Oleh :
1.1 Tujuan
Mempelajari secara kuantitatif sifat-sifat adsorpsi suatu bahan adsorben dan
mengitung entalpi adsorpsi.
1.2 Latar Belakang
Termokimia merupakan salah satu dari ilmu kimia yang mempelajari
tentang perubahan entalpi, dimana perubahan entalpi adalah sama besar dengan
selisih antara entalpi hasil reaksi dam jumlah entalpi pereaksi. Jumlah total dari
semua bentuk energi itu disebut entalpi (H). Entalpi terbagi menjadi beberapa
macam salah satunya adalah entalpi absorpsi. Adsorpsi adalah pengumpulan zat
terlarut dipermukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat
padat atau cair yang kontak dengan zat-zat lainnya..
Salah satu hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi adalah jenis
adsorben yang digunakan. Adsorben yang dapat digunakan dalam pengolahan air
adalah arang aktif. Arang aktif digunakan untuk dapat menghilangkan bau, warna
dan rasa air termasuk logam-logam berat. Proses adsorpsi ini menyebabkan
terjadinya perubahan warna maupun hilangnya endapan. Perubahan ini
menandakan ada energi yang menyertainya. Perubahan energi yang menyertai
proses adsorpsi dinamakan entalpi adsorpsi. Proses ini tidak terjadi secara bolak-
balik karena suatu cairan tidak dapat kembali tercampur ke dalam larutan
induknya setelah proses adsorpsi. Kondisi ini disebabkan karena ikatan yang kuat
antara zat penyerap dan zat yang diserap. Komponen yang diserap dinamakan
adsorbat, sedangkan tempat terjadinya penyerapan dinamakan asdorban. Hal yang
mempengaruhi efektifitas adsorpsi yakni salah satunya adalah jenis adsorban.
Penentuan entalpi adsorpsi banyak berfungsi pada kehidupan sehari-hari.
Hal ini tampak dalam proses saponofikasi dimana pada proses ini dapat
ditambahkan sabun untuk menstabilkan emulsi air dengan minyak. Kestabilan
akan meningkat karena molekul sabun akan teradsorpsi pada permukaan antara
kedua cairan. Adsorpsi juga sangat bermanfaat didalam kehidupan, pada sistem
penjernihan dalam menyisihkan kandungan warna maupun organik demi
mendapatkan suatu zat yang diinginkan memiliki beberapa macam teknik.
Berdasarkan pentingnya penentuan entalpi adsorbs inilah yang melatarbelakangi
percobaan ini dilakukan.
1.3 Tinjaun Pustaka
1.3.1. MSDS ( Material Safety data Sheet )
a. Asam Asetat
Asam asetat memiliki nama lain asam etanoat atau biasa disebut asam
cuka. Rumus molekul dari asam asetat ini adalah C 2H4O2 atau biasa ditulis
CH3COOH. Asam asetat mempunyai titik lebur 16,6oC dan memiliki titik didih
pada 118,1oC. Asam ini memiliki massa jenis 1,05 gram/mL. Berbeda dengan
massa jenis cairannya, massa jenis uap dari asam asetat adalah 2,07 gram/L serta
memiliki berat molekul 60,05 g/mol. Tekanan uap dari asam cuka adalah 11
mmHg pada suhu 20oC, dan 30 mmHg pada suhu 30 oC. Bahan ini sangat korosif
dan menyebabkan luka bakar yang serius. Bahan ini sangat berbahaya jika
tertelan, sedangkan jika dihirup, dilepaskan ke udara segar, namun jika tidak
bernapas, diberikan pernapasan buatan. Pertolongan Pertama, jika kontak mata
segera dibilas dengan banyak air sekurang-kurangnya 15 menit. Air dingin dapat
digunakan. Kasus kontak kulit, kulit segera disiram dengan banyak air sekurang-
kurangnya 15 menit. Penanganan dan penyimpanan yang baik seharusnya adalah
dijauhkan dari agen oksidator, reduktor, logam, asam, alkali. Asam asetat
sebaiknya disimpan di kawasan terpisah dan disetujui. Simpan wadah di tempat
yang sejuk dan berventilasi baik, dijaga agar wadah tertutup rapat dan disegel
sampai siap untuk digunakan. Cara pembuangan adalah mengencerkan dengan air
terlebih dahulu jika larutan pekat, kemudian dibuang di wastafel dengan
mengalirkan air (Sciencelab, 2015).
