Anda di halaman 1dari 23

Refarat

PENATALAKSANAAN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


PADA LUKA BAKAR DERAJAT III-IV

Oleh:
Aqbar Saputra Pratama Pontoh S.Ked
19014101026
Masa KKM: 10 Mei – 16 Mei 2021

Supervisor Penguji
dr. Gloria E. Rondonuwu, SpKFR

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :

PENATALAKSANAAN KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI PADA


LUKA BAKAR DERAJAT III-IV

Telah dikoreksi, disetujui, dan dibacakan pada Mei 2021

Mengetahui,
Supervisor Penguji

dr. Gloria E. Rondonuwu, SpKFR

i
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 3

A. Definisi.............................................................................................. 3

B. Epidemiologi ..................................................................................... 3

C. Klasifikasi dan penilaian ................................................................... 4

D. Penatalaksanaan ................................................................................ 8

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan ............................................................................................ 18

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat

disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia.

Luka bakar merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem

tubuh.1

Luka bakar merupakan salah satu kondisi yang memiliki pengaruh yang

katastropik terhadap penderita dalam hal penderitaannya, kehidupan sosialnya,

keterbatasan yang ditimbulkan, dan perihal keuangan yang dikeluarkan untuk

pengobatannya.2,3,4

Luka bakar menjadi salah satu masalah kesehatan dunia yang menyebabkan

sekitar 180.000 kematian setiap tahunnya. Sebagian besar kasus luka bakar terjadi

di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah dan hampir dua pertiganya

terjadi di negara-negara Afrika dan Asia Tenggara. Hal tersebut berhubungan

dengan kurang pengawasan, kewaspadaan, maupun pendidikan tentang

keselamatan dasar pencegahan risiko cedera luka bakar di wilayah tersebut. Luka

bakar dapat mengakibatkan morbiditas ataupun mortalitas yang tinggi, gangguan

psikologis, dan gangguan kualitas hidup yang dialami penderita. Luka bakar sering

membutuhkan perawatan jangka panjang dan beberapa prosedur bedah

rekonstruktif di rumah sakit. Seiring peningkatan perkembangan sosial ekonomi

dunia, banyak penelitian dilakukan untuk mengurangi tingkat morbiditas maupun

mortalitas akibat luka bakar.5,6 Aspek medikolegal menuntut seorang dokter untuk

melakukan pemeriksaan terhadap seseorang yang mengalami luka bakar, baik yang

masih hidup ataupun yang telah mati.2,3

1
Cedera luka bakar terutama pada luka bakar yang lebih dalam dan luas

merupakan penyebab utama kematian. Anak-anak dan orang tua usia lanjut

merupakan kelompok yang berisiko tinggi mengalami luka bakar yang lebih dalam

karena lapisan kulit dermis mereka yang lebih tipis.4, 7

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat

disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), sengatan matahari,

radiasi, listrik, dan bahan kimia. Luka bakar merupakan jenis trauma yang

merusak dan merubah berbagai sistem tubuh.1

Luka bakar memiliki angka kejadian dan prevalensi yang tinggi,

mempunyai resiko morbiditas dan mortalitas yang tinggi, memerlukan sumber

daya yang banyak dan memerlukan biaya yang besar.

B. Epidemiologi

Sekitar 2 juta orang menderita luka bakar di Amerika Serikat, tiap tahun,

dengan 100.000 yang dirawat di rumah sakit dan 20.000 yang perlu dirawat

dalam pusat-pusat perawatan luka bakar. Insiden puncak luka bakar pada orang

dewasa muda terdapat pada umur 20-29 tahun, diikuti oleh anak umur 9 atau

lebih muda. Luka bakar jarang terjadi pada umur 80 tahun ke atas. Sekitar 80%

luka bakar terjadi di rumah. Pada anak di bawah umur 3 tahun, penyebab luka

bakar paling umum adalah kecelakaan jatuh pada kepala.8

Pada umur 3-14 tahun, penyebab paling sering adalah dari nyala api yang

membakar baju. Dari umur ini sampai 60 tahun, luka bakar paling sering

disebabkan oleh kecelakaan industri. Setelah umur ini, luka bakar biasanya

3
terjadi karena kebakaran di rumah akibat rokok yang membakar tempat tidur

atau berhubungan dengan lupa mental.8

C. Klasifikasi dan Penilaian

Berdasarkan dalamnya jaringan yang rusak, derajat luka bakar dapat

diklasifikasikan menjadi IV tingkat, yakni tingkat I, II, III, dan IV. (Gambar 1)

Gambar 1. Derajat luka bakar

Pada luka bakar derajat I (superficial burn), kerusakan hanya terjadi di

epidermis. Kulit akan tampak eritema, nyeri, sedikit edema, dan tidak ada bulla.

