Anda di halaman 1dari 14

PERSONAL PENDIDIKAN ISLAM

Nama : Diana Astia


Nim : 1830208031
A. Pendahuluan
B. Pendidik dalam perspektif pendidikan Islam
1. Konsep pendidik
2. Tugas pendidik
3. Kompentensi pendidik
C. proses belajar mengajar dalam pendidikan Islam
D. Evaluasi dalam pendidikan Islam
1. Prinsip-prinsip evaluasi dalam pendidikan Agama Islam
2. Fungsi evaluasi dalam pendidikan Agama Islam
E. kesimpulan
F. Taman bacaan
I. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu proses generasi muda untuk dapat
menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih efektif
dan efisien. Pendidikan lebih daripada pengajaran, karena pengajaran sebagai
suatu proses transfer ilmu belaka, sedang pendidikan merupakan transformasi
nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya.
Perbedaan pendidikan dan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan
terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping
transfer ilmu dan keahlian.
Pengertian pendidikan secara umum yang dihubungkan dengan Islam
sebagai suatu sistem keagamaan menimbulkan pengertian-pengertian baru,
yang menjelaskan karakteristik-karakteristik yang dimilikinya.
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang sentral dalam pendidikan.
Sebab tanpa perumusan yang jelas tentang tujuan pendidikan, perbuatan
menjadi tanpa arah, bahkan salah langkah dan tidak sesuai dengan harapan.
Demikian juga dengan pendidikan Islam yang berusaha untuk membentuk

1
pribadi manusia melalui proses yang panjang dengan suatu tujuan pendidikan
yang jelas dan direncanakan.
Namun, tidak semua tujuan yang telah direncanakan tersebut berjalan
mulus tanpa sandungan sedikitpun. Permasalahan seringkali muncul yang
berkaitan dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu ketika output pendidikan yang
dihasilkan tidak sesuai dengan tujuan tersebut. Berdasarkan masalah tersebut di
atas, telah ditemukan kasus-kasus seperti korupsi, pelecehan seksual, kekerasan
dalam rumah tangga dan lain sebagainya yang dilakukan oleh seorang yang
telah mengenyam sebuah pendidikan Islam. Kejadian ini dapat diidentifikasi
sebagai kurangnya pemahaman tentang  hakekat tujuan pendidikan Islam
dalam pribadi orang tersebut.
II. Pendidik dalam Pendidikan Islam
Setiap etimologis, istilah pendidik dalam konteks pendidikan islam sering
disebut dengan istilah murabbi, mu’allim, muaddib. Disamping istilah
tersebut, pendidik juga sering diistilahkan dengan menyebut gelarnya, al-
Ustadz atau al-Syekh (Muhaimin dan Mujib, 1993). Menurut para ahli bahasa,
kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi, yang berarti membimbing,
mengurus, mengasuh, dan mendidik. Kata mu’allim merupakan bentuk isim
fa’il dari ‘allama, yu’allimu, yang biasa diterjemahkan “mengajar” atau
“mengajarkan”. Adapun ditemukan dalam firman Allah sebagai berikut:
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama- nama (benda) semuanya,
kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman,
“Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!” (QS.
al-Baqarah: 31).
Sementara istilah muaddib berasal dari akar kata addaba, yuadaibu, yang
biasa diartikan “mendidik”. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam sabda
Rasulullah SAW: “Addabani Rabbi fa Ahsana Ta’diibi” (Allah telah
mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik- baik pendidikan).
Dalam konsep islam, pendidik memiliki peran yang sangat penting. Selain
sebagai pengajar, ia juga menjadi bapak rohani (spiritual father) yang
memberikan nasihat- nasihat yang baik (mau’idhah hasanah) kepada anak

