Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) PADA LANSIA

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :
FEBI MUHAMAD RAMDAN
J.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS (PPOK) PADA LANSIA

A. Definisi PPOK pada Lansia


Penyakit paru obsruksi kronis (PPOK) adalah sekelompok penyakit paru yang
menghambat aliran udara pada pernapasan saat menarik napas atau menghembuskan napas.
Udara harus dapat masuk dan keluar dari paru- paru untuk memenuhi kebutuhan tubuh.
Ketika aliran udara ke arah luar paru-paru terhambat, udara akan terperangkap di dalam
paru-paru. Hal ini akan mempersulit paru- paru mendapatkan oksigen yang cukup bagi
bagian tubuh yang lainnya. Emfisema dan bronkitis kronis menyebabkan proses inflamasi
yang berlebihan dan pada akhirnya menimbulkan kelainan di dalam struktur paru-paru,
sehingga aliran udara terhambat secara permanen(itulah sebabnya disebut “obstruktif
kronis”).
Klasifikasi dari penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) yaitu:
1. Bronkitis kronis
Bronkitis akut adalah radang mendadak pada bronkus yang biasanya mengenai
trakea dan laring, sehingga sering disebut juga dengan laringotrakeobronkitis. Radang
ini dapat timbul sebagai kelainan jalan napas tersendiri atau sebagai bagian dari penyakit
sistemik, misalnya morbili, pertusis, difteri, dan tipus abdominalis. Istilah bronkitis
kronis menunjukan kelainan pada bronkus yang sifatnya menahun(berlangsung lama)
dan disebabkan berabagai faktor, baik yang berasal dari luar bronkus maupun dari
bronkus itu sendiri. Bronkitis kronis merupakan keadaan yang berkaitan dengan
produksi mukus trakeobronkial yang berlebihan, sehingga cukup untuk menimbulkan
batuk dan ekspektorasi sedikitnya 3 bulan dalam setahun dan paling sedikit 2 tahun
secara berturut-turut.
2. Emfisema Paru
Menurut WHO, emfisema merupakan gangguan pengembangan paru yang
ditandai dengan pelebaran ruang di dalam paru-paru disertai destruktif jaringan. Sesuai
dengan definisi tersebut, jika ditemukan kelainan berupa pelebaran ruang
udara(alveolus) tanpa disertai adanya destruktif jaringan maka keadaan ini sebenarnya
tidak termasuk emfisema, melainkan hanya sebagai overinflation. Sebagai salah satu
bentuk penyakit paru obstruktif menahun, emfisema merupakan pelebaran asinus yang
abnormal, permanen, dan disertai destruktif dinding alveoli paru. Obstruktif pada
emfisema lebih disebabkan oleh perubahan jaringan daripada produksi mukus, seperti
yang terjadi pada asma bronkitis kronis.
3. Asma bronkial
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkial yang mempunyai ciri
bronkospasme periodik (kontraksi spasme pasa saluran napas) terutama pada
percabangan trakeonronkial yang dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti oleh
faktor biokemial, endokrin, infeksi, otonomik, dan psikologi. Asma didefinisakn
sebagai suatu penyakit inflamasi kronis di saluran pernapasan, dimana terdapat banyak
sel-sel induk, eosinofil, T-limfosit, neutrofil, dan sel-sel epitel. Pada individu rentan,
inflamasi ini menyebabkan episode wheezing, sulit bernapas, dada sesak, dan batuk
secara berulang, khususnya pada malam hari dan di pagi hari.
B. Etiologi
Etiologi penyakit ini yang sering ditemukan meliputi:
1. Kebiasaan merokok merokok
Hampir semua perokok menyadari bahwa merokok merupakan kebiasaan yang
salah. Namun sebagaian besar perokok tidak mampu menghilangkan kebiasaan ini.
Resiko mengalami serangan jantung 2 kali lebih besar bagi prokok berat atau yang
merokok 20 batang atau lebih dalam sehari. Bahkan, resiko menghadapi kematian
mendadak 5 kali lebih besar dari pada orang yang tidak merokok sama sekali. Namun
bagi mereka yang dapat berhenti merokok sama sekali, resiko ini dapat berkurang hampir
sama yang tidak merokok. Sejumlah kecil nikotin dalam rokok adalah racun bagi tubuh.
Nikotin yang terserap dalam setiap hisapan rokok memang tidak mematikan, tetapi tetap
membahayakan jantung. Terjadi pengerasan pembuluh nadi serta mengacaukan irama
jantung.
2. Infeksi saluran napas atas yang kambuh atau kronis ISPA
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Penyebab penyakit ini dapat berupa
bakteri, virus dan berbagai mikroba lain. Gejala utama dapat berupa batuk dan demam,
kalau berat, dapat disertai sesak napas dan nyeri dada. Penanganan penyakit ini dapat
dilakukan dengan istirahat, pengobatan simtomatis sesuai gejala atau pengobatan kausal
untuk mengatasi penyebab, peningkatan daya tahan tubuh dan pencegahan penularan
kepada orang sekitar, antara lain dengan menutup mulut ketika batuk, tidak meludah
sembarang. Faktor berkumpulnya banyak orang misalnya di tempat pengungsian tempat
korban banjir, juga berperan dalam penularan ISPA.
3. Polusi udara
4. Emisi kendaraan bermontor
Selama ini orang banyak menduga bahwa andil terbesar dari pencemaran udara
kota berasal dari industri. Jarang di sadari, bahwa justru yang mempunyai andil sangat
besar adalah gas dan partikel yang di emifisikan ( dikeluarkan ) oleh kendaraan
bermontor. Padahal kendaraan bermontor jumlahnya semakin bertambah besar. Di kota-
kota besar, konstrikbusi gas buang kendaraan bermontor sebagai sumber pencemaran
udara mencapai 60 – 70%. Padahal, konstribusi gas buah dari cerobong asap industri
hanya berpisah 10-15%, sedangkan sisannya dari sumber pembakaran lain, misalnya dari
rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan, dll
Sebenarnya banyak polutan udara yang perlu di waspadai, tetapi WHO ( word
helalth organization) menetapkan beberapa jenis polutan yang di anggap serius. Polutan
udara yang berbahaya bagi kesehatan manusia, hewan, serta mudah merusak harta benda
adalah partikulat yang mengandung partikel ( asap dan jelaga ), hidrokarbon, sulfur di
oksida, dan nitrogen oksida. Kesemuanya di emisikan oleh kendaraan bermontor.
C. Klasifikasi PPOK
Tingkatan keparahan penyakit PPOK :
Tingkat Nilai FEV1 dan gejala
0 Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum dan
dispnea.
Beresiko
Ada paparan terhadap faktor resiko (rokok, polusi),spirometri

