PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
DOSEN PENGAMPU:
Drs. Liber Siagian, M.Si.
DI
S
U
S
U
N
OLEH:
KELOMPOK VI
SURYANDI (7172141006)
NURLAILY AMALIA (7171141019)
DINDA NOVITA SARI (7173341013)
ABIM RATUNGGA (7171141001)
NADIYAH LADY ASTARI (7153341025)
PENDIDIKAN EKONOMI A
Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih
memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan
pembuatan makalah ini dengan judul “Negara Hukum” tepat pada waktunya. Terimakasih
pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat disusunnya makalah
ini. Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian Pengertian negara
hukum, Konsep Negara Hukum, Konsep Negara Hukum (eropa kontinental), Konsep Negara
Hukum (Anglo Saxon), Konsep Negara Hukum (perumusan para jurist/hakim asia tenggara
dan pasifik), Makna indonesia negara hukum. Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas
perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi
diri saya sendiri dan khususnya pembaca pada umumnya.
Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan
segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya
harapkan dari para pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah
lainnya pada waktu mendatang.
penulis
NEGARA HUKUM
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak reformasi pada tahun 1998, kita telah melakukan perubahan mendasar di politik
yang semakin terbuka dan demokratis. Demikian pula di bidang ekonomi, reformasi juga
telah dijalankan secara besar-besaran. Reformasi politik telah diarahkan untuk membuka
ruang kebebasan yang luas bagi segenap warga negara, sedangkan reformasi ekonomi
dikembangkan secara sungguh-sungguh untuk memenuhi tuntutan ekonomi pasar yang
semakin terbuka dalam rangka memberikan jaminan bagi upaya peningkatan kesejahteraan
rakyat. Namun demikian, yang menjadi masalah kita ialah bahwa pembangunan demokrasi
politik dan pembangunan ekonomi kesejahteraan itu memerlukan dukungan hukum.
Demokrasi politik tanpa diimbangi oleh ‘the rule of law’ akan menghasilkan kebebasan yang
tidak teratur dan terkendali. Tanpa dukungan hukum, pembangunan ekonomi pasar juga tidak
akan menghasilkan pertumbuhan yang merata atau yang berkualitas. Sebaliknya, hukum juga
memerlukan dukungan politik yang sehat dan bertanggung-jawab serta perkembangan
ekonomi masyarakat yang menjadi basis sosial untuk terbentuknya lapisan masyarakat
hukum yang teratur.
Karena itu, sistem politik dan ekonomi memerlukan hukum sebagaimana hukum
membutuhkan politik dan ekonomi yang berkembang. Justru disinilah letak masalah yang
kita hadapi dewasa ini sebagai bangsa. Reformasi kebebasan politik sudah berkembang
sangat luas dan dinamis, kebijakan perekonomian juga sudah mengikuti arus tuntutan pasar
yang juga sangat dinamis dan makin mengglobal. Tetapi reformasi hukum dan peradilan
masih terseok-seok. Lembaga penegakan hukum dan peradilan kita masih belum berubah
secara mendasar mengikuti langgam perubahan di bidang-bidang politik dan ekonomi.
Perubahan-perubahan di lingkungan peradilan juga sudah dilakukan, sifatnya parsial.
Misalnya, UU tentang Mahkamah Agung khusus diubah pada tahun 2008 hanya sepanjang
mengenai batas usia pension hakim dari 67 tahun ke 70 tahun. Bukankah ide perubahan
seperti ini jelas bersifat sangat parsial dan sama sekali bukan merupakan solusi untuk
mengatasi berbagai carut-maruk permasalahan yang dihadapi oleh dunia peradilan dan
penegakan hukum kita.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian negara hukum
2. Konsep Negara Hukum
3. Konsep Negara Hukum (eropa kontinental)
4. Konsep Negara Hukum (Anglo Saxon)
5. Konsep Negara Hukum (perumusan para jurist/hakim asia tenggara dan pasifik)
6. Makna indonesia negara hukum
C. TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan pemaparan yang lebih jelas dan mendalam
tentang materi yang akan dibahas yaitu tentang “Negara Hukum”.
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu cita-cita bernegara yang penting yang diwariskan oleh ‘the founding
leaders’ Indonesia itu kepada generasi kita sekarang ialah cita negara hukum Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Dalam bernegara, umat manusia memang tidak
mengenal adanya konsep Negara Ekonomi atau pun Negara Politik. Yang ada adalah doktrin
mengenai Negara Hukum. Negara kita diimpikan oleh ‘the founding leaders’ sebagai Negara
Hukum atau ‘Rechtsstaat’ menurut tradisi Eropah Kontinental atau pun ‘The Rule of Law’,
menurut tradisi Anglo-Amerika. Negara Indonesia ialah ‘rechtsstaat’, bukan ‘machtsstaat’
(negara kekuasaan) atau pun korporatokrasi. Namun demikian, yang menjadi masalah pokok
kita sekarang ini adalah bahwa perwujudan cita Negara Hukum itu sendiri masih sangat jauh
dari kenyataan. Bahkan, dari waktu ke waktu, ciri-ciri negara hukum ideal itu sendiri dalam
kenyataannya juga belum kunjung mendekati yang harapan.
