Anda di halaman 1dari 25

DEPARTEMEN PATOLOGI KLINIK REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN JULI 2020


UNIVERSITAS HASANUDDIN

ASPEK LABORATORIUM ARTRITIS GOUT AKUT

Disusun oleh :
Puteri Pricilya Abigael Lagha C11116371
Nitha Sarina C11116378

Residen Pembimbing :
dr. Deisy Chrisanty Betah

Supervisor Pembimbing :
dr. Uleng Bahrun, Sp.PK (K), Ph.D

DEPARTEMEN ILMU PATOLOGI KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Puteri Pricilya Abigael Lagha C11116371


Nitha Sarina C11116378

Judul Referat : Aspek Laboratorium Artritis Gout


Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada
departemen Ilmu Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin
Makassar, 24 Juli 2020

Mengetahui,

Supervisor Pembimbing,

dr. Uleng Bahrun, Sp.PK (K), Ph.D

Residen Pembimbing,

dr. Deisy Chrisanty Betah

2
DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan 2
Daftar Isi 3
Bab I Pendahuluan 4
Bab II Tinjauan Pustaka
2.1 Defenisi 5
2.2 Epidemiologi 6
2.3 Etiologi 8
2.4 Patogenesis 9
2.5 Manifestasi Klinis 12
2.6 Pemeriksaan Laboratorium 14
2.7 Tatalaksana 16
2.8 Pencegahan 19
2.9 Komplikasi 19
2.10 Prognosis 20
Bab III Kesimpulan 21
Daftar Pustaka 22
BAB I
PENDAHULUAN
Artritis gout merupakan salah satu penyakit metabolisme yang
sebagian besar biasanya terjadi pada laki-laki usia paruh baya sampai lanjut
dan perempuan dalam masa post-menopause. Penyakit metabolik ini
disebabkan oleh penumpukan monosodium urate monohydrate crystals pada
sendi dan jaringan ikat tophi. Berdasarkan onsetnya, artritis gout dibagi
menjadi dua, yaitu episode akut dan kronik. Secara epidemiologi, variasi
prevalensi dipengaruhi oleh lingkungan, pola makan, dan pengaruh
genetik.1,27
Epidemiologi artritis gout lebih banyak dijumpai pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Estimasi prevalensi menyatakan bahwa sebesar
5,9% artritis gout terjadi pada laki-laki dan 2% terjadi pada perempuan.
Pada laki-laki kadar asam urat meningkat pada masa pubertas, dan puncak
onset artritis gout pada decade keempat hingga keenam masa kehidupan.
Namun artritis gout pada laki-laki juga dapat terjadi lebih awal jika mereka
memiliki predisposisi genetic dan memiliki faktor resiko. Penelitian
mengatakan bahwa orang yang berumur diantara 70-79 tahun memiliki
resiko 5 kali besar dibandingkan dengan yang berusia dibawah 5 tahun.
Prevalensi gout tertinggi pada kalangan lanjut usia dikaitkan dengan
insufisiensi renal atau gangguan metabolisme purin.2,28
Gejala yang khas pada artritis gout adalah adanya keluhan nyeri,
bengkak, dan terdapat tanda-tanda inflamasi pada sendi metatarsal-
phalangeal ibu jari kaki (atau yang disebut dengan podagra). Artritis gout
fase akut menyebabkan morbiditas yang tinggi, namun apabila diterapi
segera setelah munculnya gejala dapat menghasilkan prognosis yang baik.
Pada fase kronik, gout dapat menyebabkan destruksi sendi yang berat dan
gangguan ginjal.2,29
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Artritis gout adalah penyakit inflamasi sendi yang ditandai


dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di
sekitar persendian. Monosodium urat ini berasal dari metabolisme
purin. Hal penting yang mempengaruhi penumpukan kristal adalah
hiperurisemia dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar
asam urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi batas ambang
saturasi jaringan tubuh, penyakit artritis gout ini akan memiliki
manifestasi berupa penumpukan kristal monosodium urat secara
mikroskopis maupun makroskopis berupa tophi.1
Penyakit ini merupakan jenis artritis terbanyak ketiga
setelah osteoartritis dan kelompok rematik luar sendi (gangguan pada
komponen penunjang sendi, peradangan, penggunaan berlebihan).2
Serangan artritis gout akut ditandai dengan nyeri hebat,
nyeri sentuh/tekan, onset tiba-tiba, disertai bengkak dengan atau tanpa
eritema yang mencapai puncak dalam 6−12 jam pada satu sendi
(monoartritis akut). Manifestasi klinis gout yang tipikal, yaitu podagra
(metatarsophalangea) berulang disertai hiperurisemia. Pada kasus yang
tidak terobati dengan baik yang berkembang dalam 5 tahun dari onset
pertama dapat menjadi artritis gout kronik.3

2.2 Epidemiologi

Artritis gout merupakan penyakit heterogen sebagai akibat


deposisi kristal monosodium urat pada jaringan atau supersaturasi
asam urat didalam cairan ekstarseluler. Dari waktu ke waktu jumlah
penderita asam urat cenderun meningkat.4
Data NHANES III pada tahun 1988 hingga 1994 di Amerika
Serikat menunjukkan bahwa artritis gout menyerang lebih dari 3 juta
pria dengan usia 40 tahun atau lebih, dan 1,7 juta wanita dengan usia
40 tahun atau lebih. Sedangkan di tahun 2007 hingga 2008 penderita
artritis gout meningkat menjadi 8,3 juta penderita, dimana jumlah
penderita artritis gout pada pria sebesar 6,1 juta penderita dan
penderita wanita berjumlah 2,2 juta. Hal ini menunjukkan bahwa
prevalensi penderita artritis gout di Amerika Serikat meningkat dalam
dua dekade ini.5
Di Indonesia belum banyak publikasi epidemiologi tentang
artritis gout. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Propinsi Jawa
Tengah, jumlah kasus artritis gout dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan di bandingkan dengan kasus penyakit tidak menular
lainnya. Pada tahun 2007 jumlah kasus artritis gout di Tegal sebesar
5,7% meningkat menjadi8,7%padatahun2008,daridatarekammedikdi
RSU Kardinah selama tahun 2008 tercatat 1068 penderita baik rawat
inap maupun penderita rawat jalan yang melakukan pemeriksaan kadar
asam urat 40% di antaranya menderita hiperurisemia.6
Pada tahun 2009 di Maluku Tengah ditemukan 132 kasus,
dan terbanyak ada di Kota Masohi berjumlah 54 kasus. Prevalensi
artritis gout di Desa Sembiran, Bali sekitar 18,9%, sedangkan di Kota
Denpasar sekitar 18,2%. Tingginya prevalensi artritis gout di
masyarakat Bali berkaitan dengan kebiasaan makan makanan tinggi
purin seperti lawar babi yang diolah dari daging babi, betutu ayam/itik,
pepes ayam/babi, sate babi, dan babi guling.7
2.3 ETIOLOGI

Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit


atau penimbunan kristal asam urat dalam sendi, dapat disebabkan
karena metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolik dalam
pembentukan purin maupun ekskresi asam urat yang kurang dari
ginjal, hal ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, seperti usia, jenis
kelamin, riwayat pengobatan, obesitas, konsumsi purin dan alkohol.8

2.3.1 Usia dan Jenis Kelamin


Perkembangan artritis gout sebelum usia 30 tahun lebih
banyak terjadi pada pria dibandingkan wanita. Namun angka
kejadian artritis gout menjadi sama antara kedua jenis kelamin
setelah usia menopause. Wanita mengalami peningkatan resiko
artritis gout setelah menopause, akibat dari penurunan level
estrogen yang memiliki efek urikosurik yang berfungsi untuk
meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.9

2.3.2 Riwayat Pengobatan


Penggunaan obat-obat tertentu dapat menyebabkan
peningkatan reabsorbsi asam urat, seperti obat diuretik.8

