Anda di halaman 1dari 19

KEUNTUNGAN, RESIKO, DAN PERLINDUNGAN HUKUM

INVESTASI SAHAM, EMAS, DAN CRYPTOCURRECY

MATA KULIAH PASAR KEUANGAN

Dosen Pengampu:

Drs. Syahyunan, M.Si

Oleh:

Salimah Angkat (19050287)

Lamtiar Natalina (190502089)

Fahruji Hasibuan (190502127)

PROGRAM STUDI S-1 MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2021
A. Keuntungan dan Resiko Investasi Saham, Emas, dan Cryptocurrency

Berdasarkan Gambar 4.1, return bulanan yang diberikan bitcoin sangat fluktuatif
dibandingkan dengan saham dan emas. Rincian berdasarkan Gambar 4.1, yaitu:

1. Return bulanan rata-rata bitcoin sebesar 6,28 persen selama periode


penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan bitcoin
tertinggi sebesar 65,2 persen yang terjadi pada bulan Agustus 2017,
sedangkan return terendah (loss) sebesar -36,59 persen yang terjadi pada
bulan November 2018.
2. Return bulanan rata-rata saham sebesar 0,31 persen selama periode
penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan saham
tertinggi sebesar 8,79 persen yang terjadi pada bulan Desember 2017,
sedangkan return terendah (loss) sebesar -9,62 persen yang terjadi pada
bulan April 2015.
3. Return bulanan rata-rata emas sebesar 0,18 persen selama periode
penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan emas tertinggi
sebesar 9,93

i
Berdasarkan Gambar 4.1, return bulanan yang diberikan bitcoin sangat fluktuatif
dibandingkan dengan saham dan emas. Rincian berdasarkan Gambar 4.1, yaitu:

1. Return bulanan rata-rata bitcoin sebesar 6,28 persen selama periode


penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan bitcoin
tertinggi sebesar 65,2 persen yang terjadi pada bulan Agustus 2017,
sedangkan return terendah (loss) sebesar -36,59 persen yang terjadi pada
bulan November 2018.
2. Return bulanan rata-rata saham sebesar 0,31 persen selama periode
penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan saham
tertinggi sebesar 8,79 persen yang terjadi pada bulan Desember 2017,
sedangkan return terendah (loss) sebesar -9,62 persen yang terjadi pada
bulan April 2015.
3. Return bulanan rata-rata emas sebesar 0,18 persen selama periode
penelitian Agustus 2014 – Desember 2019. Return bulanan emas tertinggi
sebesar 9,93.

Berdasarkan Tabel 4.1, distribusi frekuensi return bulanan dari masing-masing


instrumen, yaitu:

1. Bitcoin memberikan return negatif (loss) sebanyak 30 kali, return antara


0,1 – 0,25 persen sebanyak 22 kali, return antara 26 – 50 persen sebanyak
9 kali, dan return antara 51 – 75 persen sebanyak 4 kali.
2. Saham memberikan return negatif (loss) sebanyak 26 kali dan return
antara 0,1 – 25 persen sebanyak 39 kali.
3. Emas memberikan return negatif (loss) sebanyak 32 kali dan return antara
0,1 – 25 persen sebanyak 33 kali.

Saham lebih banyak memberikan return positif terbanyak, yaitu 39 kali kemudian
disusul oleh bitcoin sebanyak 35 kali dan emas sebanyak 33 kali. Emas memberikan
return bulanan negatif terbanyak, yaitu sebanyak 32 kali kemudian disusul oleh bitcoin
sebanyak 30 kali dan saham sebanyak 26 kali. Dari ketiga instrumen investasi tersebut,
hanya bitcoin yang memberikan return bulanan di atas 26 persen sebanyak 13 kali.

