NIM : 190111100150
A. Makelar
B. Komisioner
Pada perantara ini tak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan
seperti halnya pada makelar. Ia menghubungkan pula pemberi kuasanya dengan
pihak-pihak ketiga, tetapi biasanya dengan pemakaian nama sendiri. Meskipun
perkataan “biasanya” itu tak didapatkan di dalam pasal 76 KUHD, tetapi memang
demikianlah adanya, sebab KUHD sendiri di dalam pasal 79 memungkinkan
adanya seseorang komisioner yang bertindak atas nama pemberi kuasanya, karena
demikian ia mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajibannya ditaklukkan akan
titel 16 Buku III KUH Perd. Pada komisioner yang bertindak atas nama sendiri ia
formil tak mewakili pemberi kuasa (komiten). Tak nampak pada komisioner itu
bahwa padanya sesungguhnya ke dalam (intern) ada hubungan pemberian kuasa
terdapat komiten itu. Dengan nyata disebutkan di dalam pasal 77 ayat 1 KUHD
bahwa komisioner tidaklah berkewajiban menyebut namanya komiten, ia di dalam
perjanjian yang diadakan dengan pihak ketiga berkedudukan sebagai pihak
sendiri, demikian dengan tegas disebutkan di dalam pasal 77 ayat 2 KUHD.
Menurut kehendak pasal 76 KUHD seseorang itu menjalankan perusahaan,
yaitu dengan nama sendiri mengadakan perjanjian-perjanjian dengan orang-orang
lain dengan menerima upah (provisie), segala sesuatu atas perintah dan atas
pembiayaan orang lain. Orang yang juga dengan nama sendiri mengadakan
perjanjian-perjanjian dengan pihak ketiga yang sebenarnya bagi kepentingan
orang lain, tetapi tidak secara terus menerus dan terang-terangan, pendeknya tak
melakukan perusahaan, bukankah komisioner dalam pengertian menurut pasal 76
KUHD, tetapi anehnya di dalam pasal 85a disebutkan bahwa beberapa pasal-pasal
yang khusus diadakan bagi pengusaha komisioner, berlaku pula bagi pencari
untuk yang tak berbuat perantaraan-perantaraan dengan tetap itu.
Apakah sebabnya diatur demikian, itu karena kekuasaan perundang-
undangan memikirkan akan kemungkinan yang nyata bahwa seseorang yang
biasanya berniaga melulu untuk kepentingannya sendiri, kadang-kadang tak
menolak membantu kaum pengusaha lain, misalnya dengan membelikan atau
menjualkan barang-barang baginya, pendeknya memberikan perantaraan secara
insidentil.
Sifat perjanjian antara komiten (pemberi kuasa) dengan komisioner:
sebenarnya hal ini tak tegas diatur dalam undang-undang; Polak 1) berpendapat
bahwa Undang-undang sendiri menganggapnya sebagai pemberian kuasa, sebagai
antara lain ternyata dari pasal 85 KUHD; hanya, kata beliau selanjutnya,
hendaknya diindahkan bahwa pemberian kuasa itu adalah bersifat khusus, karena
di dalam titel mengenai pemberian kuasa, ialah titel ke 16 buku ke III KUH Perd.,
kekuasaan perundang-undangan sama sekali tak memikirkan akan perjanjian
komisi itu. Titel ke 16 itu hanya mengenai sesorang pemegang kuasa yang
bertindak selalu atas nama pemberi kuasa; lagi pula menduga (= veronderstellen)
bahwa pemberian kuasa itu biasanya terjadi tanpa upah (om niet, pasal 1794 KUH
Perd.), dugaan mana di dalam lapangan perniagaan tentunya meleset sama sekali.
Juga tentang akibat-akibat dari perjanjian komisi ini banyak yang tak diatur dalam
Undang-undang. Menurut pendapat saya antara lain di dalam hal perjanjian-
komisi ini menjumpai gejala hukum bahwa kepentingan-kepentingan perniagaan
telah makin lama makin tidak dapat dipenuhi secara memuaskan oleh peraturan-
peraturan purbakala yang masih banyak didapatkan di dalam KUH Perd. itu.
Pertumbuhan hukum di dalam lapangan perniagaan mungkin akan berwujud
dalam bentuk beberapa kebiasaan yang selayaknya diindahkan di dalam putusan-
putusannya para wasit dan hakim-hakim, bagi kebiasaan-kebiasaan mana dengan
baiknya pasal 1339 KUH Perd. Memberikan dasar.
C. Ekspeditur