2
didiknya. Oleh karena itu, pendidik dalam islam mempunyai kedudukan yang
sangat tinggi, sebagaimana yang dilukiskan dalam hadist Nabi Muhammad
SAW bahwa: “Tinta seorang ilmuwan (ulama) lebih berharga ketimbang
darah para syuhada”.
Dalam pengertian yang lebih luas, pendidik dalam islam adalah setiap
orang dewasa, yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas
pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan yang menyerahkan tanggung
jawab dan amanat pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik juga
mendapatkan legitimasi agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan
amanat adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat
yang lekat pada setiap orang karena tanggung jawabnya atas
pendidikan(Gunawan.2014).
a. Konsep Pendidik
Pendidik terbagi dua, yaitu :
1) Pendidik Kodrat
Orang dewasa yang mempunyai tanggung jawab utama terhadap
anak adalah orang tuanya. Orang tua disebut pendidik kodrat karena
mereka mempunyai hubungan darah dengan anak. Orang tua harus
menerima, mencintai, mendorong dan membantu anak aktif dalam
kehidupan bersama (kekerabatan) agar anak memiliki nilai hidup,
jasmani, nilai keindahan, nilai kebenaran, nilai moral, nilai keagamaan
dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut sebagai perwujudan dan
peran mereka sebagai pendidik.
Orang tua sebagai pendidik kodrat menerima amanah dan tugas
mendidik langsung dari Allah Maha Pendidik. Dalam surat At-Tahrim
(66) ayat 6 yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak
mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”

3
Al-Maraghi mengemukakan bahwa memelihara dan menyelamatkan
keluarga dari siksaan neraka dapat dilakukan dengan cara menasehati,
mengajar dan mendidik mereka. Dengan cara demikian, mudah-
mudahan mereka menaati Allah dengan melaksanakan segala perintah-
Nya dan meninggalkan segala yang dilarang-Nya. Berdasarkan
penafsiran diatas dapat dikatakan bahwa setiap orang tua mukmin
otomatis menjadi pendidik. Orang tua yang beriman harus melakulan
berbagai aktivitas dan upaya agar anggota keluarganya selalu menaati
Allah dan Rasul-Nya. Apabila orang tua tidak mendidik anaknya atau
melaksanakan pendidikan anak tidak dengan sungguh-sungguh, maka
akibatnya anak tidak akan berkembang sesuai dengan harapan.
2) Pendidik Jabatan
Pendidik di sekolah, seperti guru, konselor dan administrator
disebut pendidik karena jabatan. Mereka ditugaskan untuk memberikan
pendidikan dan pengajaran disekolah, yaitu mentransformasikan
kebudayaan secara terorganisasi demi perkembangan peserta didik
(siswa), khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pendidik jabatan adalah orang lain (buka termasuk anggota
keluarga) karena keahliannya ditugaskan mendidik guna melanjutkan
pendidikan yang telah dilaksanakan oleh orang tua. Pendidik jabatan
membantu orang tua dalam mendidik anak karena orang tua memiliki
berbagai keterbatasan.
b. Tugas pendidik
Tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan,
membersihkan, menyucikan serta membimbing hati manusia
untuk mendekatkan diri ( taqarrub) kepada Allah SWT. Tujuan
pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk mendekatkan
diri kepada-Nya.
Dalam paradigma jawa, pendidik diidentikkan dengan guru (gu dan
ru) yang berarti digugu dan ditiru. Dikatakan digugu(dipercaya) karena
guru memiliki seperangkat ilmu yang memadai, karena memiliki wawasan

