Anda di halaman 1dari 43

HANDOUT

ASUHAN KEBIDANAN KOMUNITAS


PERTEMUAN KE-13 DAN KE-14
MENGANALISIS MASALAH DALAM KEBIDANAN
KOMUNITAS
DIANI ALIANSY, SST.,M.KES

3.1 VISI DAN MISI PEMBANGUNAN


KESEHATAN INDONESIA
Visi : Gambaran masyarakat di Indonesia dimasa depan yang ingin
dicapai melalui pembangunan kesehatan adalah masyarakat, bangsa
dan negara yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam
lingkungan dan dengan prilaku hidup sehat, memiliki kemampuan
untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil
dan merata, serta memiliki derajat yang setinggi-tingginya
diseluruh Republik Indonesia.
Gambaran masyarakat di Indonesia dimasa depan atau
visi yang akan dicapai melalui pembangunan kesehatan
tersebut dirumuskan sebagai Indonesia sehat 2015. Dengan
adanya rumusan visi tersebut, maka lingkungan yang
diharapkan pada masa depan adalah lingkungan yang kondusif
bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas
dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang
memadai, perumahan dan permukiman yang sehat, perencanaan
kawasan yang berwawasan kesehatan, serta terwujudnya
kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong dengan
memelihara nilai-nilai budaya bangsa.
Perilaku masyarakat Indonesia sehat 2015 adalah
perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah terjadinya resiko penyakit, melindungi diri
dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat. Selanjutnya masyarakat
mempunyai kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu. Pelayanan yang tersedia adalah
pelayanan yang berhasil guna dan berdaya guna tersebar secara
merata di Indonesia. Sedangkan dalam rencana strategis
Kemenkes 2015-2019 tidak ada visi misi khusus, namun hanya
mengikuti visi misi Presiden RI, yaitu “terwujudnya Indonesia
yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan
gotong royong”. Juga ada 9 agenda prioritas, yang dikenal dengan
Nawacita yang ingin diwujudkan pada kabinet kerja.
Misi : Untuk dapat mewujudkan visi Indonesia sehat 2015.
Ditetapkan 5 misi pembangunan kesehatan, sebagai berikut :
1. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata mata
ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi
sangat dipengaruhi oleh hasil kerja keras serta kontribusi.
positif sebagai sektor pembangunan lainnya.
Untuk optimalisasi hasil kontribusi positif tersebut,
harus dapat diupayakan masuknya wawasan kesehatan
sebagai asas pokok program pembangunan. Dengan
kata lain untuk dapat terwujutnya indonesia sehat
2015, para penanggug jawab program pembangunan
harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua
kebijakan pembangunan.
2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.
Kesehatan adalah tanggung jawab bersama dari setiap individu,
masyarakat, pemerintah dan swasta. Apapun peran yang
dimainkan pemerintah, tanpa kesadaran individu dan
masyarakat untuk secara mandiri menjaga kesehatan mereka,
hanya sedikit yang dapat dicapai. Prilaku yang sehat dan
kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapat layanan
kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan
pembangunan kesehatan.
3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang
bermutu, merata dan terjangkau.
Mengandung makna bahwa salah satu tanggung jawab sektor
kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan
yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak semata-mata
berada ditangan pemerintah, melainkan mengikut sertakan
sebesar-besarnya peran aktif segenap anggota masyarakat dan
sebagai potensi swasta.
4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga
dan masyarakat serta lingkungannya.
Mengandung makna bahwa tugas utama sektor kesehatan
adalah memelihara dan meningkatkan kesehatan segenap
warga negaranya, yakni setiap individu, keluarga dan
masyarakat Indonesia, tanpa meninggalkan upaya
menyembuhkan penyakit atau memulihkan kesehatan penderita.
Untuk terselenggaranya tugas ini penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus diutamakan adalah yang bersifatpromotif
dan prefentif yang didukung oleh upaya kuratif dan
rehabilitatif. Agar dapat memelihara dan meningkatkan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat diperlukan
lingkungan yang sehat.
5. Meningkatkan dan mendayagunakan sumber daya kesehatan,
yang meliputi SDM kesehatan, pembiayaan kesehatan, sediaan
farmasi dan alat kesehatan

1. Kondisi Kesehatan Reproduksi di Indonesia

Tujuan pembangunan Millenium (MDGs) yang harus dicapai oleh


setiap negara, termasuk indonesia sampai dengan tahun 2015,
berkaitan dengan peningkatan kesehatan masyarakat adalah:
1. Mengurangi 2/3 dari angka tingkat kematian anak dibawah usia
lima tahun
2. Mengurangi ¾ dari angka kematian ibu
3. Menghentikan dan mengurangi laju penyebaran HIV/ AIDS, dan
menghentikan dan mengurangi laju penyebaran penyakit malaria
serta penyakit menular utama lainnya.