b. Indikator phenolphtalein
Indikator PP digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu larutan bersifat
asam atau basa. Indikator PP mempunyai warna tertentu pada trayek pH/rentang
pH tertentu yang ditunjukkan dengan perubahan warna indikator. Indikator PP
merupakan indikator yang menunjukkan pH basa, karena memiliki trayek pH
antara 8,3-10,0 (tak berwarna - merah muda). NaOH diberi indikator PP warnanya
akan berubah menjadi merah muda, maka trayek pH-nya mungkin sekitar 9-10.
Senyawa ini dapat menyebabkan iritasi pada mata maupun kulit. Indikator PP
tidak bersifat korosif pada kulit ataupun mata. Senyawa ini dapat menyebabkan
mutagenik pada bakteri. Indikator PP akan beracun jika masuk ke dalam darah,
sistem reproduksi, maupun liver. Cara yang seharusnya dilakukan untuk
mengatasinya adalah mata atau kulit yang terkena larutan ini dibilas dengan air
bersih kurang lebih 15 menit. Penyimpanan seharusnya dilakukan pada tempat
tertutup, sejuk, dan kering. (Sciencelab, 2015).
c. Natrium Hidroksida
Natrium hidroksida (NaOH) merupakan basa kuat. Natrium hidroksida
akan membentuk larutan alkali yang kuat ketika dilarutkan dalam air. NaOH
mempunyai massa molar 39,99 gram/mol dan berwujud kristal putih padat. Kristal
NaOH bersifat mudah menyerap air atau uap air dalam keadaan terbuka
(higroskopis). Massa jenis NaOH adalah 2,1 gram/cm 3 pada wujud padat. Titik
leleh dan titik didih dari natrium hidroksida berturut-turut adalah 318 oC dan
1390oC. NaOH sangat larut dalam air hingga 111 gram/100 mL air pada suhu
20oC. Senyawa ini sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan, dan senyawa ini juga larut dalam etanol dan metanol. Senyawa ini
dapat menyebabkan luka bakar pada mata yang memungkinkan menimbulkan
kebutaan atau menyebabkan kornea mata rusak. NaOH juga bisa menyebabkan
luka bakar pada kulit. Ketika tertelan senyawa ini dapat menyebabkan gangguan
pencernaan. Natrium hidroksida juga menyebabkan iritasi saluran pernapasan,
susah bernafas, dan memungkinkan terjadinya koma. Jika terkena kulit secara
terus menerus dan jangka waktu lama dapat menyebabkan dermatitis. Pertolongan
yang seharusnya diberikan adalah mata dan kulit dibilas dengan air bersih selama
kurang lebih 15 menit. Jika terkena pakaian segera dilepas dan diganti dengan
pakaian yang bersih. Jika tertelan diberikan segelas air namun jangan berikan
makanan lewat mulut sebelum ada perintah dari petugas medis. Praktikan dibawa
ke udara terbuka dan jika tidak bernafas maka diberikan oksigen untuk
membantunya. Penyimpanannya seharusnya diletakkan pada tempat yang tertutup
agar tidak terkontaminasi dengan udara luar kemudian diletakkan pada tempat
yang sejuk dan kering (Sciencelab, 2015).
d. Karbon Aktif
Karbon aktif sering juga disebut sebagai arang aktif adalah suatu jenis
karbon yang memiliki luas permukaan yang sangat besar. Hal ini bisa dicapai
dengan mengaktifkan karbon atau arang tersebut. Hanya dengan satu gram dari
karbon aktif, akan didapatkan suatu material yang memiliki luas permukaan kira-
kira sebesar 500 m2 (didapat dari pengukuran adsorpsi gas nitrogen). Biasanya
pengaktifan hanya bertujuan untuk memperbesar luas permukaannya saja, namun
beberapa usaha juga berkaitan dengan meningkatkan kemampuan adsorpsi karbon
aktif itu sendiri. Kontak dengan mata maupun kulit dapat diatasi dengan dibilas
menggunakan air mengalir selama kurang lebih 15 menit (Sciencelab, 2013).
