Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA

PROFESI NERS

OLEH :
Jemy Sundoro, S.Kep
19350010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur keharidat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpah rahmat,
hidayah dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan Laporan Pendahuluan Cidera Kepala di stase Gawat Darurat ini.
Penyelesaian Laporan Pendahuluan ini banyak mendapat dorongan dan bantuan
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini perkenankan penulis menghanturkan
rasa terimakasih kepada yang terhormat:
1. Achmad farich, dr., MM., Selaku Rektor Universitas Malahayati Bandar
Lampung.
2. Toni Prasetia, dr., Sp.PD., FINASIM, selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati.
3. Andoko, S.Kep., Ns., M.Kes., Selaku Ketua PSIK Fakultas Kedokteran
Universitas Malahayati Bandar Lampung.
4. Eka Yudha Chrisanto, S.Kep., Ns., M.Kep., selaku pembimbing
5. Semua pihak yang ikut membantu dalam terselesainya laporan kegiatan
ini.

Namun demikian, kami menyadari bahawa Studi kasus ini masih


banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan sarannya yang membangun demi kesempurnaan
studi kasus ini.

Bandar Lampung, Juni 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL LUAR .................................................................. i


KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................ iii

Cidera Kepala 1
1. Definisi 2
2. Etiologi 3
3. Klasifikasi 4
4. Manifestasi Klinis 6
5. Anatomi Fisiologi 7
A. Anatomi 7
B. Fisiologi 11
6. Tanda dan Gejala 15
7. Patofisiologi 15
Pathway 18
8. Komplikasi 19
9. Pemeriksaan Diagnostik 19
10. Penatalaksanaan 20
11. Konsep Asuhan Keperawatan Cidera Kepala 22
Pengkajian 22
12. Rencana Keperawatan 25

Daftar Pustaka
LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

Konsep Dasar

1. Pengertian

Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit

kepala, tulang tengkorak, dan otak. (Muttaqin, 2012 : 150)

Cedera kepala adalah sustu keadaan kehilangan fungsi neurologis

sementara dan tanpa kerusakan struktur. (Battiscaca, 2008 : 97)

Cidera kepala adalah satu diantara kebanyakan bahaya yang

menimbulkan kematian pada manusia. (Hudak & Gallo, 2010 : 225)

Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan

kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi

akibat kecelakaan lalu lintas (Mansjoer, A. 2011).

Cidera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang dapat

mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional, dan sosial.

Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan berkurang atau

terganggunya status kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif,

fungsi fisik dan emosional (Judha & Rahil, 2011).

Cidera kepala yaitu adanya deformasi berupa penyimpangan

bentuk atau penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan

perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang merupakan perubahan bentuk

di pengaruhi oleh perubahan peningkatan dan percepatan faktor dan


penurunan kecepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan

juga oleh otak sebagai akibat perputaran pada tindakan pencegahan

(Rendy, 2012)

Jadi, cidera kepala ringan adalah cidera karena tekanan atau

kejatuhan yang di tandai denngan GCS 13-15 dan mengeluhkan pusing.

Dari pengertian diatas cedera kepala adalah cedera karena

tekanan yang menyebabkan hilangnya fungsi neurologi sementara atau

menurunnya kesadaran sementara, yang dapat menimbulkan gejala

seperti pusing, nyeri  kepala, tanpa adanya kerusakan lainnya.

Tekanan Intra Kranial (TIK)

Tekanan intrakranial (TIK) dipengaruhi oleh volume darah

intrakranial, cairan secebrospinal dan parenkim otak. Dalam keadaan

normal TIK orang dewasa dalam posisi terlentang sama dengan tekanan

CSS yang diperoleh dari lumbal pungsi yaitu 4 – 10 mmHg. Kenaikan

TIK dapat menurunkan perfusi otak dan menyebabkan atau memperberat

iskemia. Prognosis yang buruk terjadi pada penderita dengan TIK lebih

dari 20 mmHg, terutama bila menetap. Pada saat cedera, segera terjadi

massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah sementara TIK

masih dalam keadaan normal.

Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler mencapai titik

dekompensasi maka TIK secara cepat akan meningkat. Sebuah konsep

sederhana dapat menerangkan tentang dinamika TIK. Konsep utamanya

adalah bahwa volume intrakranial harus selalu konstan, konsep ini


dikenal dengan Doktrin Monro- Kellie. Otak memperoleh suplai darah

yang besar yaitu sekitar 800ml/min atau 16% dari cardiac output, untuk

menyuplai oksigen dan glukosa yang cukup. Aliran darah otak (ADO)

normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50-55 ml per 100 gram

jaringan otak per menit. Pada anak, ADO bisa lebih besar tergantung

pada usainya. ADO dapat menurun 50% dalam 6-12 jam pertama sejak

cedera pada keadaan cedera otak berat dan koma. ADO akan meningkat

dalam 2-3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO

tetap di bawah normal sampai beberapa hari atau minggu setelah

cedera. Mempertahankan tekanan perfusi otak/TPO (MAP-TIK) pada

level 60-70 mmHg sangat rirekomendasikan untuk meningkatkan ADO.

2. Etiologi 

Trauma oleh benda/serpihan tulang yang menembus jaringan otak

Efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke otak dan efek

percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi)(Standar Asuhan

Keperawatan Ruang Saraf, 2009: 1)

Penyebab cedera kepala terdiri dari kecelakaan kendaraan

bermotor, jatuh, kecelakaan industri, serangan dan yang berhubungan

dengan olah raga, trauma akibat persalinan. Menurut Mansjoer (2011),

cidera kepala penyebab sebagian besar kematian dan kecacatan utama

pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat

kecelakaan lalu lintas.


3. Klasifikasi Cedera Kepala

Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggunakan atau

mengklasifikasikan pasien dengan cidera kepala antara lain:  

a) Terbuka 

Cidera kepala terbuka berarti pasien mengalami lasersi kulit kepala

seperti halnya peluru menembus otak.

b) Tertutup 

Dapat disamakan pada pasien dengan gegar otak ringan dengan

edema serebral yang luas  bisa diakibatkan karena adanya benturan.

Cedera kepala tertutup terdiri dari:

- Kontusio  serebral :

Merupakan gambaran area otak yang mengalami memar,

umumnya pada permukaan dan terdiri dari area hemoragi kecil-

kecil yang tersebar melalui substansi otak pada daerah tersebut,

tanda gejalanya seperti defisit neurologis vokal, edema serebral.

Hal ini menimbulkan efek peningkatan TIK.

- Hematoma Epidural :

Merupakan suatu akumulasi darah pada ruang antara tulang

tengkorak bagian dalam dan lapisan meningen paling luar

(durameter). Hematom ini terjadi karena robekan arteri meningeal


tengah dan arteri meningeal frontal. Kasus ini biasanya

berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak.

- Hematoma Subdural :

Merupakan akumulasi darah dibawah lapisan meningeal

durameter dan diatas lapisan araknoid yang menutupi otak. Hal

ini disebabkan karena adanya robekan permukaan vena atau

pengeluaran kumpulan darah vena (sinus).

- Hematoma intrakranial :

Merupakan pengumpulan darah 25ml atau lebih dalam parenkim

otak. Dari hasil radiologi sulit dibedakan antara kontusio otak

dengan perdarahan dalam substansi otak. Biasanya terjadi pada

fraktur depresi tulang tengkorak atau cedera penetrasi peluru.

(Hudak & Gallo, 2010 : 225-229)

Cedera kepala menurut Gaslow Coma Skala

1. Cedera kepala ringan : CGS : 13-15, Tidak ada konklusi, pasien

dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing, pasien dapat menderita

abrasi, laserasi atau hematoma kulit kepala.

2. Cedera kepala sedang : CGS : 9-12, konkusi, amnesia pasca

trauma, muntah, tanda fraktur tengkorak, kejang.

3. Cedera kepala berat : GCS : kurang atau samadengan 8, penurunan

derajat kesadaran secara progresif, Tanda neurologist fokal.