Jenis luka ini biasanya diakibatkan oleh sengatan matahari dan biasanya sembuh

dalam 5-7 hari serta tidak menimbulkan jaringan parut setelah sembuh. 9,10

Luka bakar derajat II (partial thickness burn) mengenai sebagian dari

ketebalan kulit yang melibatkan semua epidermis dan sebagian dermis. Pada

kulit akan tampak eritema/campuran bulla, epidermis rusak, edema, permukaan

basah, berair, nyeri sensitif pada udara. Luka bakar derajat II mencapai

kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen

epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan

4
pangkal rambut. Dengan adanya sisa epitel ini, luka dapat sembuh sendiri.

Penyembukan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk

jaringan parut. .9,10

Pada luka bakar derajat III (full thickness burn), kerusakan terjadi pada

seluruh lapisan atau kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang

lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang tersisa yang

memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. Biasanya diikuti dengan

terbentuknya jaringan parut. Kulit akan tampak terlihat putih pucat abu-abu

gelap atau kehitaman dan kaku, kulit rusak, tampak jaringan lemak, permukaan

kulit kering, edema, tidak ada bulla dan tidak nyeri. .9,10

Sedangkan untuk luka bakar derajat IV (charring injury), kerusakannya

telah mencapai lapisan otot, tendon, dan tulang. Kerusakan meliputi seluruh

lapisan dermis, organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebasea, dan

kelenjar keringat. Pada luka bakar ini kulit tampak menghitam seperti arang

karena terbakarnya jaringan.11

Untuk melakukan penilaian area luas luka bakar secara baik dan benar

dibutuhkan penggunaan metode kalkulasi seperti “Rules of Nines” untuk dapat

menghasilkan persentasi total luas luka bakar (%TBSA) (8). “Rules of Nine”

membagi luas permukaan tubuh menjadi multiple 9% area, kecuali perineum

yang diestimasi menjadi 1%. Formula ini sangat berguna karena dapat

menghasilkan kalkulasi yang dapat dievaluasi oleh semua orang. 12 (Gambar 2)

5
Gambar 2. Rules of Nine Dewasa

Sedangkan untuk mengestimasi luas luka bakar pada luka bakar yang tidak

luas dapat menggunakan area palmar (jari dan telapak tangan) dari tangan pasien

yang dianggap memiliki 1% total body surface area (TBSA). Metode ini sangat

berguna bila pasien memiliki luka bakar kecil yang tersebar sehingga tidak dapat

menggunakan metode “Rules of Nine”. (Gambar 3)

Gambar 3. Palmar area untuk estimasi luka bakar kecil

Penggunaan “Rules of Nine” sangat akurat untuk digunakan pada pasien

dewasa, namun tidak akurat bila digunakan pada pasien anak. Hal ini disebabkan

6
karena proporsi luas permukaan tubuh pada anak sangat berbeda dengan pasien

dewasa. Anak-anak memiliki proporsi paha dan kaki yang kecil dan bahu dan

kepala yang lebih besar dibandingkan orang dewasa. Oleh karena itu,

penggunaan “Rules of Nine” tidak disarankan untuk pasien anak-anak karena

dapat menghasilkan estimasi cairan resusitasi yang tidak akurat.

Penggunaan “Pediatric Rules of Nine” harus digunakan untuk pasien anak

dengan luka bakar (Gambar 4). Namun setiap peningkatan umur pada anak,

persentasi harus disesuaikan. Setiap tahun setelah usia 12 bulan, 1% dikurangi

dari area kepala dan 0,5% ditambahkan pada dua area kaki anak. Setelah anak

mencapai usia 10 tahun, tubuh anak sudah proporsional sesuai dengan tubuh

dewasa.