Bagi indonesia, tantangan terberat yang harus dihadapi dalam


mencapai sasaran MDGs tahun 2015 di bidang kesehatan adalah:
pertama, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang umumnya rendah,
sehingga mengalami hambatan untuk mendapatkan akses pelayanan
kesehatan yang layak. Kedua, kondisi geografis, terutama di
wilayah-wilayah pedesaan yang sulit dijangkau oleh akses pelayanan
kesehatan sehingga mempengaruhi kesiapan penempatan tenaga
kesehatan (dokter dan bidan). Ketiga, kebijakan pemerintah di
bidang kesehatan yang lebih memfokuskan pada tindakan kuratif
daripada preventif dan promotif, yang dapat dilihat dari prioritas
pendirian rumah-rumah sakit di kota-kota kabupaten/Provinsi.
Keempat, konsep dan strategi kebijakan pengelolaan kesehatan yang
dilakukan selama ini lebih difokuskan pada program-program
kesehatan, sementara masalah determinan dan persoalan-persoalan
rill yang terjadi di masyarakat kurang mendapatkan prioritas.
Dampak dari kebijakan pengelolaan kesehatan yang selama ini
berlangsung secara top down telah mempengaruhi tingkat
partisispasi masyarakat, dalam mengambil peran dan inisiatif dalam
sisitem pengelolaan kesehatan. Dalam banyak hal, posisi masyarakat
selama ini hanya diperankan sebagai pendukung kegiatan-kegiatan
kesehatan melalui proses mebilisasi masa, misalnya pada saat
program posyandu, pekan imunisasi nasional, dan event-event
seremonial lainnya.
Lambatnya upaya penurunan AKI dan AKB, serta berbagai
penyakit epidemik lainnya di Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi
merupakan indikator kurangnya perhatian pemerintah dan pelibatan
partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sistem pengelolaan
keehatan. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia
(SDKI) 2000 angka kematian ibu (MMR) adalah 320 per 100.000
KH (MOH, 2002) dan berdasarkan SDKI 2002-2003 turun menjadi
307 per 100.000 KH, namun angka terakhir tidak valid karena
survey SDKI 2002-2003 tidak mengikutsertakan 4 provinsi di
indonesia timur seperti: Aceh, Maluku, Maluku Utara dan papua
yang justru provinsi tersebut berkontribusi besar pada tingginya
AKI. Penyebab utama kematian ibu (46,7%) disebabkan komplikasi
yang terjadi selama atau segera setelah persalinan. Semua itu akibat
65,7% ibu hamil di pedesaan yang dirawat oleh dukun bayi dan
anggota keluarga yang tidak terlatih serta tidak mendapatkan
pelayanan kebidanan esensial yang dibutuhkan. Akibat
keterlambatan pertolongan ini, 34% kematian ibu disebakan oleh
perdarahan pada masa nifas, disusul oleh eklamsi (26,6%), infeksi
(20,2%) dan selebihnya karena penyebab lain. Sekitar 15% dari
semua kehamilan akan membutuhkan pelayanan kebidanan akibat
komplikasi yang membahayakan jiwa ibu dan bayinya. Akan tetapi,
pelayanan kesehatan dasar yang menyangkut kebidanan darurat yang
komprehensif hanya ada di rumah sakit kabupaten dan pusat-pusat
pelayanan rujukan. Puskesmas yang merupakan pusat pelayanan
kesehatan dasar yang paling dekat dengan masyarakat, terutama
perempuan sering kali tidak dilengkapi dengan pelayanan kebidanan
darurat komprehensif. Pengabaian fungsi puskesmas sebagai pusat
pelayanan kebidanan darurat yang komprehensif akan berdampak
pada upaya penurunan kamatian ibu di Indonesia.
Tabel 1
Masalah Kehamilan Masa Persalinan Masa Nifas
Penyakit Penyakit Penyakit
Pucat 9,8 Partus 9,2 Demam 7,5
lama tinggi
Demam 5,4 Perdarahan 4,4 perdarahan 1
tinggi
Perdarahan 2,5 Kejang- 0,2
kejang
Edema 2,5
Hipertensi 0,9
Disuria 0,7
Jaundice 0,5
Kejang- 0,3
kejang

