PEMBAHASAN
Diagnosis pasien adalah G4P3A0H2 gravid 39-40 minggu, belum inpartu BSC 2x, HIV
on ARV + anemia ringan + janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala. Penegakan
diagnosis berdasarkan anamnesis sesuai keluhan dan faktor risiko yang dapat ditemukan pada
kali tanpa ada riwayat keguguran sebelumnya. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan HPHT 13
Agustus 2020, dengan usia kehamilan saat diperiksa 39-40 minggu. Pasien memiliki riwayat haid
yang teratur dengan siklus haid 28 hari, dan menggunakan kontrasepsi kondom namun tidak
teratur. Pasien tidak dalam inpartu, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya keluhan nyeri
pinggang menjalar ke ari-ari yang reguler, keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir dan
keluar air-air yang tidak tertahankan. Pasien juga mengaku selama kehamilan ini kontrol ANC
2x kali di Bidan swasta dan 6x di dokter spesialis kandungan. Dilakukan USG dikatakan janin
Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital ditemukan dalam batas normal, dengan hasil
pemeriksaan obstetri Leopold 1 didapatkan tinggi fundus teraba 2 jari diatas pusat, teraba massa
kurang bulat, lunak, tidak melenting, Leopold 2 didapatkan terdapat tahanan memanjang pada
sisi kanan ibu, dan bagian kecil pada sisi kiri ibu, Leopold 3 didapatkan teraba massa keras,
bulat, dan melenting dan Leopold 4 didapatkan konvergen 5/5. TFU 26 cm, TBJ 2635 g, DJJ 124
x/menit, kontraksi (-). Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan kadar Hb 9.2 g/dl yang
riwayat HIV (+) yang didiagnosis pertama kali 7 tahun yang lalu. Pasien mengaku rutin minum
ARV sejak 7 tahun yang lalu. Obat yang saat ini diminum pasien adalah Tenofovir Disoproxil
Fumarate 300 mg, Lamivudine 300 mg, dan Efavirenz 600 mg. Pasien rutin kontrol ke poliklinik
VCT RSUD AA. Pada bulan Januari 2021 dilakukan pemeriksaan CD4, didapatkan nilai 380 uL.
Pemeriksaan viral load dilakukan terakhir 3 tahun yang lalu dan didapatkan hasil undetected.
Kemudian, pemeriksaan imunologi HIV kualitatif pada Mei 2021 menunjukkan hasil reaktif.
Jumlah virus atau viral load dan jumlah sel CD4 merupakan faktor yang berpengaruh
dalam penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi kecil apabila viral load
<1000 copy/ml, dan ibu dengan jumlah sel CD4 yang tidak rendah menurunkan risiko penularan
HIV ke anak. Pada pasien ini kadar viral load undetected dan CD4 pasein >200μl, sehingga
risiko penularan dari ibu ke anak dinilai rendah. Liansyah TM. Aspek klinis dan tatalaksana
riwayat penggunaan tato, atau pekerjaan dengan risiko tinggi terpapar HIV. Pasien mengaku
hanya berhubungan seksual dengan 1 pasangan yaitu suami namun suami pasien negatif HIV.
Diagnosis HIV pada pasien pertama kali diketahui setelah dilakukan pemeriksaan pasca
melahirkan anak pertama. Saat itu, dilakukan pemeriksaan status HIV pasien serta suami.
Didapatkan hasil positif HIV pada istri namun negatif pada suami, sehingga kemungkinan besar
Faktor risiko infeksi HIV pada pasien ini belum dapat diketahui secara pasti karena
belum terjalinnya kepercayaan yang lebih dalam antara pasien dan dokter agar pasien lebih
terbuka terhadap dokter. Proses pengungkapan informasi diri memerlukan waktu. Klien
cenderung berusaha menutupi hal yang berkaitan dengan riwayat perilaku berisikonya.
Dibutuhkan pertemuan yang berulangkali untuk menumbujkan kepercayaan dan rasa nyaman
sehingga klien mau terbuka terkait latar belakangnya. Anyta ND. Komunikasi antarpribadi
2015;7(2):68-73
Pasien telah melakukan ANC dan mendapatkan ARV. Pada kasus ini pemberian terapi
ARV sudah tepat. Berdasarkan Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke anak, dalam hal pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pengobatan ARV diberikan
kepada ibu hamil segera setelah diketahui bahwa hasil pemeriksaan HIV positif tanpa
Indonesia. Pedoman manajemen program pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu
Tatalaksana yang dilakukan di rumah sakit pada pasien ini yaitu rencana operasi SC
elektif sudah tepat. Operasi SC yang dilakukan sebelum onset persalinan dan atau ketuban pecah
dapat menurunkan angka kejadian penularan HIV dari ibu ke bayi sebanyak 55-80% pada yang
tidak diterapi dengan ARV dan dengan monoterapi ZDV. Pada praktiknya, pilihan tatalaksana
SC elektif dipertimbangkan pada Ibu yang intoleransi ARV profilaksis, ibu datang terlambat
sehingga tidak dapat diberikan profilaksis yang memadai, tingkat viral load yang tidak diketahui,
kegagalan ARV untuk menekan viral load dan adanya indikasi obstetrik. (LAM SK, Wong
diberikan penjelasan bahwa pemilihan kontrasepsi yang sedikit berbeda dengan perempuan yang
tidak menderita HIV. Perempuan penderita HIV positif menggunakan kontrasepsi sebagai
pencegahan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, serta diperlukan menggunakan proteksi
ganda agar tidak menularkan ke pasangannya. Penggunaan kondom pria secara konsisten telah
terbukti mencegah penularan HIV secara horizontal hingga 80%. Susanti, Widyoningsih.
Study fenomenologis pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur penderita
Kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-4 pasien. Jenis kontrasepsi yang dipilih
pasien sebelum kehamilan ke-empat ini adalah kondom dan setelah anak lahir pasien memilih
sterilisasi yaitu tubektomi karena pasien sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Perempuan
dengan HIV dan pasangannya perlu merencanakan dengan seksama sebelum memutuskan
memiliki anak. Penularan HIV dari ibu ke anak bisa dicegah dengan perencanaan yang baik. Jika
pasien sudah tidak ingin memiliki anak lagi kontrasepsi terbaik adalah dengan sterilisasi
manajemen program pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak. Jakarta:
Risiko penularan HIV secara vertical dari Ibu ke janin selama kehamilan mencapai 25-
30% pada yang tidak mendapatkan terapi apapun. Namun, dengan tes yang ketat, konseling
prakonsepsi, kepatuhan ARV yang baik, perencanaan SC elektif dan pemberian profilaksis bayi,
(Irshad U, Mahdy H, Tonismae T. HIV In Pregnancy. [Updated 2021 Feb 25]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558972/ )