Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIK I

PENENTUAN ENTALPI ADSORPSI

Oleh :

Nama : Berta Yuda Sisilia Putri


NIM : 131810301051
Kelompok : 5/B
Asisten : Leni Sumawati

LABORATORIUM KIMIA FISIK


JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu bahan adsorben dan
mengitung entalpi adsorpsi.
1.2 Latar Belakang
Termokimia merupakan salah satu dari ilmu kimia yang mempelajari
tentang perubahan entalpi, dimana perubahan entalpi adalah sama besar dengan
selisih antara entalpi hasil reaksi dam jumlah entalpi pereaksi. Jumlah total dari
semua bentuk energi itu disebut entalpi (H). Entalpi terbagi menjadi beberapa
macam salah satunya adalah entalpi absorpsi. Adsorpsi adalah pengumpulan zat
terlarut dipermukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat
padat atau cair yang kontak dengan zat-zat lainnya..
Salah satu hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi adalah jenis
adsorben yang digunakan. Adsorben yang dapat digunakan dalam pengolahan air
adalah arang aktif. Arang aktif digunakan untuk dapat menghilangkan bau, warna
dan rasa air termasuk logam-logam berat. Proses adsorpsi ini menyebabkan
terjadinya perubahan warna maupun hilangnya endapan. Perubahan ini
menandakan ada energi yang menyertainya. Perubahan energi yang menyertai
proses adsorpsi dinamakan entalpi adsorpsi. Proses ini tidak terjadi secara bolak-
balik karena suatu cairan tidak dapat kembali tercampur ke dalam larutan
induknya setelah proses adsorpsi. Kondisi ini disebabkan karena ikatan yang kuat
antara zat penyerap dan zat yang diserap. Komponen yang diserap dinamakan
adsorbat, sedangkan tempat terjadinya penyerapan dinamakan asdorban. Hal yang
mempengaruhi efektifitas adsorpsi yakni salah satunya adalah jenis adsorban.
Penentuan entalpi adsorpsi banyak berfungsi pada kehidupan sehari-hari.
Hal ini tampak dalam proses saponofikasi dimana pada proses ini dapat
ditambahkan sabun untuk menstabilkan emulsi air dengan minyak. Kestabilan
akan meningkat karena molekul sabun akan teradsorpsi pada permukaan antara
kedua cairan. Adsorpsi juga sangat bermanfaat didalam kehidupan, pada sistem
penjernihan dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik demi
mendapatkan suatu zat yang diinginkan memiliki beberapa macam teknik.
Berdasarkan pentingnya penentuan entalpi adsorbs inilah yang melatarbelakangi
percobaan ini dilakukan.
1.3 Tinjaun Pustaka
1.3.1. MSDS ( Material Safety data Sheet )
a. Asam Asetat
Asam asetat memiliki nama lain asam etanoat atau biasa disebut asam
cuka. Rumus molekul dari asam asetat ini adalah C 2H4O2 atau biasa ditulis
CH3COOH. Asam asetat mempunyai titik lebur 16,6oC dan memiliki titik didih
pada 118,1oC. Asam ini memiliki massa jenis 1,05 gram/mL. Berbeda dengan
massa jenis cairannya, massa jenis uap dari asam asetat adalah 2,07 gram/L serta
memiliki berat molekul 60,05 g/mol. Tekanan uap dari asam cuka adalah 11
mmHg pada suhu 20oC, dan 30 mmHg pada suhu 30 oC. Bahan ini sangat korosif
dan menyebabkan luka bakar yang serius. Bahan ini sangat berbahaya jika
tertelan, sedangkan jika dihirup, dilepaskan ke udara segar, namun jika tidak
bernapas, diberikan pernapasan buatan. Pertolongan Pertama, jika kontak mata
segera dibilas dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit. Air dingin dapat
digunakan. Kasus kontak kulit, kulit segera disiram dengan banyak air sekurang-
kurangnya 15 menit. Penanganan dan penyimpanan yang baik seharusnya adalah
dijauhkan dari agen oksidator, reduktor, logam, asam, alkali. Asam asetat
sebaiknya disimpan di kawasan terpisah dan disetujui. Simpan wadah di tempat
yang sejuk dan berventilasi baik, dijaga agar wadah tertutup rapat dan disegel
sampai siap untuk digunakan. Cara pembuangan adalah mengencerkan dengan air
terlebih dahulu jika larutan pekat, kemudian dibuang di wastafel dengan
mengalirkan air (Sciencelab, 2015).
b. Indikator phenolphtalein
Indikator PP digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat
asam atau basa. Indikator PP mempunyai warna tertentu pada trayek pH/rentang
pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna indikator. Indikator PP
merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena memiliki trayek pH
antara 8,3-10,0 (tak berwarna - merah muda). NaOH diberi indikator PP warnanya
akan berubah menjadi merah muda, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10.
Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada mata maupun kulit. Indikator PP
tidak bersifat korosif pada kulit ataupun mata. Senyawa ini dapat menyebabkan
mutagenik pada bakteri. Indikator PP akan beracun jika masuk ke dalam darah,
sistem reproduksi, maupun liver. Cara yang seharusnya dilakukan untuk
mengatasinya adalah mata atau kulit yang terkena larutan ini dibilas dengan air
bersih kurang lebih 15 menit. Penyimpanan seharusnya dilakukan pada tempat
tertutup, sejuk, dan kering. (Sciencelab, 2015).
c. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat. Natrium hidroksida
akan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. NaOH
mempunyai massa molar 39,99 gram/mol dan berwujud kristal putih padat. Kristal
NaOH bersifat mudah menyerap air atau uap air dalam keadaan terbuka
(higroskopis). Massa jenis NaOH adalah 2,1 gram/cm 3 pada wujud padat. Titik
leleh dan titik didih dari natrium hidroksida berturut-turut adalah 318 oC dan
1390oC. NaOH sangat larut dalam air hingga 111 gram/100 mL air pada suhu
20oC. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan, dan senyawa ini juga larut dalam etanol dan metanol. Senyawa ini
dapat menyebabkan luka bakar pada mata yang memungkinkan menimbulkan
kebutaan atau menyebabkan kornea mata rusak. NaOH juga bisa menyebabkan
luka bakar pada kulit. Ketika tertelan senyawa ini dapat menyebabkan gangguan
pencernaan. Natrium hidroksida juga menyebabkan iritasi saluran pernapasan,
susah bernafas, dan memungkinkan terjadinya koma. Jika terkena kulit secara
terus menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan dermatitis. Pertolongan
yang seharusnya diberikan adalah mata dan kulit dibilas dengan air bersih selama
kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian segera dilepas dan diganti dengan
pakaian yang bersih. Jika tertelan diberikan segelas air namun jangan berikan
makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari petugas medis. Praktikan dibawa
