpatan 264, pencabutan 3.826).
Kabupaten/kota yang rasionya tinggi (penumpatan lebih banyak dibandingkan dengan
pencabutan) yaitu Kabupaten Blora (3,3). 0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 Rasio 0,71 0,71 0,81 0,82 0,98
2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.18 Rasio Tumpatan dan Pencabutan Gigi Tetap Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008-2012 b. Murid SD/MI Mendapat Pemeriksaan Gigi dan Mulut Kegiatan
pelayanan kesehatan gigi dan mulut lainnya adalah Upaya Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) yang
merupakan upaya promotif dan preventif kesehatan gigi khususnya untuk anak sekolah. Kegiatan
UKGS meliputi pemeriksaan gigi pada seluruh murid untuk mendapatkan murid yang perlu
perawatan gigi, kemudian melakukan perawatan pada murid yang memerlukan. Prosentase
jumlah murid yang diperiksa untuk tahun 2012 (35,86%) lebih rendah dibandingkan pencapaian
tahun 2011 (37,90%). Beberapa kabupaten mempunyai cakupan sangat rendah, seperti
Kabupaten Brebes (7,2%) dan masih ada beberapa kabupaten/kota yang belum melaporkan
datanya. Kabupaten yang mempunyai cakupan tertinggi adalah Kota Salatiga (99,6%).Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 74 74 30 32 34 36 38 40 Cakupan 33,22 36,31 37,59
37,9 35,86 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.19 Cakupan Pemeriksaan Kesehatan Gigi Murid
Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 c. Murid SD/MI Mendapat Perawatan Gigi
dan Mulut Jumlah Murid SD/MI diperiksa dan memerlukan perawatan tahun 2012 sebanyak
268.189 anak. Cakupan perawatan gigi dan mulut murid SD/MI di Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 sebesar 53,6% mengalami penurunan bila dibanding tahun 2011 (55,30%). 45 50 55 60 65
Cakupan 62,95 54,75 53,83 55,3 53,62 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.20 Cakupan
Perawatan Gigi Murid Sekolah Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008–2012 7. Pelayanan
Kesehatan Usia Lanjut Pelayanan kesehatan usia lanjut yaitu pelayanan penduduk usia 60 tahun
ke atas yang mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan standar oleh tenaga kesehatan,
baik di puskesmas maupun di posyandu/kelompok usia lanjut. Cakupan pelayanan kesehatan usia
lanjut Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 52,83% meningkat bila dibandingkan cakupan
pada tahun 2011 yang sebesar 51,96%. Kabupaten/kota dengan cakupan tertinggi (100%) adalah
Kabupaten Banyumas, Kabupaten Pati, Kabupaten Jepara, Kabupaten Demak, Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 75 75 kabupaten Pekalongan dan Kota Tegal. Sementara
Kabupaten dengan cakupan terrendah adalah Kabupaten Pemalang (9,27%). 0 10 20 30 40 50 60
Cakupan 29,36 42,27 52,61 51,96 52,83 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.21 Pelayanan
Kesehatan Usia lanjut Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 Masih rendahnya cakupan
pelayanan kesehatan usia lanjut tahun 2012, menggambarkan bahwa kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Tengah belum memperhatikan pelayanan kesehatan untuk kelompok pra usila dan usila
yang merupakan kelompok usia berisiko. Upaya-upaya yang telah dilakukan Dinas Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan pra usila dan usila adalah sbb :
1) Pertemuan koordinasi program kesehatan usila Provinsi Jawa Tengah, dengan kesepakatan
identifikasi kelompok pra usila di masing-masing Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
kabupaten/ kota dan memberikan dukungan kegiatan dan pelayanan kesehatan. 2) Advokasi ke
SKPD provinsi dengan pengembangan model kelompok pra usila percontohan dan fasilitasi
pelayanan kesehatan. 8. Pelayanan Dawat Darurat dan Kejadian Luar Biasa a. Pelayanan Gawat
Darurat Level I yang Harus Diberikan Pelayanan Kesehatan (RS) di Kabupaten/Kota Sarana
kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat
merupakan sarana kesehatan yang telah mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
pelayanan gawat darurat sesuai standar dan dapat diakses oleh masyarakat dalam kurun waktu
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 76 76 tertentu. Kemampuan pelayanan gawat
darurat yang dimaksud adalah upaya cepat dan tepat untuk segera mengatasi puncak kegawatan
yaitu henti jantung dengan Resusitasi Jantung Paru Otak (Cardio–Pulmonary–Cebral–
Resucitation) agar kerusakan organ yang terjadi dapat dihindarkan atau ditekan sampai minimal
dengan menggunakan Bantuan Hidup Dasar (Basic Life Support/BLS) dan Bantuan Hidup Lanjut
(ALS). Sarana kesehatan yang dimaksud dalam hal ini adalah rumah bersalin, puskesmas, dan
rumah sakit baik rumah sakit umum, jiwa maupun khusus. 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 2011
98.88 100 98.46 100 2012 100 100 100 96.74 RSU RSJ RS Khusus Pusk RI Gambar 4.22 Sarana
Kesehatan dengan Kemampuan Pelayanan Gawat Darurat yang Dapat Diakses Masyarakat
Provinsi Jawa TengahTahun 2011- 2012 Puskesmas rawat inap dengan kemampuan pelayanan
gawat darurat yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 297
atau 96,74%, mengalami penurunan bila dibandingkan tahun 2011 yang mencapai 100%. Hal ini
disebabkan pada tahun 2012 tedapat 6 Puskesmas rawat inap baru dimana beberapa Puskesmas
rawat inap baru tersebut belum mempunyai kemampuan gawat darurat. Sedangkan rumah sakit
baik umum, jiwa, maupun khusus, semua sudah mempunyai kemampuan gawat darurat. 291
puskesmas atau 100%. Jumlah Rumah Sakit Umum dengan kemampuan pelayanan gawat darurat
sebanyak 98,80%, Rumah Sakit Jiwa sebanyak 100%, Rumah Sakit khusus lain sebesar 98,46%.
Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 77 77 b. Desa/Kelurahan Terkena Kejadian
Luar Biasa yang Ditangani < 48 Jam / Net Death Rate (NDR) Angka Net Death Rate (NDR) adalah
untuk mengetahui mutu pelayanan atau perawatan rumah sakit. Semakin rendah NDR suatu
rumah sakit, berarti bahwa mutu pelayanan/perawatan rumah sakit tersebut makin baik. Nilai
NDR yang dapat ditolerir adalah 25 per 1.000 penderita keluar. Rata-rata NDR di Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 sebesar 29,7, berarti sudah melampaui batas yang bisa ditolerir dan
mengalami penurunan bila dibandingkan dengan NDR tahun 2011 sebesar 17,07. Dari 186 rumah
sakit yang melapor, sebanyak 22 rumah sakit mempunyai nilai NDR melebihi angka yang dapat
ditolerir. Berdasarkan data GDR dan NDR tersebut berarti pada tahun 2012 terjadi penurunan
mutu pelayanan atau perawatan di rumah sakit sehingga diperlukan pembinaan lebih lanjut. 7.