4
dan pandangan yang luas dalam melihat kehidupan ini. Dikatakan ditiru
(diikuti) karena guru memiliki kepribadian yang utuh, segala tindak
tanduknya patut dijadikan panutan dan suri teladan oleh peserta didik.
Pendidik bertugas sebagai motivator dan fasilitator dalam proses belajar
mengajar. Keaktifan sangat tergantung pada peserta didiknya sendiri,
sekalipun keaktifan itu akibat dari motivasi dan pemberian fasilitas dari
pendidiknya(Umar,2010).
c. Kompetensi pendidik
W. Robert Houston mendefinisikan kompetensi dengan “competence
ordinarily islam defined as adequacy for a task or as possessi on of require
knowledge, skill, and abilities” ( suatu tugas yang memadai atau pemikiran
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh jabatan
seseorang). Devinisi ini mengandung arti bahwa calon pendidik perlu
mempersiapkan diri untuk menguasai sejumlah pengetahuan, ketrampilan dan
kemampuan khusus yang terkait dengan profesi keguruan. Agar dapat
mrnjalankan tugasnya dengan baik serta dapat memenuhi keinginan dan
hapapan peserta didik.(Umar,2010).
Seorang pendidik harus mampu mengimplementasikan nilai-nilai yang
diajarkan, sebagai penganut islam yang patut dicontoh dalam ajaran islam dan
bersedia menularkan pengetahuan dan nlai islam pada pihak lain. Pendidik
islam yang profesional harus memiliki kompetensi yang lengkap, meliputi:
1) Penguasaan materi al-islam yang komperehensif serta wawasan
dan bahan pengayaan, terutama pada bidang yang menjadi
tugasnya.
2) Penguasaan strategi (memcakup pendekatan metode dan
teknik) pendidikan islam, terutama kemampuan evaluasinya.
3) Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
4) Memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian
pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan islam
dimasa depan.

5
5) Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau
tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
6) Keberhasilan pendidik yakni “pendidik akan berhasil
menjalankan tugasnya apabila mempunyai kompetensi
personal-religius, sosial-religius dan peofesional-religius.
Kata religius selalu dikaitkan dengan tiap-tiap kompetensi, karena
menunjukkan adanya komitmen pendidik dengan ajaran islam sebagai
kriteria utama, sehingga segala masalah pendidikan dihadapi,
dipertimbangkan dan dipecahkan. Serta ditempatkan pada perspektif
islam(Mujib,2006).
III. Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam
Proses belajar mengajar secara sederhana dapat diartikan sebagai
kegiatan interaksi dan saling mempengaruhi antara pendidik dan peserta
didik, dengan fungsi utama pendidikan memberikan materi pelajaran atau
sesuatu yang mempengaruhi peserta didik, sedangkan peserta didik
menerima pelajaran, pengaruh atau sesuatu yang diberikan oleh pendidik.
Pengertian proses belajar mengajar dalam arti sederhana ini dapat dipahami
dari beberapa ayat dibawah ini.
”Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Mulia. Yang mengajar (manusia) dengan pena.
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya”. (QS. al- Alaq
[96]: 1-5).
“Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya
kemudian Dia perlihatkan kepada para malaikat seraya berfirman ,”
Sebutkan kepada-Ku nama semua (benda) ini, jika kamu yang benar!”. (QS.
al-Baqarah [2]: 31).
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Luqman, yaitu,
“Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah),
maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa
tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha

6
Terpuji”. Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika
dia memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau
menyekutukan Allah, sesungguhnya menyekutukan (Allah adalah benar-
benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman [31]: 12- 13).
Dan ayat- ayat al qur’an tersebut dapat diperoleh isyarat tentang kegiatan
belajar mengajar dengan berbagai komponen. Pada surat al alaq (96) ayat 1 hingga
proses belajar mengajar berlangsung dari Tuhan kepada nabi Muhammad SAW
membacakan segala sesuatu yang disampaikan oleh malaikat jibril.
Pada surat al- baqarah ayat 31, proses belajar berlangsung dari Tuhan
(sebagai maha guru) kepada adam (sebagai mahasiswa). Adapun materi yang
diajarkan pada proses belajar mengajar tersebut berupa nama- nama segala
sesuatu, tersebut nama- nama benda, yakni hukum- hukum alam yang terdapat di
alam jagat raya, yang semuanya itu sebagai bukti adanyanama- nama atau tanda-
tanda kekuasaan Tuhan. Adapun metode yang digunakan adalah metode al-
ta’lim, yakni memberikan pengertian, pemahaman, wawasan, dan pencerahan
tentang segala sesuatu dalam rangka membentuk pola pikir (mindset).
Selanjutnya pada surat Luqman ayat 12, proses belajar mengajar
berlangsung dari Tuhan kepada Luqman al Hakim, materi yang diajarkan berupa
hikmah, dan tujuannya agar luqman menjadi orang yang bersyukur, yakni selain
memuji keagungan Allah SWT, juga mau mengamalkan ilmunya itu dalam
kehidupan sehari- hari, serta mengajarkannya kepada anak- anaknya, dan
seterusnya.
Dalam pengertian yang lebih luas dan sistematik, proses belajar mengajar
adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen yang antara satu dan
lainnya. Komponen tersebut antara lain meliputi visi dan tujuan yang ingin
dicapai, guru yang profesional dan siap mengajar, murid yang siap menerima
pelajaran, pendekatan yang akan digunakan, strategi yang akan diterapkan,
metode yang akan dipilih, teknik dan taktik yang akan digunakan.
Dengan demikian, ukuran keberhasilan sebuah proses belajar mengajar itu
dapat dilihat pada sejauh mana ia mampu memberikan perubahan secara
signifikan pada kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor peserta didik.

7
Proses belajar mengajar secara singkat ialah proses memanusiakan manusia,
yakni mengaktualisasikan berbagai potensi manusia, sehingga potensi- potensi
tersebut dapat menolong dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Sebuah proses belajar mengajar dapat dikatakan gagal, jika antara sebelum dan
sesudah mengikuti sebuah kegiatan belajar mengajar, namun tidak ada perubahan
apa- apa pada diri siswa atau mahasiswa.
Konsep belajar mengajar yang berbasis pada proses ini juga terdapat dalam
konsep belajar tuntas atau mastery learning yang digagas oleh Benyamin S.
Bloom. Menurutnya, bahwa pada dasarnya semua orang dapat menguasai bahan
pelajaran sampai tuntas. Namun untuk menguasai bahan pelajaran tersebut setiap
orang harus diperlakukan secara berbeda- beda, sesuai dengan tingkat
kecerdasannya. Bagi siswa yang kecerdasannya tinggi agar diperlakukan berbeda
dengan siswa yang kecerdasannya rendah.
Dengan memperlakukan cara dan lamanya waktu yang dibutuhkan secara
berbeda- beda, akhirnya seseorang akan sampai pada tujuannya masing- masing
dan menguasai bahan pelajaran sampai tuntas.
Selain terdapat guru dan murid serta sejumlah teknisi atau fasilitataor
lainnya yang membantu, kegiatan proses belajar mengajar juga membutuhkan
kejelasan sejumlah komponen atau aspek tersebut taitu aspek tujuan, pendekatan,
metode, teknik, dan taktik. Berbagai komponen/ aspek tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
a. Menentukan tujuan belajar mengajar
Tujuan belajar mengajar adalah sejumlah kompetensi atau
kemampuan tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah
mengikuti kegiatan belajar mengajar. Tujuan belajar mengajar secara lebih
detail dan terperinci harus dirumuskan oleh setiap guru yang akan
mengajar. Pada setiap tujuan belajar mengajar dari setiap mata pelajaran
perlu dirumuskan dengan jelas dan operasional tentang kompetensi atau
kemampuan yang ingin diwujudkan pada setiap peserta didik, baik yang
bersifat kognitif, afektif, maupun psikomotor. Dengan cara demikian,