Presentasi jenis penyakit selama kehamilan, 2002


Sumber : SDKI, 2002
Pada tabel 1 di atas dilaporkan bahwa jenis penyakit yang sering
di derita pada masa kehamilan, persalinan dan nifas, seperti partus
lama (9,2%) dan infeksi (demam dan demam tinggi = 7,5%)
berhubungan dengan jenis pertolongan dan tempat persalinan.
Persalinan dengan pertolongan dukun bayi sering kali berakibat pada
demam dan infeksi akibat tidak diikutinya proses kelahiran yang
aman.
Angka Kematian Bayi dan Anak juga tidak jauh berbeda dengan
Angka Kematian Ibu (MMR). Berdasarka data SDKI 2003, Angka
Kematian Bayi (IMR) masih sebesar 33 per 1000 kelahiran hidup.
Penyebab utama dari kematian bayi adalah tetanus neo partum
(44,8%), ISPA (33,2%) dan selebihnya karena penyebab lain.
Sementara jumlah bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
sebanyak 15,6% dari jumlah kelahiran. Penyebab utama dari BBLR
adalah kurang gizi sebelum dan selama masa kehamilan.
Selain persoalan kesehatan perempuan, bayi dan anak balita,
penyakit lain yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat
pedesaan pada usia produktif adalah TBC. Pada survey Kesehatan
Rumah Tangga (SKRT) tahun 2002, penyakit TBC masih
menduduki peringatan kedua penyebab kematian pada pendudukan
kelompok umur 15-34 tahun. Peringatan yang sama juga terjadi pada
pada kelompok umur 35-44 tahun. Penyakit epidemik lainnya yang
menunjukkan kecenderungan meningkatkan kematian di berbagai
wilayah di indonesia pada 3 tahun terakhir adalah malaria dan
demam berdarah. Ironisnya, banyak kasus TBC, malaria dan demam
berdarah yang tidak terdeteksi lebih dini karena kurangnya akses
terhadap fasilitas pelayanan kesehatan serta biaya tes yang tinggi.
Persoalan kesehatan masyarakat, khususnya kesehatan
perempuan di Indonesia semakin kompleks akibat krisis ekonomi
yang terjadi pada tahun 1998, yang dampaknya masih dirasakan
sampai saat ini. Naiknya berbagai kebutuhan pokok dan dihapusnya
subsidi pelayanan kesehatan dan pendidikan akan semakin
mempersulit kehidupan masyarakat, terutama yang berada di
pedesaan dengan pendapatan di bawah $ 1 per hari.
Rendahnya derajat kesehatan masyarakat indonesia. Tampak dari
posisi kesehatan masyarakat Indonesia yang menduduki rengking
154 dari 191 negara (WHO, 1997). Kondisi ini bila tidak segera
dilakukan upaya-upaya strategis akan semakin memperburuk
keadaan, dan akan berdampak serius dalam peningkatan kualitas
hidup masyarakat dalam jangka panjang.
2. Faktor Determinan Kesehatan Reproduksi

Dalam ilmu kesehatan masyarakat kerangka berpikir Hendrik L.


Blum menjadi dasar pemetaan masalah kesehatan dan faktor-faktor
determinan yang mempengaruhinya. Masalah kesehatan terkait
dengan derajat kesakitan yang terdiri dari kesakitan (morbiditas) dan
kematian (mortalitas). Determinan derajat kesakitan adalah faktor
yang mempengaruhi terjadinya kesakitan dan kematian yaitu (1)
genetik dan kependudukan (2) lingkungan kesehatan (3) perilaku
kesehatan dan (4) program dan pelayanan kesehatan.

3. Derajat Kesehatan

Derajat kesehatan menunjukan pada suatu kondisi yang diukur pada


kesakitan dan kematian. Untuk mengetahui berapa besar derajat
kesehatan angka kesakitan digunakan perhitungan kuantitatif yaitu
prevalens dan insidens.
Prevalens : jumlah kasus baru dan lama dalam kurung waktu tertentu.
Misalnya, kalau dalam 1 tahun ada 100 orang yang sakit dari jumlah
100.000 penduduk maka angka prevalens di daerah tersebut adalah
0,1%.
Insidens : jumlah kasus baru dalam kurun waktu tertentu (dalam %),
misalnya ada 50 orang sakit diantara 1000 penduduk selama 1 bulan,
maka insidens sakit daerah tersebut adalah 5%.
Untuk mengetahui angka kematian, indikator kuantitatif yang biasa
digunakan adalah:
a. CDR (Crude Death Rate atau angka kematian kasar)
b. ASDR (Age Specific Death Rate atau angka kematian kelompok
umur tertentu)
c. IMR (Infant Mortality Rate atau Angka Kematian Bayi=AKB)
d. MMR (Maternal Mortality Rate atau Angka Kematian Ibu=AKI)
e. DSDR (Disease Specific Death Rate atau Angka Kematian yang
disebabkan oleh penyakit tertentu)