Gambar 4. Rules of Nine Anak

Beratnya luka bakar berdasarkan luasnya kulit yang terkena dapat

dikategorikan menjadi tiga yaitu ringan, sedang, dan berat.12, 13 Disebut ringan

jika TBSA <15% pada dewasa, TBSA <10% pada anak, dan luka bakar full-

7
thickness dengan TBSA <2% pada anak maupun dewasa tanpa mengenai daerah

mata, telinga, wajah, tangan, kaki, atau perineum untuk total luas luka bakar.

Luka bakar sedang ialah luka bakar dengan TBSA 15-25% pada dewasa

dengan kedalaman luka bakar full-thickness <10%, TBSA 10-20% pada luka

bakar partial-thickness pada pasien anak dibawah 10 tahun dan dewasa usia

diatas 40 tahun, dan TBSA <10% pada luka bakar full-thickness pada anak atau

dewasa tanpa masalah kosmetik atau mengenai daerah mata, wajah, telinga,

tangan, kaki, atau perineum.

Sedangkan untuk luka bakar berat yaitu luka bakar dengan TBSA >25%,

TBSA >20% pada anak usia dibawah 10 tahun dan dewasa usia diatas 40 tahun,

TBSA >10% pada luka bakar full-thickness, semua luka bakar yang mengenai

daerah mata, wajah, telinga, tangan, kaki, atau perineum yang dapat

menyebabkan gangguan fungsi atau kosmetik. semua luka bakar listrik, dan

semua luka bakar yang disertai trauma berat atau trauma inhalasi.

D. PENATALAKSANAAN

Prinsip penanganan awal pada pasien luka bakar ialah dengan primary

survey:12,13

1. Airway

a. Bebaskan jalan napas dan manajemen trauma servikal

b. Nilai adanya trauma inhalasi

c. Hindari melakukan hiperfleksi atau hiperekstensi kepala dan leher

d. Kontrol tulang servikal dengan collar neck

8
2. Breathing

a. Inspeksi dada, pastikan pergerakan dinding dada adekuat dan simetris

b. Berikan oksigen 100% high flow 10-15 liter per menit melalui masker

non-rebreathing

c. Hati-hati pasien dengan intoksikasi karbon monoksida

3. Circulation

a. Cek nadi sentral, cek tekanan darah, dan cek capillary refill time (normal

kembali <2 detik)

b. Lakukan penekanan luka jika terdapat perdarahan aktif

c. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap, analisis gas darah

arteri

d. Resusitasi cairan

4. Disability

a. Nilai derajat kesadaran:

A (Alert): Sadar penuh

V (Verbal): merespon terhadap rangsang verbal

P (Pain): merespon terhadap rangsang nyeri

U (Unresponsive): Tidak ada respon

b. Periksa respon pupil terhadap cahaya

5. Environment

a. Lepaskan semua pakaian dan aksesoris yang melekat pada tubuh pasien

b. Jaga pasien agar tetap dalam keadaan hangat

c. Periksa luas luka bakar dengan metode Rules of Nine

d. Periksa adanya trauma penyerta lain

9
6. Fluid

Pasien dewasa dengan luka bakar lebih besar dari 20% TBSA dan pasien anak

dengan luka bakar lebih besar dari 10% TBSA, harus dilakukan resusitasi

dengan cairan salt-containing (Ringer Lactat); kebutuhan harus berdasarkan

berat badan dan persentase luka bakar.

a. Resusitasi cairan pada luka bakar menggunakan cairan kristaloid

(Hartmann solution) seperti Ringer Lactat dengan rumus Parkland: 4 mL

x berat badan (kg) x % luas luka bakar

b. Setengah dari jumlah cairan diberikan pada 8 jam pertama dan setengah

cairan sisanya diberikan dalam 18 jam selanjutnya

c. Untuk pasien anak gunakan kombinasi larutan Ringer Laktat dengan

Glukosa 5%.

d. Hitung urine output tiap jam

Prinsip penatalaksanaan kedua ialah dengan secondary survey.