normal.
I FEV1/FVC < 70%, FEV1≥ 80%, dan umumnya, tapi tidak selalu
ada gejala batuk kronis dan produksi sputum. Pada tahap ini,
Ringan
pasien biasanya bahkan belum berasa paru-parunya bermasalah.
II FEV1/FVC < 70%, 50% < FEV1 < 80%, gejalamya biasanya

Sedang mulai progresif/memburuk, dengan nafas pendek-pendek.


III FEV1/FVC < 70%, 30% < FEV1 < 50%. Terjadi eksaserbasi
berulang yang mulai mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pada
Berat
tahap ini pasien mulai mencari pengobatan karena mulai dirasakan
sesak nafas atau serangan penyakit.
IV FEV1/FVC < 70%, FVE1 < 30% atau < 50% plus kegagalan
respirasi kronis. Pasien bisa digolongkan masuk tahap IV jika
Sangat berat
walaupun FEV1 > 30%, tapi pasien mengalami kegagalan
pernafaasan atau gagal jantung kanan/cor pulmonary. Pada tahap
ini, kualitas hidup sangat terganggu dan serangan mungkin
mengancam jiwa.

D. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala PPOK dapat mencakup:
1. Penurunan kemampuan melakukan aktivitas fisik atau pekerjaan yang cukup berat dan
keadaan ini terjadi Karena penurunan cadangan paru
2. Batuk produktif akibat stimulasi reflex batuk oleh mucus
3. Dispenea pada aktivitas fisik ringan
4. Infeksi saluran nafas yang sering terjadi
5. Hipoksemia intermiten atau kontinu
6. Hasil tes faal paru yang menunjukkan kelainan yang nyata
7. Deformitas toraks