(Muttaqin, 2012: 155)


Skala Koma Glasgow

1. Membuka Mata
Spontan 4
Terhadap rangsang suara 3
Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
2. Respon Verbal
Orientasi baik 5
Orientasi terganggu 4
Kata-kata tidak jelas 3
Suara Tidak jelas 2
Tidak ada respon 1
3. Respon Motorik
Mampu bergerak 6
Melokalisasi nyeri 5
Fleksi menarik 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak ada respon 1
Total 3 - 15

4. Manifestasi Klinis

Menurut Judha (2011), tanda dan gejala dari cidera kepala antara lain:

1. Skull Fracture

Gejala yang didapatkan CSF atau cairan lain keluar dari telinga dan

hidung (othorrea, rhinorhea), darah dibelakang membran timphani,

periobital ecimos (brill haematoma), memar didaerah mastoid (battle

sign), perubahan penglihatan, hilang pendengaran, hilang indra

penciuman, pupil dilatasi, berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.

2. Concussion

Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat kesadaran kurang dari

5 menit, amnesia retrograde, pusing, sakit kepala, mual dan muntah.


Contusins dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion, brainsteam

contusion. Tanda yang terdapat:

a. Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara perlahan

atau cepat.

b. Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai

batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan

keabnormalan pupil

5. Anatomi dan Fisiologi

A. Anatomi
1) Kulit Kepala

Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau

kulit, connective tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau

galea aponeurotika, loose conective tissue atau jaringan penunjang

longgar dan pericranium Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria)

dan basis kranii.

Tulang tengkorak terdiri dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal,

temporal dan oksipital. Kalvaria khususnya diregio temporal adalah tipis,

namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis cranii berbentuk tidak

rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses

akselerasi dan deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu

: fosa anterior tempat lobus frontalis, fosa media tempat temporalis dan

fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum .

2) Meningen

Selaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3

lapisan yaitu :

a. Dura Meter

Dura mater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu

lapisan endosteal dan lapisan meningeal. Dura mater merupakan

selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang melekat

erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat

pada selaput arachnoid di bawahnya, maka terdapat suatu ruang

potensial (ruang subdura) yang terletak antara dura mater dan


arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural.

b. Selaput Arakhnoid

Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus

pandang.Selaput arakhnoid terletak antara pia mater sebelah

dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput ini

dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebut spatium

subdural dan dari pia mater oleh spatium subarakhnoid yang terisi

oleh liquor serebrospinalis. Perdarahan sub arakhnoid umumnya

disebabkan akibat cedera kepala.

c. Pia mater

Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri. Pia mater

adarah membrana vaskular yang dengan erat membungkus otak,

meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang paling

dalam.Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan

epineuriumnya.Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak

juga diliputi oleh pia mater.

d. Otak

Otak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada

orang dewasa sekitar 14 kg. Otak terdiri dari beberapa bagian

yaitu; Proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan

diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak

belakang) terdiri dari pons, medula oblongata dan serebellum.

Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus. Lobus


frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pusat

ekspresi bicara.Lobus parietal berhubungan dengan fungsi

sensorik dan orientasi ruang.Lobus temporal mengatur fungsi

memori tertentu. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses

penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan

kewapadaan.Pada medula oblongata terdapat pusat

kardiorespiratorik. Serebellum bertanggungjawab dalam fungsi

koordinasi dan keseimbangan.

e. Cairan Serebrospinal (CSS)

Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus

dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir

dari dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju ventrikel

III, akuaduktus dari sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan

direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid

yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya darah dalam

CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu

penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intrakranial.

Angka rata-rata pada kelompok populasi dewasa volume CSS

sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.

1) Tentorium

Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang

supratentorial (terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii


media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).

2) Vaskularisasi otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri

vertebralis.Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan

inferior otak dan membentuk circulus Willisi.Vena-vena otak

tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang

sangat tipis dan tidak mempunyai katup.Vena tersebut keluar

dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.

B. Fisiologi

Menurut judha dan rahil (2011) otak merupakan pusat dari

keseluruhan tubuh. Jika otak sehat, maka akan mendorong kesehatan

tubuh serta menunjang kesehatan mental. Sebaliknya, apabila otak anda

terganggu, maka kesehatan tubuh dan mental anda bisa ikut terganggu.

Seperti terlihat pada gambar di atas, otak dibagi menjadi empat bagian,

yaitu:

1) Cerebrum ( Otak Besar )

Cerebrum adalah bagian terbesar dari otak manusia yang juga

disebut dengan nama Cerebral Cortex, Forebrain atau Otak

depan. Cerebrum merupakan bagian otak yang membedakan

manusia dengan binatang. Cerebrum membuat manusia

memiliki lesaian kemampuan berfikir, analisa, logika, bahasa,

kesadaran, perencanaan, memori dan kemampuan visual.

Kecerdasan intelektual atau IQ anda juga ditentukan oleh


kualitas bagian ini.

Cerebrum terbagi menjadi 4 (empat) bagian yang disebut

Lobus. Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan bagian

lekukan yang menyerupai parit disebut suleus. Keempat lobus

tersebut masing- masing adalah: lobus frontal, lobus pariental,

lobus occipital dan lobus temporal (Judha & Rahil, 2011).

1) Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling

depan dari Otak Besar. Lobus ini berhubungan dengan

kemampuan membuat alasan, kemampuan gerak, kognisi,

perencanaan, penyelesaian masalah, memberi penilaian,

kreativitas, kontrol perasaan, kontrol perilaku seksual dan

kempuan bahasa secara umum.

2) Lobus Pariental berada di tengah, berhubungan dengan

proses sensor perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa

sakit.

3) Lobus Temporal berada di bagianbawah berhubungan

dengan kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi

dan bahasa dalam bentuk suara.

4) Lobus Occipital ada di bagian paling belakang,

berhubungan dengan rangsangan visual yang

memungkinkan manusia mampu melakukan interprestasi

terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

5) Cerebellum (Otak Kecil)


6) Menurut Judha dan Rahil (2011) otak kecil atau

Cerebellum. Terletak di bagian belakang kepala, dekat

dengan ujung leher bagian atas. Cerebellum mengontrol

banyak fungsi otomatis otak, diantaranya: mengatur sikap

atau posisi tubuh, mengontrol keseimbangan, koordinasi

otot dan gerakan tubuh. Otak kecil juga menyimpan dan

melaksanakan serangkaian gerakan otomatis yang dipelajari

seperti gerakan mengendarai mobil, gerakan tangan saat

menulis, gerakan mengunci pintu dan sebagainya.

7) Jika terjadi cedera pada otak kecil, dapat mengakibatkan

gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot. Gerakan

menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak

mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau

tidak mampu mengancingkan baju.

8) Brainstem (Batang Otak)

9) Batang otak (brainstem) berada di dalam tulang tengkorak

atau rongga kepala bagian dasar dan memanjang sampai ke

tulang punggung atau sumsum tulang belakang. Bagian

otak ini mengatur suhu tubuh, mengatur proses

pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia

yaitu fight or flight (lawan atau lari) saat datangnya bahaya.


Batang otak dijumpai juga pada hewan seperti kadal dan buaya.

Oleh karena itu, batang otak sering juga disebut dengan otak reptil.

Otak reptil mengatur “perasaan teritorial” sebagai insting primitif.

Contahnya anda akan merasa tidak nyaman atau terancam ketika orang

yang tidak anda kenal terlalu dekat dengan anda. Batang otak terdiri

dari 3 bagian, yaitu:

1) Mesencephalon atau otak tengah (Mid Brain) adalah bagian teratas

dari batang otak yang menghubungkan otak besar dan otak kecil. Otak

tengah berfungsi dalam hal mengontrol respon penglihatan, gerakan

mata, pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan

pendengaran.

2) Medulla Oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari

sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga sebaliknya.

Medulla mengontrol fungsi otomatis otak, seperti detak jantung,

sirkulasi darah, pernafasan, dan pencernaan.

3) Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat

otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan apakah

kita terjaga atau tertidur.

4) Limbic System (Sistem Limbik)

Sistem limbik terletak dibagian tengah otak, membungkus batang otak

ibarat kerah baju. Limbik berasal dari bahasa latin yang berarti kerah.