Secondary survey merupakan pemeriksaan menyeluruh mulai dari kepala

sampai kaki. Pemeriksaan dilaksanakan setelah kondisi mengancam nyawa

diyakini tidak ada atau telah diatasi. Tujuan akhirnya ialah menegakkan

diagnosis yang tepat.12

Informasi yang harus didapatkan mengenai riwayat penyakit yang

diderita pasien sebelum terjadi trauma:

A (Allergies): Riwayat alergi

M (Medications): Obat – obat yang di konsumsi

P (Past illness): Penyakit sebelum terjadi trauma

L (Last meal): Makan terakhir

10
E (Events) : Peristiwa yang terjadi saat trauma

Prinsip penatalaksanaan selanjutnya yang menjadi pokok bahasan ialah

tatalaksana di bidang rehabilitasi medik.12

Luka bakar dapat mencetuskan berbagai masalah seperti nyeri, keterbatasan

lingkup gerak sendi, atrofi, kelemahan otot, kontraktur, perubahan penampilan,

gangguan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS), parut hipertrofik, dan

masalah psikososial, yang apabila tidak ditangani dengan baik dapat

mengakibatkan disabilitas. Tata laksana Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi

(KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai pemulihan fungsional

semaksimal mungkin, mencegah disabilitas sekunder dan alih fungsi atau

adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Penentuan target tata laksana KFR

ditentukan berdasarkan ekstensifikasi dan derajat berat luka bakar meliputi

kedalaman luka di tingkat kutan dan subkutan, kedalaman luka di tingkat otot

dan tendon dengan prognosis pemulihan baik serta kedalaman luka di tingkat

otot dan tendon dengan prognosis pemulihan buruk.

Program tata laksana KFR diberikan sedini mungkin setelah hemodinamik

stabil dimulai sejak fase akut.

a. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase akut

Fase akut pada luka bakar merupakan gejala dan atau tanda proses

inflamasi, nyeri, dan peningkatan edema yang terjadi sampai 36 jam pasca-

cedera.

11
Tujuan program KFR pada fase ini meliputi:

1) Mengurangi risiko komplikasi: salah satunya mengurangi edema yang

dapat mengganggu sirkulasi perifer dan merupakan predisposisi

terjadinya kontraktur

2) Mencegah terjadinya deformitas

3) Mempercepat proses penyembuhan (protect/promote healing process)

1) Pengaturan posisi

Pengaturan posisi yang sesuai merupakan terapi lini pertama dan sejauh

ini merupakan cara terbaik untuk menghindari kontraktur. Pengaturan

posisi harus dimulai segera setelah terjadinya luka bakar dan

dipertahankan hingga proses penyembuhan luka berlangsung.

Pengaturan posisi ini harus disertai dengan latihan lingkup gerak sendi

yang sesuai, sebab posisi yang dipertahankan terlalu lama juga akan

menimbulkan berkurangnya lingkup gerak sendi dan timbulnya

kontraktur.

2) Imobilisasi pasca bedah rekonstruksi kulit

Pada bagian tubuh yang direkonstruksi, imobilisasi dilakukan segera

pascabedah. Imobilisasi dapat dilakukan menggunakan splint ataupun

pengaturan posisi (positioning) dengan lama waktu tergantung jenis

pembedahan. Prinsip utama yang harus diketahui adalah berapa lama

waktu imobilisasi pascabedah, struktur mana yang akan diimobilisasi,

serta perhatian khusus dalam pergerakan, fungsi dan ambulasi yang

tergantung pada lokasi pembedahan dan donor.

12
3) Splinting

Peresepan splint diberikan oleh dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi (SpKFR). Splint dirancang untuk membantu

mempertahankan posisi fungsional atau anti kontraktur dari bagian tubuh

yang cedera dan dapat diberikan sejak fase awal. Pada kasus yang sulit

untuk dilakukan positioning, yaitu pada geriatri, anak, atau pasien yang

tidak kooperatif, maka diperlukan tindakan splinting. Pemasangan

splinting biasanya dilakukan bila pasien memiliki luka bakar deep partial

atau full thickness untuk mengurangi risiko terjadinya edema dan

kontraktur. Splinting tidak diperlukan pada kasus dengan lingkup gerak

sendi normal. Splinting diperlukan pada luka bakar yang mengenai

tendon, untuk mencegah agar tendon tidak ruptur dan melindungi sendi

yang terkena.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan material

splinting yaitu tidak menyebabkan nyeri, membantu aktivitas fungsional

pasien, memperhatikan sisi kosmetik, mudah untuk digunakan dan

dilepas, bahan material ringan, bisa dikonstruksi dan mampu

memberikan ventilasi terutama pada pasien dengan luka bakar terbuka.