Berdasarkan Gambar 4.2, nilai risiko (standar deviasi) dari investasi bitcoin
sangat tinggi dibandingkan dengan saham dan emas. Hal ini terlihat dari posisi garis
risiko bitcoin yang berada di atas saham dan emas. Rincian pada grafik tersebut, yaitu:

1. Nilai risiko rata-rata bitcoin sebesar 0,0356 selama periode penelitian


Agustus 2014 – Desember 2019. Nilai risiko bitcoin tertinggi sebesar
0,0868 yang terjadi pada bulan Desember 2017, sedangkan nilai risiko
terendah, yaitu 0,0101 yang terjadi pada bulan Agustus 2016.
2. Nilai risiko rata-rata saham sebesar 0.0106 selama periode penelitian
Agustus 2014 – Desember 2019. Nilai risiko saham tertinggi sebesar
0,0254 yang terjadi pada bulan Agustus 2015, sedangkan nilai risiko
terendah, yaitu 0,0048 yang terjadi pada bulan September 2017.
3. Nilai risiko rata-rata emas sebesar 0,0118 selama periode penelitian
Agustus 2014 – Desember 2019. Nilai risiko emas tertinggi sebesar 0,0268
yang terjadi pada bulan Januari 2015, sedangkan nilai risiko terendah,
yaitu 0,0049 yang terjadi pada bulan Desember 2019.

Berdasarkan Tabel 4.2, distribusi frekuensi risiko bulanan dari masingmasing


instrumen, yaitu:

1. Bitcoin memiliki frekuensi nilai risiko paling banyak pada kelompok data
> 0,02 – 0,04, yaitu sebanyak 29 kali dan paling sedikit pada kelompok
data > 0,08 – 0,01, yaitu sebanyak 1 kali.
2. Saham memiliki frekuensi nilai risiko paling banyak pada kelompok data
> 0,01 – 0,02, yaitu sebanyak 63 kali dan paling sedikit pada kelompok
data > 0,02 – 0,04, yaitu sebanyak 2 kali.
3. Saham memiliki frekuensi nilai risiko paling banyak pada kelompok data
> 0,01 – 0,02, yaitu sebanyak 61 kali dan paling sedikit pada kelompok
data > 0,02 – 0,04, yaitu sebanyak 4 kali.

Bila dilihat secara keseluruhan, bitcoin memiliki nilai risiko (penyimpangan) dari
setiap kelompok data. Saham dan emas cenderung memiliki nilai risiko yang sangat
rendah dan tidak pernah mencapai nilai dari kelompok data pada rentang > 0,04. Saham
hanya mencapai nilai risiko pada kelompok data > 0,02 - 0,04 sebanyak 2 kali dan emas
menapai nilai risiko pada kelompok data > 0,02 - 0,04 sebanyak 4 kali.