Dalam dekade abad 20 konsep negara hukum mengarah pada pengembangan negara
hukum dalam arti material. Arah tujuannya memperluas peran pemerintah terkait dengan
tuntutan dan dinamika perkembangan jama. Konsep negara hukum material yang
dikembangkan di abad ini sedikitnya memiliki sejumlah ciri yang melekat pada negara
hukum ataurechtsstaat, yaitu sebagai berikut:
1) Ham terjamin oleh undang-undang
2) Supremasi hukum
3) Kesamaan kedudukan didepan hukum
4) Peradilan administrasi dalam perselisihan
5) Kebebasan menyatakan pendapat, bersikap dan berorganisasi
6) Pemilihan umum yang bebas
7) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
Budiardjo (tukiran taniredja et al, 2017: 139) menjelaskan, pada tahun 1965 international
commission of jurist (organisasi hukum internasional) dalam konferensinya di bangkok
memperluas konsep Rule Of Law. Ditemukan bahwa syarat-syarat dasar untuk
terselenggaranya pemerintah yang demokratis dibawah rule of law adalah:
1) Perlindungan konstitusional, harus menentukan pula cara prosedural untuk hak-hak
individu, harus menentukan pula cara proseduran untuk memperoleh perlindungan
atas hak-hak yang dijamin.
2) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3) Penilaian umum yang bebas
4) Kebebasan tuntuk menyatakan pendapat
5) Kebebasan untuk berserikat, berorganisasi dan beroposisi
6) Pendidikan kewarganegaraan
Perkembangan berikutnya adalah gagasan Henry B. Mayo, bahwa demokrasi harus
menerapkan beberapa nilai, yaitu:
1) Menyelesaikan perselisihan dengan damai dan secara melembaga
2) Menjamin terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang
sedang berubah
3) Menyelenggarakan perhantian pimpinan secara teratur
4) Membatasi pemakaian kekerasan sampai minimum
5) Mengakui serta menganggap wajar serta adanya keanekagaraman dalam masyarakat,
yang tercermin dalam keanekaragaman pendapat, kepentinga serta tingkah laku.
6) Menjamin tegaknya keadilan
3. Konsep negara hukum (Eropa Kontinental)
Gagasan, cita, atau ide Negara Hukum, selain terkait dengan konsep ‘rechtsstaat’ dan
‘the rule of law’, juga berkaitan dengan konsep ‘nomocracy’ yang berasal dari
perkataan ‘nomos’ dan ‘cratos’. Perkataan nomokrasi itu dapat dibandingkan
dengan ‘demos’ dan ‘cratos’ atau ‘kratien’dalam demokrasi. ‘Nomos’ berarti norma,
sedangkan ‘cratos’ adalah kekuasaan. Yang dibayangkan sebagai faktor penentu dalam
penyelenggaraan kekuasaan adalah norma atau hukum. Karena itu, istilah nomokrasi itu
berkaitan erat dengan ide kedaulatan hukum atau prinsip hukum sebagai kekuasaan tertinggi.
Dalam istilah Inggeris yang dikembangkan oleh A.V. Dicey, hal itu dapat dikaitkan dengan
prinsip “rule of law” yang berkembang di Amerika Serikat menjadi jargon “the Rule of Law,
and not of Man”. Yang sesungguhnya dianggap sebagai pemimpin adalah hukum itu sendiri,
bukan orang. Dalam buku Plato berjudul “Nomoi” yang kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Inggeris dengan judul “The Laws”, jelas tergambar bagaimana ide nomokrasi itu
sesungguhnya telah sejak lama dikembangkan dari zaman Yunani Kuno.
Di zaman modern, konsep Negara Hukum di Eropah Kontinental dikembangkan antara
lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte, dan lain-lain dengan
menggunakan istilah Jerman, yaitu “rechtsstaat’. Sedangkan dalam tradisi Anglo Amerika,
konsep Negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan sebutan “The
Rule of Law”. Menurut Julius Stahl, konsep Negara Hukum yang disebutnya dengan istilah
‘rechtsstaat’ itu mencakup empat elemen penting, yaitu:
1) Perlindungan hak asasi manusia.
2) Pembagian kekuasaan.
3) Pemerintahan berdasarkan undang-undang.
4) Peradilan tata usaha Negara.
4. Konsep negara hukum Anglo Saxon
The Rule Of Law adalah satu konsep yang dikemukakan oleh seorang A.V. Dicey pada
tahun 1885 yang ditulis dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of The Law
Of Constitution. Sejak itulah The Rule Of Law mulai menjadi bahan kajian dalam
pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem
berbeda-beda. konsep Dicey tersebut yang intinya bahwa The Rule Of Law mengandung tiga
unsur penting, yaitu:
1) Supremacy Of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-
wenang, baik rakyat yang diperintah maupun raja yang memerintah. Kedua-duanya
tunduk pada hukum. Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai
panglima. hukum harus dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan,
termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah
hukum bukan kekuasaan.