Bagian otak ini sama dimiliki juga oleh hewan mamalia


sehingga sering disebut dengan otak mamalia. Komponen

limbik, antara lain Hipotalamus, Thalamus, Amigdala, Hipocampus,

dan Korteks limbik. Sistem limbik berfungsi menghasilkan perasaan,

mengatur produksi hormon, memelihara homeostasis, rasa haus, rasa

lapar, dorongan seks, pusat rasa senang, metabolisme dan memori

jangka panjang.

6. Tanda dan Gejala

1. Hilangnya tingkat kesadaran sementara

2. Hilangnya fungsi neurologi sementara

3. Sukar bangun

4. Sukar bicara

5. Konfusi

6. Sakit kepala berat

7. Muntah

8. Kelemahan pada salah satu sisi tubuh (Smeltzer & Bare, 2002:

2211)

7. Patofisologi Keperawatan Cedera Kepala

Trauma kepala dapat terjadi pada ekstrakranial, tulang kranial, dan

intrakranial, trauma yang terjadi pada ekstrakranial akan mengakibatkan

terputusnya kontinuitas jaringan kulit, otot dan vaskuler sehingga berkibat

terjadinya perdarahan, hematoma, gangguan suplai darah, resiko infeksi


dan timbulnya nyeri serta kerusakan integritas kulit. Perdarahan dan

hematoma akan mempengaruhi perubahan sirkulasi cairan serebrospinal

yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intracranial. Pada

keadaan ini akan mengakibatkan girus medialis lobus temporalis tergeser

melalui tepi bawah tentorium serebri.

Kompresi pada korteks serebri batang otak mengakibatkan

gangguan kesadaran,   dan hilangnya reflek batuk. Karena terjadi

gangguan kesadaran maka klien megalami penumpukan sekret akibat

sekret yang statik, hal ini menyebabkan terjadinya bersihan jalan nafas

inefektif.

Trauma kepala yang terjadi pada tulang kranial akan menyebabkan

terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan hal ini akan merangsang

timbulnya rasa nyeri, sedangkan trauma kepala yang terjadi pada

intrakranial, akan merusak jaringan otak atau sering disebut kontusio, atau

terjadi laserasi pada jaringan otak, keadaan tersebut menyebabkan

terjadinya perubahan outoregulasi, dan suplai O2 ke otak terganggu, maka

terjadi edema serebral, sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan. 

Kerusakan yang terjadi juga menyebabkan rangsang simpatis meningkat,

sehingga tahanan vasikuler, TD, tekanan hidrostatik meningkat. Sehingga

terjadi kebocoran pada pembuluh kapiler, dan menyebabkan edema paru

yang menyebabkan penurunan curah jantung dan difusi O2 di alveoli

terhambat dan menyebabkan tidak efektifnya pola nafas. Cidera kepala

juga dapat menimbulkan stres bagi klien. Hal ini direspon juga oleh saraf
otonom untuk meningkatkan sekresi hormon. seperti katekolamin yang

menyebabkan asam lambung meningkat dan membuat mual, muntah, dan

anoreksia. Hal ini menyebabkan resiko pemenuhan nutrisi tidak sesuai

kebutuhan. Dari uraian di atas dapat dilihat pada skema di bawah ini:
8. Komplikasi Cedera Kepala

1. Kebocoran cairan spinal : disebabkan oleh rusaknya leptomeningen

dan biasanya terjadi pada pasien dengan cedera kepala tertutup.

2. Fistel karotis-karvenosus yang ditandai oleh trias gejala eksotalmus

kemosis dan bruit orbita, dapat timbul segera atau beberapa hari

setelah cedera.

3. Kejang pasca trauma.(Smeltzer & Bare, 2002: 2215)

9. Pemeriksaan/Diagnostik

1. CT Scan ( Computerized Tomograhy Scanner )Mengidentifikasi

luasnya lesi, perdarahan, determinan, ventrikuler dan perubahan

jaringan otak. 

2. MRI ( Magnetic Resonance Imaging ) : Digunakan sama dengan

CT Scan dengan/tanpa kontras radio aktif

3. Serebral Angiography : Menunjukkan anomali sirkulasi serebral

seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi edema,

perdarahan, dan trauma.

4. EEG ( Electroencephalograph ) : Untuk memperlihatkan keadaan

atau berkembangnya gelombang patologis

5. Sinar-X : Mendeteksi perubuhan struktur tulang (fraktur),

perubahan struktur garis (perdarahan/edema), fragmen tulang.


