Anda di halaman 1dari 5

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat?

Diagnosis pasien adalah G4P3A0H2 gravid 39-40 minggu, belum inpartu BSC 2x, HIV

on ARV + anemia ringan + janin tunggal hidup intrauterin, presentasi kepala. Penegakan

diagnosis berdasarkan anamnesis sesuai keluhan dan faktor risiko yang dapat ditemukan pada

pasien, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang relevan.

Berdasarkan anamnesis pasien mengaku kehamilan ini merupakan kehamilan ke empat

kali tanpa ada riwayat keguguran sebelumnya. Pasien mengaku hamil 9 bulan dengan HPHT 13

Agustus 2020, dengan usia kehamilan saat diperiksa 39-40 minggu. Pasien memiliki riwayat haid

yang teratur dengan siklus haid 28 hari, dan menggunakan kontrasepsi kondom namun tidak

teratur. Pasien tidak dalam inpartu, hal ini dibuktikan dengan tidak adanya keluhan nyeri

pinggang menjalar ke ari-ari yang reguler, keluar lendir bercampur darah dari jalan lahir dan

keluar air-air yang tidak tertahankan. Pasien juga mengaku selama kehamilan ini kontrol ANC

2x kali di Bidan swasta dan 6x di dokter spesialis kandungan. Dilakukan USG dikatakan janin

dalam keadaan baik.

Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital ditemukan dalam batas normal, dengan hasil

pemeriksaan obstetri Leopold 1 didapatkan tinggi fundus teraba 2 jari diatas pusat, teraba massa

kurang bulat, lunak, tidak melenting, Leopold 2 didapatkan terdapat tahanan memanjang pada

sisi kanan ibu, dan bagian kecil pada sisi kiri ibu, Leopold 3 didapatkan teraba massa keras,

bulat, dan melenting dan Leopold 4 didapatkan konvergen 5/5. TFU 26 cm, TBJ 2635 g, DJJ 124

x/menit, kontraksi (-). Pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan kadar Hb 9.2 g/dl yang

dikategorikan dalam anemia ringan.


Penegakan diagnosis HIV dalam kehamilan didapatkan dari anamnesis, yaitu adanya

riwayat HIV (+) yang didiagnosis pertama kali 7 tahun yang lalu. Pasien mengaku rutin minum

ARV sejak 7 tahun yang lalu. Obat yang saat ini diminum pasien adalah Tenofovir Disoproxil

Fumarate 300 mg, Lamivudine 300 mg, dan Efavirenz 600 mg. Pasien rutin kontrol ke poliklinik

VCT RSUD AA. Pada bulan Januari 2021 dilakukan pemeriksaan CD4, didapatkan nilai 380 uL.

Pemeriksaan viral load dilakukan terakhir 3 tahun yang lalu dan didapatkan hasil undetected.

Kemudian, pemeriksaan imunologi HIV kualitatif pada Mei 2021 menunjukkan hasil reaktif.

Jumlah virus atau viral load dan jumlah sel CD4 merupakan faktor yang berpengaruh

dalam penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi kecil apabila viral load

<1000 copy/ml, dan ibu dengan jumlah sel CD4 yang tidak rendah menurunkan risiko penularan

HIV ke anak. Pada pasien ini kadar viral load undetected dan CD4 pasein >200μl, sehingga

risiko penularan dari ibu ke anak dinilai rendah. Liansyah TM. Aspek klinis dan tatalaksana

bayi dengan ibu penderita HIV/AIDS. J. Ked. N. Med. 2018;1(4):32-8

4.2 Apakah faktor risiko terjadinya infeksi HIV pada pasien?

Berdasarkan anamnesis, pasien menyangkal penggunaan obat suntik yang bergantian,

riwayat penggunaan tato, atau pekerjaan dengan risiko tinggi terpapar HIV. Pasien mengaku

hanya berhubungan seksual dengan 1 pasangan yaitu suami namun suami pasien negatif HIV.

Diagnosis HIV pada pasien pertama kali diketahui setelah dilakukan pemeriksaan pasca

melahirkan anak pertama. Saat itu, dilakukan pemeriksaan status HIV pasien serta suami.

Didapatkan hasil positif HIV pada istri namun negatif pada suami, sehingga kemungkinan besar

pasien sudah positif HIV sebelum pasien menikah.