ke udara terbuka dan jika tidak bernafas maka diberikan oksigen untuk
membantunya. Penyimpanannya seharusnya diletakkan pada tempat yang tertutup
agar tidak terkontaminasi dengan udara luar kemudian diletakkan pada tempat
yang sejuk dan kering (Sciencelab, 2015).
d. Karbon Aktif
Karbon aktif sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis
karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai
dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari
karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-
kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya
pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun
beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon
aktif itu sendiri. Kontak dengan mata maupun kulit dapat diatasi dengan dibilas
menggunakan air mengalir selama kurang lebih 15 menit (Sciencelab, 2013).
1.3.2. Dasar teori
Adsorpsi atau penyerapan adalah pembentukan lapisan gas pada
permukaan padatan atau kadang-kadang cairan. Zat yang terserap pada suatu
permukaan zat lain dalam proses adsorpsi disebut adsorbat, sedangkan zat yang
permukaannya dapat menyerap zat lain disebut adsorban (Daintith, 1994).
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben
dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya
gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada
permukaan zat padat atau cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak
ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya ini menyebabkan zat padat
dan cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada
absorpsi zat yang diserap masuk kedalam absorben sedangkan pada adsorpsi zat
yag diserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1997). Secara kimia
absorpsi adalah masuknya gas ke dalam padatan atau larutan, atau masuknya
cairan ke dalam padatan, sedangkan secara fisika, absorpsi adalah perubahan
energi radiasi elektromagnetik, bunyi, berkas partikel, dan lain-lain ke dalam
bentuk energi lain jika dilewatkan pada suatu medium. Bila foton diserap akan
terjadi suatu peralihan ke keadaan tereksitasi (Daintith, 1994).
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara.
Fisisorpsi (kependekan dari adsorpsi fisika), terdapat interaksi Van der Waals
antar adsorbat dan substrat. Interaksi Van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi
lemah, dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisiorpsi mempunyai orde
besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat
diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul
yang melambung pada permukaan seperti batuan itu akan kehilangan energinya
perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi pada permukaan itu, dalam proses yang
disebut akomodasi. Entalpi fisisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan
temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui dan nilai khasnya
berada di sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk
menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap
mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi dengan
adanya penukaran (Atkins, 1997).
Proses adsorpsi menurut Sukardjo (1989), dapat digambarkan sebagai
proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat
adsorben akibat kimia dan fisika. Ahli pengolahan air membagi adsorpsi menjadi
tiga langkah, yaitu:
a. Makrotransport adalah perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat
yang diadsorpsi), di dalam air menuju permukaan adsorban
b. Mikrotransport adalah perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam
adsorban
c. Sorpsi adalah pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan
pembuluh kapiler mikroskopis.
Proses adsorpsi bergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/ molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Atas dasar
fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Pertama
disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara
molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat
sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Kedua, adsorpsi fisika
(physical adsorption), terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya Van der Waals
dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya
elektrostatis. Ada sejumlah hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu:
a. Jenis adsorban berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll
b. Temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika
temperaturnya makin rendah
c. Jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin
mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak
terionisasi lebih mudah diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga
yaitu lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah
satunya adalah klor). Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik
alifatik dan adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik
yang berbau (aroma) dengan struktur benzena (C6H6) (Atkins, 1994).
Permukaan antara dua fasa yang bersih (seperti antara gas–cairan dan
cairan–cairan) ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ketiga inilah yang
akan teradsorpsi pada permukan dan komponen ini akan sangat mempengaruhi
sifat permukaan. Contoh bila komponen ketiga tadi adalah n-pentanol (alkohol
rantai pendek), yang dilarutkan dalam air maka ketegangan permukaan air–udara
akan berkurang karena adanya adsorpsi n-pentanol tadi (Bird, 1993). Adsorben
yang permukaannya besar, maka adsorpsinya juga makin besar. Makin besar
konsentrasi, makin banyak zat yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi pada permukaan zat
padat adalah sangat selektif, contohnya pada campuran zat hanya satu komponen
yang diadsorpsi oleh zat padat tertentu. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap
adsorpsi dapat dinyatakan sebagai berikut :
X
m=K .C n
(1)
Dimana:
X = berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorbent
C = berat adsorbent pada keadaan setimbang
n&k = tetapan adsorpsi
Jika ditulis dalam logaritma :
X
log
m=n log C+ log K
(2)
Maka dengan membuat grafik log X/m lawan log C, maka n dan k dapat
ditentukan(slope = n dan log k = intersep) (Tim Kimia Fisik, 2015).
Menurut persamaan Langmuir (adsorpsi isoterm Langmuir) dengan notasi
yang sama, hanya bentuk-bentuk tetapannya yang berbeda. Adapun persamaan
Langmuir:
X
log
m=α 0 / (1+ β )
(3)
Dapat ditulis sebagai

c/(X/m)= ( α1 )+c ( αβ )
(4)
Maka dengan membuat grafik c/(X/m) lawan c maka akan diperoleh garis lurus,
dengan
β 1
α
= slope dan
α()
= intersep (Tim Kimia Fisik, 2015).

Proses adsorpsi yang merupakan peristiwa dimana partikel koloid


menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya, sehingga partikel koloid
menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan
yang diserap apakah anion atau kation. Biasanya partikel-partikel kecil zat
penyerap ditempatkan ke suatu hamparan tetap dan fluida kemudian dialirkan
melalui hamparan tetap tersebut sampai zat padat itu mendekati jenuh dan
pemisahan yang dikehendaki tidak dapat berlangsung lagi. Kebanyakan zat
pengadsorpsi adalah adsorben, bahan-bahan yang berpori dan adsorpsi
berlangsung terutama pada dinding-dinding pori (Gedehace, 2015).
 
BAB 2. METODOLOGI PRAKTIKUM

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1. Alat
- Buret 50 ml
- Erlenmayer 250 ml
- Corong gelas
- Kertas saring
- Beaker glass 50 ml
2.1.2 Bahan
- Asam asetat 1M
- NaOH 0,5 M
- Indikator PP
- Karbon aktif
2.2. Skema Kerja

larutan asam asetat

- dibuat masing-masing larutan asam asetat sebanyak 50 ml, dengan


konsentrasi (normalitas): 1; 0,8; 0,6; 0,4M.
- diambil 10 ml tiap-tiap larutan asam asetat untuk dititrasi dengan
0,5 N NaOH dengan menggunakan indikator pp. Ditunjukkan
konsentrasi asam asetat mula-mula setelah titrasi.
- diambil setiap larutan sebanyak 10 ml & dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer.
- ditambahkan ke dalam masing-masing larutan 0,5 gram adsorben
(karbon aktif).
- dikocok dan tutup dengan kertas saaluminium foil dan di masukkan
dalam waterbath selama 15 menit dengan ulangan pada suhu 42 oC,
53oC dan 54,6 oC , kemudian disaring karbon aktifnya dan diambil 5
ml dan diberi indikator 2 tetes.
- dititrasi dengan larutan standar 0,5 N larutan NaOH, sehingga dapat
diketahui asam asetat sisa yang ada dalam larutan.
- ditentukan asam asetat yang diadsorpsi.
- Dihitung entalpi adsorpsinya.

hasil
BAB 3. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA

3.1. Data/ Hasil percobaan


3.1.1 Sebelum penambahan karbon aktif
M. CH3COOH 0.4 M 0.6 M 0.8 M 1.0 M
11.0
V NaOH titrasi 4.9 mL 6.7 mL 8.4 mL
mL

3.1.2 Setelah penambahan karbon aktif


Suhu M m karbon Titrasi m kertas +
m karbon akhir
(˚C) CH3COOH awal (V.NaOH) karbon
0,4 M 0,5 g 4.1 mL 4,545 g 0.43 g
0,6 M 0,5 g 6.4 mL 4,478 g 0.47 g
42
0,8 M 0,5 g 8.2 mL 4,528 g 0.48 g
1,0 M 0,5 g 10.0 mL 4,449 g 0.52 g
0,4 M 0,5 g 4.7 mL 4,550 g 0.45 g
0,6 M 0,5 g 6.2 mL 4,545 g 0.45 g
53
0,8 M 0,5 g 7.9 mL 4,478 g 0.54 g
1,0 M 0,5 g 9.8 mL 4,528 g 0.42 g
0,4 M 0,5 g 4.0 mL 4,449 g 0.44 g
0,6 M 0,5 g 6.1 mL 4,545 g 0.42 g
54,6
0,8 M 0,5 g 8.0 mL 4,478 g 0.51 g
1,0 M 0,5 g 8.9 mL 4,528 g 0.46 g