Indikator Kinerja Pelayanan di Rumah Sakit Dalam menentukan peningkatan sarana rumah sakit,
indikator yang digunakan antara lain dengan melihat perkembangan fasilitas perawatan, diukur
dengan jumlah rumah sakit dan tempat tidur serta rasio terhadap jumlah penduduk. Pada tahun
2012 jumlah rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan kepemilikannya adalah
sebagai berikut : Tabel 4.1 Jumlah Rumah Sakit di Provinsi Jawa Tengah menurut jenis dan
pemilikan Tahun 2012 Jenis Pemilikan/Pengelola Pem Pusat Pem Prov Pem Kab/Kota TNI/Polri
BUMN Swasta Jml RSU 2 4 45 10 1 131 193 RSJ 1 3 0 0 0 2 6 RSB 0 0 1 0 0 11 12 RSK lainnya 2 0 0
1 0 49 52 JML : 5 7 46 11 1 193 263Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 86 86 Pada
tahun 2012 jumlah keseluruhan rumah sakit di Provinsi Jawa Tengah sebanyak 263, bertambah
16 rumah sakit dari tahun 2011. a. Pemakaian Tempat Tidur/Bed Occupancy Rate (BOR) BOR
merupakan persentase pemakaian tempat tidur pada satu satuan waktu tertentu. Indikator ini
dipergunakan untuk menilai kinerja rumah sakit dengan melihat persentase pemanfaatan tempat
tidur rumah sakit atau Bed Occupation Rate (BOR). Angka BOR yang rendah menunjukkan
kurangnya pemanfaatan fasilitas perawatan rumah sakit oleh masyarakat. Angka BOR yang tinggi
(>85%) menunjukan tingkat pemanfaatan tempat tidur yang tinggi, sehingga perlu
pengembangan rumah sakit atau penambahan tempat tidur. BOR yang ideal untuk suatu rumah
sakit adalah antara 60% sampai dengan 80%. Pada tahun 2012, rata-rata BOR di Provinsi Jawa
Tengah sebesar 59,1, sedikit di bawah BOR ideal. Dari 263 rumah sakit, 50 RS (19,01%)
mempunyai tingkat pemanfaatan sangat tinggi diatas maksimal occupancy rate, 30 RS (11,41%)
mempunyai BOR yang dianggap cukup ideal, 130 RS (49,43%) tingkat pemanfaatannya masih
kurang, dan 53 RS (20,15%) tidak mengirimkan laporan. b. Rata-rata Lama Rawat Seorang
Pasien/Average Length of Stay (ALOS) Rata-rata lama rawat seorang pasien yang secara
umum/Average Length of Stay (ALOS) yang ideal adalah antara 6 – 9 hari. Rata-rata lama rawat
seorang pasien di RS se Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 4,0 hari, lebih rendah dari ALOS
ideal. Dari 231 RS yang melapor, hanya 6 rumah sakit yang mempunyai nilai ALOS ideal, 7 rumah
sakit mempunyai ALOS yang tinggi melebihi ALOS ideal, dan lainnya memnpunyai ALOS yang
rendah dibawah 6. Rumah Sakit yang memiliki ALOS ideal adalah RS Wiradadi Husada Banyumas,
RS Sisma Medika Boyolali, RS Permata Blora, RSUD Kudus, dan Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 87 87 RSUP Dr. Kariadi Semarang. Sedangkan yang mempunyai ALOS yang
tinggi kebanyakan adalah Rumah Sakit Jiwa. c. Rata-rata Hari Tempat Tidur Tidak Ditempati / Turn
Of Interval (TOI) TOI dan ALOS merupakan indikator tentang efisiensi penggunaan tempat tidur.
Semakin besar TOI maka efisiensi penggunaan tempat tidur semakin jelek. Angka ideal untuk TOI
adalah 1 – 3 hari. Rata-rata TOI di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 2,8 hari, berada dalam
kisaran TOI ideal dan mengalami peningkatan efisiensi penggunaan tempat tidur dari tahun 2011
dimana TOI adalah 3,54 hari. Dari 220 RS yang lapor, 130 RS mempunyai nilai TOI lebih tinggi dari
pada nilai ideal, 18 RS mempunyai nilai TOI lebih kecil dari nilai ideal, dan 72 RS mempunyai nilai
TOI ideal. Jumlah RS yang mempunyai nilai TOI ideal mengalami penurunan bila dibandingkan
tahun 2011 di mana RS yang mempunyai TOI ideal sebanyak 86 RS. C. Perilaku Hidup Masyarakat
1. Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga
merupakan upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga agar sadar, mau dan mampu
melakukan PHBS dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, mencegah risiko terjadinya
penyakit dan melindungi diri dari ancaman penyakit serta berperan aktif dalam gerakan
kesehatan masyarakat. Yang dimaksud rumah tangga sehat adalah proporsi rumah tangga yang
memenuhi minimal 11 indikator dari 16 indikator PHBS tatanan rumah tangga. Adapun 16
indikator PHBS tatanan Rumah tangga tersebut meliputi: a. Variabel KIA dan GIZI: persalinan
nakes; ASI Eksklusif; penimbangan balita; gizi seimbang b. Variabel KESLING: air bersih; jamban;
sampah; kepadatan hunian; lantai rumah. c. Variabel GAYA HIDUP: aktifitas fisik; tidak merokok;
cuci tangan;kesehatan gigi dan mulut; miras/narkobaProfil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 88 88 d. Variabel UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT: Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK)
dan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Berdasarkan data hasil pengkajian PHBS Tatanan
Rumah Tangga yang dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Tengah tahun
2012 dari 8.954.087 rumah tangga yang ada, diperiksa 2.989.656 rumah tangga (33,4%) menurun
apabila dibandingkan dengan tahun 2011 dengan jumlah rumah tangga 8.728.629 dan yang
diperiksa sejumlah 3.674.663 rumah tangga (42,1%). Pencapaian persentase rumah tangga sehat
yaitu yang diwakili oleh rumah tangga yang mencapai strata sehat utama dan sehat paripurna
telah mencapai 74,67% hampir tidak berubah dibandingkan tahun 2011 (74,68%). Cakupan
tertinggi diatas 90% dicapai oleh 5 kabupaten/kota yaitu Sukoharjo (91,5%), Karanganyar (92,5%),
Kota Surakarta (92,0%), Kota Semarang (90,1%) dan Kota Pekalongan (93,9%). Sedangkan
cakupan terendah adalah Kabupaten Kendal 49,6%. Perubahan perilaku tidak dapat terjadi dalam
waktu singkat, tetapi memerlukan proses yang panjang termasuk didalamnya perlu upaya
pemberdayaan masyarakat yang berkesinambungan. Berikut ini adalah Grafik persentase rumah
tangga sehat berdasarkan strata Utama dan Paripurna di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007 s/d
2012. 0 20 40 60 80 Cakupan 57,91 63,68 68,63 74,68 74,67 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar
4.31 Persentase Rumah Tangga Ber-PHBS Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 s/d 2012 D.
Keadaaan Lingkungan Lingkungan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap derajat
kesehatan, disamping perilaku dan pelayanan kesehatan. Program Lingkungan Sehat bertujuan
untuk mewujudkan mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 89 89 pengembangan sistem kesehatan kewilayahan untuk
menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk
mencapai tujuan tersebut meliputi: (1) Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar, (2)
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan, (3) Pengendalian Dampak Risiko Lingkungan,
(4) Pengembangan Wilayah Sehat. Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan
akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan
masyarakat. Pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling kompleks,
kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya, berbagai lintas sektor ikut
serta berperan (Bappeda, Bapermas, Perindustrian, Lingkungan Hidup, Pertanian, Cipta Karya dan
Dinas Kesehatan). 1. Persentase Rumah Sehat Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga.
Rumah haruslah sehat dan nyaman agar penghuninya dapat berkarya untuk meningkatkan
produktivitas. Konstruksi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor risiko penularan berbagai jenis penyakit khususnya penyakit berbasis
lingkungan seperti Demam Berdarah Dengue, Malaria, Flu Burung, TBC, ISPA dan lain - lain. Pada
Tahun 2012 sebanyak 4,686,852 (57,3%) rumah diperiksa dan yang memenuhi syarat rumah
sehat sebesar 3,190,839 (68,1%) sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 yang
mencapai 2.441.984 (62,95%). 54 56 58 60 62 64 66 68 70 Rumah Sehat 58,83 65,12 65,01 62,95
68,1 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 4.32 Cakupan Rumah Sehat Di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 - 2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 90 90 2. Persentase
Rumah/Bangunan yang Diperiksa Jentik Nyamuk Aedes Jumlah rumah di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 sebanyak 7.407.964 diperiksa jentik nyamuknya sebanyak 3.868.505 (40,53%), yang
bebas jentik nyamuk Aedes aegypti sebanyak 3.078.031 rumah (83,72%) lebih banyak
dibandingkan tahun 2011 sejumlah 2.615.175 rumah (77,14%). Cakupan angka bebas jentik ini
masih dibawah target 95%. Oleh karena itu gerakan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3 M
Plus (Menguras, Menutup, Mengubur dan Plusnya adalah Mencegah Gigitan Nyamuk), bila
memungkinkan pemakaian ulang kaleng, ban untuk pot dan lain - lain harus selalu digerakkan
secara optimal, mengingat kasus Demam Berdarah yang cenderung meningkat dan bertambah
luasnya wilayah yang terjangkit. 3. Persentase Keluarga menurut Jenis Sarana Air Bersih yang
Digunakan Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum dan penyehatan
lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum
dan Penyehatan Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Kementerian Kesehatan,
Kementerian Dalam Negeri serta Kementerian Pekerjaan Umum cukup signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi
pelaksanaan diantaranya, meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan, peningkatan
sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya peningkatan penyehatan
lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada
semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air
Bersih dan Sanitasi. Pada dasarnya negara menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air
bagi kebutuhan pokok minimal sehari – hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih dan
produktif (UU No. 7 Tahun 2004, pasal 10). Namun pada kenyataannya persentase penduduk
miskin masih tinggi, sehingga kemampuan untuk mendapat akses ke sarana penyediaan air
minum yang memenuhi syarat masih terbatas.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
91 91 Masyarakat berpenghasilan rendah, ternyata membayar lebih besar untuk memperoleh air
daripada masyarakat berpenghasilan tinggi, hal ini menunjukkan ketidakadilan dalam
mendapatkan akses pada air minum. Walaupun terdapat program – program air minum dan
sanitasi untuk masyarakat berpenghasilan rendah, namun akses terhadap air minum belum
menunjukkan peningkatan yang berarti. Perlu dukungan kebijakan yang lebih fokus untuk
penyediaan sanitasi dan air minum bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Jumlah keluarga
yang diperiksa akses air bersih sebanyak 4.900.277 (52,05%) dari 9.414.729 KK dan yang telah
memiliki akses sarana air bersih sebanyak 4.034.435 (75,05%). Keluarga yang telah akses air
bersih tersebut, terbanyak memanfaatkan sumur gali (45,39%). 0,56 21,19 6,5 45,39 7,69 1,01
14,06 Jenis Air Bersih Kemasan Ledeng SPT SGL Mata Air PAH Lainnya Gambar 4.33 Akses Air
Bersih Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 4. Persentase Keluarga menurut Sumber Air Minum
yang Digunakan Jumlah keluarga yang diperiksa sumber air minumnya sebanyak 4.894.101
(54,85%) dari 8.922.760 KK dan yang telah menggunakan sumber air minum terlindung sebanyak
3.690.708 (75,4%). Keluarga yang telah menggunakan sumber air minum terlindung tersebut,
terbanyak memanfaatkan sumur terlindung (36,8%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 92 92 5. Persentase Keluarga dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Kepemilikan sarana
sanitasi dasar yang dimiliki oleh keluarga meliputi jamban, tempat sampah dan pengelolaan air
limbah. Jumlah KK yang telah memiliki jamban sehat 2.816.702 (82,9 %), tempat sampah sehat
2.373.414 (70,9%) dan pengelolaan air limbah sehat 1.968.813 (55,4%). 0 20 40 60 80 100 2008
65.34 62.2 45.06 2009 68.95 72.93 55.51 2010 71.44 75.67 73.1 2011 71.29 69.58 63.57 2012
82.9 70.9 55.4 Jamban Tempat Sampah Air Limbah Gambar 4.34 Cakupan Sanitasi Dasar Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 Dalam mendukung perubahan sanitasi total khususnya buang air
besar di sembarang tempat, telah dilakukan pemicuan Community Led Total Sanitation (CLTS) di
30 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah untuk mendukung pencapaian wilayah stop buang air besar di
sembarang tempat dan penurunan penyakit berbasis lingkungan, khususnya Diare. Melalui CLTS
terjadi perubahan perilaku tidak buang air besar di sembarang tempat tanpa ada stimulan,
pembiayaan tidak ada subsidi dan jamban adalah private good. 6. Persentase Tempat-tempat
Umum dan Pengelolaan Makanan (TUPM) Sehat Tempat – tempat umum dan Pengelolaan
Makanan adalah kegiatan bagi umum yang dilakukan oleh badan pemerintah, swasta atau
perorangan yang langsung digunakan oleh masyarakat yang mempunyai tempat dan kegiatan
tetap Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 93 93 serta memiliki fasilitas.