E. Patofisiologi
Faktor – faktor resiko yang telah disebutkan diatas akan mendatangkan proses
inflamasi bronkus dan juga menimbulkan kerusakan pada dinding bronkiolus
terminal.Akibat dari kerusakan yang timbul akan terjadi obstruksi bronkus kecil atau
bronkiolus terminal, yang mengalami penutupan atau obstruksi awal fase ekspirasi.Udara
yang pada saat inspirasi mudah masuk ke dalam alveoli, saat ekspirasi banyak yang terjebak
dalam alveolus dan terjadilah penumpukan udara atau air trapping. Hal inilah yang
menyebabkan adanya keluhan sesak nafas dengan segala akibat – akibatnya.Adanya
obstruksi dini saat awal ekspirasi akan menimbulkan kesulitan ekspirasi dan menimbulkan
pemanjangan fase ekspirasi.
F. Komplikasi
1. Hipoksemia
Hipoksemia didefinisikan sebagai penurunan nialai Pa02 < 55 mmHg, dengan nilai
saturasi oksigen < 85%. Pada awalnya klien akan mengalmi perubahan mood, penurunan
konsentrasi, dan menjadi pelupa. Pada tahap lajut akan timbul sianosis
2. Asidosis Respiratori
Rimbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2(hiperkapnea). Tanda yang muncul antara
lain nyeri kepala,fatigue,letargi,dizzines,dan takipnea.
3. Infeksi Respirator
Infeksi pernapasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus dan rangsangan
otot polos bronkial serta edema mukosa. Terbatasnya aliran udara akan menyebabkan
peningkatan kerja napas dan timbulnya dispnea.
4. Gagal Jantung
Terutama kor pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus diobservasi
terutama pada klien dengan dispnea berat. Komplikasi ini sering kali berhubungan
dengan bronkitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga dapat mengalami
masalah ini.
5. Kardiak Disritmia
Timbul karena hipoksemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis respirator
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asma bronkial. Penyakit ini
sangat berat, potensial mengancam kehidupan, dan sering kali tidak berespons terhadap
terapi yang biasa diberikan. Penggunan otot bantu pernapasan dan distensi vena leher
sering kali terlihat pada klien dengan asma.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk penderita PPOK usia lanjut, sebagai berikut :
1. Meniadakan faktor etiologik atau presipifasi
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikrobia. Apabila tidak ada infeksi anti
mikrobia tidak perlu diberikan.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator (Aminophillin dan
Adrenalin).
5. Pengobatan simtomatik ( lihat tanda dan gejala yang muncul )
- Batuk produktif beri obat mukolitik / ekspektoran
- Sesak nafas beri posisi yang nyaman (fowler) , beri O2
- Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infuse
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan, O2 harus diberikan dengan aliran
lambat : 1-2 liter/menit.
8. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang terperangkap.
9. Memberi pengajaran mengenai tehnik-tehnik relaksasi dan cara-cara untuk menyimpan
energy
10. Tindakan “Rehabilitasi”
- Fisioterapi, terutama ditujukan untuk membantu pengeluaran sekret bronku
- Latihan pernafasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernafasan yang
paling efektif baginya.
- Latihan, dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmaninya.
- Vocational Suidance : Usaha yang dilakukan terhadap penderita agar sedapat-dapat
kembali mampu mengerjakan pekerjaan semula.
Pengelolaan Psikososial : terutama ditujukan untuk penyesuaian diri
penderita dengan penyakit yang dideritanya.
H. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis
Proses keperawatan meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, penyusunan
kriteria hasil, tindakan dan evaluasi. Perawat menggunakan pangkajian dan penilaian klinis
untuk merumuskan hipotesis atau penjelasan tentang penyajian masalah aktual atau potensial,
risiko dan atau peluang promosi kesehatan. Semua langkah-langkah ini membutuhkan
pengetahuan tentang konsep-konsep yang mendasari ilmu keperawatan sebelum pola
diidentifikasikan sesuai data klinis atau penetapan diagnosis yang akurat (Herdman H, 2015).
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku, bangsa, pendidikan,
pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit, diagnosa medis, nomor registrasi.