Faktor risiko infeksi HIV pada pasien ini belum dapat diketahui secara pasti karena

belum terjalinnya kepercayaan yang lebih dalam antara pasien dan dokter agar pasien lebih
terbuka terhadap dokter. Proses pengungkapan informasi diri memerlukan waktu. Klien

cenderung berusaha menutupi hal yang berkaitan dengan riwayat perilaku berisikonya.

Dibutuhkan pertemuan yang berulangkali untuk menumbujkan kepercayaan dan rasa nyaman

sehingga klien mau terbuka terkait latar belakangnya. Anyta ND. Komunikasi antarpribadi

konselor terhadap ODHA di klinik VCT RSUD kabupaten karanganyar. Komuniti.

2015;7(2):68-73

4.3 Apakah tatalaksana pada pasien ini sudah tepat?

Pasien telah melakukan ANC dan mendapatkan ARV. Pada kasus ini pemberian terapi

ARV sudah tepat. Berdasarkan Pedoman Manajemen Program Pencegahan Penularan HIV dari

Ibu ke anak, dalam hal pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak, pengobatan ARV diberikan

kepada ibu hamil segera setelah diketahui bahwa hasil pemeriksaan HIV positif tanpa

memperhitungkan jumlah CD4 dan usia kehamilan. (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia. Pedoman manajemen program pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu

ke anak. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. 2015)

Tatalaksana yang dilakukan di rumah sakit pada pasien ini yaitu rencana operasi SC

elektif sudah tepat. Operasi SC yang dilakukan sebelum onset persalinan dan atau ketuban pecah

dapat menurunkan angka kejadian penularan HIV dari ibu ke bayi sebanyak 55-80% pada yang

tidak diterapi dengan ARV dan dengan monoterapi ZDV. Pada praktiknya, pilihan tatalaksana

SC elektif dipertimbangkan pada Ibu yang intoleransi ARV profilaksis, ibu datang terlambat

sehingga tidak dapat diberikan profilaksis yang memadai, tingkat viral load yang tidak diketahui,

kegagalan ARV untuk menekan viral load dan adanya indikasi obstetrik. (LAM SK, Wong

MSF, HY TSE L. Management of HIV positive pregnancy. [article on internet], [cited on

May 2021]. Available from https://www.aids.gov.hk/pdf/g190htm/35.htm )


4.5 Bagaimana edukasi family planning pada pasien?

Pemilihan kontrasepsi pada perempuan dengan HIV/AIDS perlu diidentifikasi dan

diberikan penjelasan bahwa pemilihan kontrasepsi yang sedikit berbeda dengan perempuan yang

tidak menderita HIV. Perempuan penderita HIV positif menggunakan kontrasepsi sebagai

pencegahan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan, serta diperlukan menggunakan proteksi

ganda agar tidak menularkan ke pasangannya. Penggunaan kondom pria secara konsisten telah

terbukti mencegah penularan HIV secara horizontal hingga 80%. Susanti, Widyoningsih.

Study fenomenologis pemilihan alat kontrasepsi pada wanita usia subur penderita

HIV/AIDS. MEDISAINS. 2018;16(3):107-113

Kehamilan saat ini merupakan kehamilan ke-4 pasien. Jenis kontrasepsi yang dipilih

pasien sebelum kehamilan ke-empat ini adalah kondom dan setelah anak lahir pasien memilih

sterilisasi yaitu tubektomi karena pasien sudah tidak ingin memiliki anak lagi. Perempuan

dengan HIV dan pasangannya perlu merencanakan dengan seksama sebelum memutuskan

memiliki anak. Penularan HIV dari ibu ke anak bisa dicegah dengan perencanaan yang baik. Jika

pasien sudah tidak ingin memiliki anak lagi kontrasepsi terbaik adalah dengan sterilisasi

(tubektomi dan vasektomi). (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman

manajemen program pencegahan penularan HIV dan sifilis dari ibu ke anak. Jakarta:

Kementrian Kesehatan RI. 2015)

4.4 Bagaimana prognosis pada pasien?

Risiko penularan HIV secara vertical dari Ibu ke janin selama kehamilan mencapai 25-

30% pada yang tidak mendapatkan terapi apapun. Namun, dengan tes yang ketat, konseling
prakonsepsi, kepatuhan ARV yang baik, perencanaan SC elektif dan pemberian profilaksis bayi,

tingkat penularan hanya dibawah 1 hingga 2 persen di Amerika Serikat.

(Irshad U, Mahdy H, Tonismae T. HIV In Pregnancy. [Updated 2021 Feb 25]. In:

StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available

from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK558972/ )

Anda mungkin juga menyukai