Angka tersebut dapat diperoleh melalui hasil penelitian besar


atau yang biasa dilakukan oleh BPS. Mengapa demikian, karena
untuk menentukan Angka Kematian Ibu misalnya, diperlukan angka
pembagi yang sangat besar yaitu 100.000 kelahiran, dan angka itu
diperoleh pada tingkat provinsi. Permasalahannya adalah ketika
diminta untuk menghitung (missal angka kematian) di tingkat yang
kecil wilayahnya seperti kabupaten, kecamatan atau bahkan desa.
Kalau ini menjadi keharusan maka yang menghitung jumlah
kematian secara absolut, artinya dihitung sejumlah yang ada. Untuk
lebih melihat ketajaman angka tersebut dan keperluan intervensi
program maka dari jumlah kematian tersebut dicari masing-masing
penyebabnya.
Tabel 2
Contoh: Masalah Kesehatan Ibu dan Anak,
total penderita 200 tahun 2005
Masalah Jumlah yangJumlah Persentase
kesehatan dilaporkan kelahiran
dan tercatat total
Kematian ibu 2 200 1
Kematian bayi 5 200 2.5
BBLR 30 200 15
Anemia 60 200 30
Faktor diatas menunjuk cara yang sederhana dalam menghitung
jumlah dan persentase kasus kematian ibu dan bayi. Yang terpenting
dalam hal ini adalah bidan harus memiliki data yang akurat sehingga
dapat diketahui pasti jumlahnya, dan akan memudahkan upaya
penelusuran dan treatment kegiatan yang akan dilakukan. Perlu
diingat bidan harus memiliki catatan setahun jumlah ibu hamil di
desa, mulai dari pemeriksaan awal, pemeriksaan kehamilan,
melahirkan dan perawatan bayi.
Derajat kesehatan menjadi masalah, ketika kondisi yang nyata
memiliki kesenjangan dengan yang diharapkan. Missal, dari tabel
diatas, kematian bayi sampai 5 jiwa, sudah menunjuk pada masalah
kesehatan yang serius, walau hanya 2.5%. begitu juga dengan
anemia 30%. Kalau bidan memiliki catatan rutin setiap tahun maka
dapat dilihat kecenderungannya, apakah semakin menurun atau ada
peningkatan.
4. Genetika/ Kependudukan

Genetika atau keturunan ini sangat memiliki pengaruh dalam


menentukan kesehatan seseorang, ini terlihat dari berbagai penyakit
tidak menular seperti diabetes, gangguan tekanan pembuluh darah.
Faktor ini memang tidak mutlak karena keturunan, ada faktor lain
yang ikut memicu percepatannya seperti pola amkan, stress.
Pola penyakit ini menjadi kecenderungan jika suatu wilayah
memiliki kesamaan pola sakitnya, sehingga elemen-elemen
demografi kependudukan menjadi penting untuk ditelusuri, dibawah
beberapa elemen yang dapat dilihat:
a. Jumlah penduduk berdasar umur dan jenis kelamin
b. Pertumbuhan penduduk (Lahir dan Mati)
c. Mobilitas penduduk (pindah dan masuk)
d. Jumlah penduduk rentan (penduduk miskin, ibu hamil, bayi,
balita, usia lanjut, pekerja seks komersial, pekerja pabrik, jumlah
Wanita Usia Subur)

Di desa data tersebut dapat dilihat di kantor desa berupa


MONOGRAFI desa, hanya saja perlu ditelusuri lagi, karena kurasi
dan kekinian datanya sering tidak valid. Pada informasi penduduk
rentan, desa biasanya tidak punya, maka perlu dibuat sendiri atau
bersama-sama dengan desa mendata warga yang masuk dalam
kategori rentan.
5. Perilaku Kesehatan

Perilaku kesehatan adalah salah satu factor determinan pada derajat


kesehatan. Perilaku ini meliputi seluruh perilaku seseorang atau
masyarakat yang dapat memberi akibat pada kesehatan, kesakitan
atau kematian. Perilaku ini sangat banyak dipengaruhi oleh
pengetahuan, kepercayaan dan kebiasaan yang dimiliki dan
kemungkinannya berpengaruh pada kesehatan atau kesakitan
tubuhnya. Ada beberapa elemen yang dapat dijelaskan di bawah ini
untuk melihat perilaku yang berakibat pada derajat kesehatan
seseorang atau masyarakat.
a. Kepercayaan kesehatan (Health Believe)