2.3.3 Obesitas dan Konsumsi Purin


Meningkatnya produksi asam urat karena pengaruh pola
makan yang tidak terkontrol yaitu dengan mengkonsumsi
makanan yang mengandung tinggi purin (contoh ikan laut, ikan
kalengan, kerrang, daging dll). Purin merupakan salah satu
senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat dan
termasuk dalam kelompok asam amino yang merupakan unsur
pembentukan protein.1
2.3.4 Alkohol
Metabolisme etanol menjadi acetyl CoA menjadi
adenin nukleotida meningkatkan terbentuknya adenosin
monofosfat yang merupakan prekursor pembentuk asam urat.
Alkohol juga dapat meningkatkan asam laktat pada darah yang
menghambat eksresi asam urat serta alkohol memiliki
kandungan purin yang tinggi sehingga mengakibatkan over
produksi asam urat dalam tubuh.10
Serangan Gout Akut dipicu oleh :
1. Perubahan kadar asam urat mendadak. Peningkatan
mendadak maupun penurunan mendadak kadar asam urat
serum dapat memicu serangan artritis gout akut.
Peningkatan mendadak kadar asam urat ini dipicu oleh
konsumsi makanan atau minuman tinggi purin. Sementara
penurunan mendadak kadar asam urat serum dapat terjadi
pada awal terapi obat penurun asam urat.
2. Obat-obat yang meningkatkan kadar asam urat serum,
seperti: antihipertensi golongan thiazide dan loop diuretic,
heparin intravena, siklosporin.
3. Kondisi lain seperti trauma, operasi dll.3

2.4 PATOGENESIS

Histopatologis dari tofus menunjukkan granuloma


dikelilingi oleh butir kristal monosodium urat (MSU). Reaksi inflamasi
di sekeliling kristal terutama terdiri dari sel mononuklir dan sel giant.
Erosi kartilago dan korteks tulang terjadi di sekitar tofus. Kapsul
fibrosa biasanya prominen di sekeliling tofus. Kristal dalam tofus
berbentuk jarum (needle shape) dan sering membentuk kelompok
kecil secara radier.11