Gambar 3. Abduction Splint

13
Gambar 4. Functional Splint.

Menurut ISBI Guideline, pemasangan splinting pada pasien luka

bakar memiliki beberapa tujuan, yakni:

a) Memposisikan bagian tubuh atau sendi pada pasien luka bakar dengan

tepat sesuai dengan posisi anatomis

b) Memberikan topangan, dukungan, perlindungan dan imobilisasi

tendon atau sendi yang terekspos

c) Membantu mengurangi nyeri dan edema pada pasien

b. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase subakut

Fase subakut pada luka bakar merupakan fase terjadinya penutupan luka

primer, remodelling scar dan kontraksi scar. Pada fase ini berbagai

intervensi termasuk terapi latihan, terapi modalitas fisik, dan pemberian

ortosis prostesis. Tujuan program KFR pada fase ini meliputi

meminimalkan pembentukan jaringan parut, membatasi efek kontraksi

parut dan membatasi efek imobilisasi.

1) Terapi latihan

Terapi latihan merupakan strategi yang paling penting dan mendasar

dalam kedokteran fisik dan rehabilitasi yang meliputi latihan aktif dan

pasif. Terapi latihan dapat dimulai dari sendi-sendi mayor (baik yang

14
terkena atau yang tidak terkena luka bakar), dapat dimulai sejak 5-7 hari

setelah skin graft (atau sesuai saran dokter bedah) berupa latihan lingkup

gerak sendi pasif hingga aktif dengan kehati-hatian untuk melindungi

graft pada regio resipien. Pada sendi yang tidak terkena, latihan

dilakukan segera setelah operasi.

Latihan peregangan (stretching) dilakukan 3 kali sehari dan di luar

waktu tersebut pasien tetap melakukan latihan secara mandiri. Latihan

peregangan dapat didahului dengan latihan lingkup gerak sendi. Latihan

pregangan dliakukan hingga kulit tampak "blanches" dan dapat

mengunakan alat bantu latihan seperti pulleys dan beban. Pemberian obat

anti nyeri sebelum terapi latihan sangat membantu keberhasilan latihan

peregangan.

Latihan penguatan dapat berupa latihan beban dan latihan sirkuit.

Latihan penguatan dan ketahanan otot diberikan tidak hanya pada sisi

yang sakit, tetapi juga diberikan pada sisi yang sehat. Pemberian latihan

ini bertujuan untuk mempertahankan trofi otot dan persiapan ambulasi.

Latihan ambulasi perlu dilakukan sejak dini untuk menjaga

keseimbangan, membantu pemulihan fungsi ekstremitas bawah,

mengurangi risiko DVT dan meningkatkan self well-being.

2) Terapi modalitas fisik

Jenis terapi modalitas fisik yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

a) Electro Stimulation (ES), diberikan bila ada keterlibatan tendon yang

mengalami adhesi dengan kulit

15
b) Laser therapy, untuk membantu proses penyembuhan luka dan

mengurangi nyeri

c) Transcutaneus Electro Nerve Stimulation (TENS), untuk mengurangi

nyeri dan desensitisasi sensorik

3) Pemberian ortesis prosthesis

Pemberian ortosis prostesis dan alat bantu fungsional diindikasikan

sesuai dengan gangguan fungsional yang ada pada pasien setelah

ditegakkannya Diagnosis Fungsional oleh SpKFR.