Kepercayaan masyarakat terhadap sehat atau sakit memiliki


keunikan, dan mereka menganggap hal itu benar. Mereka belajar
dari kebiasaan dan pengalaman hidup mereka, dan terbukti
mereka bisa bertahan (survive). Banyak contoh di daerah-daerah
keunikan-keunikan itu terutama dalam perawatan kehamilan,
melahirkan dan perawatan bayi. Nasi papah di NTB masih
berjalan, mereka meyakini bahwa nasi papah, selain wujudnya
lembut, karena dikunyah oleh ibunya atau neneknya, memberi
pemahaman bahwa papah dari ibu atau nenek sebagai wujud
kasih sayang, dan kedekatan emosional dan ini akan memberi
ketentraman pada bayi.
Pelajaran yang dapat dipetik disini, adalah bahwa masing-
masing masyarakat mempunyai cara untuk survive, dan
keyakinan mereka telah membuktikannya. Maka berlawanan
ketika sudah menerima ilmu dari luar yang sama sekali berbeda
dengan yang terjadi di masyarakat. Eksistensi dukun bayi, itu
merupakan permasalahan keyakinan, dan itu hak maka sampai
sekarang masih dibutuhkan. Bidan disini dituntut untuk arif
dalam menghadapai keyakinan masyarakat, perlu suatu bukti atau
contoh untuk membongkar kayaninan mereka.
b. Gaya hidup (Life Style)

Gaya hidup yang berkaitan dengan kesehatan biasanya


dialamatkan pada pola makan dan input yang masuk melalui
mulut. Sedangkan di sisi lain ada factor perilaku yang
berpengaruh pada kejiawaan, sehingga memunculkan stress dan
akhirnya gangguan fisik. Di Lombok, misalnya perilaku kawin
cerai, biasanya istri yang ditinggalkan begitu saja ketika sedang
hamil dan saat melahirkan. Ini menimbulkan kejiwaan yang dapat
berpengaruh pada kondisi ibu hamil dan melahirkan, risiko
meninggalkan sangat memungkinkan.
Kebiasaan lain yang berpengaruh pada kesehatan missal
pola konsumsi lemak berlebihan, konsumsi lemak berlebihan,
konsumsi rokok, zat adiktif (Narkoba) dan perilaku seks yang
tidak aman.
c. Pola Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior)

Pola pencarian pengobatan merupakan gambaran


kebiasaan masyarakat kemana mereka memilih mencari obat atau
pengobatan. Seringkali pertimbangan ini dipengaruhi oleh
kebiasaan masyarakat setempat, missal ke puskesmas, atau ke
mantra kesehatan. Ketika mereka memilih, ada keterbatasan-
keterbatasan sehingga pilihan yang dijatuhkan menyesuaikan
kemampuan yang mereka miliki. Keterbatasan tersebut dapat
berupa terbatas dalam keuangan, terbatas pada informasi tempat
layanan kesehatan, begitu juga dengan kendala geografis dan
sulitnya akses yang tersedia.
Tabel 3.
Jumlah orang sakit dalam mencari tempat layanan,
total penderita 500 tahun 2005
Tempat Pelayanan dan Jumlah Persen
Pengobatan
Dokter Praktik 100 20
Bidan (polindes) 30 6
Mantra 50 10
Dukun bayi 20 4
Keluarga (diobati sendiri) 100 20
Rumah sakit 20 4
Warung obat 100 20
Paranormal 10 2
Warung jamu 50 10
Pijat 20 4
d. Pertolongan persalinan

Pertolongan persalinan sama halnya ketika mereka


mencari tempat berobat atau layanan kesehatan. Pertolongan
persalinan juga dipengaruhi oleh keterbatasan yang dimiliki
masyarakat atau keluarga yang akan melahirkan. Ketika bidan
desa tersedia, mereka justru memilih ke dukun, ini pilihan
dijatuhkan ke dukun karena “mungkin” keyakinan kepercayaan
atau juga dana yang murah.
Tabel 4.
Jumlah persalinan di tiap tempat layanan,
Total kelahiran 200 tahun 2005
Tempat persalinan Jumlah Persen
Dokter praktik 20 10
Bidan (polindes) 100 50
Mantra 5 2.5
Dukun 30 15
Keluarga 15 7.5
Rumah sakit 30 15
e. Pemberian Air Susu Ibu (ASI)