8
proses belajar mengajar tersebut akan dapat berjalan secara efisien dan
efektif, dan terhindar dari perbuatan yang sia- sia.
b. Menentukan pendekatan dalam proses belajar mengajar
Pendekatan dapat diartikan sebagai cara pandang atau titik tolak yang
digunakan dalam menjelaskan sesuatu masalah. Karena cara pandang atau
titik tolak yang dapat digunakan dalam menjelaskan sesuatu masalah itu
amat banyak, maka kesimpulan yang akan dihasilkan pun akan berbeda-
beda. Dengan demikian, pendekatan dalam proses belajar mengajar adalah
cara pandang atau titik tolak yang digunakan seorang guru dalam
melakukan kegiatan belajar mengajar. Pendekatan juga dapat dapat dilihat
dari segi disiplin ilmu yang digunakan, misalnya pendekatan normatif
teologis, histori, empiris, filosofis, sosiologis, politik, ekonomi, hukum
dan sebagainya.
c. Menentukan metode pengajaran
Metode (method) secara harfiah berasal dari dua perkataan, yaitu meta
dan hodos. Meta berarti “melalui” dan hodos berarti “jalan” atau “cara”.
Metode berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam pemakaian yang umun, metode diartikan sebagai cara
melakukan sesuatu kegiatan atau cara melakukan pekerjaan dengan
menggunakan fakta dan konsep- konsep secara sistematis. Dalam dataran
praktis secara umum kita kenal dengan bentuk- bentuk, seperti metode
teladan, kisah- kisah, nasihat, pembiasaan, hukuman dan ganjaran,
ceramah, diskusi, dan seterusnya. Metode dalam sistem pendidikan islam
mempunyai peran dan fungsi khusus. Penerapan metode yang tepat harus
disesuaikan dengan kekhususan kemampuan peserta didik dalam belajar,
oleh sebab itu metode secara operasional memiliki berbagai macam bentuk
dan variasi praktis.
d. Menentukan teknik mengajar
Teknik mengajar adalah cara- cara yang terukur, sistematik, dan
spesifik dalam melakukan suatu pekerjaan. Perbedaan teknik yang
digunakan akan menentukan perbedaan hasil, tingkat kecepatan dan

9
kepuasan kepada orang yang terlibat atau merasakan manfaat dari
pekerjaan tersebut. Tidak hanya dalam kegiatan belajar mengajar,
melainkan hampir seluruh kegiatan terdapat teknik dalam melakukannya.
Pada pertandingan olahraga misalnya, amat banyak di jumpai teknik yang
diterapkan di dalamnya.
e. Menentukan taktik
Dalam kegiatan proses belajar mengajar juga terdapat juga terdapat
berbagai taktik yang berkaitan dengan upaya mendorong para siswa agar
datang tepat waktu, mengerjakan tugas- tugas dengan baik, agar siswa
meningkat perolehan nilai ujiannya, agar gemar membaca, dan lain
sebagainya. Semua taktik itu perlu dilakukan dalam rangka mendukung
pelaksanaan metode pengajaran yang telah dipilih berdasarkan pendekatan
yang telah ditetapkan(Aref,2002).
IV. Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi berasal dari bahasa Inggris Evaluation yang berarti
menilai. Istilah nilai (value) pada mulanya dipopulerkan oleh
filosof dan Plato yang pertama kali mengemukakannya. Kata
nilai menurut pengertian filosof, adalah idea of world.
Kemudian, kata nilai juga ada keterkaitannya dengan dunia
ekonomi yang dipanutkan dengan harga. Dalam bahasa Arab,
dijumpai istilah imtihan, yang berarti ujian, dan khataman yang
berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Nilai
dalam bahasa Arab disebut dengan al-Qimah atau al-Taqdir.
Dengan demikian secara harfiah evaluasi pendidikan, al-Taqdir
al-Tarbawiyyang dapat diartikan sebagai penilaian dalam
bidang pendidikan mengenai hal – hal yang berkaitan dengan
kegiatan pendidikan

Evaluasi sebagai salah satu komponen pendidikan


sasarannya adalah proses belajar mengajar. Namun bukan
berarti evaluasi itu hanya tertuju kepada hasil belajar murid, ia

10
juga bisa meramalkan tentang keuntungan yang diperoleh
melalui penyelenggaraan yang tepat dalam merumuskan
tehnik- tehnik.