Pengawasan sanitasi tempat umum bertujuan untuk mewujudkan kondisi yang memenuhi syarat
kesehatan agar masyarakat pengunjung terhindar dari kemungkinan bahaya penularan penyakit
serta tidak menyebabkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya. Risiko dari
pengelolaan makanan mempunyai peluang yang besar dalam penularan penyakit karena jumlah
konsumen relatif banyak dalam waktu yang bersamaan. Tempat-tempat umum dan Pengelolaan
Makanan meliputi hotel, restoran/rumah makan, pasar dan TUPM lainnya. Cakupan pengawasan
tempattempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tahun 2012 meliputi hotel 87,37%,
restoran/rumah makan 75,98%, pasar 50,75% dan TUPM lainnya (62,09%). Tempat-tempat
Umum dan Pengelolaan Makanan seluruhnya yang diperiksa sebanyak 57.342 buah dan yang
memenuhi syarat kesehatan 36.691 (76,36%). 7. Persentase Institusi Dibina Kesehatan
Lingkungannya Kondisi kesehatan lingkungan pada institusi meliputi sarana pelayanan kesehatan,
sarana pendidikan, instalasi pengolahan air minum, sarana ibadah, perkantoran dan sarana lain
dititik beratkan pada aspek hygiene sarana sanitasi yang erat kaitannya dengan kondisi fisik
bangunan institusi tersebut. 0 20 40 60 80 100 2012 84.3 80.7 70.6 59.6 1.9 73.7 Sarkes PAM
Pendidikan Ibadah Kantor Sarana Lain Gambar 4.35 Cakupan Institusi Dibina Kesehatan
Lingkungannya Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Pada Tahun 2012 pencapaian cakupan
institusi yang dibina yaitu sarana pelayanan kesehatan 84,3%, sarana pendidikan 70,6%, instalasi
pengolahan air minum 80,7%, sarana ibadah 59,6%, perkantoran 1,9% dan sarana lainnya 73,7%.
Kegiatan yang dilakukan dalam meningkatkan kesehatan lingkungan di insitusi adalah:Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 94 94 a. Pengendalian faktor risiko lingkungan
institusi terhadap penyakit berbasis lingkungan. b. Pembinaan kesehatan lingkungan di institusi
sekolah dan pondok pesantren.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 95 95 BAB V
SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN A. SARANA KESEHATAN 1. Ketersediaan Obat menurut Jenis
Obat Pada tahun 2012 dari 34 jenis obat yang dilaporkan oleh kabupaten/kota, stock terbanyak
adalah Klorfeniramin Maleat tablet 4 mg sebanyak 34.791.810 tablet dengan pemakaian rata-rata
perbulan 2.219.409 tablet, sedangkan stock obat yang paling sedikit adalah OAT Katagori 3
sebanyak 716 paket dengan pemakaian rata-rata perbulan 74 paket. Tingkat kecukupan obat
tertinggi adalah OAT kategori 1 (64) dan terendah adalah Natrium Klorida Infus 0,9 % steril (1)
artinya bahwa persediaan OAT kategori 1 dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 64 bulan
dan Natrium Klorida Infus 0,9 % steril dapat tercukupi pemakaiannya untuk selama 1 bulan.
Prosentase tingkat kecukupan obat di Kabupaten/kota yang paling tinggi adalah OAT kategori 1
(358,25%), sedangkan paling rendah adalah Natrium Klorida Infus 0,9 % steril (6,56%). 0 10 20 30
40 50 60 Amoksisilin sirup… Amoksisilin kapsul 500… Antasida DOEN tablet Antalgin tablet 500
mg Deksametason inj 5 … Dekstrometorfan… Dekstrometorfan Tab… Difenhidramin HCl inj…
Gliserin Guaiakolat… Glukosa Larutan Infus… Ibuprofen tablet 200… Kloramfenikol kapsul…
Kotrimoksazol tablet… Kotrimoksazol tablet… Kotrimoksazol Sirup Klorfeniramini Maleat…
Kloroquin tablet Natrium Klorida Infus… Parasetamol Tablet… Ringer Laktat Infus steril Vitamin B
Kompleks… Retinol 200.000 IU Tablet Tambah darah Multivitamin Sirup Garam Oralit OAT Kat 1
OAT Kat 2 OAT Kat 3 OAT Kat Sisipan OAT Kat Anak Pyrantel Pamoat 125… Salep 2-4 Infus set
dewasa Infus set anak 17 25 32 13 43 22 27 19 28 27 25 50 27 23 15 19 44 28 19 21 29 34 39 15
24 14 9 12 18 22 30 22 17 22 Tingkat Kecukupan Obat Gambar 5.1 Tingkat Kecukupan obat di
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 96 96 2.
Jumlah Sarana Pelayanan Kesehatan menurut Kepemilikan/Pengelola Sarana Pelayanan
Kesehatan terdiri dari RSU, RSJ, RSB, RS Khusus lainnya, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Non
Perawatan, Pustu, Puskesling, RB, BP/Klinik, Praktek Dokter Bersama, Praktek Dokter Perorangan
dan Praktek Pengobatan Tradisional. Jumlah sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2012
sebanyak 11.210 unit, yang terbagi dalam 6 kepemilikan yaitu, Pusat sebanyak 5 (0,04%), Provinsi
sebanyak 7 (0,06%), Kabupaten/kota sebanyak 83 (0,74%), TNI/POLRI sebanyak 27 (0,24%),
BUMN sebanyak 2 (0,02%) dan Swasta sebanyak 11.086 (98,89%). Sarana Pelayanan Kesehatan
terdiri dari Rumah Sakit Umum sebanyak 193 unit , Rumah Sakit Jiwa sebanyak 6 unit, Rumah
Sakit Bersalin sebanyak 12 unit, RS Khusus lainnya sebanyak 52 unit, Puskesmas Perawatan
sebanyak 307 unit, Puskesmas Non Perawatan sebanyak 566 unit, Puskesmas Keliling sebanyak
948 unit, Puskesmas Pembantu sebanyak 1.827 unit, Rumah Bersalin sebanyak 222 unit, Balai
Pengobatan/Klinik sebanyak 888 unit , Praktik Dokter Bersama sebanyak 60 unit, Praktik Dokter
Perorangan sebanyak 5.344 unit, Praktik Pengobatan Tradisional sebanyak 4.398, Pos Kesehatan
Desa (PKD) sebanyak 5.471 unit, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) sebanyak 48.789 unit,
Apotek sebanyak 2.232 unit, Toko Obat sebanyak 381 unit, Gudang Farmasi Kesehatan (GFK)
sebanyak 35 unit, Industri Obat Tradisional sebanyak 14 unit dan Industri Kecil Obat Tradisional
sebanyak 286 dan Usaha Kecil Obat Tradisional sebanyak 5. Sarana Kesehatan dengan presentase
tertinggi adalah Posyandu 70,62% dan terendah adalah RSJ 0,01%. Sedangkan menurut
kepemilikannya, sarana kesehatan dengan presentase tertinggi adalah swasta 98,89% dan
terendah adalah BUMN 0,02%. 3. Sarana Pelayanan Kesehatan dengan Kemampuan Labkes dan
Memiliki 4 Spesialis Dasar Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan laboratorium
kesehatan yang dapat diakses masyarakat adalah cakupan sarana kesehatan yang telah
mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pelayanan laboratorium kesehatan Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 97 97 sesuai standar dan dapat diakses oleh
masyarakat dalam waktu tertentu. Kemampuan pelayanan laboratorium kesehatan yang
dimaksud adalah upaya pelayanan penunjang medik untuk mendukung dalam pelayanan medik,
untuk menegakkan diagnosis dokter di rumah sakit. 0 20 40 60 80 100 120 Laboratorium