Pemberian ASI juga banyak dipengaruhi oleh beberapa


factor, secara nauri ibu akan menyusui anaknya. Perlu
diperhatikan disini bukan hanya kebiasaan saja yang dilihat tetapi
alasan yang mereka ajukan ketika mereka memberi ASI pada
bayinya. Factor agama sangat penting disini dalam pengaruhnya
ibu menyusui, dalam satu ayat dikatakan “susuilah anakmu
sampai 2 tahun”. Tetapi yang menjadi alasan rasionalnya tentu
saja untuk kesehatan bayi, maka konsep kolostrum, ASI eksklusif
menjadi penting. Bidan perlu memonitor pola pemberian
kolostrum, ASI eksklusif, serta MP ASI.

Tabel 5
Pola Pemberian ASI Eksklusif,
Total bayi lahir 100 tahun 2005
Berapa lama menyusui Jumlah Persen
(secara eksklusif)
1 bulan 60 30
2 bulan 50 25
3 bulan 30 15
4 bulan 20 10
5 bulan 30 15
6 bulan 10 5
6. Lingkungan Kesehatan

Lingkungan merupakan salah satu factor determinan derajat


kesehatan. Lingkungan adalah penyebab utama terjadinya penyakit
infeksi, yang diakibatkan oleh kondisi lingkungan kotor. Lingkungan
merupakan keadaan fisik yang berada diluar kita, yang memiliki
interaksi dengan manusia baik disengaja maupun tidak disengaja.
Interaksi timbal balik ini seringkali memberi konsekuensi yang
berakibat pada kesakitan seseorang atau masyarakat. Lingkungan
sering dipakai sebagai media untuk sarang dan hidup suatu penyebab
penyakit, missal nyamuk membawa penyakit malaria atau demam
berdarah. Ada beberapa elemen yang perlu dilihat terkait dengan
lingkungan yaitu :
a. Vector penyakit

Vector merupakan pembawa penyakit yang didapati di lingkungan,


nyamuk anopheles merupakan pembawa penyakit malaria. Maka
yang diperlukan dalam mengenali vector ini adalah dengan
melakukan penyelidikan pada tempat-tempat yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya penyakit.
Pemahaman entomologis, yaitu pengetahuan dan keterampilan
untuk mempelajari perilaku biologis suatu hewan yang membawa
penyakit, mulai dari bertelur, tempat bernaung, istirahat dan pola
menghisap darah sampai matinya binatang.
b. Air

Air merupakan sumber kehidupan, tanpa air tidak ada kehidupan.


Lalu air seperti apa yang diperlukan oleh manusia untuk
kesehatannya, yaitu air bersih dan sehat. Air bersih mutlak
diperlukan untuk minum, memasak, mandi dan cuci. Desa
memerlukan air untuk irigasi sawah dan perkebunan. Maka jika
saja air bersih dan sehat tidak dapat ditemukan akan berakibat
pada timbulnya penyakit, seperti diare.
Masyarakat dalam mengkonsumsi air bermacam-macam mulai dari air
sungai, air tuk (sumber mata air), telaga, air tadah hujan, sumur, air
dalam kemasan, pompa, PDAM dll.
Tabel 6
Sumber Air Bersih Desa untuk Rumah Tangga,
Jumlah KK 500 tahun 2005
Sumber air bersih Jumlah Persen
PDAM 50 10
Pompa 100 20
Sumur 300 60
Telaga 10 2
Mata Air 25 5
Air Tadah Hujan 10 2
Air dalam Kemasan 5 1
c. Tempat Buang Air Besar

Tempat pembuanagan air besar juga menjadi masalah ketika tempat


yang digunakan tidak memenuhi kesehatan. Jamban merupakan
bentuk umum dari standar pembuangan air besar yang sehat.
Bidan perlu mengetahui sarana yang digunakan untuk buang air
besar di masaing-masing KK.
Tabel 7
Sarana Buang Air Besar masing-masing Rumah Tangga,
Jumlah KK 500 tahun 2005
Tempat Buang Air Jumlah Persen
Besar