6. BAER ( Brainstem Auditory Evoked Response ) : Mengoreksi

batas fungsi korteks dan otak kecil.

7. PET ( Positron Emission Tomography ): Mendeteksi perubahan

aktivitas metabolisme otak.

8. CSS ( Cairan Serebro Spinal ) : Lumbal pungsi dapat dilakukan

jika diduga terjadi perdarahan subarakhnoid.

9. Elektrolit darah : Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK

10. Toksikologi : Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab

penurunan  kesadaran

11. Rontgen thorax dua arah (PA/AP dan lateral) : Rontgen thorax

menyatakan akumulasi udara atau cairan pada area pleural

12. Thoraxsentesis menyatakan darah atau cairan

13. Analisa Gas Darah (AGD) : Analias Gas Darah (AGD) adalah

salah satu test diagnostik untuk menentukan status respirasi. Status

respirasi yang dapat diigambarkan melalui pemerksaan AGD ini

adalah status oksigenasi dan status asam basah.(Muttaqin, 2008 :

161)

10. Penatalaksanaan 

- Riwayaat kesehatan .

1. Tinggikan kepala 300.

2. Istirahatkan klien (tirah baring).

- Penatalaksanaan medis :
1. Memepertahankan A,B,C (Airway, Breathing,

Cirkulation).

2. Menilai status neurologis (Disability dan exposure).

- Penatalaksanaan konservatif  meliputi :

1. Bedrest total.

2. Observasi tanda-tanda vital (GCS dan tingkat kesadaran).

3. Pemberian obat-obatan:

a) Dexametason/kalmethason sebagai pengobatan anti

edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya

trauma.

b) Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk

mengurangi vasodilatasi.

c) Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu:

manitol 20%, atau glukosa 40%, atau gliserol 10%.

d) Antibiotika yang mengandung barier darah otak

(Penisilin) atau untuk infeksi anaerob diberikan

metronidazol.

4. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila muntah-

muntah tidak dapat diberikan apa-apa hanya cairan infus

dextrose 5%, Aminofusin, Aminofel (18 jam pertama dari

terjadinya kecelakaan).
5. Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapatkan

klien mengalami penurunan kesadarandan cenderung

terjadi retensi natrium dan elektrolit.

6. Observasi status neurologis. (Smeltzer & Bare, 2002 :

2214-2216).

11. Asuhan Keperawatan 

A. Pengkajian 

1) Aktivitas/istirahat

 Gejala  : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.

 Tanda  : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, cara

berjalan tak tegap masalah dalam keseimbangan,

kehilangan tonus otot.

2) Sirkulasi

 Gejala : Perubahan tekanan darah/normal, perubahan

frekuensi jantung (bradikardi, takikardi, distritmia).

3) Integritas ego

 Gejala  : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

(tenang/dramatis)

 Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi,

bingung, depresi dan impulsif.

4) Eliminasi
Gejala  : Inkontenensia kandung kemih/usus atau mengalami

gangguan fungsi.

5) Makanan/cairan

 Gejala  : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

 Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan

(batuk, air liru keluar, disfagia).

6) Neurosensori

 Gejala  : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar

kejadian. Vertigo, synkop, tinitus, kehilangan pendengaran,

baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan, seperti

ketajaman, gangguan pengecapan dan juga penciuman.

 Tanda  : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan

status mental (disorientasi, konsentrasi, memori). Perubahan

pupil, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak

seimbang, reflek tendon tidak ada atau lemah, kesulitan

dalam menentukan posisi tubuh.

7) Nyeri/kenyamanan

 Gejala  : Sakit kepala, atau pusing.

 Tanda  : Wajah menyeringai, respon menarik rangsangan

nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.

8) Pernafasan
Tanda : Perubahan pola nafas, nafas berbunyi, stridor,

tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).

9) Keamanan

 Gejala  : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.

 Tanda  : Fraktur/dislokasi, gangguan penglihatan, kulit

laserasi, agrafi, perubahan warna, tanda trauma di sekitar

hidung, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,

kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam,

gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

10) Interaksi sosial

 Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara

berulang-ulang, disatria.