Kesehatan 100 100 100 69.3 RSU RSJ RS Khusus Puskesmas Gambar 5.2 Sarana Kesehatan Dengan
Kemampuan Laboratorium Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012 Sarana kesehatan
dengan kemampuan pelayanan laboratorium yang dapat diakses masyarakat Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 sebesar 76,41% lebih rendah dibanding tahun 2011(76,39%) dengan
perincian untuk RSU 100%, RS Jiwa 100%, RS Khusus 100%, dan Puskesmas 69,3%. Rumah Sakit
Umum (RSU) di Provinsi Jawa Tengah (193 RSU) baik pemerintah maupun swasta sudah 144 RSU
(74,61%) yang memiliki minimal empat spesialis dasar, dimana hal ini berkaitan dengan
disyaratkannya penyelenggaraan empat pelayanan kesehatan spesialis dasar pada perizinan
pendirian sebuah rumah sakit. Sebanyak 25,39% RSU lainnya hanya memiliki kurang dari 4
(empat) pelayanan dasar. 4. Posyandu menurut Strata Posyandu merupakan salah satu bentuk
Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat Profil Kesehatan
Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 98 98 dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar,
utamanya lima program prioritas yang meliputi (KB; KIA; Gizi; Imunisasi dan penanggulangan
diare dan ISPA) dengan tujuan mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi. Dasar
penghitungan Strata/penilaian tingkat perkembangan posyandu yang selama ini digunakan
adalah: a. Manajemen ARRIF dengan 8 indikator yang meliputi : Frekuensi penimbangan; Rerata
kader bertugas pada hari buka Posyandu; Rerata cakupan D/S; Cakupan kumulatif KB; Cakupan
kumulatif KIA; Cakupan kumulatif imunisasi; Ada tidaknya program tambahan dan Cakupan dana
sehat b. Penghitungan strata Posyandu secara kuantitatif berdasar Surat Gubernur Jawa Tengah
nomor 411.4/05768, tanggal 20 Februari 2007 tentang Pedoman teknis penghitungan strata
Posyandu secara kuantitatif yang dinilai meliputi: 1) Variabel Input: kepengurusan, kader,sarana,
prasarana dan dana. 2) Variabel Proses : pelaksanaan program pokok, program pengembangan
dan administrasi 3) Variable Output: D/S; N/S; K/S; cakupan K4; pertolongan persalinan oleh
nakes; Cakupan peserta KB, Imunisasi; dana sehat; Fe; Vit A; pemberian ASI eksklusif dan
frekuensi penimbangan. 0 20 40 60 Pratama 16.87 15.94 15.29 12.93 15.1 Madya 39.24 38.69
36.77 34.15 32.11 Purnama 33.85 32.79 34.86 36.84 35.22 Mandiri 10.05 12.58 13.08 16.08 17.57
2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.3 Persentase Posyandu Berdasarkan Strata Tahun 2008 s/d
2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 99 99 Berdasarkan laporan
Kabupaten/kota, jumlah posyandu meningkat dari 47.882 pada tahun 2011 menjadi 48.789 pada
tahun 2012. 46000 46500 47000 47500 48000 48500 49000 49500 Posyandu 47285 49,096
47,882 47,276 48,789 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.4 Jumlah Posyandu Tahun 2008 s/d
2012 Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa jumlah Posyandu 2011 mengalami penurunan,
namun dalam 3 (tiga) tahun sebelumnya mengalami peningkatan. Meskipun kenaikan secara
kualitatif (strata purnama dan strata mandiri) relatif kecil. a) Posyandu Purnama Posyandu
Purnama adalah Posyandu yang sudah dapat melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun,
dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan
utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan program tambahan, serta telah
memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat yang pesertanya
masih terbatas yakni kurang dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang mencapai
Strata Purnama pada tahun 2012 sebanyak 17.184(35,22%) lebih sedikit dibanding tahun
2011(17.417 atau 36,84%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Klaten (64,22%) dan terendah di
Kota Tegal (3,70%). Sebanyak 6 kabupaten/kota (17,14%) telah berhasil mencapai target diatas
40%. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 100 100 30 31 32 33 34 35 36 37 38
Posyandu Purnama 33.85 32.79 34.94 36.84 35.22 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.5
Cakupan Posyandu Purnama Tahun 2008 – 2012 Kegiatan revitalisasi posyandu masih perlu
mendapat perhatian dari semua sektor/pihak terkait. Termasuk didalamnya adalah dengan
mengoptimalkan fungsi Posyandu maupun Pokjanal Posyandu yang sudah terbentuk baik di
tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun Kecamatan serta Pokja Posyandu di tingkat
desa/kelurahan. b) Posyandu Mandiri Posyandu Mandiri adalah Posyandu sudah dapat
melaksanakan kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader sebanyak lima
orang atau lebih, cakupan kelima kegiatan utamanya lebih dari 50%, mampu menyelenggarakan
program tambahan, serta telah memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola
oleh masyarakat yang pesertanya lebih dari 50% KK di wilayah kerja Posyandu. Posyandu yang
mencapai Strata Mandiri tahun 2012 sejumlah 8.571(17,57%) lebih tinggi dibanding tahun
2011(7.603 buah atau 16,08%), dengan nilai tertinggi di Kabupaten Klaten(50,48%). Pencapaian
cakupan tersebut sudah melampaui target SPM 2010 (> 2%). Profil Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 101 101 0 5 10 15 20 Posyandu Mandiri 10.05 12.58 13.9 16.08 17.57 2008
2009 2010 2011 2012 Gambar 5.6 Cakupan Posyandu Mandiri Tahun 2008 – 2012 Dari gambar
diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2012 terjadi kenaikan persentase pencapaian strata
mandiri, hal tersebut dapat terjadi seiring dengan dikembangkannya Posyandu Model (Kegiatan
Posyandu yang sudah diintegrasikan dengan minimal satu kelompok kegiatan yang sesuai dengan
karakteristik daerah, misal kegiatan BKB, PAUD, UP2K). Sehingga secara tidak langsung kegiatan
integrasi tersebut dapat mempengaruhi pencapaian indikator proses maupun indikator output
posyandu. 5. Upaya Kesehatan Bersumber Masyarakat Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) terdiri atas Desa Siaga, Forum Kesehatan Desa, Poskesdes, Polindes, dan
Posyandu. Total UKBM tahun 2012 adalah 62.837 buah lebih banyak dibanding tahun
2011(61.061 buah). UKBM terbanyak adalah Posyandu sebesar 48.789 (77,64%). Poliklinik
Kesehatan Desa (PKD) adalah wujud upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat yang
merupakan Program Unggulan di Jawa Tengah dalam rangka mewujudkan desa siaga. PKD
merupakan pengembangan dari Pondok Bersalin Desa. Dengan dikembangkannya Polindes