Komponen lain yang penting dalam tofus adalah lipid


glikosaminoglikan dan plasma protein. Pada artritis gout akut cairan
sendi juga mengandung kristal monosodium urat monohidrat pada
95% kasus. Pada cairan aspirasi dari sendi yang diambil segera pada
saat inflamasi akut akan ditemukan banyak kristal di dalam lekosit.
Hal ini disebabkan karena terjadi proses fagositosis (Tehupeiory,
2006).11
Monosodium urat akan membentuk kristal ketika
konsentrasinya dalam plasma berlebih, sekitar 7,0 mg/dl. Kadar
monosodium urat pada plasma bukanlah satu-satunya faktor yang
mendorong terjadinya pembentukan kristal. Hal ini terbukti pada
beberapa penderita hiperurisemia tidak menunjukkan gejala untuk
waktu yang lama sebelum serangan artritis gout yang pertama kali.
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya serangan artritis gout pada
penderita hiperurisemia belum diketahui pasti. Diduga kelarutan asam
urat dipengaruhi pH, suhu, dan ikatan antara asam urat dan protein
plasma.12
Kristal monosodium urat yang menumpuk akan berinteraksi
dengan fagosit melalui dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah
dengan cara mengaktifkan sel-sel melalui rute konvensional yakni
opsonisasi dan fagositosis serta mengeluarkan mediator inflamasi.
Mekanisme kedua adalah kristal monosodium urat berinteraksi
langsung dengan membran lipid dan protein melalui membran sel dan
glikoprotein pada fagosit. Interaksi ini mengaktivasi beberapa jalur
transduksi seperti protein G, fosfolipase C dan D, Srctyrosine-kinase,
ERK1/ERK2, c-Jun N-terminal kinase, dan p38 mitogen-activated
protein kinase. Proses diatas akan menginduksi pengeluaran
interleukin (IL) pada sel monosit yang merupakan faktor penentu
terjadinya akumulasi neutrofil.13
Pengenalan kristal monosodium urat diperantarai oleh Toll-
like receptor (TLR) 2 dan TLR 4, kedua reseptor tersebut beserta TLR
protein penyadur MyD88 mendorong terjadinya fagositosis.
Selanjutnya proses pengenalan, TLR 2 dan 4 akan
mengaktifkan faktor transkripsi nuclear factor-kB dan menghasilkan
berbagai macam faktor inflamasi (Cronstein dan Terkeltaub, 2006).
Proses fagositosis kristal monoso-dium urat menghasilkan reactive
oxygen species (ROS) melalui NADPH oksidase. Keadaan ini
mengaktifkan NLRP3, kristal monosodium urat juga menginduksi
pelepasan ATP yang nantinya akan mengaktifkan P2X7R. Ketika
P2X7R diaktifkan akan terjadi proses pengeluaran cepat kalium dari
dalam sel yang merangsang NLRP3. Kompleks makro melekular yang
disebut dengan inflamasom terdiri dari NLRP3, ASC dan pro-caspase-
1 dan CARDINAL. Semua proses diatas nantinya akan menghasilkan
IL-1α.12
Sel-sel yang sering diteliti pada artritis gout adalah lekosit,
neutrofil, dan makrofag . Salah satu komponen utama pada inflamasi
akut adalah pengaktifan vascular endhotelial yang menyebabkan
vasodilatasi dengan peningkatan aliran darah, peningkatan
permeabilitas terhadap protein plasma dan pengumpulan lekosit ke
dalam jaringan. Aktivasi endotel akan menghasilkan molekul adhesi
seperti E-selectin, intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan
vascu- lar cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) yang kemungkinan
disebabkan karena adanya faktor TNF-α yang dikeluarkan oleh sel
mast.14
Neutrofil berkontribusi pada proses inflamasi melalui faktor
kemotaktik yakni sitokin dan kemokin yang berperan pada adhesi
endotel dan proses transmigrasi. Sejumlah faktor yang diketahui
berperan dalam proses artritis gout adalah IL-1α, IL-8, CXCL1, dan
granulocyte stimulating-colony factor.12
Tabel 1 : Penyebab Umum Overproduksi dan Ekskresi yang Menurun
dari Asam Urat pada Artritis Gout

Penurunan konsentrasi asam urat serum dapat mencetuskan


pelepasan kristal monosodium urat dari depositnya dalam tofus
(crystals shedding). Pada beberapa pasien gout atau yang dengan
hiperurisemia asimptomatik kristal urat ditemukan pada sendi
metatarsofalangeal dan lutut yang sebelumnya tidak pernah mendapat
serangan akut. Dengan demikian gout dapat timbul pada keadaan
asimptomatik.11
Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi penting pada
artritis gout. Reaksi ini merupakan reaksi pertahanan tubuh non
spesifik untuk menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab.
Tujuan dari proses inflamasi itu adalah untuk menetralisir dan
menghancurkan agen penyebab serta mencegah perluasan agen
penyebab ke jaringan yang lebih luas. Reaksi inflamasi yang berperan
dalam proses melibatkan makrofag, neutrofil, yang nantinya
menghasilkan berbagai mediator kimiawi antara lain, TNF- α,
interleukin-1, interleukin-6, interleukin-8, alarmin, dan leukotrien.15

2.5 MANIFESTASI KLINIS

Salah satu pemicu nyeri artritis gout akut dikarenakan


penurunan asam urat akibat terapi awal obat penurun asam urat atau
peningkatan asam urat akibat konsumsi makanan / minuman tinggi
purin secara mendadak. Nyeri artritis gout akut pertama umumnya
terjadi di daerah metatarsophalangeal secara tiba-tiba disertai sendi
yang mengalami eritema, bengkak, dan hangat.16
Kriteria diagnosis artritis gout akut dapat menggunakan
kriteria menurut American College of Rheumatology (ACR)/European
League against Rheumatism (EULAR), sebagai berikut :

