Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

MATERNITAS DENGAN TINDAKAN SECTIO CAESAREA +


HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT EMMA
KOTA MOJOKERTO

Diajukan Untuk Memenuhi Praktek Profesi Ners


Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :

Indah Zelvie Wulandari

(202003062)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES BINA SEHAT PPNI KABUPATEN MOJOKERTO
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Keperawatan Ini Diajukan Oleh :


Nama : Indah Zelvie Wulandari
NIM : 202003062
Program Studi : Profesi Ners
Judul Asuhan Keperawatan :
Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Dengan Tindakan Sectio Caesarea +
Hipertensi.
Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan maternitas.

Mojokerto, Mei 2021

Mahasiswa

Indah Zelvie Wulandari


202003062

Pembimbing Akademik Pembiming Ruangan

(Catur Prasastia LD, S.Kep,.Ns., M.Kes) ( )

Mengetahui
Kepala Ruangan

( Endahwati.,Amd.Kep )
1. Konsep Dasar Sectio Caesarea

1.1. Definisi

Sectio Caesariaialah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan diatas 500

gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh (FG, 2015).

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu

insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan

utuh serta berat janin di atas 500 gram (Nurarif, Kusuma, & Hardhi, 2015 ).

Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada

dinding uterus melalui dinding depan perut (I. Y., Irwan, Lestari, & dkk, 2016).

Jadi, sectio caesaria adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan janin

dengan cara melakukan insisi pada dinding uterus depan perut.

1.2. Jenis – Jenis Operasi Sectio Caesaria

a. Sectio Caesarea Abdomen

Sectio caesarea transperitonealis

b. Sectio Caesarea Vaginalis

Menurut arah sayatan rahim, sectio caesarea dapat dilakukan sebagai berikut :

1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut koring

2) Sayatan melintang (tranversal) menurut kerr

3) Sayatan huruf T (T-incision)

c. Sectio Caesarea Klasik (Corporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira sepanjang

10 cm, tetapi saat ini teknik ini jarang dilakukan karena memilki banyak kekurangan

namun pada kasus ini dapat dipertimbangkan.

d. Sectio Caesarea Ismika (Profunda)


Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim

(low cervical tranfersal) kira-kira sepanjang 10 cm.

1.3. Etiologi

a. Etiologi beasal dari ibu

Yaitu pada primigravidarum dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan

letak ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin/panggul), ada sejar ah

kehamilan dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, plasenta previa

terutama pada primigravida, solusio plasenta tingkat I-II, komplikasi kehamilan yaitu

preeklampsia-eklampsia, atas permintaan, kehamilan yang disertai penyakit (jantung,

DM), gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium, mioma uteri dan sebagainya.

b. Etiologi yang berasal dari janin

Fetal distress / gawat janin mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin,

prolapsus tali pusat dengan pembukaan kecil, kegagalan persalinan vakum atau

forseps ekstraksi (SDKI, 2016).


1.4. Patofisiologi dan Pathways
PATHWAYS
Indaksi dilakukan sc

Sectio Cesarea

Anastesi Luka post Operasi

Penurunan Medulla Penurunan Kerja Jaringan Terputus Jaringan Terbuka


Oblongata Pons

Merangsang area Proteksi kurang


Penurunan refleksi Penurunan Kerja
sensorik motoric
batuk Otot eliminasi
Invasi bakteri

Akumulasi sekret Penurunan Peristaltik Nyeri


Usus
Resti Infeksi

Bersihan jalan
nafas tidak efektif Konstipasi
1.5. Manifestasi Klinis
a. Plasenta previa sentralis dan lateralis (posterior)

b. Panggul sempit

c. Disporsi sefalopelvik yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan ukuran

panggul

d. Rupture uteri mengancam

e. Partus lama (prolonged labor)

f. Partus tak maju (obstructed labor)

g. Distosia serviks

h. Preeklampsia dan hipertensi

i. Malpresentasi janin

1) Letak lintang

2) Letak bokong

j. Presentasi dahi dan muka (letak defleksi)

k. Presentasi rangkap jika reposisi tidak berhasil

l. Gemeli

1.6. Penatalaksaan (Medis/Keperawatan)

a. Medis

1) Antibiotik

Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi

2) Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

- Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam

- Oral = tramadol tiap 6 jam atau paracetamol

- Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

3) Obat – obat lain


Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan

caboransia seperti neurobian I vit. C

4) Pemberian cairan

Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan

perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang

biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian

dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan

transfusi darah sesuai kebutuhan.

b. Keperawatan

1) Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu

dimulailah pemberian minuman danmakanan peroral. Pemberian minuman

dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 10 jam pasca

operasi, berupa air putih dan air teh.

2) Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap :

 Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 10 jam setelah operasi

 Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang

sedini mungkin setelah sadar

 Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit

dan diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.

 Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah

duduk (semifowler)
 Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan

belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan

sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.

3) Kateterisasi

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak

pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan

perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi

tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

4) Perawatan luka

Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan

berdarah harus dibuka dan diganti

5) Perawatan rutin

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan

darah, nadi,dan pernafasan (Manumba, 2016).

6) Edukasi

 Gurita/korset dipakai selama 3 bulan.

 Boleh hamil setelah 2-3 tahun.

 Coitus boleh dilakukan pada post operasi setelah 8 minggu.

 Jika section caesaria dilakukan karena panggul sempit maka persalinan

berikutnya section caesaria lagi (Prawirohardjo, 2017).

1.7. Pemeriksaan Penunjang

a. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra

operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.

b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi

c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah


d. Urinalisis / kultur urine

e. Pemeriksaan elektrolit (Prawirohardjo, 2017).

1.8. Komplikasi

a. Pada ibu

1) Komplikasi Periferal.

Komplikasi yang bersifat ringan seperti peningkatan suhu tubuh dan bias bersifat

peritonitis dan sepsis.

2) Perdarahan.

Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang-cabang uteri

ikut terpotong atau karena atonia uteri.

3) Komplikasi lain seperti luka pada blass, embolisme paru dan lain-lain.

4) Kurang kuatnya parut dinding uterus sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

terjadi ruptur uteri.

b. Pada anak

Seperti ibunya. nasib anak yang dilahirkan dengan section caesaria banyak

tergantung pada keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria

(Prawirohardjo, 2017).
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

2.1. Pengkajian

a. Identitas klien meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan,

alamat, identitas penanggung jawab, no RM.

b. Riwayat keperawatan

1) Keluhan utama: keluhan yang diungkapkan klien sehingga mendatangi pelayanan

kesehatan.

2) Keluhan saat dikaji: keluhan yang diungkapkan klien saat dilakukan pengkajian.

c. Riwayat obstetric

1) Riwayat menstruasi

2) Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

3) Genogram

4) Post partum sekaran

5) Kesanggupan dan pengetahuan dalam merawat bayi

6) Riwayat lingkungan meliputi kebersihan dan bahaya yang terdapat di lingkungan

tempat tinggal klien.

7) Aspek psikososial meliputi persepsi ibu setelah bersalin, perubahan kehidupan

sehari-hari, orang terpenting bagi ibu, sikap anggota keluarga terhadap keadaan

saat ini dan kesiapan mental menjadi ibu.

d. Kebutuhan dasar khusus meliputi pola nutrisi, pola eliminasi, pola personal hygiene,

pola istirahat tidur, pola aktivitas dan latihan, pola kebiasaan yang mempengaruhi

kesehatan

e. Pemeriksaan fisik meliputi keadaan umum, kesadaran, tanda-tanda vital, dan

pengkajian head to toe meliputi:

1) Kepala dan rambut: kaji kebersihan,distribusi dan adanya lesi


2) Mata: kaji kelopakmata, gerakan, konjungtiva dan sclera klien

3) Hidung: kaji kesulitan pernafasan, nafas cuping hidung dan reaksi alergi

4) Mulut dan tenggorokan: kaji mukosa bibir, kebersihan gigi, mulut dan tonsil

5) Telinga: kaji adanya lesi ataupun nyeri tekan

6) Leher: kaji ada tidaknya pembesaran kelenjar tiroid dan limfe serta bendungan

vena jugularis

7) Dada dan axila: kaji kesimetrisan, mammae membesar atau tidak, papilla

menonjol atau tidak, adanya hiperpigmentasi, dan pengeluaran ASI

8) Pernafasan: kaji jalan nafas, suara nafas serta ada atau tidaknya otot bantu

pernafasan

9) Sirkulasi jantung: kaji irama dan kelainan bunyi jantung

10) Abdomen: kaji bentuk abdomen, adanya linea dan stria e, luka bekas operasi,

tanda-tanda infeksi, ukur TFU, kontraksi bagus atau tidak, turgor kulit, nyeritekan

pada abdomen, kebersihan, distensi kandung kemih.

11) Genito urinary: kaji adanya ruftur dan efisiotomy, edema, keadaan genitalia,

warna dan bau lochea

12) Ekstremitas: kaji adanya oedema, kelemahan otot, turgor kulit dan adanya varises

2.2. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Rasa nyaman nyeri b/d Luka bekas operasi pada abdomen

2. Gangguan mobilitas fisik b/d nyeri pada abdomen post op SC

3. Resiko infeksi b/d luka insisi operasi

4. Kurang pengetahuan cara perawatan luka post sc b/d kurangnya informasi


4.3. Intervensi

No Diagnosa kep Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1. Resiko infeksi Setelah dilakukan SIKI 1.14539
berhubungan keperawatan selama 2 x 24
Pencegahan Infeksi
dengan luka insisi jam diharapkan
Observasi
post op resiko infeksi tidak terjadi
dengan Kriteria: 1. Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan iskemik
1. Luka kering tidak
basah
Terapeutik
2. Tidak nampak
kemerahan pada 1. Berikan perwatan pada luka
luka post op
2. Cuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan
pasien
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejalan
infeksi
2. Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka
3. Ajarkan ,eningkatkan asupan
nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tim medis

4.4. Implementasi

Implementasi proses keperawatan merupakan rangkaian aktivitas keperawatan dari

hari ke hari yang harus dilakukan dan didokumentasikan dengan cermat. Perawat

melakukan pengawasan terhadap efektivitas intervensi yang dilakukan, bersamaan pula

dengan menilai perkembangan pasien terhadap pencapaian tujuan atau hasil yang

diharapkan. Pada tahap ini, perawat harus melaksanakan tindakan keperawatan yang ada
dalam rencana keperawatan dan langsung mencatatnya dalam format tindakan

keperawatan (Dinarti, 2013).

4.5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan merupakan fase akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluai struktur,
proses dan hasil.Evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik
selama program berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai