NIM : 183507084
Kelas : A
2. Ketika Eropa berada pada masa-masa kelam yang diisi dengan berbagai
perang. Perjanjian Westphalia muncul sebagai awal lahirnya pendamai di
antara kaum yang terlibat dalam perang yang berlangsung berpuluh-puluh
tahun lamanya. Perjanjian Westphalia juga menandai berakhirnya perang
antara Katolik dan Protestan di Eropa yang berlangsung selama 30 tahun.
Perjanjian ini sedikit banyak membawa pengaruh pada dinamika politik
internasional hingga saat ini. Sebelum munculnya Perjanjian Westphalia,
keadaan Eropa diisi oleh berbagai konflik yang melibatkan kekuatan-
kekuatan besar kala itu. Kekuatan-kekuatan tersebut merupakan kerajaan-
kerajaan yang masing-masing memiliki kuasa yang terlibat konflik
bersenjata dengan berbagai alasan. Konflik tersebut awalnya dipicu oleh
upaya pembunuhan atas Raja Bohemia pada tahun 1618, yang akhirnya
menjadi Kaisar Romawi Suci, Ferdinand II. Setelah menjabat sebagai Kaisar
Romawi Suci, Ferdinand II menerapkan nilai-nilai Katolik di setiap penjuru
kerajaannya. Hal tersebut membuat kaum Protestan memberontak.
Pemberontakan itu kemudian membawa Eropa ke dalam pergolakan perang.
Perang tersebut menghancurkan sebagian besar wilayah Eropa, terutama
Jerman. Di wilayah tersebut, para kelompok bersenjata yang tidak diberikan
upah mengobrak-abrik dan menjarah banyak kota, desa, serta pertanian.
Dengan terjadinya kehancuran, korban tewas berjatuhan dengan jumlah
besar, timbulnya wabah kelaparan dan penyakit, maka muncullah Perjanjian
Westphalia sebagai akhir dari perang tiga puluh tahun yang menjadi
pembawa masa kelam di Eropa. Perjanjian ini merupakan titik awal dari
dikembangkannya sistem negara modern. Selain berakhirnya perang 30
tahun antara kaum Katolik dan Protestan, Perjanjian Westphalia juga secara
resmi mengakui kedaulatan Belanda dan Konfederasi Swiss. Perjanjian
Westphalia melibatkan Kaisar Romawi Suci Ferdinand II beserta Kerajaan
dari Spanyol, Prancis, Swedia, Belanda, dan sejumlah penguasa wilayah lain
di Eropa. Setelah munculnya Perjanjian Westphalia, susunan masyarakat
internasional yang baru didasarkan atas negara-negara nasional dan tidak
lagi berdasarkan pada kerajaan-kerajaan. Perjanjian Westphalia dalam
Hubungan Internasional sebagai pemicu perpecahan Kekaisaran Romawi
Suci dan hadirnya negara-negara berdaulat yang baru di Eropa, Perjanjian
Westphalia secara sarat menghadirkan konsep negara-bangsa (nation-state).
Selain itu muncul juga istilah negara modern. Perjanjian Westphalia
mendukung bangkitnya negara-bangsa (nation-state), institusionalisasi
terhadap diplomasi dan tentara. Sistem yang berasal dari Eropa ini diekspor
ke Amerika, Afrika, dan Asia lewat kolonialisme dan civilization standards.
Sistem internasional kontemporer akhirnya dibentuk lewat dekolonisasi
selama Perang Dingin. Namun, sistem ini tampaknya terlalu
disederhanakan. Sementara sistem negara-bangsa dianggap “modern”,
banyak negara tidak masuk ke dalam sistem tersebut dan disebut sebagai
“pra-modern”. Lebih lanjut, beberapa telah melampaui sistem negara-
bangsa dan dapat dianggap “pasca-modern”.
3. Mengacu pada tingkat kesuburan perempuan Muslim yang saat ini
mencapai 3,1 bayi per perempuan, jumlah populasi kaum Muslim di dunia
pada 2050 akan meningkat sebanyak 70%, menjadi 2,8 miliar orang atau
30% dari penduduk Bumi. Jumlah tersebut sekaligus menyamai populasi
umat Kristen di dunia. Selain itu kaum Muslim juga akan mewakili
sebanyak 10% dari total populasi penduduk Eropa. Namun, juga benar
bahwa penerapan agama Islam di Indonesia pada saat ini memiliki karakter
yang beragam karena setiap wilayah memiliki sejarah tersendiri yang
dipengaruhi oleh sebab-sebab yang unik dan berbeda-beda. Pada akhir 2016,
dalam konteks pemilihan gubernur Jakarta tahun 2017, Ahok membuat
penghujatan ketika dia mengatakan beberapa warga Jakarta tidak akan
memilih Ahok karena mereka "terancam dan tertipu" oleh mereka yang
menggunakan ayat Al-Ma'ida 51 dari Al-Qur'an (yang melarang populasi
Muslim dipimpin oleh pemimpin non-Muslim). Setelah sebuah video (yang
memanipulasi pernyataan Ahok) menjadi viral di media (sosial), kritik
muncul, terutama dari kelompok Muslim garis keras. Namun, penting untuk
memahami bahwa perkembangan Islamisasi ini sama sekali tidaklah sama
dengan radikalisme (atau Islamisme). Sebagian besar umat Muslim di
Indonesia memiliki toleransi tinggi pada agama-agama lain beserta aliran-
aliran lain di dalam Islam. Penyebaran Islam di Indonesia seharusnya tidak
dipandang sebagai proses yang cepat dan yang berasal dari satu asal atau
sumber saja. Sebaliknya, lebih tepat kalau dipandang sebagai proses yang
didorong beberapa gelombang Islamisasi yang sangat berkaitan dengan
perkembangan internasional dalam dunia Islam sebuah proses yang terus
berlanjut sampai dengan hari ini. Seperti yang telah dijelaskan di atas, para
pedagang Muslim yang datang ke wilayah kepulauan ini pada abad-abad
pertama era Islam bisa dianggap sebagai gelombang pertama. Gelombang
kedua juga sudah kami sentuh di atas, yaitu pendirian kerajaan-kerajaan
Islam di Nusantara (dan setelah raja masuk agama Islam, rakyatnya
biasanya mengikutinya).