b. Keluhan utama
Biasanya pasien PPOK mengeluh sesak nafas dan batuk yang disertai sputum.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien PPOK mengeluhkan sesak napas, kelemahan fisik, batuk yang
disertai dengan adanya sputum.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat paparan gas berbahaya seperti merokok, polusi udara, gas hasil pembakaran
dan mempunyai riwayat penyakit seperti asma (Ikawati 2016).
e. Riwayat kesehatan keluarga
Ditemukan ada anggota keluarga yang mempunyai riwayat alergi (asma) karna asma
merupakan salah satu penyebab dari PPOK.
f. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Biasanya pada penderita PPOK terjadi
perubahan persepsi dan tata laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan
tentang PPOK. Biasanya terdapat riwayat merokok karena merokok
meningkatkan risiko terjadinya PPOK 30 kali lebih besar ( Ikawati, 2016).
2) Pola nutrisi dan metabolisme Biasanya pada pasien PPOK terjadi penurunan nafsu
makan.
3) Pola eliminasi Pada pola eliminasi biasanya tidak ada keluhan atau gangguan.
4) Pola istirahat dan tidur Pola tidur dan istirahat biasanya terganggu karena karena
sesak.
5) Pola aktifitas dan latihan Pasien dengan PPOK biasanya mengalami penurunan
toleransi terhadap aktifitas. Aktifitas yang membutuhkan mengangkat lengan
keatas setinggi toraks dapat menyebabkan keletihan atau distress pernafasan
(Suzanne, 2001).
6) Pola persepsi dan konsep diri Biasa nya pasien merasa cemas dan ketakutan
dengan kondisinya.
7) Pola sensori kognitif Biasa nya tidak ditemukan gangguan pada sensori kognitif
8) Pola hubungan peran Biasanya terjadi perubahan dalam hubungan intrapersonal
maupun interpersonal .
9) Pola penanggulangan stress Biasanya proses penyakit membuat klien merasa
tidak berdaya sehingga menyebabkan pasien tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang adaptif.
10) Pola reproduksi seksual Biasanya pola reproduksi dan seksual pada pasien yang
sudah menikah akan mengalami perubahan
11) Pola tata nilai dan kepercayaan. Biasanya adanya perubahan status kesehatan dan
penurunan fungsi tubuh mempengaruhi pola ibadah pasien.
g. Pemeriksaan fisik
1) Gambaran umum Biasanya kesadaran pasien composmentis
2) Kepala
Biasanya rambut tidak bersih karena pasien dengan PPOK mengalami penurunan
toleransi terhadap aktifitas termasuk perawatan diri.
3) Mata
Biasanya mata simetris, sklera tidak ikterik
4) Telinga
Biasanya telinga cukup bersih,bentuk simetris dan fungsi pendengaran normal
5) Hidung
Hidung simetris, hidung bersih
6) Leher
Biasanya tidak ditemukan benjolan.
7) Paru
a) Inspeksi biasanya terlihat klien mempunya bentuk dada barrel chest
penggunaan otot bantu pernafasan
b) Palpasi biasanya premitus kanan dan kiri melemah
c) Perkusi bisanya hipersonor
d) Auskultasi biasanya terdapat ronkhi dan wheezing sesuai tingkat keparahan
obstruktif
8) jantung
a) inspeksi bisanya ictus cordis tidak terlihat
b) Palpasi biasanya ictus cordis teraba
c) Auskultasi biasanya irama jantung teratur
9) abdomen
a) Inspeksi biasanya tidak ada asites
b) Palpasi biasanya hepar tidak teraba
c) Perkusi biasanya timphany
d) Auskultasi biasanya bising usus normal
10) Ekstremitas biasanya didapatkan adanya jari tabuh (clubbing finger) sebagai
dampak dari hipoksemia yang berkepanjangan ( Muttaqin, 2012).
f. Pemeriksaan diagnostik
1) Pengukuran fungsi paru
a) Kapasitas inspirasi menurun dengan nilai normal 3500 ml
b) Volume residu meningkat dengan nilai normal 1200 ml c) FEV1 (forced
expired volume in one second) selalu menurun : untuk menentukan derajat
PPOK dengan nilai normal 3,2 L d) FVC (forced vital capacity) awalnya
normal kemudian menurun dengan nilai normal 4 L e) TLC (Kapasitas Paru
Total) normal sampai meningkat sedang dengan nilai normal 6000 ml
2) Analisa gas darah PaO2 menurun dengan nilai normal 75-100 mmHg, PCO2
meningkat dengan nilai normal 35-45 mmHg dan nilai pH normal dengan nilai
normal 7,35-7,45 3)
3) Pemeriksaan Laboratorium
a) Hemoglobin (Hb) meningkat dengan nilai normal pada wanita 12-14 gr/dl
dan laki-laki 14-18 gr/dl , hematocrit (Ht) meningkat dengan nilai normal
pada wanita 37-43 % dan pada laki-laki 40-48 %
b) Jumlah darah merah meningkat dengan nilai normal pada wanita 4,2-5,4
jt/mm3 dan pada laki-laki 4,6-6,2 jt/mm3
c) Eosonofil meningkat dengan nilai normal 1-4 % dan total IgE serum
meningkat dengan nilai normal < 100 IU/ml d) Pulse oksimetri , SaO2
oksigenasi meningkat dengan nilai normal > 95 %.
d) Elektrolit menurun
4) Pemeriksaan sputum Pemeriksaan gram kuman / kultur adanya infeksi campuran.
kuman pathogen yang biasa ditemukan adalah streptococcus pneumonia,
hemophylus influenzae.
5) Pemeriksaan radiologi Thoraks foto (AP dan lateral) Menunjukkan adanya
hiperinflasi paru, pembesaran jantung dan bendungan area paru (Muttaqin, 2012)
2. Diagnosa Keperawatan Menurut SDKI diagnosa yang sering muncul dalam PPOK
adalah
a. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (D0005)
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan (D0001)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan hasil (SMART)
1 Pola nafas tidak efektif Tujuan: Setelah Pemantauan Respirasi
berhubungan dengan dilakukan tidakan Observasi:
hambatan upaya nafas keperawatan 3 x 24 1. Monitor pola 1. Untuk mengetahui
(D0005) jam diharapkan pola nafas, monitor pola nafas dan
DS : nafas teratasi. Dengan saturasi oksigen saturasi pasien
 Mengungkap sesak kriteria hasil: 2. Monitor 2. Agar terpantau
 Sesak berkurang frekuensi, irama, upaya nafas yang
DO :  Tidak kedalaman dan upaya dilakukan pasien
 Penggunaan otot menggunkan otot napas 3. Untuk mengetahui
bantu pernapasan. bantu nafas 3. Monitor adanya adakah sumbatan
 Fase ekspirasi  Frekuensi nafas sumbatan jalan nafas nafas
memanjang.  Kedalam nafas
 Pola napas Terapeutik 1. Mengetahui

abnormal (mis. 1. Atur Interval kondisi pasien

takipnea. bradipnea, pemantauan respirasi

hiperventilasi sesuai kondisi pasien

kussmaul cheyne- Edukasi 1. Agar keluarga dan

stokes). 1. Jelaskan tujuan pasien memahi


dan prosedur prosedur yang
pemantauan akan dilakukan
2. Agar pasien dan
keluarga
2. Informasikan mengetahui
hasil pemantauan, jika kondisi yang
perlu dialami pasien

1. Untuk mengetahui
Terapi Oksigen kecepatan oksigen
Observasi: 2. Agar terapi
1. Monitor oksigen maksimal
kecepatan aliran 3. Untuk memantau
oksigen tanda hipoventilasi
2. Monitor posisi pada pasien
alat terapi oksigen 4. Agar mengetahui
3. Monitor tanda- mukosa di hidung
tanda hipoventilasi pasien

4. Monitor integritas
mukosa hidung 1. Untuk
akibat pemasangan membersihan
oksigen hambatan
Terapeutik: 2. Memaksimal jalan
1. Bersihkan sekret nafas dengan
pada mulut, hidung terapi oksigen
dan trakea, jika perlu 3. Untuk mengurangi
2. Pertahankan sesak nafas
kepatenan jalan napas
1. Agar keluarga dan
3. Berikan oksigen pasien dapat
jika perlu mengerti
Edukasi
1. Ajarkan keluarga cara 1. Untuk
menggunakan O2 di mendapatkan
rumah terapi oksigen
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
2 Bersihan jalan nafas dosis oksigen
tidak efektif Tujuan: Setelah
berhubungan dengan dilakukan tidakan
sekresi yang tertahan keperawatan 3 x 24 1. Untuk mengetahui
(D0001) jam diharapkan Manajemen Jalan pola nafas pasien
DS: bersihan jalan nafas Napas 2. Mengetahui
 Mengatakan sesak dapat teratasi. Dengan Observasi: adanya bunyi nfas
 Mengatakan sulit kriteria hasil: 1. Monitor pola napas tambahan
bicara  Batuk efektif 3. Mengetahui
 Produksi sputum 2. Monitor bunyi napas produksi sputum
DO: berkurang tambahan pasien
 Pola nafas
 Gelisah. 3. Monitor sputum 1. Agar tidak ada
 Mengi berkurang
 Sianosis.  Sianosis teratasi (jumlah,warna,aroma) sumbatan
2. Posisi dapat
 Bunyi napas
Terapeutik membantu pasien
menurun. 1. Pertahankan mengurangi sesak
kepatenan jalan napas 3. Agar sesak
 Frekuensi napas
2. Posisikan semi fowler berkurang
berubah. atau fowler 4. Untuk
 Pola napas berubah. mengeluarkan
3. Lakukan fisioterapi lender
dada, jika perlu 5. Agar dapat
4. Lakukan penghisapan mengurangi sesak
lendir kurang dari 15 nafas
detik
5. Berikan oksigen, jika
perlu
1. Agar asupan
cairan terpenuhi

Edukasi
1. Anjurkan asupan
cairan 2000ml/hari, 1. Untuk
jika tidak mengeluarkan
kontraindikasi lender
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator,
ekspektoran, 1. Untuk mengetahui
mukolitik, jika perlu pola nafas pasien
Pemantauan Respirasi 2. Untuk mengetahui
Observasi: pernafasan pasien
1. Monitor pola nafas
3. Agar terpantau
2. Monitor frekuensi, kondisi pasien
irama, kedalaman dan
upaya napas 4. Mengetahui
3. Monitor saturasi sumbatan jalan
oksigen, monitor nilai nafas yang dialami
AGD pasien
4. Monitor adanya 5. Untuk produksi
sumbatan jalan nafas sputum pasien

1. Untuk memantau
5. Monitor produksi kondisi pasien
sputum
Terapeutik
1. Atur Interval
pemantauan respirasi 1. Agar pasien dan
sesuai kondisi pasien keluarga mengerti
2. Agar pasien dan
Edukasi keluarga
1. Jelaskan tujuan dan mengetahui
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Kuwalak, Jennifer.P.2011.PATOHFISIOLOGI,Jakarta:EGC
Somantri,Irwan.2009.Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Syamsudin,Sesilia Andriani keban.2013.Buku ajar Farmakotrapi gangguan saluran
pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Anies.2015.penyakit berbasis lingkungan.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media Herdman,T.
Heather.2012.diagnosis keperawatan.Jakarta:EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
LAPORAN PENDAHULUAN
INSOMNIA PADA LANSIA

Diajukan untuk memenuhi tugas matakuliah Keperawatan Gerontik

Disusun Oleh :
FEBI MUHAMAD RAMDAN
J.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BUDI LUHUR
2021
 
LAPORAN PENDAHULUAN
INSOMNIA PADA LANSIA

A. Definisi Insomia Pada Lansia


Insomnia didefinisikan sebagai suatu persepsi dimana seseorang merasa tidak
cukuptidur atau merasakan kualitas tidur yang buruk walaupun orang tersebut sebenarnya
memilikikesempatan tidur yang cukup, sehingga mengakibatkan perasaan yang tidak bugar
sewaktu atausetelah terbangun dari tidur .Penderita insomnia berbeda dengan orang
yang memang waktu tidurnya pendek (short  sleepers), dimana pada short sleepers meskipun
waktu tidur mereka pendek, mereka tetapmerasa bugar sewaktu bangun tidur, berfungsi
secara normal di siang hari, dan mereka tidak mengeluh tentang tidur mereka di malam hari.
Tidur tidak sekadar mengistirahatkan tubuh, tapi juga mengistirahatkan otak,
khususnyaserebral korteks, yakni bagian otak terpenting atau fungsi mental tertinggi, yang
digunakan untuk mengingat, memvisualkan serta membayangkan, menilai dan memberikan
alasansesuatu.Tes yang pernah dilakukan terhadap beberapa ratus pria yang bersedia menjadi
sukarelawan untuk tidak tidur selama berhari-hari menunjukkan, setelah 5 hari, memang
tidak terjadi kemerosotan fisik yang berarti. namun dalam jam saja tidak tidur, gejala
gangguanmental serius sudah terlihat, seperti cepat marah, memori hilang, timbul halusinasi,
ilusi, dll.
Meski begitu, dengan tidur kembali keesokan harinya semua gangguan itu hilang.
Ahli menyatakan, mendingan orang tidak makan dan minum daripada tidak tidur. Tes
laboratorium pada hewan menunjukkan, mereka bisa bertahan hidup tanpa makan dan minum
sampai 20 hari,tapi tidak tidur hanya bertahan tidak lebih dari lima hari. Sejumlah ahli yang
memonitor aktivitas tubuh menuju tidur menambahkan, saat tidur  pikiran dan otot-
otot kita saling merangsang. 
Ketegangan otot menyebabkan korteks terus aktif  sedangkan ketegangan otak
menyebabkan otot terus aktif. Kelelahan akan mengurangi iramakerja otot, demikian juga di
kala beristirahat, sehingga semua ini akan menurunkan kegiatandalam korteks. Menurunnya
aktivitas dalam korteks akan membiarkan otot-otot kita semakin rileks. Begitu rangsangan
antara pikiran dan otot menurun, kita akan mengantuk lalu tertidur. Selagi tidur, jantung kita
akan berdetak lebih lamban, tekanan darah menurun, dan pembuluh-pembuluh darah
melebar. Suhu badan turun sekitar -17,50C tetapi perut dan usus tetap bekerja. Sementara
tidur, tubuh sekali-kali bergerak. /erakan sebanyak 20-40 kali masih dianggapnormal.
Terganggu insomnia berarti kerja pikiran dan otot tidak berjalan seiring. Pikiran kitaakan
sulit tertidur bila otot masih tegang. Sebaliknya, akan sulit bagi otot untuk tertidur
jika pikiran masih terjaga, tegang, dsb.
B. Etilogi
Beberapa faktor yang merupakan penyebab Insomnia yaitu
2. Faktor Psikologi
Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyabab dari Insomnia jenis kronis,
sedangkan berita-berita buruk gagal rencana dapat menjadi penyebab insomnia transient.
a. Problem Psikiatri
Depresi paling sering ditemukan. Jika bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak
diingininkan,adalah gejala paling umum dari awal depresi, cemas, Neorosa, dan
gangguan psikologi lainnyasering menjadi penyebab dari gangguan tidur.
b. Sakit Fisik
Sakit fisik sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu sehingga hidung
yang tersumbat dapatmerupakan penyebab gangguan tidur. Selama penyebab fisik
atau sakit fisik tersebut belum dapatditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau
sulit tidur akan dapat tetap dapat terjadi. 
3. Faktor Lingkungan
Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat jet, lintasan kereta api,
pabrik atau bahkan TV tetangga dapat menjadi faktor penyebab susah tidur.
a. Gaya Hidup
Gaya hidup: Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak
teratur, juga dapat menjadifaktor penyebab sulit tidur.
3. Karena Kondisi Medis
Tiap kondisi yang menyakitkan atau tidak menyenangkan,sindroma apnea tidur,
restless leggssyndrome, faktor diet, parasomnia, efek obat langsung (drugs, alcohol),
efek putus obat, penyakit endokrin metabolik, penyakit infeksi, neoplastic, nyeri
ketidaknyamanan, lesi batang otak hipotalamus, akibat penuaan.
C. Klasifikasi Insomnia
Adapun macam-macam dari tipe insomnia yaitu
1. Insomnia sementara (transient)
Yakni insomnia yang berlangsung beberapa malam dan biasanya berhubungan dengan
kejadian-kejadian tertentu yang berlangsung sementara dan biasanya menimbulkan stress
dandapat dikenali dengan mudah oleh pasien sendiri. Diagnosis transient insomnia
biasanya dibuatsecara retrospektif setelah keluhan pasien sudah hilang. Keluhan ini
kurang lebih ditemukansama pada pria dan wanita dan episode berulang juga cukup
sering ditemukan, faktor yang memicu antara lain akibat lingkungan tidur yang
berbeda, gangguan irama sirkadian sementaraakibat jet lag atau rotasi waktu kerja, stress
situasional akibat lingkungan kerja baru, dan lain-lainnya. Transient insomnia biasanya
tidak memerlukan terapi khusus dan jarang membawa pasien ke dokter. 
2. Insomnia jangka pendek 
Yakni gangguan tidur yang terjadi dalam jangka waktu dua sampai tiga minggu.
Kedua jenis insomnia ini biasanya menyerang orang yang sedang mengalami stress, bera
da dilingkungan yang ribut,ramai, berada di lingkungan yang mengalami perubahan temp
eratur ekstrim, masalah dengan jadwal tidur bangun seperti yang terjadi saat jetlag, efek
samping pengobatan.
3. Insomnia kronis
Kesulitan tidur yang dialami hampir setiap malam selama sebulan atau lebih. 'alah
satu penyebab chronic insomnia yang paling umum adalah depresi. Penyebab lainnya 
a. Berupa arthritis, gangguan ginjal, gagal jantung, sleep apnea, sindrom restless legs,
Parkinson, danhyperthyroidism.
b. Faktor perilaku,termasuk penyalahgunaan kafein, alkohol, dan substansi lain, siklus ti
durbangun yangdisebabkan oleh kerja lembur dan kegiatan malam hari lainnya,
dan stres kronis.
D. Manifestasi Insomnia
1. Perasaan sulit tidur, bangun terlalu awal 
2. Wajah kelihatan kusam.
3. Mata merah, hingga timbul bayangan gelap di bawah mata.
4. Lemas, mudah mengantuk 
5. Resah dan mudah cemas
6. Sulit berkonsentrasi, depresi, gangguan memori, dan gampang tersinggung.
E. Dampak Insomnia
Berbagai dampak merugikan yang ditimbul dari insomni yaitu
1. Depresi.
2. Kesulitan untuk berkonsentrasi
3. Aktivitas sehari-hari menjadi terganggu
F. WOC