Septic tank 250 50


Sungai 50 10
Lobang Tanah 30 6
Ladang Terbuka 10 2
Kolam 100 20
Danau/ Telaga 10 2
Laut 50 10

d. Lantai Rumah

Lantai rumah berupa tanah merupakan indikator kurang sehat, sebab


lantai rumah dari tanah memiliki risiko terkena ISPA dan diare.
Data tentang lantai rumah menjadi penting untuk memberi
gambaran rencana kegiatan dan juga memberi gambaran kondisi
kemiskinan warga. Namun demikian ada beberapa masyarakat
yang memandang lantai rumah merupakan bentuk budaya, yang
mereka anggap cocok dengan kondisi lingkungan setempat.
Tabel 8
Lantai Rumah masing-masing Rumah Tangga,
Jumlah KK 500 tahun 2005
Lantai Rumah Jumlah Persen
Marmer 10 2
Ubin/ tegel 250 50
Semen (aci) 100 20
Kayu 10 2
Bamboo 20 4
Batu 10 2
Tanah 50 10

e. Sampah

Sampah merupakan produk sisa dari suatu proses produksi yang


setiap hari dihasilkan baik di rumah tangga, pabrik, pasar,
kandang dll. Jenis smapah ini yang perlu diketahui, apa yang
diakibatkannya jika sampah tidak dikelola dengan baik. Jika
pengelolaan tidak baik akan berpengaruh pada penyakit ISPA dan
juga diare. Dengan mengenali jenis sampah, jumlah yang
dihasilkan maka akan memudahkan melakukan penyelsaian
berkait dengan sampah.

Tabel 9
Jenis Sampah dan Sumbernya
Jenis Sampah Sumber Sampah Jumlah
Organic Rumah tangga, ……. m3
kandang ternak,
pasar
Non-organik Pasar, rumah tangga, …… m3
industri pabrik
Kimia Industri, tambang HG untuk
mercury

Tabel 10
Contoh: Matrix hubungan Masalah Kesehatan
dengan Faktor Risiko
FAKTOR RISIKO
Demografi Perilaku Program Lingkungan
dan
layanan
kesehatan
Angka Masyarakat Pertolongan Akses Kondisi
kematian miskin persalinan layanan geografis
ibu tidak sehat kesehatan sulit
masih cakupan jauh dijangkau
tinggi program
(300/ rendah
100.000) (ANC)
BBLR Masyarakat Pola makanTidak adaTanaman
miskin kurang posyandu pangan
bergizi dan kurang
polindes

7. Program dan Sarana Pelayanan Kesehatan

Program dan Sarana Pelayanan Kesehatan yanga da sekarang ini


merupakan fasilitas atau akses yang diberikan pemerintah kepada
masyarakat. Factor ini juga memilki pengaruh yang besar terhadap
derajat kesehatan masyarakat. Sebuah desa yang jauh dari tempat
layanan kesehatan seperti puskesmas atau polindes, maka akan
kesulitan ketika harus minta prtolongan persalinan yang berisiko
karena perdarahan, ibu tersebut mungkin tidak bisa tertolong
jiwanya.
Puskesmas dan Polindes (Bidan di Desa) memiliki program
untuk meningkatkan derajat kesehatan pada kelangsungan hidup
anak. Tentu saja ini meurpakan program yang baik, tetapi untuk
melihat naik atau tidaknya diperlukan suatu analisis, bagaimana
kinerja program dan dampak apa yang ditimbulkannya. Maka untuk
melihat program dan sarana pelayanan kesehatan perlu diketahui hal-
hal di bawah ini yaitu:
a. Proses dan hasil (output) dari kinerja program dan pelayanan
b. Tenaga kesehatan, sarana dan biaya yang disediakan untuk
program dan layanan

Keberadaan tenaga, sarana dan biaya merupakan input yang harus


dikelola dengan baik, agar input tersebut dapat dipakai untuk
kelancaran program. Sedangkan proses dan output merupakan
rangkaian cara untuk mencapai tujuan program dan layanan
kesehatan. Missal, bagaimana untuk meningkatkan cakupan layanan
pemeriksaan ibu hamil, maka disini perlu ditentukan target tujuan
yang akan dicapai, missal 90% ibu hamil terlayani, lalu program apa
saja yang akan dilaksanakan untuk mencapainya. Disinilah
pentingnya proses yang didukung oleh metode atau cara dan juga
input untuk menghasilkan capaian pemeriksaan ibu hamil yang benar
(output).
Tabel 11
Contoh Program dan Indikator
Nama Kegiatan Cakupan
program
KIA Pemeriksaan ibu hamil Persentase ANC
(ANC) Pertolongan (K1 & K4)
persalinan Persentase
Rujukan pertolongan
Perawatan bayi NAKES