3.2 Pengolahan Data

Massa
Suhu M.
teradsorp C (M) Log x/m Log c
∆H n k
(oC) CH3COOH (J/mol K)
si (g)
0,4 M 0,014 0,052 −1,55 -1,28
0,6 M 0,001 0,007 −2,69 -2,15
42 4,64 0,558 2,78
0,8 M 0,001 0,018 −2,69 -1,74
1,0 M 0,012 0,042 −1,62 -1,38
0,4 M 0,017 0,062 −1,47 -1,21
0,6 M 0,007 0,027 −1,62 -1,57
53 4,39 0,529 4,75
0,8 M 0,027 0,026 −1,49 -1,58
1,0 M 0,003 0,011 −1,02 -1,96
0,4 M 0,032 0,112 −1,19 -0,95
0,6 M 0,004 0,017 −2,09 -1,77
54,6 6,34 0,763 1,19
0,8 M 0,004 0,028 −2,09 -1,55
1,0 M 0,013 0,045 −1,58 -1,35
BAB 4. PEMBAHASAN

Praktikum kali ini dilakukan penentuan entalpi adsorpsi yang bertujuan


mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu bahan adsorben dan
entalpi adsorpsinya. Adsorpsi atau penyerapan menurut Daintith (1994), adalah
pembentukan lapisan gas pada permukaan padatan atau kadang-kadang cairan. Zat
yang terserap pada suatu permukaan zat lain dalam proses adsorpsi disebut
adsorbat, sedangkan zat yang permukaannya dapat menyerap zat lain disebut
adsorban. Prinsip dari adsorpsi yaitu penarikan molekul terlarut (baik molekul gas
atau cair) pada dipermukaan zat padat dan merupakan jenis adhesi yang terjadi
pada zat padat atau cair yang kontak dengan zat lain (zat terlarut) atau penyerapan
pada permukaan adsorben. Adsorben yang digunakan pada percobaan ini yaitu
karbon aktif. Absorbat (zat yang diserap) pada percobaan ini yaitu asam asetat.
Pertama-tama yang harus dilakukan adalah standarisasi NaOH dengan
asam oksalat sebanyak 10 mL, yang bertujuan untuk mengetahui M NaOH.
Volume NaOH yang dibutuhkan saat titrasi sebanyak 9,5 mL, sehingga didapati
M NaOH sebesar 0,5 M. Kemudian membuat larutan asam asetat sebanyak 50 mL
dengan konsentrasi: 1,0; 0,8; 0,6; 0,4 M. Asam asetat diencerkan menggunakan
akuades. Ketika dilakukan pengenceran, diperlukan akuades dengan volume
sebesar 50, 40, 30, dan 20 mL untuk membuat larutan asam asetat dengan
konsentrasi yang sudah disebutkan diatas. Variasi konsentrasi ini dilakukan untuk
mengetahui pengaruh konsentrasi terhadap adsorpsi oleh suatu adsorbant. Masing-
masing konsentrasi larutan asam asetat diambil 10 mL untuk dilakukan titrasi
dengan NaOH 0,5 M dengan menggunakan indikator pp (phenolptalein).
Penggunaan indikator PP bertujuan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Titik akhir
titrasi ini ditandai dengan perubahan warna larutan asam asetat dari tidak
berwarna menjadi semburat merah muda. Pemilihan indikator PP pada titrasi ini
dikarenakan titrasi ini merupakan titrasi asam lemah dan basa kuat, dimana
pasangan asam lemah dan basa kuat ini akan memiliki pH pada titik ekivalen
diatas 7, sedangkan trayek kerja pH indikator PP adalah 8,3-10,0, sehingga
indikator PP sesuai digunakan untuk titrasi asam asetat dengan NaOH. Titik
ekivalen merupakan kesetimbangan jumlah mol asam dan basa, sedangkan titik
akhir ditandai dengan perubahan warna dari tidak berwarna menjadi semburat
merah muda. Kondisi ini menandakan larutan telah bersifat basa. Adapun reaksi
yang terjadi saat proses titrasi larutan asam asetat dengan larutan NaOH adalah:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa)aq) + H2O(l)
Pada percobaan ini, volume NaOH yang dibutuhkan pada proses titrasi
berbeda-beda. Hal ini bergantung dari konsentrasi larutannya. Konsentrasi
semakin kecil, maka semakin sedikit volume NaOH yang dibutuhkan. Hal ini
disebabkan semakin besar kosentrasi asam asetat maka larutan akan menjadi
semakin asam atau pekat. Sehingga apabila dititrasi dengan NaOH yang
merupakan basa membutuhkan lebih banyak NaOH.
Sisa larutan asam asetat diambil sebanyak 15 mL masing-masing variasi
konsentrasi di masukkan adsorben seberat 0,5 g. Absorben yang digunakan yaitu
karbon aktif. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben karena memiliki sifat-sifat
diantaranya sangat aktif dan akan menyerap apa saja berkontak dengan karbon
tersebut, baik di udara maupun di dalam air. Apabila luas permukaan pada karbon
aktif semakin besar, maka penyerapan yang dilakukan terhadap zat-zat lain juga
semakin besar. Ruangan yang dimiliki karbon aktif untuk melakukan penyerapan
zat merupakan ruang besar, maka semakin banyak pula zat-zat yang terserap
didalamnya. Hal-hal ini membuat semakin cepat waktu yang dibutuhkan untuk
proses penyerapan oleh karbon aktif. Pengocokan karbon aktif masing-masing
larutan asam asetat dengan konsentrasi yang berbeda dan dimasukkan ke dalam
waterbath selama 15 menit dengan tiga kali ulangan pada suhu 42 oC; 53 oC;
54,6oC. Pengocokan sebelum direndam dalam waterbath berfungsi untuk
menjadikan larutan homogen, untuk lebih mengaktifkan karbon aktif sehingga
pori-pori karbon menjadi lebih besar serta memperluas permukaan karbon
sehingga mempermudah dalam proses absorpsi dan fungsi yang lain yaitu untuk
mempercepat distribusi karbon ke dalam larutan asam asetat sehingga asam asetat
dapat terserap dengan baik oleh karbon aktif serta agar terjadi gaya tarik-menarik
antara molekul asam asetat yang satu dengan yang lain dengan permukaan karbon
aktif sehingga karbon dapat menyerap larutan asam asetat dengan optimal.
Perendaman selama 15 menit dalam waterbath untuk melihat pengaruh
temperatur terhadap daya serap adsorban serta proses didiamkan supaya proses
absorpsi yang terjadi pada permukaan zat dapat berlangsung sempurna dan
tercapai kesetimbangan antara absorben dengan absorbat. Semakin lama proses
pendiaman maka jumlah zat yang terabsorpsi akan semakin banyak. Larutan
kemudian disaring dan diambil filtratnya yang berbeda konsentrasinya sebanyak 5
ml dan masing-masing ditetesi dengan 2 tetes indikator Phenolptalein (pp) dan
dititrasi dengan larutan standar NaOH 0,5 M.
Titrasi antara larutan asam asetat yang telah ditambahkan adsorben dengan
larutan standar NaOH bertujuan untuk menentukan konsentrasi larutan asam
asetat setelah proses adsorpsi menggunakan karbon aktif. Berdasarkan hasil
praktikum, didapatkan bahwa volume NaOH yang dibutuhkan lebih sedikit pada
larutan asam asetat yang sudah diberi dengan karbon aktif daripada larutan asam
asetat tanpa karbon aktif. Proses ini membuktikan bahwa suatu zat dapat
menyerap zat lain. Sifat karbon aktif yang dapat menyerap zat dibuktikan dengan
perbedaan NaOH yang dibutuhkan pada konsentrasi asam asetat yang sama.
Sehingga karbon aktif bertindak sebagai adsorben sedangkan adsorbatnya adalah
larutan asam asetat. Semakin luas permukaan adsorben maka semakin banyak
adsorbat yang diserap sehingga proses adsorpsi dapat semakin cepat. Jadi dapat
disimpulkan bahwa semakin besar luas permukaan, daya adsorpsinya semakin
besar.
Selisih volume NaOH sebelum dan sesudah adsorpsi tersebut digunakan
untuk menentukan massa asam asetat yang diadsorpsi. Massa zat yang diadsorpsi
pada suhu 42oC, 53oC, dan 54,6oC dari konsentrasi rendah ke tinggi adalah
meningkat. Namun ada juga yang menurun, kemungkinan disebabkan karbon
aktif yang akan dimasukkan ada yang tercecer sedikit, sehingga hasil adsorpsi
juga berbeda. Hasil ini menunjukkan semakin besar konsentrasi larutan, maka
semakin banyak massa asam asetat yang diadsorpsi. Begitupula dengan kenaikan
suhu makan semakin banyak konsentrasi zat yang teradsorpsi. Menurut teori,
konsentrasi asam asetat setelah proses adsorpsi menurun, karena telah diadsorpsi
oleh karbon aktif. Semakin tinggi konsentrasi dan suhu maka semakin banyak
asam asetat yang terserap oleh adsorbant. Hal ini dapat dikatakan bahwa selisih
konsentrasi awal dan akhir selalu menurun dilihat dari banyaknya asam asetat
yang teradsorpsi.
Endapan karbon aktif dari hasil filtrasi langsung ditimbang. Kemudian
karbon aktif dan kertas saring (yang telah ditimbang sebelumnya) ditimbang
untuk mengetahui massa akhir karbon aktif. Hasil yang didapat massa dari karbon
aktif yang adsorpsi berbeda-beda pada variasi suhu yang berbeda. Berdasarkan
hasil praktikum, masa adsorben akhir semakin ada yang meningkat dan juga ada
yang menurun. Menurut literatur semakin tinggi suhu maka besar konsentrasi dan
semakin banyak massa zat terserap adsorban sehingga adsorbannya semakin
bertambah. Sehingga massa karbon aktif akan semakin besar dengan semakin
besarnya konsentrasi asam asetat, karena akan semakin banyak asam asetat yang
diserap oleh karbon aktif. Namun ada massa karbon aktif yang menurun, ini
dikarenakan ada yang tercecer sebelum memasukkan ke dalam larutan dan pada
saat pengumpulan residu.
Grafik log x/m terhadap log c dapat dibuat dengan menentukan nilai log C
dan log X/m terlebih dahulu. Log C merupakan hasil log konsentrasi setelah
proses adsorpsi, sedangkan log X/m merupakan hasil log dari massa zat yang
diadsorpsi dibagi dengan massa karbon aktif awal. Nilai log x/m dari konsentrasi
paling rendah ke konsentrasi paling tinggi menurun, sedangkan nilai log c juga
menurun. Nilai log x/m dan log c ada juga yang meningkat, disebakan ada massa
karbon aktif yang tercecer. Grafik hubungan antara log C dengan log X/m pada
bebagai suhu adalah sebagai berikut :