G. Asuhan Keperawatan Lansia Dengan Gangguan Tidur


Menurut Aspiani (2014) pengkajian asuhan keperawatan gerontik dengan gangguan tidur
adalah sebagai berikut:
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas Pasien
b. Identitas penanggungjawab
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien dengan gangguan istirahat tidur
adalah klien mengeluh kesulitan untuk memulai tidur atau sering terbangun pada
saat tidur.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berupa uraian mengenai keadaan klien saat ini, mulai
timbulnya keluhan yang dirasakan sampai saat dilakukan pengkajian.
3) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat kesehatan dahulu seperti riwayat adanya masalah gangguan istirahat
tidur sebelumnya dan bagaimana penanganannya.
4) Riwayat kesehatan keluarga
Apakah dalam keluarga ada yang mengalami gangguan istirahat tidur seperti yang
dialami oleh klien, atau adanya penyakit genetik yang mempengaruhi istirahat
tidur.
d. Pola kesehatan fungsional
2) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat Klien mengalami gangguan persepsi,
klien mengalami gangguan dalam memelihara dan menangani masalah
kesehatannya.
3) Pola nutrisi Klien dapat mengalami penurunan nafsu makan.
4) Pola eliminasi Klien tidak mengalami polyuria atau dysuria, dan juga tidak
mengalami konstipasi.
5) Pola tidur dan istirahat Klien mengalami kesulitan memulai tidur, terbangun
dalam waktu yang lama.
6) Pola aktivitas dan istirahat Klien mengalami gangguan dalam pemenuhan
aktivitas sehari-hari karena kelemahan akibat gangguan tidur. Pengkajian
kemampuan 31 klien dalam memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat
menggunakan indeks KATZ.
7) Pola hubungan dan peran Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran
klien terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal, pekerjaan, tidak
punya rumah, dan masalah keuangan.
8) Pola sensori dan kognitif Klien mengalami ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan minat dan motivasi. Untuk mengetahui status mental klien dapat
dilakukan pengkajian menggunakan Tabel Short Portable Mental Status
Quesionare (SPMSQ). 8
9) Pola persepsi dan konsep diri Klien tidak mengalami gangguan konsep diri. Untuk
mengkaji tingkat depresi klien dapat menggunakan Tabel Inventaris Depresi Beck
(IDB) atau Geriatric Depresion Scale (GDS)
10) Pola seksual dan reproduksi Klien mengalami penurunan minat terhadap
pemenuhan kebutuhan seksual.
11) Pola mekanisme koping Klien menggunakan mekanisme koping yang tidak
efektif dalam menangani stress yang dialaminya.
12) Pola tata nilai dan kepercayaan Klien tidak mengalami gangguan dalam spiritual.
e. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan istirahat
tidur biasanya lemah.
2) Kesadaran Kesadaran klien composmentis
3) Tanda-tanda vital Pada umumnya, lansia dengan gangguan tidur mengalami
peningkatan tekanan darah.
4) Pemeriksaan Review of System (ROS)
a) Sistem pernafasan (B1: Breathing) Dapat ditemukan peningkatan frekuensi
nafas atau masih dalam batas normal.
b) System sirkulasi (B2: Bleeding) Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi,
sirkulasi perifer, warna dan kehangatan
c) System persyarafan (B3: Brain) Kaji adanya hilang gerakan/sensasi, spasme
otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat,
dilatasi pupil. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ansietas).
d) System perkemihan (B4: Bladder) Perubahan pola berkemih, seperti
inkontinensia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihannya.
e) System pencernaan (B5: Bowel) Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi
eliminasi, auskultasi bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri
tekan abdomen.
f) System musculoskeletal (B6: Bone) Kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin
terlokalisasi pada area jaringan ringan, dapat berkurang pada imobilisasi,
kekuatan otot, kontraktur, atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.
2. Diagnosa Keperawatan Menurut SDKI diagnosa yang sering muncul dalam gangguan
tidur adalah
a. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur (D.0055)
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit (D0074)