B. Perlindungan Hukum Investasi Saham, Emas, dan Cryptocurrency


1. Perlindungan Hukum Investasi Saham
Ada beberapa perlindungan hukum untuk investor saham yaitu sebagai
berikut:
a. Perlindungan hukum bagi investor saham menurut Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
Dalam pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Pasar Modal
dinyatakan bahwa “Pembinaan, pengaturan, pengawasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan oleh Bapepam dengan tujuan
mewujudkan terciptanya kegiatan Pasar Modal yang teratur, wajar, dan
efisien serta melindungi kepentingan pemodal dan masyarakat.”
Rezim Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
(selanjutnya disebut UUPM) menentukan dan mengatur bahwa otoritas
yang berwenang atas pasar modal adalah Bapepam-LK. Otoritas ini
berada dibawah Kementerian Keuangan untuk membina, mengatur,
dan mengawasi pasar modal. Dalam kegiatannya, Bapepam-LK berada
di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.
Bapepam-LK lah yang memiliki wewenang untuk melaksanakan
perlindungan hukum pasar modal yang bersifat preventif dan represif.
Dalam menjalankan fungsinya, Bapepam-LK memiliki wewenang
berupa:
 Memberi izin usaha kepada Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, Reksa
Dana, Perusahaan Efek, Penasihat Investasi, dan Biro
Administrasi Efek; memberi izin kepada orang perseorangan
bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang
Efek, dan Wakil Manajer Investasi; dan memberi persetujuan
bagi Bank Kustodian;
 Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan
Wali Amanat;
 Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan dan
memberhentikan untuk sementara waktu komisaris dan atau
direktur serta menunjuk manajemen sementara Bursa Efek,
Lembaga Kliring dan Penjaminan, serta Lembaga
Penyimpanan dan Penyelesaian sampai dengan dipilihnya
komisaris dan atau direktur yang baru;
 Menetapkan persyaratan dan tata cara Pernyataan Pendaftaran
serta menyatakan, menunda, atau membatalkan efektifnya
Pernyataan Pendaftaran;
 Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap setiap
Pihak dalam hal terjadi peristiwa yang diduga merupakan
pelanggaran terhadap undang- undang ini dan atau peraturan
pelaksanaannya;
 Mewajibkan setiap Pihak untuk menghentikan atau
memperbaiki iklan atau promosi yang berhubungan dengan
kegiatan di Pasar Modal; atau mengambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk mengatasi akibat yang timbul dari iklan
atau promosi yang dimaksud;
 Melakukan pemeriksaan terhadap setiap Emiten atau
Perusahaan Publik yang telah atau diwajibkan menyampaikan
Pernyataan Pendaftaran kepada Bapepam; atau Pihak yang
dipersyaratkan memiliki izin usaha, izin orang perseorangan,
persetujuan, pendaftaran profesi berdasarkan undang-undang
ini;
 Menunjuk pihak lain untuk melakukan pemeriksaan tertentu
dalam rangka pelaksanaan wewenang Bapepam sebagaimana
dimaksud dalam huruf g;
 Mengumumkan hasil pemeriksaan;
 Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu Efek pada
Bursa Efek atau menghentikan Transaksi Bursa atas Efek
tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi
kepentingan pemodal;
 Menghentikan kegiatan perdagangan Bursa Efek untuk jangka
waktu tertentu dalam hal keadaan darurat;
 Memeriksa keberatan yang diajukan oleh Pihak yang
dikenakan sanksi oleh Bursa Efek, Lembaga Kliring dan
Penjaminan, atau Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian
serta memberikan keputusan membatalkan atau menguatkan
pengenaan sanksi dimaksud;
 Menetapkan biaya perizinan, persetujuan, pendaftaran,
pemeriksaan, dan penelitian serta biaya lain dalam rangka
kegiatan Pasar Modal;
 Melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencegah kerugian
masyarakat sebagia akibat pelanggaran atas ketentuan di
bidang kegiatan Pasar Modal;
 Memberikan penjelasan lebih lanjut yang bersifat teknis atas
undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya;
 Menetapkan instrumen lain sebagai efek, selain yang telah
ditentukan dalam Pasal 1 angka 5; dan
 Melakukan hal-hal lain yang diberikan berdasarkan undang-
undang ini.
Untuk melindungi investor maka pihak emiten yang akan menjual
efek dalam Penawaran Umum harus memberikan kesempatan kepada
investor untuk membaca prospektus berkenaan dengan efek yang
diterbitkan, sebelum pemesanan ataupun pada saat pemesanan
dilakukan. Pada akhirnya setelah Bapepam-LK memperhatikan
kelengkapan dan kejelasan dokumen emiten untuk melakukan
Penawaran Umum demi memenuhi prinsip keterbukaan pasar modal.
Hal ini penting mengingat prospektus atas efek merupakan pintu awal
dan waktu untuk mempertimbangkan bagi investor apakah akan
memutuskan membeli atau tidak atas suatu efek.
Tindakan pencegahan selanjutnya yang dilakukan oleh Bapepam-LK
adalah mengatur bahwa prospektus efek dilarang memuat konten
menyesatkan atau keterangan yang tidak benar tentang Fakta
Material19 atau menyajikan informasi tentang kelebihan dan
kekurangan efek yang ditawarkan. Dalam praktiknya Bapepam-LK
membuat standar penyusunan prospektus atas efek yang akan
ditawarkan. Tindakan perlindungan ini dimulai pada saat Bapepam-
LK memberikan izin terhadap SRO, Reksadana, perusahaan efek,
maupun profesi-profesi penunjang untuk berkegiatan di pasar modal.
b. Perlindungan hukum bagi investor menurut Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
Perlindungan konsumen dalam pasar modal selanjutnya akan disebut
sebagai perlindungan investor pasar modal karena konsumen dalam
sektor pasar modal adalah pemodal atau investor. Maka dari itu, aspek
perlindungan terhadap investor pasar modal menjadi kewenangan
OJK. Perihal perlindungan konsumen tercantum dalam Pasal 28, Pasal
29, dan Pasal 30 UU OJK yang merupakan ketentuan-ketentuan yang
mengatur secara eksplisit perihal perlindungan konsumen dan
masyarakat atas industri jasa keuangan.
Bentuk perlindungan hukum yang dilakukan OJK terhadap konsumen
bersifat pencegahan atau preventif dan pemberian sanksi atau represif,
mengingat bahwa tugas OJK adalah menjalankan fungsi pengaturan
dan pengawasan sektor jasa keuangan. Pasal 28 UU OJK memberikan
perlindungan hukum bersifat pencegahan kerugian konsumen dan
masyarakat yang dilakukan oleh OJK adalah:
 Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat atas
karakteristik sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya;
 Meminta Lembaga Jasa Keuangan untuk menghentikan
kegiatannya apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan
masyarakat; dan
 Tindakan lain yang dianggap perlu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.