 Penyuluhan/pembelajaran

 Gejala  : Penggunaan alkohol/obat lain.

Pertimbangan  :  DRG menunjukkan rata-rata lama di rawat 12 hari.

Rencana pemulangan : Membutuhkan bantuan perawatan diri, ambulasi,

transportasi, menyiapkan makanan, belanja, perawatan, pengobatan, tugas-

tugas rumah tangga, dan lain-lain


Rencana Asuhan Keperawatan

Kurang NOC: Setelah dilakukan asuhan 1. Pembelajaran : proses penyakit


pengetahuan keperawatan selama 2 X 24jam pasien - Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
tentang mampu meningkatkan : - Jelaskan patofisiologi penyakit dan
proses 1. Pengetahuan : proses penyakit bagaimana kaitannya dengan anatomi dan fisiologi
penyakit, - Mengenal nama penyakit tubuh
program - Deskripsi proses penyakit - Deskripsikan tanda dan gejala umum penyakit
penggobatan - Deskripsi faktor penyebab atau faktor pencetus - Berikan informasi tentang hasil
dan tindakan - Deskripsi tanda dan gejala pemeriksaan diagnostik
preventif - Deskripsi cara meminimalkan - Diskusikan tentang pilihan terapi
berhubungan perkembangan penyakit - Instruksikan klien untuk melaporkan tanda
dengan - Deskripsi komplikasi penyakit dan gejala kepada petugas
kurangnya - Deskripsi tanda dan gejala komplikasi penyakit 2. Pembelajaran : prosedur/perawatan
sumber - Deskripsi cara mencegah - Informasikan klien waktu pelaksanaan
informasi. komplikasi Skala : prosedur/perawatan
1 : tidak - Informasikan klien lama waktu
ada 2 : pelaksanaan prosedur/perawatan
sedikit - Kaji pengalaman klien dan tingkat
3 : sedang pengetahuan klien tentang prosedur yang akan
4 : luas dilakukan
5 : lengkap - Jelaskan tujuan prosedur/perawatan
2. Pengetahuan : prosedur perawatan - Instruksikan klien utnuk berpartisipasi selama
- Deskripsi prosedur perawatan prosedur/perawatan
- Penjelasan tujuan perawatan - Jelaskan hal-hal yang perlu dilakukan setelah
- Deskripsi langkah-langkah prosedur prosedur/perawatan
- Deskripsi adanya pembatasan sehubungan dengan - Instruksikan klien menggunakan tehnik
prosedur koping untuk mengontrol beberapa aspek selama
- Deskripsi alat-alat prosedur/perawatan (relaksasi da imagery)
perawatan Skala :
3 1 : tidak ada 5 : lengkap 2 : sedikit : sedang
: luas
Nyeri akut NOC : Setelah dilakukan asuhan 1. Manajemen nyeri
b/d agen keperawatan selama 5x24 jam pasien 1. Kaji secara komprehensif tentang nyeri (lokasi,
injuri fisik mampu untuk karakteristik dan onset, durasi, frekuensi, kualitas)
1. Mengontrol nyeri dengan indikator 2. Observasi isyarat-isyarat non verbal klien terhadap
- Mengenal faktor-faktor penyebab nyeri ketidaknyamanan.
- Mengenal onset nyeri 3. Berikan analgetik sesuai dengan anjuran.
- Melakukan tindakan pertolongan non analgetik 4. Gunakan komunikasi terapeutik agar pasien dapat
- Menggunakan analgetik mengekspresikan nyeri.
- Melaporkan gejala-gejala kepada tim kesehatan 5. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap
- Mengontrol kualitas hidup : pola tidur, nafsu makan,
nyeri mood, pekerjaan, tanggung jawab,
Keterangan : relationship.
1 = tidak pernah dilakukan 2 = jarang 6. kaji pengalaman individu terhadap nyeri
dilakukan 7. Evaluasi tentang keefektifan dari
3 = kadang-kadang dilakukan 4 = sering
dilakukan
5 = selalu dilakukan tindakan mengontrol nyeri yang telah digunakan.
2. Menunjukkan tingkat nyeri dengan 8. Berikan dukungan terhadap pasien dan keluarga.
indikator 9. Berikan informasi tentang nyeri, seperti : penyebab,
- Melaporkan nyeri berapa lama terjadi, dan
- Melaporkan frekuensi nyeri tindakan pencegahan.
- Melaporkan lamanya episode nyeri 10. Kontrol faktor-faktor lingkungan yang dapat
- Mengekspresikan nyeri; wajah mempengaruhi respon pasien
- Menunjukkan posisi melindungi tubuh terhadap ketidaknyamanan.
- Kegelisahan 11. Ajarkan penggunaan teknik non
- Perubahan RR farmakologis.
- Perubahan TD 12. Tingkatkan istirahat/tidur yang cukup.
- Perubahan HR 13. Monitor kenyamanan pasien terhadap manajemen
- Kehilangan nafsu nyeri.
makan Keterangan : 2. Pemberian Analgetik
1 = Berat 1. Tentukan lokasi nyeri, karakteristik, kualitas
2 = Agak berat 3 = Sedang dan keparahan sebelum
4 = Sedikit pengobatan.
5 = Tidak ada 2. Berikan obat dengan prinsip 5 benar.
3. Cek riwayat alergi obat.
4. Libatkan pasien dalam pemilihan
analgetik yang akan digunakan.
5. Pilih analgetik secara tepat/kombinasi lebih dari satu
analgetik jika telah diresepkan.
6. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
7. Monitor reaksi obat dan efeksamping obat.
8. Dokumentasikan respon setelah
pemberian analgetik dan efek
sampingnya.
9. Lakukan tindakan-tindakan untuk
menurunkan efek analgetik.
PK : Perawat akan meminimalkan kompliksi 1. Kaji dan laporkan segera tanda-tanda yang
Peningkatan PTIK mengarah pada PTIK yang lebih hebat
Tekanan 2. Batasi cairan sesuai program terapi
Intrakranial 3. Elevasi kepala 30 – 40 derajat kalau tidak
(PTIK) ada kontraindikasi
4. Pertahankan kepala dan leher pada posisi
midline, hindari fleksi ekstensi dan rotasi
pada kepala dan leher
5. Kelola obat ; pelunak feses antitusif dan
antideuritik sesuai program
6. Pertahankan kebersihan jalan napas dan
beri oksigen sesuai program
7. Observasi dan awasi kondisi yang
menimbulkan agitasi
8. Anjurkan untuk membatasi aktivitas.
DAFTAR PUSTAKA