Dalam pelaksanaan evaluasi, ada beberapa hal yang muncul dari


pemikiran Hasan Al Banna diantaranya yang paling penting sekali adalah
kejujuran. Untuk membentuk sifat jujur di dalam diri peserta didik, ia
menerapkan sebuah model evaluasi “al- muhasabah” sebagai sebuah
metodeuntuk membentuk sikap percaya diri sendiri, yaitu membuat
pertanyaan- pertanyaan yang ditujukan oleh seseorang kepada dirinya
sendiri dan ia sendiri yang harus menjawabnya dengan “ya” atau “tidak”.
Introspeksi hanya dilakukan sendiri tidak memerlukan pengawasan orang
lain. Tujuannya adalah menanamkan kepercayaan pada diri sendiri.
Untuk membentuk jiwa yang jauh dari kecurangan, Hasan Al- Banna
menanamkan keyakinan kepada mereka bahwa Allah selalu menyertai
mereka. Sedangkan dari aspek tujuan evaluasi adalah untuk menjadi
sarana kenaikan manzilah (kedudukan). Oleh karena itu, apapun bentuk
ujian terhadap manusia seluruhnya bersifat positif. Itulah sebabnya Hasan
Al- Banna selalu melihat sebuah bencana yang menimpa umat sebagai
sebuah ujian diri. Evaluasi kinerja sebagai seorang yang menapaki jalur
dakwah dan pendidikan(Gunawan,2014).
Yang dimaksud dengan penilaian dalam pendidikan adalah keputusan-
keputusan yang diambil dalam proses pendidikan secara umum: baik
mengenai perencanaan, pengelolaan, proses dan tindak lanjut pendidikan
atau yang menyangkut perorangan, kelompok, maupun kelembagaan.
Oleh karena itu, yang dimaksud dengan evaluasi dalam pendidikan
Islam adalah pengambilan sejumlah keputusan yang berkaitan dengan
pendidikan Islam guna melihat sejauh mana keberhasilan pendidikan yang
selaras dengan nilai- nilai Islam sebagai tujuan dari pendidikan Islam itu
sendiri(Iqbal,2015).

11
a. prinsip evaluasi dalam pendidikan Islam
Agar evaluasi dapt akurat dan brmanfat bagi peserta didik dan masyarakat,
maka harus menerapkan prinsp-prinpnya sebagai berikut:
1) Berorientasi kepada kompetensi
Evaluasi harus memiliki pencapaian kompetensi peserta didik yang
meliputi seprangkat pengetahuan, sikap keterampilan dan nilai yang
refleksi dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.
2) Berkelanjutan/ berkesinambungan (kontinuitas)
Evaluasi harus dilakukan secara terus menerus dari waktu ke waktu untuk
mengetahui secar menyeluruh perkembangan pesert didik sehingga
kegiatan dan unjuk kerja peserta didik dapat dipantau melalui penilaian.
3) Menyeluruh (Komprehensif)
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh, yang mencakup aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik dan juga meliputi seluruh materi
berdasarkan prosedur.
4) Bermakna
Evaluasi diharapkan mempunyai makna yang signifikan bagi semua pihak.
5) Adil dan Objektif
Evaluasi harus mempertimbangkan rasa keadilan bagi peserta didik
dan objektif berdasarkan kenyataan yang sebenarnya.
6) Terbuka
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terbuka bagi berbagai kalangan
sehingga keputusan tentang keberhasilan peserta didik jelas bagi pihak-
pihak yang berkepentingan, tanpa ada rekayasa atau sembunyi-sembunyi
yang dapat merugikan semua pihak.
7) Ikhlas
Evaluasi dilakukan dengan niat dan yang bersih, dalam rangka
efisiensi tercapainya tujuan pendidikan dan bai kepentingan peserta didik.
8) Praktis
Evaluasi dilakukan dengan mudah dimengerti.
9) Dicatat dan akurat