1.3.2. Dasar teori
Adsorpsi atau penyerapan adalah pembentukan lapisan gas pada
permukaan padatan atau kadang-kadang cairan. Zat yang terserap pada suatu
permukaan zat lain dalam proses adsorpsi disebut adsorbat, sedangkan zat yang
permukaannya dapat menyerap zat lain disebut adsorban (Daintith, 1994).
Kinetika adsorpsi menyatakan adanya proses penyerapan suatu zat oleh adsorben
dalam fungsi waktu. Adsorpsi terjadi pada permukaan zat padat karena adanya
gaya tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat. Molekul-molekul pada
permukaan zat padat atau cair, mempunyai gaya tarik ke arah dalam karena tidak
ada gaya-gaya lain yang mengimbangi. Adanya gaya ini menyebabkan zat padat
dan cair mempunyai gaya adsorpsi. Adsorpsi berbeda dengan absorpsi. Pada
absorpsi zat yang diserap masuk kedalam absorben sedangkan pada adsorpsi zat
yag diserap hanya terdapat pada permukaannya (Sukardjo, 1997). Secara kimia
absorpsi adalah masuknya gas ke dalam padatan atau larutan, atau masuknya
cairan ke dalam padatan, sedangkan secara fisika, absorpsi adalah perubahan
energi radiasi elektromagnetik, bunyi, berkas partikel, dan lain-lain ke dalam
bentuk energi lain jika dilewatkan pada suatu medium. Bila foton diserap akan
terjadi suatu peralihan ke keadaan tereksitasi (Daintith, 1994).
Molekul dan atom dapat menempel pada permukaan dengan dua cara.
Fisisorpsi (kependekan dari adsorpsi fisika), terdapat interaksi Van der Waals
antar adsorbat dan substrat. Interaksi Van der Waals mempunyai jarak jauh, tetapi
lemah, dan energi yang dilepaskan jika partikel terfisiorpsi mempunyai orde
besaran yang sama dengan entalpi kondensasi. Kuantitas energi sekecil ini dapat
diadsorpsi sebagai vibrasi kisi dan dihilangkan sebagai gerakan termal. Molekul
yang melambung pada permukaan seperti batuan itu akan kehilangan energinya
perlahan-lahan dan akhirnya teradsorpsi pada permukaan itu, dalam proses yang
disebut akomodasi. Entalpi fisisorpsi dapat diukur dengan mencatat kenaikan
temperatur sampel dengan kapasitas kalor yang diketahui dan nilai khasnya
berada di sekitar 20 kJ mol-1. Perubahan entalpi yang kecil ini tidak cukup untuk
menghasilkan pemutusan ikatan, sehingga molekul yang terfisisorpsi tetap
mempertahankan identitasnya, walaupun molekul itu dapat terdistorsi dengan
adanya penukaran (Atkins, 1997).
Proses adsorpsi menurut Sukardjo (1989), dapat digambarkan sebagai
proses dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat
adsorben akibat kimia dan fisika. Ahli pengolahan air membagi adsorpsi menjadi
tiga langkah, yaitu:
a. Makrotransport adalah perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat
yang diadsorpsi), di dalam air menuju permukaan adsorban
b. Mikrotransport adalah perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam
adsorban
c. Sorpsi adalah pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan
pembuluh kapiler mikroskopis.