menjadi PKD maka fungsinya menjadi tempat untuk memberikan penyuluhan dan konseling
kesehatan masyarakat, sebagai tempat untuk melakukan pembinaan kader/pemberdayaan
masyarakat, forum komunikasi pembangunan kesehatan di desa, memberikan pelayanan
kesehatan dasar termasuk kefarmasian sederhana dan untuk deteksi dini serta penanggulangan
pertama kasus gawat darurat. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 102 102
Pengembangan PKD dimulai sejak tahun 2004. Jumlah PKD pada tahun 2012 sebanyak 5.471
buah. Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan
kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalahmasalah kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah desa dikatakan menjadi desa
siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa
(Poskesdes). Jumlah Desa Siaga pada tahun 2012 adalah 8.577 buah, mengalami sedikit
peningkatan dibandingkan dengan jumlah Poskesdes tahun 2011 sebanyak 8.576. 6. Data Dasar
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas}, yang pengelolaannya ada di bawah dinas
kesehatan kabupaten/kota adalah organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya
kesehatan yang bersifat menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh
masyarakat. Puskesmas sendiri merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pengembangan kesehatan di suatu
wilayah kerja (Departemen Kesehatan RI, 2004). Puskesmas terdiri dari Puskesmas Perawatan,
Puskesmas Non Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan Puskesmas Keliling. Jumlah Puskesmas di
Jawa Tengah pada tahun 2012 sebanyak 873 (termasuk 307 Puskesmas Rawat Inap). Rasio jumlah
puskesmas per 30.000 penduduk pada tahun 2012 sebesar 0,79 berarti bahwa jumlah puskesmas
belum tercukupi. Dengan rasio 0,79 maka tahun 2012 Provinsi Jawa Tengah masih kekurangan
jumlah puskesmasnya, hal ini diupayakan dapat terpenuhi dengan puskesmas pembantu dan
puskesmas keliling. Jumlah puskesmas pembantu pada tahun 2012 sebanyak 1.827. Pada tahun
2012 jumlah puskesmas keliling adalah 948 unit. Rasio puskesmas keliling terhadap puskesmas
pada tahun 2012 adalah 0,97. Jumlah puskesmas, puskesmas perawatan, puskesmas pembantu,
dan puskesmas keliling dapat dilihat pada gambar 5.1.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 103 103 0 400 800 1200 1600 2000 2008 861 267 1846 1020 2009 867 283 1850 1130
2010 864 281 1827 1138 2011 867 291 1827 948 2012 873 307 1827 948 Puskesmas Pusk. RI
Pustu Pusling Gambar 5.7 Jumlah Puskesmas, Puskesmas Perawatan, Puskesmas Pembantu, dan
Puskesmas Keliling Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 B. TENAGA KESEHATAN Tenaga
kesehatan di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sejumlah 62.336 tenaga yang terdiri dari tenaga
medis, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitasi, dan kesehatan masyarakat. Jumlah tenaga
kesehatan tersebut meningkat bila dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan tahun 2011
sejumlah 58.167 tenaga. Peningkatan jumlah tenaga kesehatan sebanyak 7,17%, berpengaruh
terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang semakin tinggi. Kebutuhan tenaga
kesehatan belum dapat terpenuhi, khususnya di tingkat kabupaten/kota dikarenakan beban
terhadap penganggaran pegawai serta belum berjalannya kegiatan mobilisasi tenaga kesehatan
yang sesuai dengan penempatan tugas tenaga tersebut. Sehingga menyebabkan sulitnya dalam
menentukan kebutuhan tenaga kesehatan di tingkat kabupaten/kota. Kekurangan lain
disebabkan belum adanya formasi pengganti bagi tenaga yang pensiun, baik di pemerintah pusat,
provinsi maupun kabupaten/kota dan makin kompleksnya masalah-masalah yang ditangani oleh
tenaga kesehatan. Untuk mencukupi kebutuhan tenaga kesehatan tersebut, pemerintah
membuka penerimaan CPNS baru baik secara swakelola maupun tenaga pusat yang ditempatkan
di daerah. Untuk mencukupi kekurangan tenaga tersebut dilakukan Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 104 104 pengangkatan Dokter Tidak Tetap, Bidan Tidak Tetap dan
diupayakan dapat mengangkat tenaga kesehatan lain sebagai pegawai tidak tetap disamping
sebagai Pegawai Harian Lepas (PHL). Pengangkatan PTT tersebut dilakukan masa bakti selama 3
tahun baik dengan dana Pemerintah Pusat maupun dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) masing-masing kabupaten/kota. Persentase penempatan tenaga kesehatan pada tahun
2012 adalah sebagai berikut: rumah sakit sebesar 52,63% lebih kecil dibandingkan dengan tahun
2011 (59,11%), puskesmas sebesar 37,98% lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2011
(30,35%), dinas kesehatan kabupaten/kota sebesar 2,42% lebih sedikit dibandingkan dengan
tahun 2011 (2,71%), sarana kesehatan lain sebesar 4,53% lebih sedikit dibandingkan dengan
tahun 2011 (5,07%), institusi diklat/diknakes sebesar 1,94% lebih sedikit dibandingkan dengan
tahun 2011 (2,04%), dan dinas kesehatan provinsi sebesar 0,49% lebih sedikit dibandingkan
dengan tahun 2011 (0,72%). 1. Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan a. Dokter
Spesialis Jumlah tenaga dokter spesialis yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 2.537 orang
sehingga rasio dokter spesialis per 100.000 penduduk di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
sebesar 7,63 meningkat bila dibandingkan dengan tahun 2011 (6,69). Rasio tersebut berada di
atas standar WHO sebesar 6/100.000 penduduk. Rasio dokter spesialis tertinggi di Kota Magelang
(69,74%) dan rasio terendah di Kabupaten Banjarnegara (0,00) dan Kabupaten Sragen (0,00). 0 2
4 6 8 10 Rasio dokter spesialis 4,96 8 6,63 6,96 7,63 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.8 Rasio
Dr. Spesialis Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun
2012 105 105 b. Dokter Umum Di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012, jumlah tenaga dokter
umum sebanyak 4.367 orang, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 4.050 sehingga rasio
dokter umum per 100.000 penduduk adalah 12,17 lebih rendah dibanding tahun 2011 (12,96).
Rasio tersebut masih di bawah target nasional 40 per 100.000 penduduk. Rasio terbesar adalah
Kota Magelang 75,55 dan terendah adalah Kabupaten Cilacap sebesar 5,54. 0 5 10 15 Rasio
dokter umum 10,41 11,35 11,13 12,96 12,17 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.9 Rasio Dr.