Supremasi hukum ini dapat dikatakan bersifat sama dengan ajaran yang
dikemukakan Krabbe tentang teori kedaulatan hukum, teori yang menentang ajaran
staats souvereiniteit yang umumnya dianut oleh pemikir-pemikir kenegaraan Jerman.
Perwujudan prinsip supremasi hukum di negara-negara Anglo Saxon agak
sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Eropa Kontinental yang
menganut konsep rechtstaats. Supremasi hukum menurut konsep negara hukum
adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga konsekuensi hukumnya
dapat dituntut di pengadilan. Sementara di Negara Anglo Saxon tidaklah demikian,
supremasi hukum menurut konsep Rule Of Law, tidak menempatkan sebagai subyek
hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat salah, sehingga konsekuensinya
tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di pengadilan.
2) Equality Before The Law, mengartikan bahwa semua warga negara tunduk selaku
pribadi maupun kualifikasinya. Dan sebagai pejabat negara tunduk pada hukum yang
sama dan diadili di pengadilan biasa yang sama. Jadi setiap warga negara sama
kedudukannya dihadapan hukum. Penguasa maupun warga negara bisa. Apabila
melakukan perbuatan melanggar hukum, maka akan diadili menurut aturan Common
Law dan di pengadilan biasa.
Equality Before The Law yang dikemukakan oleh Dicey adalah dilatar
belakangi adanya suatu realitas pada saat itu di Inggris, yang dia lihat sangat baik dan
ia bermaksud memberikan kritikan pada situasi saat itu terhadap Perancis yang
pemerintahannya memperlakukan perbedaan antara pejabat negara dengan rakyat
biasa.
Di Inggris tidak mengenal pengadilan khusus bagi pejabat negara yang
melanggar hukum, seperti yang tidak diakui di sistem Eropa Kontinental berupa
pengadilan administrasi atau seperti di Indonesia berwujud Peradilan Tata Usaha
Negara dengan dikuatkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana
perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Pandangan rakyat Inggris tak terkecuali the man in the street, Common Law adalah
suatu kebanggaan. Sifat yang konsisten terhadap mono system peradilan, yakni
peradilan umum yang berpuncak di Supreme Court, jika di Indonesia semacam
Mahkamah Agung. Namun bagi mereka tidak mengenal adanya perbedaan perkara,
semua perkara tunduk pada satu sistem peradilan.
3) Based on Human Rights jika dipahami mengandung arti adanya suatu Undang-
Undang Dasar yang biasa disebut dengan konstitusi. Konstitusi disini bukan berarti
merupakan sumber akan hak-hak asasi manusia melainkan indikator-indikator dari
hak-hak asasi manusia itulah yang ditanamkan dalam sebuah konstitusi, secara harfiah
dapat dikatakan bahwa apa yang telah dituangkan ke dalam konstitusi itu haruslah
dilindungi keberadaannya.
Di Inggris hak-hak asasi (the right to personal freedom, the right to freedom of
discussion, dan the right to public meeting) dijamin dengan hukum-hukum biasa,
kebiasaan ketatanegaraan ataupun dengan putusan hakim. Sedangkan Undang-
Undang Dasarnya hanya merupakan generalisasi dari praktek ataupun kebiasaan yang
sudah berlangsung, seperti halnya hak-hak kebebasan dalam Habeas Corpus Act,
sesungguhnya telah ada sebelum Habeas Corpus Act diundangkan.
Kesimpulannya lewat bukunya Dicey telah meletakan dasar dari munculnya keadilan
agar mampu tertata dalam pelaksanaan negara untuk mensejahterakan masyarakatnya. Dan
memang Rule of Law menjadi doktrin hukum yang muncul pada abad ke 19, seiring dengan
negara konstitusi dan demokrasi. Rule of law adalah konsep tentang common law yaitu
seluruh aspek negara menjunjung tinggi supremasi hukum yang dibangun diatas prinsip
keadilan dan prinsip persamaan di mata hukum, semenjak era ini pula perubahan diberbagai
negara muncul.
5. Konsep negara hukum (perumusan para jurist/hakim asia tenggara dan pasifik)
Rumusan konsep Negara hukum menurut perumusan para jurist asia tenggara dan pasifik
(15-19 februari 1965) sebagaimana tercantum dalam buku “The dynamics Aspects of the rule
of law in the modern age” bahwa syarat rule of law adalah:
1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain menjamin hak-hak
individu, harus menentukan pula cara prosedural untuk memperoleh perlindungan
hak-hak yang dijamin.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (Independent and impartial
tribunals).
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat atau berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan (civil education)
Dalam sebuah symposium Negara hukum dijakarta pada tahun 1966 antara lain
diputuskan bahwa sifat Negara hukum adalah alat perlengkapannya hanya dapat bertindak
menurut dan terikat kepada aturan aturan yang telah ditentuka terlebih dahulu oleh alat alat
perlengkapan yang di kuasakan untuk mengadakan aturan itu, atau singkatnya disebut “rule of
law”.
Harapan Cerdas.