Log x/m Vs Log C pada suhu 42oC


0
-2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4

-0.5

-1
Log x/m

Linear ()
f(x) = 0.56 x − 0.44 -1.5
R² = 0.82

-2

-2.5
Log C

Gambar 1. Grafik log C terhadap log X/m suhu 42oC.

Log x/m Vs Log C pada suhu 53 oC


0
-2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2

-0.5

-1
log x/m

Linear ()
f(x) = 0.53 x − 0.68 -1.5
R² = 0.53

-2

-2.5
log C

Gambar 2. Grafik log C terhadap log X/m suhu 53 oC.


Log x/m Vs Log C pada suhu 54,6oC

0
-2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -0.2 -1
-0.4
-0.6
-0.8
log x/m

-1 Linear ()
f(x) = 0.76 x − 0.08
R² = 0.92 -1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2
log C

Gambar 3. Grafik log C terhadap log X/m suhu 54,6oC.

Hasil grafik log (X/m) lawan log c akan menghasilkan nilai n dan k. Nilai n
didapat dari slope (slope = n) dan nilai k didapat dari log k = intersep. Grafik pada
suhu 42oC menghasilkan fungsi y = 0,558 x – 0,444 sehingga n sebesar 0,558, dan
k sebesar 2,78. Grafik suhu 53oC menghasilkan y = 0,529 x – 0,677 sehingga n
sebesar 0,529, dan k sebesar 4,75. Grafik pada suhu 54,6oC menghasilkan fungsi y
= 0,763 x – 0,078 sehingga n sebesar 0,763 dan k sebesar 1,19. Berdasarkan nilai
pada grafik dapat dihitung entalpi adsorbsinya menggunakan rumus ∆H = m.R,
dimana m adalah slope dan R adalah ketetapan yaitu 8,314 J/mol.K. Entalpi
adsorpsi yang diperoleh pada suhu 42oC sebesar 4,64 J/mol K, pada suhu 53 oC
sebesar 4,39 J/mol K dan pada suhu 54,6oC sebesar 6,34 J/mol K.

Grafik hasil percobaan tidak linear, seharusnya menurut teori grafik log C
terhadap log X/m membentuk garis yang linier. Semakin besar nilai log C maka
semakin besar pula nilai log X/m. Ketidaksesuaian ini disebabkan pada kesalahan
praktikan saat menambahkan karbon aktif ada yang tercecer sehingga massa tidak
sama lagi dengan lainnya, dimana massa tersebut berpengaruh terhadap nilai log
X/m.
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah :

1. Sifat adsorpsi merupakan penyerapan pada permukaan suatu adsorben,


dipengaruhi oleh macam zat yang diadsorpsi, konsentrasi masing-masing zat,
luas permukaan, dan tekanan. Semakin luas permukaan adsorben maka
adsorpsinya juga semakin besar, dan semakin besar konsentrasi zat dengan
bantuan kenaikan temperatur maka semakin banyak pula zat yang teradsorpsi.
2. Entalpi adsorpsi yang diperoleh pada suhu 42oC sebesar 4,64 J/mol K, pada
suhu 53 oC sebesar 4,39 J/mol K dan pada suhu 54,6oC sebesar 6,34 J/mol K.

5.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah:
1. Praktikan harus teliti saat menentukan titik akhir titrasi.
2. Praktikan lebih teliti dalam membaca alat ukur volumetri seperti buret, pipet
mohr, maupun pipet volume.
3. Praktikan lebih teliti dalam membaca alat ukur massa seperti neraca.
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1994. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.