Umum Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2012 c. Dokter Gigi Jumlah tenaga dokter gigi di
Provinsi Jawa Tengah sebanyak 1.154, yang bekerja di sarana kesehatan sebanyak 1.100 sehingga
rasio dokter gigi di Provinsi Jawa Tengah per 100.000 penduduk tahun 2012 sebesar 3,31
meningkat dibanding tahun 2011 (3,27). Rasio tersebut masih di bawah target nasional 11 per
100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah Salatiga 16,90 dan terendah adalah Kabupaten
Banjarnegara 0,67. 0 1 2 3 4 Rasio dokter gigi 2,72 3,14 2,91 3,27 3,31 2008 2009 2010 2011 2012
Gambar 5.10 Rasio Dr. Gigi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah tahun 2012 106 106 2. Jumlah dan Rasio Tenaga Keperawatan di Sarana Kesehatan
a. Perawat Tenaga perawat di Provinsi Jawa tengah sebanyak 26.069, sebagian besar bekerja di
sarana kesehatan sebanyak 25.561 sehingga rasio tenaga perawat per 100.000 penduduk adalah
76,83 meningkat lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 (73,95). Rasio tertinggi adalah Kota
Magelang 735,59 dan terendah adalah Kabupaten Tegal 22,45. 0 20 40 60 80 100 Rasio perawat
60.45 65.76 76.55 73.95 77 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.11 Rasio Tenaga Perawat
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2012 b. Bidan Jumlah Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 adalah 13.596 orang, sebagian besar bekerja di sarana kesehatan (13.264 orang).
Rasio Tenaga Bidan per 100.000 penduduk tahun 2012 sebesar 40 meningkat sedikit
dibandingkan dengan tahun 2011 (39,56). Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 125,37 dan
terendah Kabupaten Banjarnegara 7,07. 30 32 34 36 38 40 42 Rasio bidan 34.43 36.69 38.47
39.56 40 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.12 Rasio Tenaga Bidan Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2008 – 2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 107 107 3. Jumlah dan
Rasio Tenaga Kefarmasian di Sarana Kesehatan Tenaga kefarmasian terdiri dari Apoteker, S-1
Farmasi, D-III Farmasi, dan Asisten Apoteker. Jumlah tenaga kefarmasian di Provinsi Jawa Tengah
pada tahun 2012 adalah 4.565 didominasi oleh tenaga perempuan sebanyak 3.159 orang, yang
sebanyak 4.247 orang bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga kefarmasian per 100.000
penduduk adalah 12,77 meningkat sedikit dibanding tahun 2011 (12,63). Rasio tenaga farmasi
tertinggi Kota Surakarta 119,31 dan terendah Kabupaten Pekalongan 3,60. 0 5 10 15 Rasio tenaga
kefarmasian 9,15 8,97 11,23 12,63 12,77 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.13 Rasio Tenaga
Kefarmasian Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 4. Jumlah dan Rasio Tenaga Gizi di Sarana
Kesehatan Tenaga gizi terdiri dari D-IV/S-1 Gizi, D-III Gizi, dan D-1 Gizi. Jumlah tenaga gizi di
Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 adalah 2.249 orang, dengan 2.117 bekerja di sarana
kesehatan. Rasio tenaga gizi per 100.000 penduduk pada tahun 2012 sebesar 6,36 meningkat
apabila dibandingkan dengan tahun 2011 (4,49). Namun, angka tersebut masih di bawah target
nasional 22 per 100.000 penduduk. Rasio tertinggi adalah Kota Magelang 34,04 dan terendah
adalah Kabupaten Sragen 0,23. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 108 108 0 1 2 3
4 5 6 7 Rasio tenaga gizi 3,56 3,8 4,55 4,49 6,36 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.14 Rasio
Tenaga Gizi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012 5. Jumlah dan Rasio Tenaga Kesehatan
Masyarakat di Sarana Kesehatan a. Kesehatan Masyarakat Jumlah tenaga kesehatan masyarakat
di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 1.699 orang, dengan 857 orang bekerja di sarana
kesehatan. Rasio tenaga kesehatan masyarakat per 100.000 penduduk tahun 2012 sebesar 2,58
lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2011 (2,96). Rasio tertinggi adalah Kota Salatiga (25,35)
dan terendah adalah Kabupaten Klaten (1,47). 0 1 2 3 4 5 Rasio tenaga kesmas 3,61 4,14 4,3 2,96
2,58 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.15 Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat Provinsi Jawa
Tengah Tahun 2008 – 2012 b. Tenaga Sanitasi Tenaga sanitasi terdiri dari D-III sanitasi dan D-I
sanitasi. Jumlah Tenaga Sanitasi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah 1.268 orang, dengan
1.072 diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga sanitasi per 100.000 penduduk
sebesar 3,22 meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 (3,20). Rasio tertinggi adalah Kota
Magelang (26,57) dan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 109 109 terendah
adalah Kabupaten Demak (0,37). Rasio tenaga sanitasi dapat dilihat pada gambar 5.10. 2,8 3 3,2
3,4 3,6 3,8 Rasio tenaga sanitasi 3,59 3,45 3,74 3,2 3,22 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.16
Rasio Tenaga Sanitasi Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 - 2012 6. Jumlah dan Rasio Tenaga
Teknisi Medis dan Fisioterapis di Sarana Kesehatan a. Teknisi Medis Tenaga teknisi medis terdiri
dari analis laboratorium, teknik elektromedik, penata rontgent dan penata anestesi. Tenaga
teknisi medis di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sejumlah 4.113 orang, dengan 3.933 orang
diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga teknisi medis per 100.000 penduduk
sebesar 11,82 meningkat dibandingkan dengan tahun 2011 (10,24). Rasio tertinggi adalah Kota
Magelang 88,84 dan terendah adalah Kabupaten Pati 0,0. 0 5 10 15 Rasio tenaga teknisi medis
8,85 8,99 10,56 10,24 11,82 2008 2009 2010 2011 2012 Gambar 5.17 Rasio Tenaga Tehnisi Medis
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2008 – 2012Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 110
110 b. Tenaga Fisioterapi Jumlah tenaga fisioterapi di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak
615 orang, dengan 574 orang diantaranya bekerja di sarana kesehatan. Rasio tenaga fisioterapi
per 100.000 penduduk tahun 2012 turun menjadi 1,73 dibandingkan tahun 2011 sebesar 1,78.
Jumlah tenaga kesehatan di Provinsi Jawa Tengah masih belum tercukupi dan belum merata
sesuai kebutuhan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi dan pemerintah daerah
(kabupaten/kota) telah berusaha mencukupi kebutuhan tenaganya melalui pengangkatan tenaga
baru seperti CPNS, PHL maupun PTT. Mobilitas tenaga atau distribusi tenaga kesehatan yang
tersebar di wilayah pelayanan kesehatan diupayakan dengan peningkatan sarana-sarana
kesehatan yang ada, seperti peningkatan akreditasi rumah sakit, peningkatan puskesmas menjadi
puskesmas rawat inap dan peningkatan pemberian insentif oleh Kementrian Kesehatan bagi
tenaga medis yang melaksanakan masa bakti di daerah terpencil maupun sangat terpencil. C.