Proses adsorpsi bergantung pada sifat zat padat yang mengadsorpsi, sifat
atom/ molekul yang diserap, konsentrasi, temperatur dan lain-lain. Atas dasar
fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Pertama
disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara
molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat
sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Kedua, adsorpsi fisika
(physical adsorption), terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya Van der Waals
dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya
elektrostatis. Ada sejumlah hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu:
a. Jenis adsorban berupa arang batok, batubara (antrasit), sekam, dll
b. Temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika
temperaturnya makin rendah
c. Jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin
mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak
terionisasi lebih mudah diadsorpsi).
Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat adsorpsi digolongkan menjadi tiga
yaitu lemah (weak), terjadi pada zat anorganik kecuali golongan halogen (salah
satunya adalah klor). Adsorpsi menengah (medium), terjadi pada zat organik
alifatik dan adsorpsi kuat (strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik
yang berbau (aroma) dengan struktur benzena (C6H6) (Atkins, 1994).
Permukaan antara dua fasa yang bersih (seperti antara gas–cairan dan
cairan–cairan) ditambahkan komponen ketiga, maka komponen ketiga inilah yang
akan teradsorpsi pada permukan dan komponen ini akan sangat mempengaruhi
sifat permukaan. Contoh bila komponen ketiga tadi adalah n-pentanol (alkohol
rantai pendek), yang dilarutkan dalam air maka ketegangan permukaan air–udara
akan berkurang karena adanya adsorpsi n-pentanol tadi (Bird, 1993). Adsorben
yang permukaannya besar, maka adsorpsinya juga makin besar. Makin besar
konsentrasi, makin banyak zat yang diadsorpsi. Sifat adsorpsi pada permukaan zat
padat adalah sangat selektif, contohnya pada campuran zat hanya satu komponen
yang diadsorpsi oleh zat padat tertentu. Pengaruh konsentrasi larutan terhadap
adsorpsi dapat dinyatakan sebagai berikut :
X
m=K .C n
(1)
Dimana:
X = berat zat yang diadsorpsi
m = berat adsorbent
C = berat adsorbent pada keadaan setimbang
n&k = tetapan adsorpsi
Jika ditulis dalam logaritma :
X
log
m=n log C+ log K
(2)
Maka dengan membuat grafik log X/m lawan log C, maka n dan k dapat
ditentukan(slope = n dan log k = intersep) (Tim Kimia Fisik, 2015).
Menurut persamaan Langmuir (adsorpsi isoterm Langmuir) dengan notasi
yang sama, hanya bentuk-bentuk tetapannya yang berbeda. Adapun persamaan
Langmuir:
X
log
m=α 0 / (1+ β )
(3)
Dapat ditulis sebagai
c/(X/m)= ( α1 )+c ( αβ )
(4)
Maka dengan membuat grafik c/(X/m) lawan c maka akan diperoleh garis lurus,
dengan
β 1
α
= slope dan
α()
= intersep (Tim Kimia Fisik, 2015).
hasil
BAB 3. HASIL DAN PENGOLAHAN DATA
Massa
Suhu M.