12
Hasil dari setiap evaluasi peserta didik harus secara sistematis dan
komprehensif dicatat dan disimpan, sehingga sewaktu – waktu dapat
digunakan.
10) Sistematis
Evaluasi dilakukan secara berencana dan bertahap dengan mengikuti
langkah – langkah baku.
11) Menggunakan acuan kriteria
Evaluasi didasarkan pada ukuran pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
b. Fungsi Evaluasi dalam Pendidikan Islam
Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaa pendidikan
islam, evaluasi berfungsi sebagai berikut :
1) Ishlah, yaitu perbaikan terhadap semua komponen pendidikan, termasuk
perbaikan perilaku, wawasan dan kebiasaan – kebiasaan peserta didik.
2) Tazkiyah, yaitu penyucian terhadap semua komponen pendidikan, artinya
melihat kembali program – program pendidikan yang dilakukan, apakah
program tersebut penting atau tidak dalam kehidupan peserta didik.
3) Tajdid, yaitu memodrenisasi semua kegiatan pendidikan. Dengan kegiatan
ini dapat dimobalisasi dan dinamisasi untuk kepentingan yang lebih maju.
4) Ad-Dakhil, yaitu masukan sebagai laporan bagi orang tua peserta didik
berupa rapor, ijazah, sertifikat dan sebagainya(Ramayulis,2002).
V. Kesimpulan
Pendidik dalam konteks pendidikan islam sering disebut dengan istilah
murabbi, mu’allim, muaddib. Disamping istilah tersebut, pendidik juga sering
diistilahkan dengan menyebut gelarnya, al- Ustadz atau al-Syekh.
Dalam pengertian yang lebih luas dan sistematik, proses belajar mengajar
adalah kegiatan yang melibatkan sejumlah komponen yang antara satu dan
lainnya. Komponen tersebut antara lain meliputi visi dan tujuan yang ingin
dicapai, guru yang profesional dan siap mengajar, murid yang siap menerima
pelajaran, pendekatan yang akan digunakan, strategi yang akan diterapkan,
metode yang akan dipilih, teknik dan taktik yang akan digunakan.

13
Sebagai salah satu komponen penting dalam pelaksanaan pendidikan
islam,yaitu:Untuk mengetahui sejauh mana efektifitas cara belajar dan
mengajar yang telah dilakukan benar- benar tepat atau tidak, baik yang
berkenaan dengan sikap pendidik/ guru maupun anak didik/ murid,
mengetahui hasil prestasi belajar siswa guna menetapkan keputusan apakah
bahan pelajaran perlu diulang atau dapat dilanjutkan, untuk mengetahui atau
mengumpulkan informasi tentang taraf perkembangan dan kemajuan yang
diperoleh murid dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam
kurikulum pendidikan islam, sebagai bahan laporan bagi orang tua murid
tentang hasil belajar siswa. Laporan ini dapat berbentuk buku raport, piagam,
sertifikat, ijazah, dan lain- lain, membandingkan hasil pembelajaran yang
diperoleh sebelumnya dengan pembelajaran yang dilakukan sesudah itu, guna
meningkatkan pendidikan.
VI. Taman Bacaan
Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam.
Jakarta Selatan: Ciputat Pers

Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam Kajian Teoritis dan Pemikiran


Tokoh. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Iqbal Abu Muhammad. 2015. Pemikiran Pendidikan Islam. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Mujib,Abdul & Jusuf Mudzakir.2006. Ilmu Penndidikan Islam.


Jakarta: Kencana Prenada Media.

Ramayulis. 2002. Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta : Kalam


Mulia.

Umar,Bukhari. 2010. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah.

14

Anda mungkin juga menyukai