PSIKOLOGI SOSIAL
“KONSEP SIKAP, PENGUKURAN SIKAP DAN MENGAPLIKASI
DALAM LAYANAN BK”
DOSEN PENGAMPU :
Prof. Dr. Firman, M.s.
2020
KONSEP SIKAP, PENGUKURAN SIKAP DAN MENGAPLIKASI DALAM
LAYANAN BK
A. Definisi Sikap
Sikap dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Dani, 2002:525)
didefinisikan sebagai perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan
pendirian, pendapat atau keyakinan. Sementara definisi sikap menurut
para ahli hingga saat ini masih berbeda pandangan, yang secara umum
pandangan tersebut dibagi ke dalam tiga kelompok. Kelompok pertama
yang diwakili oleh Thurstone, Likert, dan Osgood memandang sikap
merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek,
yang dapat berupa mendukung atau memihak maupun tidak mendukung
atau tidak memihak. Kelompok kedua yang diwakili oleh Chave,
Bogardus, LaPieree, Mead, dan Allport memandang sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara tertentu apabila
individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon. Kelompok ketiga yang diwakili oleh Secord & Backman
memandang sikap merupakan konstelasi komponen-komponen kognitif,
afektif, dan konatif yang saling berinteraksi dalam memahami, merasakan,
dan berperilaku terhadap suatu obyek (Azwar, 2005:4–5). Berdasarkan
ketiga pandangan di atas, sikap dapat didefinisikan sebagai reaksi individu
terhadap suatu obyek yang merupakan konstelasi kognitif, afektif, dan
konatif yang disebabkan oleh suatu stimulus yang menghendaki adanya
respon (pendirian).
B. Pembentukan Sikap
Pembentukkan sikap Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial
yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih
daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu
sebagai anggota kelompok sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan
saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Saifuddin Azwar (2012:30) “faktor –faktor yang mempengaruhi
pembentukkan sikap adalah pengalaman pribadi,pengaruh orang lain yang
dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga
pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional.”
D. Pengukuran Sikap
Alat ukur dapat dinyatakan baik bila alat ukur tersebut valid dan reliabel.
Validitas, dalam pengertiannya yang paling umum, adalah ketepatan dan kecermatan
skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya, sejauh mana alat ukur itu mampu
mengukur atribut yang ia rancang untuk mengukurnya. Alat ukur yang hanya mampu
mengungkap sebagian dari atribut yang seharusnya atau justru mengukur atribut lain,
dikatakan sebagai alat ukur yang tidak valid. Karena validitas sangat erat berkaitan
dengan tujuan ukur, maka setiap alat ukur hanya dapat menghasilkan data yang valid
untuk satu tujuan ukur pula.
Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap alat ukur.
Apakah suatu alat ukur berguna atau tidak sangat ditentukan oleh tingkat
validitasnya. Oleh karena itu, sejak tahap awal perancangan alat ukur sampai dengan
tahap administrasi dan pemberian skornya, usaha-usaha untuk menegakkan validitas
harus selalu dilakukan. Dalam rangka itulah perancang perlu mengenali beberapa
faktor yang dapat mengancam validitas alat ukur.
Suatu alat yang baik juga harus reliabel atau andal, artinya alat tersebut harus
dapat memberikan hasil pengukuran yang tetap atau stabil. Persoalan yang
menyangkut reliabilitas alat ukur adalah menyangkut persoalan kestabilan hasil
pengukuran.
1. Cara Pengukuran Sikap
Dalam pengukuran sikap ada beberapa macam cara, yang pada garis besarnya
dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Secara langsung yaitu subjek
secara langsung dimintai pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu masalah atau
hal yang dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini da[at dibedakan langsung berstruktur
dan langsung tidak berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya
mengukur sikap dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan
langsung atau dengan survey (misal public opinion survey). Sedangkan secara
langsung berstruktur, yaitu dengan pengukuran sikap dengan menggunakan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang
telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada subjek yang diteliti. Misal
pengukuran sikap dengan skala Bogardus, Thurstone, dan Likert.
Pengukuran sikap dengan tidak langsung ialah pengukuran sikap dengan
menggunakan tes. Dalam hal ini dapat dibedakan tes proyektif dan non proyektif. Tes
proyektif adalah tes dimana kepada subjek disajikan rangsangan yang relatif ambigius
(tidak jelas), dari cara subjek menanggapi rangsangan tersebut, tester dapat menduga
dan menyimpulkan motif dan emosi yang melandasi persepsinya. Misal : Tes Rho,
TAT, CAT, Grafis. Sedangkan tes non proyektif adalah tes dimana disajikan stimulus
yang cukup jelas. Tes non proyektif berbentuk skala/inventari misalnya : EPPS, 16
PF.
2. Pengukuran Sikap Secara Langsung tak Berstruktur
Pengukuran sikap langsung tak berstruktur ini merupakan cara pengukuran
sikap yang cukup sederhana, dalam arti tidak diperlukan persiapan yang cukup
mendalam guna mengadakan pengukuran sikap tersebut bila dibandingkan dengan
cara-cara yang lain. Misal untuk mengetahui sikap sementara penduduk terhadap
masalah kesehatan dengan cara mengadakan observasi di lapangan, ataupun dengan
wawancara. Berdasarkan hasil observasi ataupun wawancara tersebut kemudian
ditarik kesimpulan tentang bagaimana sikap penduduk terhadap kesehatan.
Pers.
Yusuf, Syamsu., dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan & Konseling.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya