Oleh :
1. IRMA SEPTIN KUSUMAWATI (2043700246)
2. NINI BATUBARA (2043700248)
3. ROSIDA SUSANTI HUTASOIT (2043700315)
4. NASFA LIKO RAHMAYANTI (2043700317)
5. HUGOLIA CERLIN JIMAN (2043700318)
6. AQNAN JANATI (2043700319)
7. NI MADE DEANA (2043700321)
8. JOKO WAWIYATNO W (2043700428)
9. YONA WULANDARI (2043700244)
10. VEISHA INSYANI PUTRI H (2043700261)
Dengan mengucapkan Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkah dan
karunianya penulis dapat diberikan kesehatan sampai saat ini, hingga masih diberikan waktu
untuk menyusun suatu tugas matakuliah profesi apoteker Keprofesian , Etika Dan Undang-
Undang tentang Industri Farmasi.
Tanpa mengurangi rasa hormat penulis ucapkan banyak terimakasih kepada berbagai
pihak yang membantu menyusun tugas ini dan kepada Bapak/Ibu Dosen Profesi Apoteker
Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta yang memberikan gambaran serta bimbingan dalam
penulisan tugas ini.
Penulis sangat menyadari bahwa tugas laporan ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga penulis membutuhkan saran dan masukan dari pembaca agar bisa mendukung atau
bahkan dapat melengkapinya lagi dengan lebih baik lagi dikemudian hari.
Penulis
I
DAFTAR ISI
Cover …………………………………..………..……………………………………………..I
Ringkasan ……………….…………………………………………………..……………….IV
BAB I Pendahuluan
BAB II ISI
II
RINGKASAN
Industri Farmasi Industri farmasi adalah industri yang meliputi industri obat jadi dan
industri bahan baku obat. Industri obat jadi adalah industri yang menghasilkan suatu produk
yang telah melalui seluruh tahap proses pembuatan, sedangkan industri bahan baku obat
adalah industri yang menghasilkan bahan baku yang diperlukan pada proses pembuatan suatu
obat jadi. Proses pembuatan merupakan seluruh rangkaian kegiatan yamg menghasilkan suatu
obat yang meliputi produksi dan pengawasan mutu mulai dari pengadaan bahan awal, proses
pengolahan, pengemasan sampai obat jadi untuk distribusi. Persyaratan Industri Farmasi
Semua industri farmasi wajib memiliki izin dan seluruh kegiatan mengacu kepada cara
pembuatan obat yang baik dan benar CPOB. Untuk perizinan usaha, izin tersebut diperoleh
dari Menteri Kesehatan melalui Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM).
III
BAB I
PENDAHULUAN
IV
BAB II
ISI
V
2.3 Penyiapan Dokumen pembangunan industri farmasi
Perizinan Industri Farmasi (Ketentuan umum pasal 4,5,6,13)
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi
dari Direktur Jenderal.
Industri Farmasi yang membuat obat dan/atau bahan obat yang termasuk
dalam golongan narkotika wajib memperoleh izin khusus untuk
memproduksi narkotika sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
Persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) terdiri atas:
a) Berbadan usaha berupa perseroan terbatas;
b) Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat;
c) Memiliki nomor pokok wajib pajak;
d) Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker
warga negara indonesia masing-masing sebagai
penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan
pengawasan mutu; dan
e) Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung
atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan
perundang-undangan di bidang kefarmasian.
Untuk memperoleh izin industri farmasi diperlukan persetujuan prinsip
Permohonan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal.
Dalam hal permohonan persetujuan prinsip dilakukan oleh industri
Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri, pemohon
harus memperoleh Surat Persetujuan Penanaman Modal dari instansi yang
menyelenggarakan urusan penanaman modal sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Direktur Jenderal setelah pemohon memperoleh persetujuan Rencana Induk
Pembangunan (RIP) dari Kepala Badan.
Dalam hal permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat
langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan,
dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Surat permohonan izin industri farmasi harus ditandatangani oleh direktur
utama dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dengan
kelengkapan sebagai berikut:
(1) Fotokopi persetujuan prinsip Industri Farmasi
(2)Surat Persetujuan Penanaman Modal untuk Industri Farmasi dalam
rangka Penanaman Modal Asing atau Penanaman Modal Dalam Negeri;
(3)Daftar peralatan dan mesin-mesin yang digunakan;
(4) Jumlah tenaga kerja dan kualifikasinya
(5) Fotokopi sertifikat Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan /Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(6)Rekomendasi kelengkapan administratif izin industri farmasi dari kepala
dinas kesehatan provinsi
(7)Rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB dari Kepala Badan
(8)Daftar pustaka wajib seperti Farmakope Indonesia edisi terakhir
(9)Asli surat pernyataan kesediaan bekerja penuh dari masing-masing
apoteker penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab
pengawasan mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu;
(10) Fotokopi surat pengangkatan bagi masing-masing apoteker
penanggung jawab produksi, apoteker penanggung jawab pengawasan
mutu, dan apoteker penanggung jawab pemastian mutu dari pimpinan
perusahaan;
(11) Fotokopi ijazah dan surat tanda registrasi apoteker (stra) dari
masingmasing apoteker penanggung jawab produksi, apoteker
penanggung jawab pengawasan mutu dan apoteker penanggung jawab
pemastian mutu; dan
(12) Surat pernyataan komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik
langsung atau tidak langsung.
Permohonan izin industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala
Badan dan kepala dinas kesehatan provinsi setempat
VI
1. Pasal 7
Setiap pendirian Industri Farmasi wajib memenuhi ketentuan sebagaimana
diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang dan
lingkungan hidup.
2. Pasal 8
Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB.
(2) Pemenuhan persyaratan CPOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat CPOB.
(3) Sertifikat CPOB berlaku selama 5 (lima) tahun sepanjang memenuhi
persyaratan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara sertifikasi
CPOB diatur oleh Kepala Badan.
3. Pasal 9
Selain wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8
ayat (1), Industri Farmasi wajib melakukan farmakovigilans.
(2) Apabila dalam melakukan farmakovigilans sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) Industri Farmasi menemukan obat dan/atau bahan obat hasil
produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan dan mutu, Industri Farmasi wajib melaporkan hal
tersebut kepada Kepala Badan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai farmakovigilans diatur oleh Kepala
Badan.
4. Pasal 10
Pembuatan sediaan radiofarmaka hanya dapat dilakukan oleh Industri
Farmasi dan/atau lembaga setelah mendapat pertimbangan dari lembaga
yang berwenang di bidang atom.
(2) Pembuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
persyaratan CPOB
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan sediaan radiofarmaka
diatur oleh Menteri.
VII
2.4 Alur registrasi dan distribusi
2. Registrasi produksi Obat PerKa BPOM No.24 tahun 2017 (Pasal 8)
1. Pendaftar yang melakukan permohonan Registrasi Obat Produksi Dalam
Negeri harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a) Memiliki izin Industri Farmasi; dan
b) Memiliki sertifikat CPOB yang masih berlaku sesuai dengan jenis
dan bentuk sediaan yang diregistrasi.
b) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dan huruf b, untuk Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri yang dilakukan
oleh calon Industri Farmasi yang sedang melakukan pembangunan.
c) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
untuk Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri yang dilakukan oleh Industri
Farmasi yang menambah fasilitas untuk bentuk sediaan baru atau Industri
Farmasi yang melakukan perluasan fasilitas produksi.
d) Persyaratan Registrasi Obat Produksi Dalam Negeri sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) berupa rekomendasi berdasarkan hasil inspeksi
pemenuhan persyaratan CPOB.
e) Dalam hal Registrasi dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Izin Edar akan diterbitkan setelah
Pendaftar memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
f) Registrasi Obat Kontrak Produksi Dalam Negeri
(Pasal 10)
Pembuatan Obat Kontrak produksi dalam negeri berupa
a. seluruh tahapan pembuatan; atau
b. sebagian tahapan pembuatan.
Formula Obat Kontrak produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berupa:
a. Formula dari Pemberi Kontrak; atau
b. Formula dari Penerima Kontrak.
Obat Kontrak produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diproduksi pada lebih dari 1 (satu) tempat produksi dengan
memberikan justifikasi.
Obat Kontrak produksi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus memiliki mutu yang sama, meliputi Formula dan spesifikasi produk.
Pasal 3
Industri dalam melaksanakan kegiatan distribusi Bahan Obat dan/atau
Obat wajib menerapkan pedoman teknis CDOB.
Pedoman teknis CDOB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 secara
mutatis mutandis berlaku juga bagi Industri Farmasi dalam
melaksanakan kegiatan distribusi.
Pasal 4
Untuk membuktikan penerapan pedoman teknis CDOB, PBF, dan PBF
Cabang wajib memiliki Sertifikat CDOB.
Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Kepala
Badan.
Tata cara penerbitan Sertifikat CDOB sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.6 Pencabutan Izin Usaha Industri Farmasi
Pencabutan izin usaha industri farmasi dilakukan apabila industri yang
bersangkutan melakukan pelanggaran :
Melakukan pemindah tanganan hak milik izin usaha industri farmasi
dan perluasan tanpa izin.
Tidak menyampaikan informasi industri secara berturut-turut 3 kali
atau dengan sengaja menyampaikan informasi yang tidak benar.
Melakukan pemindahan lokasi usaha industri farmasi tanpapersetujuan
tertulis terlebih dahulu dari Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Dengan sengaja memproduksi obat jadi atau bahan baku yang
tidak memenuhi persyaratan dan ketentuan yang berlaku (obat palsu).
Tidak memenuhi ketentuan dalam izin usaha industri farmasi.
IX
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
3.1.1 Penyiapan Dokumen pembangunan industri farmasi Tentang Perizinan Industri Farmasi
(Ketentuan umum pasal 4,5,6,13)
3.2 SARAN
Industri Farmasi hendaknya terus meningkatkan pentingnya penerapan CPOB dalam
segala aspek yang berkaitan dengan proses produksi. Setiap pembangunan dan kegiatan yang
dilakukan di industri farmasi haruslah mengikuti pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik
dan Benar (CPOB), serta mengacu terhadap semua peraturan per-undang-undangan yang
dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
X
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia No. 36
Tahun 2009 tentang kesehatan. Jakarta: Ikatan ApotekerIndonesia; 2009. Hal 2.