Khusus Pasal 29 UU OJK menyatakan, bahwa OJK melakukan


pelayanan pengaduan Konsumen yang meliputi;

 Menyiapkan perangkat yang memadai untuk pelayanan


pengaduan Konsumen yang dirugikan oleh pelaku di Lembaga
Jasa Keuangan;
 Membuat mekanisme pengaduan Konsumen yang dirugikan
oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan;
 Memfasilitasi penyelesaian pengaduan Konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
Bentuk perlindungan hukum lainnya yang bersifat represif adalah jika
terjadi sengketa antara konsumen dengan perusahaan industri jasa
keuangan, maka OJK berwenang melakukan pembelaan hukum demi
kepentingan konsumen dan masyarakat. Pembelaan hukum tersebut
meliputi memerintahkan perusahaan jasa keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan yang dilakukan oleh konsumen yang
merasa dirugikan melalui cara;
 Memerintahkan atau melakukan tindakan tertentu kepada
Lembaga Jasa Keuangan untuk menyelesaikan pengaduan
konsumen yang dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud;
 Mengajukan gugatan untuk memperoleh kembali harta
kekayaan milik pihak yang dirugikan dari pihak yang
menyebabkan kerugian, baik yang berada di bawah
penguasaan pihak yang menyebabkan kerugian dimaksud
maupun di bawah penguasaan pihak lain dengan itikad tidak
baik; dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari pihak
yang menyebabkan kerugian pada konsumen dan/atau
Lembaga Jasa Keuangan sebagai akibat dari pelanggaran atas
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.
c. Perlindungan hukum bagi investor yang mengalami gangguan
sistem transaksi di Bursa Efek Indonesia
Bursa sebagai fasilitator kegiatan transaksi perdagangan efek adalah
pihak yang menyediakan sarana dan prasaran untuk menjalankan
kegiatan pasar modal. Berdasarkan kasus gangguan sistem remote
trading yang terjadi di bursa, penulis mengidentifikasikan terjadinya
pelanggaran aspek perlindungan konsumen. Pelanggaran tersebut
berupa kelalaian pihak bursa dalam mengantisipasi terjadinya
kerusakan sistem remote trading dengan sistem cadangan atau DRC.
Permasalahan ini juga berakar dari tidak adanya aturan hukum dari
otoritas bursa yang mewajibkan seluruh anggota bursa terdaftar atau
terhubung dengan DRC tersebut, sehingga ketika terjadi gangguan
maka anggota bursa tersebut tidak dapat melakukan transaksi.
Gangguan bagi anggota bursa yang telah terdaftar pada back up system
adalah lambatnya koneksi ke sistem tersebut.
BEI mengklaim bahwa sistem remote trading yang digunakan adalah
sistem termodern yang memenuhi standar untuk kegiatan bursa. Akan
tetapi masih terjadi gangguan sistem tersebut dan pihak BEI tidak
memberikan informasi mengenai kejelasan atas gangguan sistem
tersebut. Menurut Budi Wibowo, analisis e-Trading Securities,
gangguan sistem perdagangan ikut merusak analisis teknikal yaitu
membuat beberapa saham tidak terbaca. Padahal dalam pasal 4 UUPK,
konsumen barang maupun jasa berhak atas informasi yang benar, jelas,
dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa yang digunakan.
Artinya, pihak investor berhak atas kejelasan dari penyebab gangguan
sistem remote trading tersebut yang menyebabkan terhambatnya
transaksi jual beli efek.
Jika dilihat dari gambaran kasus diatas, maka sebenarnya menurut
penulis gangguan tersebut merupakan gangguan dalam perangkat
keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Gangguan ini
termasuk dalam force majeure sebagaimana tercantum dalam
Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Surabaya No. Keputusan
SK007/LGL/BES/VIII/2006 tentang Peraturan Perdagangan Efek
Bersifat Utang No. II.F tentang Ketentuan Umum Perdagangan Efek
Bersifat Utang di Bursa. Force majeure diartikan sebagai peristiwa
atau keadaan yang terjadi karena di luar kehendak dan kemampuan
bursa dan atau KPEI dan atau KSEI yang mengakibatkan sistem
perdagangan dan atau sistem kliring dan penyelesaian transaksi tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan atau terhentinya
perdagangan di bursa atau terjadi peristiwa dan atau keadaan mana