PEMBIAYAAN KESEHATAN 1. Persentase Anggaran Kesehatan dalam APBD Kabupaten/Kota Pada
tahun 2012 jumlah total anggaran kesehatan kabupaten/kota se Jawa Tengah
Rp2.931.188.120.259 dengan kontribusi terbesar sebesar 80,89% berasal dari APBD
kabupaten/kota. Kontribusi terendah 0,09% adalah sumber dari pemerintah lain. Kontribusi
anggaran kesehatan APBD kabupaten/kota meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2011
(1,11%). APBD provinsi yang dialokasikan untuk pembiayaan kesehatan di kabupaten/kota tahun
2012 sebesar 0,78%, menurun jika dibandingkan tahun 2011 (1,39%). Kontribusi DAK bidang
kesehatan di kabupaten/kota sebesar 7,62%. Sesuai dengan Undang-Undang No. 33 tahun 2004,
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah/desentralisasi, terdapat pembagian peran dan
wewenang antara pemerintah pusat dan daerah. Dalam pembangunan kesehatan, pemerintah
pusat dan daerah menyediakan pelayanan kesehatan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 111 111 yang merata, terjangkau dan berkualitas. Melalui Dana Alokasi Khusus (DAK),
pemerintah pusat memberikan anggaran pada daerah untuk mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan prioritas nasional. Jumlah anggaran untuk askeskin sebesar 5,64%
pada tahun 2012. Anggaran kesehatan bersumber PHLN tahun 2012 mencapai 0,27% dari
keseluruhan anggaran kesehatan meningkat jika dibandingkan tahun 2011 (0,12%). Kontribusi
anggaran kesehatan bersumber dana lain meningkat dari 3,55% pada tahun 2011 menjadi 3,82%
pada tahun 2012. Anggaran belanja bersumber APBD kabupaten/kota yang dialokasikan untuk
pembiayaan kesehatan tahun 2012 sebesar 80,89% dari total APBD kabupaten/kota, meningkat
dibandingkan tahun 2011 (79,84%). Hal ini merupakan respon pemerintah yang positif terhadap
pembangunan bidang kesehatan di kabupaten/kota. Total angaran kesehatan kab/kota tahun
2012 sebesar Rp2.931.188.120.259 meningkat sedikit dibandingkan dengan tahun 2011 yang
sebesar Rp2.637.573.975.657,-. Anggaran kesehatan perkapita meningkat dari Rp81.450,- pada
tahun 2011 menjadi Rp.88.103,04,- pada tahun 2012.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 112 112 BAB VI KESIMPULAN A. Derajat Kesehatan 1. Mortalitas/Angka Kematian a.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 10,75/1.000 kelahiran
hidup, sudah melampaui target Millenium Development Goals (MDGs) ke-4 tahun 2015 (17/1.000
kelahiran hidup). b. Angka Kematian Balita (AKABA) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar
11,85/1.000 kelahiran hidup, sudah melampaui target Millenium Development Goals (MDGs) ke-
4 tahun 2015 (23/1.000 kelahiran hidup). c. Angka Kematian Ibu (AKI) di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2012 sebesar 116,34/100.000 kelahiran hidup, mengalami peningkatan bila dibandingkan
dengan AKI pada tahun 2011 yang sebesar 116,01/100.000 kelahiran hidup. d. Angka kematian
kecelakaan lalu lintas di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 adalah sebesar 0,91 per 100.000
penduduk. 2. Morbiditas/Angka Kesakitan a. Pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Tengah ditemukan
196 penderita AFP, sehingga sudah memenuhi target (164 kasus). Dari hasil pemeriksaan
laboratorium, 196 kasus yang diperiksa semua menunjukan negatif polio (berarti tidak ditemukan
virus polio liar). b. Prevalensi Tuberkulosis tahun 2012 per 100.000 penduduk Provinsi Jawa
Tengah sebesar 60,87. c. Case Detection Rate (CDR) atau angka penemuan penderita TB paru BTA
(+) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 58,48%, menurun dibandingkan dengan tahun
2011 (59,52%). d. Angka kesembuhan (Cure Rate) TB paru Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
sebesar 82,90% dibawah target nasional (85%) dan lebih sedikit bila dibandingkan tahun 2011
(85,15%).Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 113 113 e. Persentase penemuan
dan penanganan penderita pneumonia pada balita tahun 2012 sebesar 24,74% dengan jumlah
kasus yang ditemukan sebanyak 64.242 kasus, mengalami penurunan bila dibanding tahun 2011
(25,5%). f. Jumlah infeksi HIV yang dilaporkan tahun 2012 sebanyak 607 kasus, lebih rendah
dibanding tahun 2011 (755 kasus), sedangkan Kasus Aquiared Immuno Devisiency Syndrome
(AIDS) sebanyak 797 kasus lebih tinggi dibanding tahun 2011 (521 kasus) dengan jumlah kematian
karena AIDS sebanyak 149 kasus, lebih tinggi dibanding tahun 2011(89 kasus). g. Jumlah kasus
baru IMS lainnya di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 ini sebanyak 8.671 kasus, lebih rendah
dibanding tahun 2011 (10.752 kasus) h. Jumlah pendonor pada tahun 2012 diketahui sebanyak
432.341 orang, lebih tinggi dibanding tahun 2011(346.269 orang), kemudian yang dilakukan
pemeriksaan sampel darah sebanyak 432.148 orang (99,96%), lebih tinggi dibanding tahun 2011
(324.828 orang/93,81%). Dari hasil pemeriksaan sampel darah tersebut, sebanyak 580 sampel
(13%) positif HIV, sama prosentasenya dengan tahun 2011 (13%). i. Cakupan penemuan dan
penanganan diare di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebesar 42,66% lebih rendah dibanding
tahun 2011(57,9%). j. Jumlah kasus baru Kusta tipe Multi Basiler yang dilaporkan pada tahun
2012 sebanyak 1.308 kasus, lebih rendah dibanding tahun 2011(1.873 kasus) dan Kusta tipe Pausi
Basiler sebanyak 211 kasus, lebih rendah dibanding tahun 2011(395 kasus) dengan Newly Case
Detection Rate (NCDR) sebesar 4,57 per 100.000 penduduk. Proporsi cacat tingkat II pada tahun
2012 sebesar 16,59%, lebih tinggi dibanding tahun 2011(13,32%), sedangkan proporsi anak di
antara penderita baru sebesar 6,58%, lebih rendah dibanding tahun 2011(10,14%). k. Cakupan
program kusta tipe PB tahun 2012 berdasarkan jumlah penderita baru tahun 2011 yang selesai
diobati sampai dengan tahun 2012 sebesar 93,39%, sudah mencapai target 2012(90%). Kusta tipe
MB diambil dari data penderita baru tahun 2011 yang selesai diobati sampai dengan tahun 2012
sebesar 90,74%, belum mencapai target 95%.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2012
114 114 l. Angka kesakitan/Incidence Rate (IR) DBD di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012
sebesar 19,29/100.000 penduduk, meningkat bila dibandingkan tahun 2011 (15,27/100.000
penduduk) dan sudah mencapai target nasional yaitu

Anda mungkin juga menyukai