Atkins, P.W. 1997. Kimia Fisika. Jakarta : Erlangga.
Bird, T. 1993. Kimia Fisika Untuk Universitas. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Daintith, J. 1994. Kamus Kimia Lengkap Edisi baru. Jakarta : Erlangga.
Gedehace. 2015. Adsorpsi Karbon Aktif [Serial Online] www.wordpress.com.
Diakses 7 April 2015.
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Jakarta: Bina Aksara.
Sukardjo. 1989. Kimia Fisik. Yogyakarta : Rineka Cipta.
Sciencelab. 2015. Material Safety Data Sheet Material Acetic acid MSDS [Serial
Online] www.sciencelab.com. Diakses 7 April 2015.
Sciencelab. 2015. Material Material Safety Data Sheet Charcoal, Activated,
Aquarium MSDS [Serial Online] www.sciencelab.com. Diakses 7 April
2015.
Sciencelab. 2015. Material Safety Data Sheet Phenolphthalein TS MSDS [Serial
Online] www.sciencelab.com. Diakses 7 April 2015.
Sciencelab. 2015. Material Safety Data Sheet Sodium hydroxide MSDS [Serial
Online] www.sciencelab.com. Diakses 7 April 2015.
Tim Kimia Fisik. 2015. Penuntun Praktikum Kimia Fisik I. Jember: FMIPA
Universitas Jember.
LAMPIRAN PERHITUNGAN

Pembuatan Asam Oksalat 0,5 N

m = n x Mr = 12.5 mmol x 90 g/mol = 1.125 gram

Pengenceran Asam Asetat

 MxV=MxV  MxV=MxV
1 M x V = 1.0 M x 50 mL 1 M x V = 0.6 M x 50 mL
V = 50 mL V = 30 mL
 MxV=MxV  MxV=MxV
1 M x V = 0.8 M x 50 mL 1 M x V = 0.4 M x 50 mL
V = 40 mL V = 20 mL

Standarisasi
M NaOH x V NaOH = M Oksalat x V Oksalat
M NaOH x 9.5 mL = 0.25 M x 10 mL
2.5 M
M NaOH =
9.5 mL
= 0.26 M
Massa Asam Asetat sebelum adsorpsi (a)
1. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M
M1 . V1 = M2 . V2 3. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
0,26 M . 11,0 mL = M2 . 5 mL M1 . V1 = M2 . V2
2,86 M = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,7 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,572 M M2 = 0,348 M

n = M.V n = M.V
m m
= 0,572 M . 5 x 10-3 mL = 0,348 M. 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,86 x 10-3 mol = 1,74 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,17 g m = 0,10 g

2. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M 4. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M


M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 8,4 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 4,9 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,437 M M2 = 0,255 M
n = M.V
n = M.V m
= 0,255 M. 5 x 10-3 mL
m Mr
= 0,437 M. 5 x 10-3 mL
Mr m
= 1,275 x 10-3 mol
m 60 g /mol
= 2,185 x 10-3 mol
60 g /mol m = 0,076 g
m = 0,13 g
Massa Asam Asetat sesudah adsorpsi (b)
1. Suhu 42oC
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 10,0 mL = M2 . 5 mL M1 . V1 = M2 . V2
M2 = 0,52 M 0,26 M . 6,4 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,33 M
n = M.V
m n = M.V
= 0,52 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 0,33 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 2,6 x 10-3 mol
60 g /mol m
= 1,65 x 10-3 mol
m = 0,156 g 60 g /mol
m = 0,099 g
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M
M1 . V1 = M2 . V2 d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M
0,26 M . 8,2 mL = M2 . 5 mL M1 . V1 = M2 . V2
M2 = 0,43 M 0,26 M . 4,1 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,213 M
n = M.V
m n = M.V
= 0,43 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 0,213 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 2,15 x 10-3 mol
60 g /mol m
= 1,065 x 10-3 mol
m = 0,129 g 60 g /mol
c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M m = 0,064 g

2. Suhu 53oC
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 9,8 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,2 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,51 M M2 = 0,322 M

n = M.V n = M.V
m m
= 0,51 M . 5 x 10-3 mL = 0,322 M . 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,55 x 10-3 mol = 1,61 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,153 g m = 0,096 g

b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M


M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 7,9 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 4,7 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,41 M M2 = 0,244 M

n = M.V n = M.V
m m
= 0,41 M . 5 x 10-3 mL = 0,244 M . 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,05 x 10-3 mol = 1,22 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,123 g m = 0,073 g

3. Suhu 54,6 oC
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 8,9 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,1 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,46 M M2 = 0,32 M
n = M.V
n = M.V m
= 0,32 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 0,46 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 1,6 x 10-3 mol
m 60 g /mol
= 2,3 x 10-3 mol
60 g /mol m = 0,096 g
m = 0,138 g
d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M M1 . V1 = M2 . V2
M1 . V1 = M2 . V2 0,26 M . 4,0 mL = M2 . 5 mL
0,26 M . 8,0 mL = M2 . 5 mL M2 = 0,21 M
M2 = 0,42 M
n = M.V
n = M.V m
= 0,21 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 0,42 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 1,05 x 10-3 mol
m 60 g /mol
= 2,1 x 10-3 mol
60 g /mol m = 0,063 g
m = 0,126 g
1. Penentuan berat zat yg diadsorpsi suhu 42˚C
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
X=a–b X=a–b
= 0,17 g – 0,156 g = 0,10 g – 0,099 g
= 0,014 g = 0,001 g
x 0,014 g x 0,001 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -1,55 = -2,69
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M
X=a–b X=a–b
= 0,13 g – 0,129 g = 0,076 g – 0,064 g
= 0,001 g = 0,012 g
x 0,001 g x 0,012 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -2,69 = -1,62
2. Penentuan berat zat yg diadsorpsi suhu 53˚C
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M = 0,007 g
X=a–b x 0,007 g
log = log
= 0,17 g – 0,153 g m 0,5 g
= 0,017 g = -1,85
x 0,017 g c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
log = log
m 0,5 g X=a–b
= -1,47 = 0,10 g – 0,096 g
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M = 0,027 g
X=a–b x 0,027 g
log = log
= 0,13 g – 0,123 g m 0,5 g
= -1,27 = 0,003 g
d. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M x 0,003 g
log = log
X=a–b m 0,5 g
= 0,076 g – 0,073 g = -2,22