termasuk tetapi tidak terbatas pada perang, baik yang dinyatakan
secara resmi maupun tidak resmi, pemberontakan, kebakaran, banjir,
gempa bumi, huru hara, sabotase, pemogokan, kegagalan teknis (baik
perangkat keras dan atau perangkat lunak Bursa dan atau KPEI dan
atau KSEI dan peristiwa dan atau keadaan yang sejenis
2. Perlindungan Hukum Investasi Emas
Emas adalah suatu material yang lunak, bersinar dan berwarna kuning
metal, sebagai suatu unsur emas tidak bisa mengalami korosi atau tidak
bisa berkarat baik oleh oksigen maupun unsure kimia lain. Dalam ilmu
kimia, emas mendapatkan symbol Au (aurum) dengan angka kimia 79.
Emas adalah logam yang mudah dibentuk tanpa merusak unsure metal dan
kimiawinya. Pada masa awal peradabanpun, nilai emas yang tinggi telah
dikenal, sehingga emas dimanfaatkan sebagai perhiasan dan alat bayar.
Emas juga merupakan symbol kekayaan, kemakmuran, kecantikan dan
tingginya budaya pada hampir semua kebudayaan di dunia ini. Pada abad
modern emas juga dimanfaatkan sebagai bagian dari industry berbasis
teknologi, karena sifatnya yang tidak bisa berkarat dan mudah dibentuk
maka emas dimanfaatkan pada teknologi modern di bidang antariksa,
kesehatan dan teknologi nano. (Wang n.d.)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan apabila akan melakukan investasi
pada emas:
a. Jenis emas yang akan dibeli, dapat berupa emas perhiasan, koin, emas
batangan
b. Emas tidak akan memberikan pendapatan
c. Manfaat lindung nilai
d. Risiko investasi kecil
e. Likuiditas tinggi karena mudah dicairkan atau dijual kembali
f. Secara pajak investasi di emas murah karena tidak kena pajak
g. Kenyamanan karena berinvestasi pada emas relative mudah dan dalam
jumlah yang bebas ditentukan sendiri oleh investor.(Sazonov 2013)
Perlindungan Konsumen terkait perindungan konsumen atau investor
memiliki beberapa macam target tertentu diantaranya ialah:
a. Untuk Rencana Jangka Pendek :
 Pelaksanaan Program edukasi dan sosialisasi secara massif dan
komperhensif
 Melakukan survey literasi keuangan untuk mengukur tingkat
literasi masyarakat Indonesia.
 Membentuk layanan konsumen keuangan terintegrasi atau
Integrated Financial Customer Care (FCC) OJK.
 Mengeluarkan kebijakan perlindungan konsumen untuk
seluruh sektor keuangan.
 Melaksanakan market intelligent untuk mengetahui kondisi
layanan konsumen oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK),
sebagai sarana untuk penyempurnaan kebijakan di bidang
perlindungan konsumen.
 Persiapan pengalihan fungsi perlindungan konsumen
perbankan khususnya mediasi perbankan, dari BI ke OJK pada
akhir tahun 2013.
b. Untuk Rencana Jangka Menengah dan Panjang : Untuk jangka
menengah OJK memiliki target yaitu melaksanakan pembentukan dan
oprasionalisasi lembaga penyelsaian sengketa di sektor keuangan, serta
melakukan pengawasan market conduct. Sementara untuk target
jangka panjang OJK terhadap program perlindungan konsumen ialah :
 Meningkatnya literasi keuangan masyarakat Indonesia, sesuai
dengan baseline hasil survey literasi keuangan yang akan
diselesaikan pada awal semester II tahun 2013. Program ini
bertujuan untuk menegukur tingkat literasi masyarakat
Indonesia. Survey tersebut nantinya akan digunakan sebagai
bahan guna mengevaluasi evektivitas pelaksanaan edukasi dan
sosialisasi dan juga sebagai sarana bagi LJK untuk
merumuskan produk dan strategi pemasaran yang lebih sesuai
dengan tingkat literasi masyarakat Indonesia;
 Terlayaninya konsumen dan masyarakat oleh FCC terintegrasi
yang handal dan dapat diandalkan;
 Menurunnya tingkat sengketa antara nasabah dan LJK ;
 Menjadi leader dalam pelaksanaan edukasi dan perlindungan
konsumen.
3. Perlindungan Hukum Investasi Cryptocurrency
Di Indonesia, mata uang kripto sudah tidak diakui sebagai alat
pembayaran yang sah sejak diundangkannya Peraturan Bank Indonesia
yang melarang penyelenggaraan sistem alat pembayaran yang
menggunakan cryptocurrency. Peraturan tersebut antara lain PBI
11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik, PBI 18/40/PBI/2016 tentang
Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, PBI 19/12/PBI/2017
tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, yang melarang penggunaan
virtual currency dimana pengertian virtual currency ini mencakup uang
digital yang diterbitkan oleh pihak selain otoritas moneter yang diperoleh
dengan cara mining, pembelian, atau transfer pemberian (reward) antara
lain Bitcoin, BlackCoin, Dash, Dogecoin, Litecoin, Namecoin, Nxt,
Peercoin, Primecoin, Ripple, Ven, dan lain-lain. Tidak hanya itu,
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2011 tentang Mata Uang,
serta Peraturan Bank Indonesia nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban
Penggunaan Rupiah, dimana mata uang yang diterima sebagai alat
pembayaran di Indonesia hanya mata uang Rupiah.
Perlindungan hukum secara preventif dalam transaksi aset kripto terdapat
dalam Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi
Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar
Fisik Aset Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka, bentuk perlindungan
hukum tersebut antara lain:
a. Pasal 2, dimana Perdagangan Aset Kripto dalam Bursa Berjangka
harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik
seperti mengedepankan kepentingan anggota bursa berjangka dalam
memperoleh harga yang transparan serta menjamin perlindungan
terhadap Pelanggan Aset Kripto.
b. Pasal 3, aset kripto yang akan diperdagangkan telah dilakukan
penilaian resikonya termasuk resiko money laundering dan pendanaan
terorisme serta proliferasi senjata pemusnah massal. Selain itu, demi
mencegah masuknya uang hasil tindak kejahatan atau money
laundering ke dalam industri perdagangan berjangka komoditi (PBK),
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti),
Kementerian Perdagangan mengeluarkan Beleid Peraturan Kepala
(Perka) Bappebti Nomor 2 Tahun 2016 tentang Prinsip Mengenal
Nasabah oleh Pialang Berjangka yang dikenal sebagai prinsip Know
Your Customer (KYC).
Maka dari peraturan tersebut para pelaku industri perdagangan berjangka
komoditi (PBK) diharapkan menerapkan prinsip kehati-hatian (prudent)
terhadap nasabah (investor) sesuai dengan prinsip Customer Due
Dilligence (CDD). Selain Peraturan Bappebti, Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik juga memberikan
perlindungan hukum secara ex-ante yakni pada Pasal 9, setiap pelaku
usaha yang menawarkan produk melalui sistem elektronik harus
menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat
kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan. Selain itu, perlindungan
hukum secara preventif juga diatur dalam BW mengenai wanprestasi dan
perbuatan melanggar hukum agar pihak-pihak yang akan membuat
perjanjian dapat menghindari hal-hal yang dilarang dalam BW.
Perlindungan hukum secara represif adalah perlindungan hukum yang
diberikan setelah terjadinya suatu sengketa. Tujuannya adalah untuk
menyelesaikan suatu sengketa hukum yang terjadi. Perlindungan ini juga
disebut sebagai perlindungan hukum ex-post yang merupakan
perlindungan akhir berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman
tambahan yang diberikan apabila sudah terjadi sengketa atau telah
dilakukan suatu pelanggaran.
Upaya hukum yang dapat ditempuh bila tidak terbentuk penyelesaian
perselisihan dapat ditempuh melalui jalur litigasi dan non-litigasi:
a. Litigasi
Dalam upaya hukum melalui jalur pengadilan terkait penipuan yang
terjadi pada transaksi aset kripto, sengketa dapat diproses secara
pidana maupun perdata. Sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan
dalam Cyber Crime yang mengakibatkan kerugian kepada pelanggan
aset kripto atau Investor dalam pasar fisik aset kripto seperti pencurian
sejumlah aset kripto dari wallet seseorang sampai penipuan yang
menjebak investor untuk melakukan transfer pada alamat wallet pelaku
penipuan. Tindak pidana tersebut dikenakan sanksi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Dan
Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) yaitu pada Pasal 45
yang mengatur ketentuan pidana dan menjatuhkan hukuman kurungan
penjara dan denda.Tindak kriminal dalam transaksi aset kripto terdapat