Gambar 1 : Langkah–langkah dalam menggunakan kriteria gout akut ACR/EULAR


2015
Tabel 2 : Kriteria Artritis Gout Akut dari ACR/EULAR 2015

2.6 PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Diagnosis pasti dari artritis gout ditentukan hanya dengan
membuktikan adanya kristal asam urat dalam cairan sinovia/bursa atau
tophus. Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui aspirasi persendian yang
mengalami inflamasi akut atau dicurigai topus.17

Bukti adanya kristal urat dari cairan sinovial atau dari topus
melalui mikroskop polarisasi sudah membuktikan, bagaimanapun juga
pembentukan topus hanya setengah dari semua pasien dengan gout.18
2.6.1 Analisis Profil Hematologi (Darah Rutin)

Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil


pemeriksaan darah dan urin. Nilai rujukan kadar darah asam urat
normal pada laki-laki yaitu 3.6 - 8.2 mg/dl sedangkan pada
perempuan yaitu 2.3 - 6.1 mg/dl.21

Pemeriksaan kadar asam urat darah digunakan serum


pasien sebagai sampel, serum adalah bagian darah yang tersisa
setelah darah membeku yang sudah tidak terdapat fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, V dan XIII (Widmann, 1995) serum
dipilih sebagai penganti plasma karena mencegah pencemaran
antikoagulan terhadap specimen yang akan diperiksa.22

Plasma darah merupakan komponen penyusun darah


yang termasuk dalam kesatuan cairan ekstra seluler, dengan
volume kira-kira 5% dari berat badan. Plasma mempunyai
komposisi berupa bahan cair yaitu 91% dan bahan padat
(organis, dan anorganis) 9%, mengandung Fibrinogen yang
sangat besar molekulnya (Berat Molekul 340.000 daltron) dan
berubah menjadi fibrin bila darah membeku. Di luar vaskuler,
darah terdapat cair bila fibrinogen dikeluarkan atau bila darah
dibunuhi antikoagulan yang mencegah pembekuan dengan cara
mengikat kalsium. EDTA merupakan anti koagulan yang
langsung mengikat kalsium. Heparin mencegah pembekuan
dengan cara menghambat thrombin, heparin mencegah
perubahan fibrinogen menjadi fibrin tanpa mengganggu
kalsium. Plasma segar mengandung semua jenis protein yang
ada dalam sirkulasi. Bila plasma disimpan dalam suhu kamar,
aktivitas faktor V dan Vlll menurun perlahan-lahan.23

Antikoagulan adalah bahan yang digunakan untuk


mencegah pembekuan darah. Antikoagulan yang sering
digunakan dalam pemeriksaan hematologi antara lain Ethylen
diamin tetra acetat (EDTA), heparin, natrium sitrat, campuran
ammonium oxalate dan kalsium oxalate (Gandasoebrata, 2007).
EDTA bekerja dengan cara mengubah ion kalsium dari darah
menjadi bentuk yang bukan ion.24
Pemeriksaan gula darah dilakukan untuk mendeteksi
ada dan tidaknya penyakit diabetes mellitus. Ureum dan
kreatinin diperiksa untuk mengetahui normal dan tidaknya
fungsi ginjal. Sementara itu pemeriksaan profil lemak darah
dijadikan penanda ada dan tidaknya gejala aterosklerosis.19

2.6.2 Pemeriksaan Cairan Sendi


Pemeriksaan cairan sendi dilakukan di bawah
mikroskop. Tujuannya ialah untuk melihat kristal urat atau
monosodium urate (kristal MSU) dalam cairan sendi. Untuk
melihat perbedaan jenis artritis yang terjadi perlu dilakukan
kultur cairan sendi. Pemeriksaan cairan sendi ini merupakan
pemeriksaan yang terbaik. Cairan hasil aspirasi jarum yang
dilakukan pada sendi yang mengalami peradangan akan tampak
keruh karena mengandung kristal dan sel-sel radang. Seringkali
cairan memiliki konsistensi seperti pasta dan berkapur. Agar
mendapatkan gambaran yang jelas jenis kristal yang terkandung
maka harus diperiksa di bawah mikroskop khusus yang
berpolarisasi. Kristal-kristal asam urat berbentuk jarum atau
batangan ini bisa ditemukan di dalam atau di luar sel. Kadang
bisa juga ditemukan bakteri bila terjadi septic artritis.20