Aachharya., et al. (2011). Emergency Departement Triage: An Ethical


Analysis.BMC Emergency Medicine, 11(16): 1-13.

Ali, B., et al.(2015). Essential oils used in aromatherapy: a systemic


review. Asian Pacific Journal of Tropical
Biomedicine.;5(8):601–611.

Black, M & Hawks, H.J. (2009). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :


Salemba Medika

Boughman, D.C. (2002). Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku dari


Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC.

Brain Injury Assosiation of America. (2009). Types of Brain Injury.


Diakses pada tanggal 26 juni 2020, dari
http://www.biausa.org/pages/typeofbraininjury.html.

Brunner dan Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah. Volume II. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Carpenito, L.J. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan

dan Masalah Kolaborasi. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Depkes RI. (2013). Riset Dasar Kesehatan (RISKESDAS ).(2013). Jakarta:


Badan Penelitian dan pengembangan kesehatan departemen
kesehatan republik Indonesia.

Dolan, T.J., et al. (2003). Critical Care Nursing Clinical Management


Through The Nursing Prosess. Philadelphia: F.A Davis
Company.
Doenges, M.E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Haji, A. A & Baligh, N. (2005). Guideline of herbal medicine.
Tehran: Islamic Azad University.

Hudak dan Gallo. 1996. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Volume

II. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Marion Johnson, dkk. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC)

Second Edition. Mosby.

Mc. Closkey dan Buleccheck. 2000. Nursing Interventions Classification

(NIC) Second Edition. Mosby.NANDA. 2005. Nursing Diagnosis:

Definition and Classification. Philadelphia: North American

Nursing Diagnosis Association.

Anda mungkin juga menyukai