teradsorp C (M) Log x/m Log c
∆H n k
(oC) CH3COOH (J/mol K)
si (g)
0,4 M 0,014 0,052 −1,55 -1,28
0,6 M 0,001 0,007 −2,69 -2,15
42 4,64 0,558 2,78
0,8 M 0,001 0,018 −2,69 -1,74
1,0 M 0,012 0,042 −1,62 -1,38
0,4 M 0,017 0,062 −1,47 -1,21
0,6 M 0,007 0,027 −1,62 -1,57
53 4,39 0,529 4,75
0,8 M 0,027 0,026 −1,49 -1,58
1,0 M 0,003 0,011 −1,02 -1,96
0,4 M 0,032 0,112 −1,19 -0,95
0,6 M 0,004 0,017 −2,09 -1,77
54,6 6,34 0,763 1,19
0,8 M 0,004 0,028 −2,09 -1,55
1,0 M 0,013 0,045 −1,58 -1,35
BAB 4. PEMBAHASAN
-0.5
-1
Log x/m
Linear ()
f(x) = 0.56 x − 0.44 -1.5
R² = 0.82
-2
-2.5
Log C
-0.5
-1
log x/m
Linear ()
f(x) = 0.53 x − 0.68 -1.5
R² = 0.53
-2
-2.5
log C
0
-2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -0.2 -1
-0.4
-0.6
-0.8
log x/m
-1 Linear ()
f(x) = 0.76 x − 0.08
R² = 0.92 -1.2
-1.4
-1.6
-1.8
-2
log C
Hasil grafik log (X/m) lawan log c akan menghasilkan nilai n dan k. Nilai n
didapat dari slope (slope = n) dan nilai k didapat dari log k = intersep. Grafik pada
suhu 42oC menghasilkan fungsi y = 0,558 x – 0,444 sehingga n sebesar 0,558, dan
k sebesar 2,78. Grafik suhu 53oC menghasilkan y = 0,529 x – 0,677 sehingga n
sebesar 0,529, dan k sebesar 4,75. Grafik pada suhu 54,6oC menghasilkan fungsi y
= 0,763 x – 0,078 sehingga n sebesar 0,763 dan k sebesar 1,19. Berdasarkan nilai
pada grafik dapat dihitung entalpi adsorbsinya menggunakan rumus ∆H = m.R,
dimana m adalah slope dan R adalah ketetapan yaitu 8,314 J/mol.K. Entalpi
adsorpsi yang diperoleh pada suhu 42oC sebesar 4,64 J/mol K, pada suhu 53 oC
sebesar 4,39 J/mol K dan pada suhu 54,6oC sebesar 6,34 J/mol K.
Grafik hasil percobaan tidak linear, seharusnya menurut teori grafik log C
terhadap log X/m membentuk garis yang linier. Semakin besar nilai log C maka
semakin besar pula nilai log X/m. Ketidaksesuaian ini disebabkan pada kesalahan
praktikan saat menambahkan karbon aktif ada yang tercecer sehingga massa tidak
sama lagi dengan lainnya, dimana massa tersebut berpengaruh terhadap nilai log
X/m.
BAB 5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
Saran untuk praktikum ini adalah:
1. Praktikan harus teliti saat menentukan titik akhir titrasi.
2. Praktikan lebih teliti dalam membaca alat ukur volumetri seperti buret, pipet
mohr, maupun pipet volume.
3. Praktikan lebih teliti dalam membaca alat ukur massa seperti neraca.
DAFTAR PUSTAKA
MxV=MxV MxV=MxV
1 M x V = 1.0 M x 50 mL 1 M x V = 0.6 M x 50 mL
V = 50 mL V = 30 mL
MxV=MxV MxV=MxV
1 M x V = 0.8 M x 50 mL 1 M x V = 0.4 M x 50 mL
V = 40 mL V = 20 mL
Standarisasi
M NaOH x V NaOH = M Oksalat x V Oksalat
M NaOH x 9.5 mL = 0.25 M x 10 mL
2.5 M
M NaOH =
9.5 mL
= 0.26 M
Massa Asam Asetat sebelum adsorpsi (a)
1. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M
M1 . V1 = M2 . V2 3. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
0,26 M . 11,0 mL = M2 . 5 mL M1 . V1 = M2 . V2
2,86 M = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,7 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,572 M M2 = 0,348 M
n = M.V n = M.V
m m
= 0,572 M . 5 x 10-3 mL = 0,348 M. 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,86 x 10-3 mol = 1,74 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,17 g m = 0,10 g