dua jenis yaitu:
 Hacking
Hacking atau peretasan bertujuan untuk mengambil data-data
tertentu yang dimiliki target dan ada pula peretasan yang
bertujuan menghancurkan data atau sistem tertentu sehingga
berdampak seperti kerusakan digital.43 Pelaku tindak pidana
hacking dapat dikenakan Pasal 30 ayat 1 Pasal 46 UU ITE.
 Scam
Penipuan online atau scam berarti menggunakan layanan
internet atau software dengan akses internet untuk menipu atau
mengambil keuntungan dari korban, misalnya dengan mencuri
informasi personal, yang bisa memicu pencurian identitas.
Berdasarkan UU ITE, penipuan online yakni elaku dengan
sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam
Transaksi Elektronik. Maka dapat dikenakan pasal 28 ayat 1 jo
Pasal 45A UU ITE, serta Pasal 378 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP)
Penyelesaian sengketa secara perdata melalui peradilan diatur dalam
pasal 38 dan 39 UU ITE serta pasal 23 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, dimana kepada pihak
yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata yang disebabkan
oleh Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yaitu penipuan atau bedrog
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 1328 BW, penipuan tidak boleh
sekedar dipersangkakan, melainkan harus dibuktikan. Untuk
berhasilnya dalil penipuan disyaratkan bahwa gambaran yang keliru
itu ditimbulkan oleh rangkaian tipu daya (kunstgrepen).
Pembuktian mengenai adanya rangkaian kebohongan atau tipu
muslihat tentunya akan lebih maksimal apabila diproses dalam
pengadilan pidana, dari pada melalui pengadilan perdata. Hal ini
sejalan dengan salah satu asas pembuktian yang berbunyi “Siapa yang
mendalilkan sesuatu wajib membuktikannya” (Affirmanti Incumbit
Probate), sebagaimana diatur dalam Pasal 1865 BW.
b. Non-Litigasi
Jalur penyelesaian sengketa non-litigasi adalah penyelesaian sengketa
di luar pengadilan dan biasa disebut sebagai Alternative Dispute
Resolution (ADR) atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS). Dalam
jalur hukum non-litigasi dikenal adanya arbitrase yakni penyelesaian
atau pemutusan sengketa oleh seorang hakim atau para hakim
berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan tunduk pada atau
menta’ati keputusan yang diberikan oleh hakim atau para hakim yang
mereka pilih atau tunjuk tersebut.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 1 Angka 1,
arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar
pengadilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang
dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. Peraturan
Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun
2019 selanjutnya disebut sebagai Peraturan Bappebti No. 5 Tahun
2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset
Kripto (Crypto Asset) Di Bursa Berjangka mengatur upaya hukum
melalui jalur non-litigasi yang dapat ditempuh bagi pihak yang merasa
dirugikan.
Upaya hukum ini adalah dengan cara menyelesaikan sengketa tersebut
melalui Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (BAKTI).
BAKTI mengkhususkan diri pada sengketa perdata yang berkenaan
dengan Perdagangan Berjangka Komoditi, Sistem Resi Gudang dan/
atau transaksi-transaksi lain yang diatur Badan Pengawas Perdagangan
Berjangka Komoditi (Bappebti).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa BAKTI
adalah pengadilan swasta khusus untuk bidang komoditi. Selain itu,
proses penyelesaian sengketa dalam transaksi aset kripto dapat
diselesaikan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK)
dimana berdasarkan Pasal 52 Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melaksanakan
penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara
melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi.
Terkait dengan perlindungan hukum terhadap kerugian yang dialami
oleh konsumen (Investor) dalam transaksi aset kripto yang disebabkan
oleh penipuan pelaku usaha yang menjual aset kripto dapat
mengajukan gugatan penyelesaian sengketa kepada BPSK dimana
putusan BPSK bersifat final dan mengikat.

Anda mungkin juga menyukai