Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FLAIL CHEST

Diajukan sebagai tugas mata kuliah keperawatan gawat darurat

Disusun oleh:

1. Anis Riang Rahmawati 2011003


2. Aprilia Febry Kusumawati 2011005
3. Dwi Nyono 2011010
4. Maria Karolina Dheno 2011017
5. Ulfian Dwi Priangga 2011027
6. Wahyu Apriani 2011028

PROGAM STUDI S1 KEPERAWATAN PARALEL


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HANG TUAH
SURABAYA
2020/2021
DAFTAR ISI

Cover.......................................................................................................................................i
Daftar Isi.................................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan................................................................................................................1
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................................2
2.1. Konsep Flail Chest..........................................................................................................2
2.1.1. Definisi................................................................................................................2
2.1.2. Etiologi................................................................................................................2
2.1.3. Manifestasi klinis.................................................................................................3
2.1.4. Patofisiologi.........................................................................................................4
2.1.5. Penatalaksanaan...................................................................................................4
2.1.6. Pemeriksaan diagnostic.......................................................................................5
2.1.7. Komplikasi..........................................................................................................6
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan.........................................................................................6
2.2.1. Pengkajian...........................................................................................................6
2.2.2. Diagnosa Keperawatan........................................................................................8
2.2.3. Intervensi Keperawatan.......................................................................................8
BAB III Penutup...................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................13
3.2 Saran...............................................................................................................................13
Daftar Pustaka......................................................................................................................14

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Masalah kesehatan yang berpengaruh terhadap system respirasi yang menuntut asuhan
keperawatan dapat dialami oleh orang pada berbagai tingkat usia. Bila salah satu organ
tersebut mengalami ganguan maka akan mengganggu semua system tubuh. Flail Chest masih
merupakan masalah dalam bidang penyakit paru karena secara signifikan masih
menyebabkan kecacatan dan kematian walaupun sudah ditunjang dengan kemajuan terapi
antibiotik dan drainase rongga pleura maupun dengan tindakan operasi dekortikasi.
Penyakit tersebut dapat pula disebabkan oleh: trauma tumpul pada thorax, misalnya
akiabt kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dari ketinggian, tindak kekerasan, atau benturan
dengan energi yang besar. Luka pada rongga thorak dan isinya dapat membatasi kemampuan
jantung untuk memompa darah atau kemampuan paru untuk pertukaran udara dan osigen
darah.
Untuk itu Penulis berharap makalah asuhan keperawatan pada pasien flail Chest ini dapat
membantu mahasiswa atau masyarakat dalam menangani pasien flail chest.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1 bagaimana Konsep Flail Chest?
1.2.2 Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan?
1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Konsep Flail Chest
1.3.2 Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Flail Chest


2.1.1. Definisi
Flail chest merupakan raktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua
atau lebih garis fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi
mempunyaigaris fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi
mempunyai kokontintinuitas dengan dengan keseluruhan dinding dada menimbulkan
gerakan paradoksal dari dinding dada pada inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen
akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam.
Flail chest merupakan suatu kondisi medis dimana kosta-kosta yang berdekatan
patah baik unilateral maupun bilateral dan terjadi pada daerah kostokondral. Angka
kejadian dari flail chestsekitar 5%, dan kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab yang
paling sering (Saaiq, et al., 2010; Lugo, et al., 2015).

2.1.2. Etiologi
a. Disebabkan trauma:
1) Trauma Tumpul: penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan
adanya fraktur costa antara lain : Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada
pejalan kaki ,jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau
akibat perkelahian. (Sjamsuhidajat, 2016)

2
2) Truma Tembus: Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur
costa: Luka tusuk dan luka tembak (Sjamsuhidajat, 2016)
b. Bukan trauma: akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara
berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress
fraktur,seperti pada gerakan olahraga: Lempar martil, soft ball, tennis, golf.
(Sjamsuhidajat, 2016)
2.1.3. Manifestasi klinis
a. Awalnya mungkin tidak terlihat, karena splinting (terbelat) dengan dinding dada.
b. Gerakan paradoksal segmen yang mengambang saat inspirasi ke dalam, ekspirasi
ke luar. Gerakan ini tidak terlihat pada pasien dengan ventilator

c. Sesak nafas
d. Krepitasi iga, fraktur tulang rawan
e. Takikardi
f. Sianosis
g. Pasien menunjukkan trauma hebat
h. Biasanya selalu disertai trauma pada organ lain (kepala, abdomen, ekstremitas).

3
2.1.4. Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping
ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan
trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada, maka
tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa (Oman et al, 2012). Pada trauma
langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya. Pada
trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi
batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada
terhimpit dari depan dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari
angulus costa, dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah. (Oman et
al, 2012).
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau
bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai a.intercostalis,
pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi jantung. (Oman et al, 2012).
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan gangguan pada
pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di bawahnya terjadi sesuai dengan
kerusakan pada tulang maka akan menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada
kelainan Flail Chest yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada
inspirasi dan ekspirasi (Oman et al, 2012).
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun sebagai
akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk ke sisi paru yang
lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae akan menyebabkan nyeri yang sangat
hebat dan akan membuat pasien takut bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang
serius. Hipoksia terjadi lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada.
Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu bergerak mengikuti
gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan menyebabkan gangguan pada venous
return dari system vena cava, pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada
kegagalan hemodinamik (Oman et al, 2012).
2.1.5. Penatalaksanaan
Manajemen awal untuk pasien trauma toraks tidak berbeda dengan pasien trauma
lainnya dan meliputi ABCDE, yaitu A: airway patency with care of cervical spine, B:
Breathing adequacy, C: Circulatory support, D: Disability assessment, dan E: Exposure
4
without causing hypothermia. Resusitasi cairan intravena merupakan terapi utama dalam
menangani syok hemorhagik. Begitu kondisi - kondisi yang mengancam nyawa sudah
ditangani, maka pemeriksaan sekunder dari kepala hingga kaki yang lebih mendetail
disertai secondary chest survey harus dilakukan. Pemeriksaan ini akan fokus untuk
medeteksi kondisi - kondisi berikut: kontusio pulmonum, kontusi miokardial, disrupsi
aortal, ruptur diafragma traumatik, disrupsi trakeobronkial, dan disrupsi esofageal.
a. Konservatif
1) Pemberian analgetik (Kodein, Ibupropen)
2) Pemasangan plak/plester
3) Jika perlu antibiotika
4) Fisiotherapy (Somantri, 2009).
b. Operatif/invasif
1) Pamasangan Water Seal Drainage (WSD)
2) Pemasangan alat bantu nafas (inhaler, tabung oksigen, nebulizer, Trakeostomi)
3) Chest tube suatu usaha untuk memasukkan kateter ke dalam rongga pleura
dengan maksud untuk mengeluarkan cairan yang terdapat di dalam rongga
pleura, seperti misalnya pus pada empiema atau untuk mengeluarkan udara yang
terdapat di dalam rongga pleura, misalnya pneumotoraks.
4) Aspirasi (thoracosintesis)
5) Operasi (bedah thoraxis)
6) Tindakan untuk menstabilkan dada:
Miring pasien pada daerah yang terkena.
Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
7) Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai akhir positif, didasarkan
pada kriteria: Gejala contusio paru, Syok atau cedera kepala berat, Fraktur
delapan atau lebih tulang iga, Umur diatas 65 tahun, Riwayat penyakit paru-
paru kronis
8) Oksigen tambahan (Somantri, 2009).
2.1.6. Pemeriksaan diagnostic
a. Rontgen standar
1) Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat menentukan  jumlah dan tipe
costae yang fraktur.

5
2) Pada pemeriksaan foto thoraks pasien dewasa dengan trauma tumpul toraks,
adanya gambaran hematotoraks, pneumothoraks atau kontusio pulmo
menunjukkan hubungan yang kuat dengan gambaran fraktur costa.
3) Setelah dibuktikan dengan foto rontgen bahwa terjadi fraktur pada costa, maka
pada daerah cedera harus dipasang strapping/ balut tekan yang kuat selama 2-3
minggu.

b. EKG
c. Monitor laju nafas, analisis gas darah
Dapat ditemukan pada pemeriksaan lab yang berupa analisa gas darah dengan
penurunan PO2.
d. Pulse oksimetri
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi utama adalah gagal napas, sebagai akibat adanya ineffective air
movement, yang seringkali diperberat oleh edema/kontusio paru, dan nyeri. Pada pasien
dengan flail chest tidak dibenarkan melakukan tindakan fiksasi pada daerah flail secara
eksterna, seperti melakukan splint/bandage yang melingkari dada, oleh karena akan
mengurangi gerakan mekanik pernapasan secara keseluruhan.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
a. Identitas

6
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor register, diagnosa medik, alamat, semua
data mengenai identitaas klien tersebut untuk menentukan tindakan selanjutnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Biasanya pasien akan mengeluh nyeri pada dada saat bernafas.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Merupakan pengembangan diri dari keluhan utama
melalui metode PQRST, paliatif atau provokatif (P) yaitu focus utama keluhan
klien, quality atau kualitas (Q) yaitu bagaimana nyeri dirasakan oleh klien,
regional (R) yaitu nyeri menjalar kemana, Safety (S) yaitu posisi yang
bagaimana yang dapat mengurangi nyeri atau klien merasa nyaman dan Time
(T) yaitu sejak kapan klien merasakan nyeri tersebut.
3) Riwayat kesehatan yang lalu: Perlu dikaji apakah klien pernah menderita
penyakit sama atau pernah di riwayat sebelumnya.
c. Pengkajian pasien dengan pendekatan per sistem dengan meliputi:
1) Aktivitas / istirahat: Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2) Sirkulasi: Takikardia, disritmi, irama jantunng gallops, nadi apical berpindah,
tanda Homman, hipotensi/hipertensi ; DVJ
3) Integritas ego: ketakutan atau gelisah.
4) Makanan dan cairan: adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
5) Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau
regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen, Berhati-hati pada area
yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
6) Pernapasan: kesulitan bernapas; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit
paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ;
pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM, Takipnea; peningkatan kerja
napas; bunyi napas turun atau tak ada; fremitus menurun; perkusi dada
hipersonan; gerakkkan dada tidak sama; kulit pucat, sianosis, berkeringat,
krepitasi subkutan; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan; penggunaan
ventilasi mekanik tekanan positif.
7) Keamanan: adanya trauma dada; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
8) Penyuluhan /pembelajaran: riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker; adanya
bedah intratorakal atau biopsy paru.