2. Suhu 53oC
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 9,8 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,2 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,51 M M2 = 0,322 M
n = M.V n = M.V
m m
= 0,51 M . 5 x 10-3 mL = 0,322 M . 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,55 x 10-3 mol = 1,61 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,153 g m = 0,096 g
n = M.V n = M.V
m m
= 0,41 M . 5 x 10-3 mL = 0,244 M . 5 x 10-3 mL
Mr Mr
m m
= 2,05 x 10-3 mol = 1,22 x 10-3 mol
60 g /mol 60 g /mol
m = 0,123 g m = 0,073 g
3. Suhu 54,6 oC
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
M1 . V1 = M2 . V2 M1 . V1 = M2 . V2
0,26 M . 8,9 mL = M2 . 5 mL 0,26 M . 6,1 mL = M2 . 5 mL
M2 = 0,46 M M2 = 0,32 M
n = M.V
n = M.V m
= 0,32 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 0,46 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 1,6 x 10-3 mol
m 60 g /mol
= 2,3 x 10-3 mol
60 g /mol m = 0,096 g
m = 0,138 g
d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M M1 . V1 = M2 . V2
M1 . V1 = M2 . V2 0,26 M . 4,0 mL = M2 . 5 mL
0,26 M . 8,0 mL = M2 . 5 mL M2 = 0,21 M
M2 = 0,42 M
n = M.V
n = M.V m
= 0,21 M . 5 x 10-3 mL
m Mr
= 0,42 M . 5 x 10-3 mL
Mr m
= 1,05 x 10-3 mol
m 60 g /mol
= 2,1 x 10-3 mol
60 g /mol m = 0,063 g
m = 0,126 g
1. Penentuan berat zat yg diadsorpsi suhu 42˚C
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
X=a–b X=a–b
= 0,17 g – 0,156 g = 0,10 g – 0,099 g
= 0,014 g = 0,001 g
x 0,014 g x 0,001 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -1,55 = -2,69
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M d. Konsentrasi Asam Asetat 0,4 M
X=a–b X=a–b
= 0,13 g – 0,129 g = 0,076 g – 0,064 g
= 0,001 g = 0,012 g
x 0,001 g x 0,012 g
log = log log = log
m 0,5 g m 0,5 g
= -2,69 = -1,62
2. Penentuan berat zat yg diadsorpsi suhu 53˚C
a. Konsentrasi Asam Asetat 1,0 M = 0,007 g
X=a–b x 0,007 g
log = log
= 0,17 g – 0,153 g m 0,5 g
= 0,017 g = -1,85
x 0,017 g c. Konsentrasi Asam Asetat 0,6 M
log = log
m 0,5 g X=a–b
= -1,47 = 0,10 g – 0,096 g
b. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M = 0,027 g
X=a–b x 0,027 g
log = log
= 0,13 g – 0,123 g m 0,5 g
= -1,27 = 0,003 g
d. Konsentrasi Asam Asetat 0,8 M x 0,003 g
log = log
X=a–b m 0,5 g
= 0,076 g – 0,073 g = -2,22
Log
log C
x/m
-1,55 -1,28
-2,69 -2,15
-2,69 -1,74
-1,62 -1,38
-1
Linear ()
f(x) = 0.56 x − 0.44 -1.5
R² = 0.82
-2
-2.5
Log C
y = ax - b k = 2,78
y = 0,558 x – 0,444 ∆H = m x R
a=n = 0,558 x 8,314 J/mol
n = 0,558 K
b = log k = 4,64 J/mol K
0,444 = log k
b. Suhu 53 oC
Log log C
x/m
-1,47 -1,21
-1,85 -1,57
-1,27 -1,58
-2,22 -1,96
-1
Linear ()
f(x) = 0.53 x − 0.68 -1.5
R² = 0.53
-2
-2.5
log C
y = ax - b b = log k
y = 0,529 x – 0,677 0,677 = log k
a=n k = 4,75
n = 0,529
∆H = mxR
= 0,529 x 8,314 J/mol K
= 4,39 J/mol K
c. Suhu 54,6 oC
Log
log C
x/m
-1,19 -0,95
-2,09 -1,77
-2,09 -1,55
-1,58 -1,35
0
-2.2 -2 -1.8 -1.6 -1.4 -1.2 -1
-0.5
log x/m
-1 Linear ()
f(x) = 0.76 x − 0.08
R² = 0.92
-1.5
-2
log C
y = ax - b a=n
y = 0,763 x - 0,078 n = 0,763
b = log k k = 1,19
0,078 = log k