3. Penentuan berat zat yg diadsorpsi suhu 54,6˚C


a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
X=a–b X=a–b
= 0,17 g – 0,138 g = 0,10 g – 0,096 g
= 0,032 g = 0,004 g
x 0,032 g x 0,004 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -1,19 = -2,09
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M d. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M
X=a–b X=a–b
= 0,13 g – 0,126 g = 0,076 g – 0,063 g
= 0,004 g = 0,013 g
x 0,004 g x 0,013 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -2,09 = -1,58
4. Penentuan Nilai Log C pada Suhu 42˚C
a. Konsentrasi 1.0 M c. Konsentrasi 0,6 M
C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,572 M - 0,52 M = 0,348 M - 0,33 M
= 0,052 M = 0,018 M
Log C = log (0,052) = -1,28 Log C = log (0,018) = -1,74

b. Konsentrasi 0,8 M d. Konsentrasi 0,4 M


C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,437 M - 0,43 M = 0,255 M - 0,213 M
= 0,007 M = 0,042 M
Log C = log (0,007) = -2,15 Log C = log (0,042) = -1,38

5. Penentuan Nilai Log C pada Suhu 53˚C


a. Konsentrasi 1.0 M c. Konsentrasi 0,6 M
C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,572 M - 0,51 M = 0,348 M - 0,322 M
= 0,062 M = 0,026 M
Log C = log (0,062) = -1,21 Log C = log (0,026) = -1,58

b. Konsentrasi 0,8 M d. Konsentrasi 0,4 M


C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,437 M - 0,41 M = 0,255 M - 0,244 M
= 0,027 M = 0,011 M
Log C = log (0,027) = -1,57 Log C = log (0,011) = -1,96
e. Penentuan Nilai Log C pada Suhu 54,6˚C
a. Konsentrasi 1.0 M c. Konsentrasi 0,6 M
C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,572 M - 0,46 M = 0,348 M - 0,32 M
C = 0,112 M C = 0,028 M
Log C = log (0,112) = -0,95 Log C = log (0,028) = -1,55

b. Konsentrasi 0,8 M d. Konsentrasi 0,4 M


C = Ma-Mb C = Ma-Mb
= 0,437 M - 0,42 M = 0,255 M - 0,21 M
= 0,017 M = 0,045 M
Log C = log (0,017) = -1,77 Log C = log (0,045) = -1,35

 Nilai konstanta adsorpsi (n dan k)


a. Suhu 42oC

Log
log C
x/m
-1,55 -1,28
-2,69 -2,15
-2,69 -1,74
-1,62 -1,38

Log x/m Vs Log C pada suhu 42oC


0
-2.8 -2.6 -2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4
-0.5
Log x/m

-1
Linear ()
f(x) = 0.56 x − 0.44 -1.5
R² = 0.82
-2

-2.5
Log C

y = ax - b k = 2,78
y = 0,558 x – 0,444 ∆H = m x R
a=n = 0,558 x 8,314 J/mol
n = 0,558 K
b = log k = 4,64 J/mol K
0,444 = log k

b. Suhu 53 oC

Log log C
x/m
-1,47 -1,21
-1,85 -1,57
-1,27 -1,58
-2,22 -1,96

Log x/m Vs Log C pada suhu 53 oC


0
-2.4 -2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2
-0.5
log x/m

-1
Linear ()
f(x) = 0.53 x − 0.68 -1.5
R² = 0.53
-2
-2.5
log C

y = ax - b b = log k
y = 0,529 x – 0,677 0,677 = log k
a=n k = 4,75
n = 0,529
∆H = mxR
= 0,529 x 8,314 J/mol K
= 4,39 J/mol K

c. Suhu 54,6 oC
Log
log C
x/m
-1,19 -0,95
-2,09 -1,77
-2,09 -1,55
-1,58 -1,35

Log x/m Vs Log C pada suhu 54,6oC

0
-2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1
-0.5
log x/m

-1 Linear ()
f(x) = 0.76 x − 0.08
R² = 0.92
-1.5

-2
log C

y = ax - b a=n
y = 0,763 x - 0,078 n = 0,763
b = log k k = 1,19
0,078 = log k

∆H = m x R = 0,763 x 8,314 J/mol K = 6,34 J/mol K

Anda mungkin juga menyukai