Adapun yang termasuk Orthotik Prostetik

a) Alat bantu jalan: crutches (axillary/elbow/forearm), cane (tripod,

quadripod), walker wheelchair.

b) Ortosis: cervival collar, spine/tulang belakang korset/brace, splint,

arm sling, backslap (elbow/foot backslap), angkle foot orthosis.

c) Prostesis:

Prostesis ekstremitas bawah (prostesis above/below knee, prostesis

transfemoral/transtibial, prostesis articular hip/knee/ankle/foot) dan

prostesis ekstremitas atas (above/below elbow prosthesis,

transhumeral/transradial prostesis, prostesis articular

shoulder/elbow/wrist/hand)

c. Program tata laksana KFR pada luka bakar fase kronik

Program tata laksana KFR pada luka bakar dalam jangka panjang masih

diperlukan, karena sering terjadi keterbatasan lingkup gerak sendi dan parut

hipertrofik yang menetap. Hal tersebut akan mengganggu aktivitas

fungsional serta aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Fase kronik pada

16
luka bakar merupakan fase dimana proses penyembuhan luka berlanjut

sampai dua tahun (maturasi dan remodeling jaringan parut). Program ini

dimulai sejak pasien keluar dari perawatan di rumah sakit berupa lanjutan

program tata laksana KFR pada fase subakut dan evaluasi kapasitas

fungsional untuk dapat kembali ke masyarakat dan bekerja (return to work).

Program yang diberikan meliputi latihan endurans, latihan penguatan,

latihan AKS, dan penggunaan assistive device.

Rekomendasi latihan endurans dan penguatan pada luka bakar

1) Latihan endurans kardiorespirasi diberikan pada kasus luka bakar

dengan TBSA >15%.

2) Latihan penguatan diberikan pada luka bakar dengan TBSA >30%.

17
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang dapat

disebabkan oleh panas (api, cairan/lemak panas, uap panas), radiasi, listrik, kimia

dan merupakan jenis trauma yang merusak dan merubah berbagai sistem tubuh.

Luka bakar masih menjadi masalah kesehatan dunia yang mempunyai morbiditas

dan mortalitas yang tinggi, sehingga memerlukan penatalaksanaan awal gawat

darurat. Hal terpenting dari luka bakar ialah area permukaan tubuh yang terkena,

kedalaman luka bakar, lokasi luka bakar, umur pasien, keadaan umum, dan

penyebab luka bakar sendiri.

Secara garis besar, penatalaksanaan luka bakar dimulai dari primary survey,

secondary survey, dan rehabilitasi pasca trauma. Tata laksana Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi (KFR) pada luka bakar bertujuan untuk mencapai pemulihan

fungsional semaksimal mungkin, mencegah disabilitas sekunder dan alih fungsi

atau adaptasi fungsi pada disabilitas permanen. Tatalaksana rehabilitasi meliputi

program tatalaksana pada fase akut, subakut, dan kronik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Jong W. Buku Ajar Bedah. Edisi ke-2 EGC. Jakarta: EGC; 2005. hal. 66-8.

2. Budiyanto, A. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran

Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1997.

3. Bhullar DS, Aggarwal KK. Medicolegal Diagnosis And Pattern Of Injuries

With Sharp Weapons. JIAFM. 2007; 29(4): 112-114

4. Saraf S, Parihar S. Burns Management: A Compendium. Journal of Clinical

and Diagnostic Research 2007; 5: 426-436.

5. A WHO plan for burn prevention and care [Internet]. 2018 Diambil dari:

https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail /burns.

6. Smolle C, Daniel JC, Forbes AA. Recent trends in burn epidemiology

worldwide: a systematic review. PMC. 2017;43(2):249–57.

7. Thermal burns [Internet]. 2014. Diambil dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1278244

8. Sabiston DC. Buku Ajar Bedah. Oswari J, penyunting. Jakarta: EGC; 1995.

hal.165.

9. American College of Surgeons Committee on Trauma. Advanced Trauma

Life Support Student Course Manual Edisi Bahasa Indonesia. Edisi ke-9.

Jakarta: IKABI;2014

10. Sjamsuhidajat R, Prasetyono TO, Rudiman R, et al. Buku Ajar Ilmu Bedah.

Edisi ke-4. Jakarta: EGC;2017. hal. 186-7.

11. Tulaar, ABM, Wahyuni LK. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rehabilitasi. Perdosri, Jakarta. 2016

19
12. James A.B. Medical Science of Burning, First Edition. Australia: Melbourne

University Press; 1990. Hal. 254-6.

13. Hettiaratchy S, Dziewulski P. ABC Of Burn. BMJ: 2004.

19

Anda mungkin juga menyukai