3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi Rasional
Keperawatan hasil (SMART)
1 Gangguan pola tidur Tujuan: Setelah Dukungan Tidur
berhubungan dengan dilakukan tidakan Observasi:
kurang kontrol tidur keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi pola 1. Untuk mengetahui
(D.0055) jam diharapkan pola aktivitas dan tidur aktivitas tidur
DO: tidur membaik. pasien
 Mengeluh sulit tidur Dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor 2. Mengetahui factor
 Mengatakan  Keluhan sulit tidur pengganggu tidur penghambat tidur
kemampuan berkurang (fisik dan/atau
beraktivitas  Keluhan sering psikologis)
menurun terjaga berkurang 3. Identifikasi makanan 3. Mengetahui factor
 Istirahat cukup dan minuman yang makan dan minum
DO:  Keluhan pola tidur mengganggu tidur penghambat tidur
 Nyeri/kolik berubah (mis. kopi, teh,

 Hypertirodisme  Keluhan tidak puas alkohol, makanan

 Kecemasan tidur berkurang mendekati waktu


tidur, minum banyak
 Penyakit paru
air sebelum tidur)
obstruktif kronis
4. Identifikasi obat tidur 4. Mengetahui obat-
yang dikonsumsi obatan yang
dikomsumsi
Terapeutik:
1. Modifikasi 1. Untuk pasien
lingkungan (mis. menjadi lebih
pencahayaan, nyaman
kebisingan, suhu,
matras, dan tempat
tidur)
2. Batasi waktu tidur 2. Agar dapat waktu
siang, jika perlu tidur malam
3. Fasilitasi 3. Stress dapat
menghilangkan stres mengganggu tidur
sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur 4. Agar lebih teratur
rutin jam tidur
5. Lakukan prosedur 5. Untuk pasien
untuk meningkatkan menjadi lebih
kenyamanan (mis. nyaman
pijat, pengaturan
posisi, terapi
akupresur)
6. Sesuaikan jadwal 6. Obat-obatan dapat
pemberian obat membantu pasien
dan/atau tindakan dalam gangguan
untuk menunjang tidur
siklus tidur-terjaga
Edukasi
1. Jelaskan pentingnya 1. Agar pasien
tidur cukup selama memahami
sakit petingnya tidur
yang cukup
2. Anjurkan menepati
kebiasaan waktu tidur 2. Agar tidur menjadi
3. Anjurkan lebih teratur
menghindari 3. Agar tidur tidak
makanan/minuman menjadi terganggu
yang mengganggu
tidur
4. Anjurkan penggunaan
obat tidur yang tidak 4. Agar tetap tidur
mengandung supresor menjadi lebih
terhadap tidur REM teratur
5. Ajarkan faktor-faktor
yang berkontribusi 5. Untuk
terhadap gangguan menghilangkan
pola tidur (mis. gangguan tidur
psikologis:gaya
hidup, sering berubah
shift bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot
autogenik atau cara 6. Agar menjadi
nonfarmakologi lebih nyaman dan
lainnya tenang

Gangguan rasa nyaman Tujuan: Setelah Terapi Relaksasi


2 berhubungan dengan dilakukan tidakan Observasi:
gejala penyakit (D0074) keperawatan 3 x 24 1. Identifikasi
DS: jam diharapkan status penurunan tingkat 1. Umtuk
 Mengeluh tidak kenyamanan energi, mengetahui
nyaman membaik. Dengan ketidakmampuan penurunan
 Mengatakan sulit kriteria hasil: berkonsentrasi, atau konsentrasi pasien
tidur  Keluhan tidak gejala lain yang
DO: nyaman berkurang mengganggu
 Gelisah  Keluhan sulit tidur kemampuan kognitif
 Menunjukan gejala berkurang 2. Identifikasi teknik
distress  Tidak gelisah relaksasi yang pernah
 Postur tubuh  Postur tubuh tidak efektif digunakan 2. Untuk mengetahui
berubah berubah teknik relaksasi

 Pola eliminasi  Lelah berkurang 3. Periksa ketegangan yang akan

berubah otot, frekuensi nadi, digunakan pasien


tekanan darah, dan 3. Untuk mengathaui
suhu sebelum dan kondisi pasien
sesudah latihan
Terapeutik
1. Ciptakan lingkungan
tenang, dan tanpa
gangguan dengan 1. Untuk menjadikan
pencahayaan dan pasien lebih
suhu ruang nyaman, nyaman dan
jika memungkinkan tenang
2. Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan 2. Agar mengetahui
prosedur teknik teknik relaksasi
relaksasi
3. Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan 3. Agar pasien
analgetik atau menjadi lebih
tindakan medis lain, rileks dan nyaman
jika sesuai

Edukasi
1. Jelaskan tujuan,
manfaat, batasan, dan
jenis relaksasi yang 1. Agar pasien dan
tersedia (mis. Musik, keluarga dapat
meditasi, napas memahami
dalam, relaksasi otot
progresif)
2. Anjurkan mengambil
posisi yang nyaman
2. Agar menjadi
3. Anjurkan sering lebih nyaman dan
mengulangi atau tenang
melatih teknik yang 3. Agar menjadi
dipilih lebih nyaman dan
tenang
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., Perry, Anne G Fundamental Keperawatan, Edisi 7 Buku 3. Jakarta: Salemba
Medika NANDA International Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi Jakarta: EGC
Ackley, B . J., Ladwig.G.B., & Makic ,M . B .F . (2017). Nursing Diagnosis Handbook,
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI

Anda mungkin juga menyukai