7
d. Pengkajian system

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada (D.0005).
b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
(D.0001).
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0177)
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (terpasang bullow
drainage) (D.0129).
e. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal (D.0054)
f. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan deformitas dinding dada
Tujuan: Pola pernapasan efektif.

8
Kriteria hasil:
1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
3) Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab
Intervensi:
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
R: Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2) Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau
perubahan tanda-tanda vital.
R: Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai
akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.
3) Jelaskan pada klien faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R: Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien
terhadap rencana teraupetik.
4) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R: Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5) Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam:
- Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R: Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang
meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
- Periksa batas cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang
ditentukan.
R: Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara
atmosfir masuk ke area pleural.
- Obervasi gelembung udara botol penempung.
R: Gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari
penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring
dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung
dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.

9
- Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak
terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage.
Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R: Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang
mengubah tekanan negative yang diinginkan.
- Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R: Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang
memerlukan upaya intervensi.
6) Kolaborasi konsul photo toraks
R: Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

b. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan napas
Tujuan: Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil:
1) Menunjukkan batuk yang efektif.
2) Tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran pernapasan.
3) Klien nyaman
Intervensi:
1) Identifikasi kemampuan batuk.
R: membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2) Ajarkan klien tentang batuk efektif
R: Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana teraupetik.
3) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk efektif.
R: Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
4) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi: mempertahankan
hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari
bila tidak kontraindikasi.
R: Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah pada atelektasis.
5) Kolaborasi pemberian expectoran.
R: Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
c. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik

10
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang
Kriteria hasil:
1) Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
2) Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
3) Pasien tidak gelisah.
Intervensi:
1) Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non
invasif.
R: Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah
menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2) Ajarkan Relaksasi: Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka,
yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R: Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan
akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R: Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4) Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R: Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
5) Tingkatkan pengetahuan tentang: sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung.
R: Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6) Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R: Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7) Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R: Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat
d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal
Tujuan: pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil:
11
1) Penampilan yang seimbang.
2) Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
3) Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi
Dengan karakteristik:
0 = mandiri penuh
1 = memerlukan alat Bantu.
2 = memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan
pengajaran.
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
R: Mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
2) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
R: Mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena
ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
3) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
R: Menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
4) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
R: Mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
5) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
R: Sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

12
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi mempunyai kontinuitas dengan
keseluruhan dinding dada. Kesulitan utama yaitu kontusio paru yang menyertai. Hipoksia
terutama karena nyeri dan trauma jaringan parunya. Terapi awal yaitu ventilasi yang adekuat
dan cairan O2. Terapi definitif ditujukan pada pengembangan paru, oksigenasi, cairan yang
cukup serta analgesia. Tekanan oksigen arterial dan kinerja pernapasan penilaiannya
menentukan kapan diberi intubasi dan ventilasi.
3.2. Saran
Dalam pembahasan teori dan asuhan keperawatan tentang Flail Chest, diharapkan
mahasiswa mampu memahami, mengetahui , dan menjelaskan tentang asuhan keperawatan
Flail Chest beserta pengaplikasiannya dalam dunia keperawatan.

13
DAFTAR PUSTAKA
Davignon K, Kwo J, Bigatello LM. 2004.Pathophysiology and management of the flail chest.
Minerva Anestesiol. 70(4):193-9. Available at:
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/15173695/

Oman, K. S., Mclain, J.K., Scheetz, L. J., 2012. Panduan Belajar Keperawatan Emergensi.
Jakarta: EGC.

Kilic D, Findikcioglu A, Akin S, Akay TH, Kupeli E, Aribogan A, Hatipoglu A. 2011.


Factors affecting morbidity and mortality in flail chest: comparison of anterior and
lateral location. Thorac Cardiovasc Surg. 59(1):45-8 DOI: 10.1055/s-0030-1250597

Lugo, W.V, Sauceda-Gastelum A, Hernández-Armas A, Garzón-Garnica F, Granados-Gómez


M., 2015. Chest Trauma: An Overview. J Anesth Crit Care Open Access 3(1): 00082.
DOI: 10.15406/jaccoa.2015.03.00082

Perera TB, King KC. 2021. Flail Chest. USA: Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534090/
Saaiq et al., 2010 Chest Trauma; Significant Source of Morbidity and Mortality. Ann. Pak.
Inst. Med. Sci. 6(3): 172-177 available at: https://apims.net/apims_old/Volumes/Vol6-
3/Chest%20Trauma-Significant%20Source%20of%20Morbidity%20and
%20Mortality.pdf
Sjamsuhidajat dan Jong, De., 2016. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Somantri, I., 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.
Jakarta: EGC

14

Anda mungkin juga menyukai