2.7 PENATALAKSANAAN

Tatalaksana optimal untuk penyakit gout membutuhkan


tatalaksana farmakologi maupun non farmakologi.
2.7.1 Tatalaksana Non-Farmakologi
2.7.1.1 Diet

Hindari makanan yang mengandung tinggi


purin dengan nilai biologik yang tinggi seperti hati,
ampela, ginjal, jeroan, dan ekstrak ragi. Makanan yang
harus dibatasi konsumsinya antara lain daging sapi,
domba, babi, makanan laut tinggi purin (sardine,
kelompok shellish seperti lobster, tiram, kerang, udang,
kepiting, tiram, skalop). Alkohol dalam bentuk bir, wiski
dan fortiied wine meningkatkan risiko serangan gout.
Demikian pula dengan fruktosa yang ditemukan dalam
corn syrup, pemanis pada minuman ringan dan jus buah
juga dapat meningkatkan kadar asam urat
serum.Sementara konsumsi vitamin C, dairy product
rendah lemak seperti susu dan yogurt rendah lemak,
cherry dan kopi menurunkan risiko serangan gout. elain
pengaturan makanan, konsumsi air yang cukup juga
menurunkan risiko serangan gout. Serta mencukupi
asupan cairan tubuh.3

2.7.1.2 Latihan Fisik


Latihan fisik dilakukan secara rutin 3−5 kali
seminggu selama 30−60 menit. Olahraga meliputi
latihan kekuatan otot, fleksibilitas otot dan sendi, dan
ketahanan kardiovaskular. Olahraga bertujuan untuk
menjaga berat badan ideal dan menghindari terjadinya
gangguan metabolisme yang menjadi komorbid gout.
Namun, latihan yang berlebihan dan berisiko trauma
sendi wajib dihindari.3
2.7.2 Tatalaksana Farmakologi
1. Serangan gout akut harus ditangani secepatnya. Evaluasi
adanya kontraindikasi sebelum pemberian terapi.
Pilihan terapi gout akut dengan onset <12 jam adalah kolkisin
dengan dosis awal 1 mg diikuti 1 jam kemudian 0.5 mg. Terapi
pilihan lain diantaranya: OAINS, kortikosteroid oral dan/atau bila
dibutuhkan aspirasi sendi dilanjutkan injeksi kortikosteroid.
Perhatikan kontraindikasi terapi sebelum diberikan, seperti
Kolkisin dan OAINS tidak boleh diberikan pada pasien yang
mengalami gangguan fungsi ginjal berat dan juga tidak boleh
diberikan pada pasien yang mendapat terapi penghambat P-
glikoprotein dan/atau CYP3A4 seperti siklosporin atau
klaritromisin.
2. Pemberian obat penurun asam urat tidak dianjurkan pada
terapi serangan gout akut, namun dilanjutkan pada pasien
yang sudah mengonsumsi obat tersebut secara rutin.
3. Pada penyakit komorbid:
a. Hipertensi: pertimbangkan untuk mengganti terapi
antihipertensi golongan thiazide atau loop diuretik.
b. Dislipidemia: pertimbangkan untuk memulai terapi statin
atau fenofibrat.3
Gambar 2 : Algoritma Rekomendasi Pengelolaan Gout Akut. Dimodifikasi
dari Rekomendasi EULAR untuk Penatalaksanaan Pasien Gout
Tahun 2016

2.8 PENCEGAHAN
Asam urat dikeluarkan dari tubuh sebagian besar melalui
urin, maka cara yang paling sederhana sebagai pencegahan dini yaitu
dengan banyak minum air putih dan menghindari makanan dengan
kandungan purin yang tinggi. Terdapat juga terapi farmakologi yang
bisa digunakan sebagai pencegahan dini yaitu dengan mengonsumsi
kolkisi yang tentunya memerlukan pemantauan dari dokter.2

2.9 KOMPLIKASI
Komplikasi dari Artritis Gout meliputi Severe Degenerative
Arthritis, infeksi sekunder, batu ginjal dan fraktur pada sendi. Sitokin,
kemokin, protease, dan oksidan yang berperan dalam proses inflamasi
akut juga berperan pada proses inflamasi kronis sehingga
menyebabkan sinovitis kronis, dekstruksi kartilago, dan erosi tulang.
Kristal monosodium urat dapat mengaktifkan kondrosit untuk
mengeluarkan IL-1, merangsang sintesis nitric oxide dan matriks
metaloproteinase yang nantinya menyebabkan dekstruksi kartilago.
Kristal monosodium urat mengaktivasi osteoblas sehingga
mengeluarkan sitokin dan menurunkan fungsi anabolik yang nantinya
berkontribusi terhadap kerusakan juxta artikular tulang.25
Artritis gout telah lama diasosiasikan dengan peningkatan
risiko terjadinya batu ginjal. Penderita dengan artritis gout membentuk
batu ginjal karena urin memilki Ph rendah yang mendukung terjadinya
asam urat yang tidak terlarut. Terdapat tiga hal yang signifikan
kelainan pada urin yang digambarkan pada penderita dengan uric acid
nephrolithiasis yaitu hiperurikosuria (disebabkan karena peningkatan
kandungan asam urat dalam urin), rendahnya Ph (yang mana
menurunkan kelarutan asam urat), dan rendahnya volume urin
(menyebabkan peningkatan konsentrasi asam urat pada urin.26

2.10 PROGNOSIS
Artritis gout sering dikaitkan dengan morbiditas yang cukup
besar, dengan episode serangan akut yang sering menyebabkan
penderita cacat. Namun, artritis gout yang diterapi lebih dini dan benar
akan membawa prognosis yang baik jika kepatuhan penderita terhadap
pengobatan juga baik.25
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit artritis gout adalah penyakit inflamasi sendi yang
ditandai dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam ataupun di
sekitar persendian. Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya
deposit atau penimbunan kristal asam urat dalam sendi, dapat disebabkan
karena metabolisme asam urat abnormal dan kelainan metabolik dalam
pembentukan purin maupun ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Nyeri artritis gout akut pertama umumnya terjadi di daerah
metatarsophalangeal secara tiba-tiba disertai sendi yang mengalami eritema,
bengkak, dan hangat. Diagnosis pasti dari artritis gout ditentukan hanya
dengan membuktikan adanya kristal asam urat dalam cairan sinovia/bursa
atau tophus. Diagnosis dapat dikonfirmasi melalui aspirasi persendian yang
mengalami inflamasi akut atau dicurigai topus. Pemberian terapi pada
Artritis Gout Akut harus ditangani secepatnya. Terapi diberikan secara
farmakologi maupun non-farmakologi. Dalam pencegahan dini Artritis Gout
cukup dengan mengubah pola hidup sehat dengan mengurangi konsumsi
makanan yang mengandung purin yang tinggi. Jika Artritis Gout ditangan
secara cepat dan tepat, maka akan memiliki prognosis yang baik serta
mengurangi terjadinya peluang pasien terkena cacat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Zahara, R. Artritis Gout Metakarpal dengan Perilaku Makan Tinggi


Purin Diperberat oleh Aktifitas Mekanik pada Kepala Keluarga
dengan Posisi Menggenggam Statis. Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Medula. 2013, 1(3), 68-71.

2. Nainggolan, O. Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di


Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. 2009, 59(12), 589

3. PB PAPDI, PB IRA. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout.


Perhimpunan Reumatologi Indonesia. Jakarta Pusat. 2018. 1-3.

4. Kumalasari TS, Saryono, Purnawan I. Hubungan Indeks Massa


Tubuh dengan Kadar Asam Urat Darah pada Penduduk Desa
Banjaranyar Kecamatan Sokaraja Kabupaten Banyumas. Jurnal
Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing). 2009;
Volume 4, No.3, November.

5. Zhu et al 2011, Prevalence of Gout and Hyperuricemia in the US


General Population, American College of Rheumatology, pp. 3136

6. Purwaningsih, T 2009, “Faktor-faktor Risiko Hiperurisemia”, Tesis,


Universitas Diponegoro

7. Hensen, TRP 2007, Hubungan Konsumsi Purin Dengan


Hiperurisemia Pada Suku Bali di Daerah Pariwisata Pedesaan, Jurnal
Penyakit Dalam, Vol. 8, No. 1, pp. 38

8. Weaver, AL. Epidemiology of Gout. Cleveland Clinic Journal of


Medicine. 2008;75(5), 9-10.

9. Roddy, E. Doherty, M. Epidemiology of Gout. Arthritis Research


and Therapy. 2010

10. Doherty, M. New Insights Into The of Gout. Oxford Journals. 2009,
ii2-ii8.

11. Tehupeiory, ES 2006, Artritis Gout dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, FKUI, Jakarta pp. 1208-1210

12. Busso N, So A 2010, Mechanisms of Inflammation in Gout, Arthritis


Research and Therapy, diakses 5 Agustus 2013,

13. Choi et al. 2005, Pathogenesis of Gout, American College of


Physicians, pp. 499-516

14. Dalbeth N, Haskard DO 2005, Mechanisms of Inflamma- tion in


Gout, Oxford Journals, pp. 1090-1096

15. Neogi, T 2011, Clinical Practice of Gout, The New England Journal
of Medicine, pp. 443-447

16. IRA. Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout Rekomendasi


Pedoman Diagnosis dan Pengelolaan Gout Perhimpunan
Reumatologi Indonesia.Jakarta: Perhimpunan Reumatologi
Indonesia. 2018

17. Schleisinger N. Reports: Diagnosis of Gout: Clinical, Laboratory,


and Radiologic Findings. The American Journal of Managed Care.
2009; Vol. 11, No. 15.

18. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s
Textbook of Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia.
2009:1481-1506.

19. Robert B. Salter, MD. Textbook of Disorders and Injuries of the


Musculoskeletal System. 3rd ed. Lippincott Williams & Wilkins.
USA:1999.p247-250.

20. Gibson T. Clinical features of gout. Rheumatology. 3rd ed.


Edinburg: Elsevier;2004.p.1919-28.

21. Sacher, Ronald A. dan Richard A. McPherson. 2004. Tinjauan klinis


hasil pemeriksaan laboratorium edisi 11. Alih bahasa : Brahm U.
Pendit dan Dewi Wulandari. EGC : Jakarta.
22. Speicher, E. Carl; Smith, W. Jack.(1994). The Choosing Effective
LaboratoriumTest. Philadelphila : W.B. Saunders Company.

23. Widmann, M.D. 1996; Tinjauan Klinis atau Hasil Pemeriksaan


Laboratorium. Jakarta; EGC.

24. Wirawan R dan Silman E. 2000. Pemeriksaan Laboratorium


Hematologi Sederhana, 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, hlm 3,
12

25. Rotschild, BM 2013, Gout and Pseudogout, Emedicine Medscape,


diakses 2 August 2013,http:// www.emedicine. medscape.
com/article/329958-author

26. Widyanto FW. Artritis Gout dan Perkembangannya. Rumah Sakit


Aminar Blitar. 2014;10(2),150

27. Firestein GS, Budd RC, Harris ED, Rudy S,Sergen JS. (eds) Kelley’s
Textbook of Rheumatology, 8th ed. W.B Saunders, Philadelphia.
2009:1481-1506.

28. Altman R et al. The American College of Rheumatology criteria for


the classification and reporting of osteoarthritis os the knee. Arthritis
Rheum.1986.

29. Wortmann RL. Gout and hyperuricemia. Kelley`s Textbook of

Rheumatlogy. 8th ed.Philadeplhia:Saunders;2001.p.1481-506.

Anda mungkin juga menyukai