(Kunjungan masa nifas) persentase


Kunjungan Nifas
(KN 1)
Gizi Pemberian Fe ibu hamil Persen Fe (anemia)
Penimbangan balita Status Gizi Balita
Pemberian PMT Persen yang ikut
ASI eksklusif PMT
Persen ASI eks 6
bulan
Imunisasi Pemberian imunisasi TT, Persen bayi yang
DPT dll diimunisasi
lengkap tepat
waktu
Keluarga Pelayanan KB Persen akseptor
Berencana baru
Persen IUD yang
diberikan
Persen Komplain
Persen yang
memutus alat KB

2. MASALAH DALAM KEBIDANAN KOMUNITAS


2.1 Kematian Ibu dan Bayi
Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu selama
masa kehamilan atau dalam 42 hari setelah berakhirnya kehamilan,
tanpa melihat usia dan lokasi kehamilan, oleh setiap penyebab yang
berhubungan dengan atau diperberat oleh kehamilan atau
penanganannya tetapi bukan oleh kecelakaan atau incidental
(faktor kebetulan).
AKI tersebut sudah jauh menurun, namun masih jauh
dari target yang diharapkan. Sedangkan untuk target SDGs
AKI yaitu sebesar 70/100.000 KH.
Angka kematian ibu dikatakan masih tinggi karena :
• Jumlah kematian ibu yang meninggal mulai saat hamil hingga
6 minggu setelah persalinan per 100.000 persalinan tinggi.
• Angka kematian ibu tinggi adalah angka kematian yang
melebihi dari angka target nasional.
• Tingginya angka kematian, berarti rendahnya standar
kesehatan dan kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan,
dan mencerminkan besarnya masalah kesehatan.
Kematian bayi adalah kematian yang terjadi saat setelah
bayi lahir sampai bayi belum berusia tepat 1 tahun.
Berdasarkan perhitungan BPS tahun 2007 sebesar 27/1000
kelahiran hidup. Adapun target AKB pada SDG’s 2030
sebesar 12/1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi
meliputi :
 Gangguan perinatal (34,7%)
 Sistem pernapasan (27,6 %)
 Diare (9,4%)
 Sistim pencernaan (4,3%)
 Tetanus (3,4%)

1.1.1 Unsafe Abortion


Unsafe Abortion adalah pengguguran kandungan
yang dilakukan dengan tindakan yang tidak steril serta tidak
aman, secara medis. Peran bidan dalam menangani unsafe
abortion adalah memberikan penyuluhan pada klien tentang
efek-efek yang ditimbulkan dari tindakan unsafe
abortion. Jika terminasi kehamilan dilakukan secara illegal
maka akan mengakibatkan perdarahan, trauma, infeksi dengan
mortalitasnya 1/3 AKI serta adanya kerusakan fungsi alat
reproduksi. Dampak jangka panjang dari terminasi kehamilan
yang illegal adalah PID/penyakit radang panggul yang
menahun, infertilitas dan kehamilan ektopik
terganggu/KET.
1.1.2 Infeksi Menular Seksual
Infeksi menular seksual merupakan salah satu dari tiga tipe
infeksi saluran reproduksi (ISR), yaitu infeksi dan penyakit menular
seksual, infeksi-infeksi endogen vagina dan infeksi-infeksi yang
berhubungan dengan saluran reproduksi. Infeksi menular seksual
berhubungan dengan keadaan akut, kronik dan kondisi-kondisi lain

yang berhubungan dengan kehamilan, seperti Gonore, Chlamidia,


Sifilis, Herpes kelamin, Trichomoniasis, HIV/AIDS.
Bidan harus dapat memberikan asuhan kepada masyarakat
terkait dengan infeksi menular seksual, dan perlu memperhatikan
semua jenis infeksi saluran reproduksi, sehingga dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
1.1.3 Masalah-masalah lain yang berhubungan dengan sosial
budaya masyarakat adalah:
 Kurangnya pengetahuan, salah satunya di bidang kesehatan.
 Adat istiadat yang dianut/berlaku di wilayah setempat.
 Kurangnya peran serta masyarakat.
 Perilaku masyarakat yang kurang terhadap kesehatan.
 Kebiasaan-kebiasaan/kepercayaan negatif yang berlaku negatif
dan positif.
Sosial budaya yang ada di masyarakat memberi 2 pengaruh
pada masyarakat tersebut yaitu : pengaruh negatif dan positif.
Sosial budaya masyarakat yang bersifat positif antara lain:
- Rasa kekeluargaan dan semangat gotong royong.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan.
- Rasa tolong menolong/perasaan senasib sepenanggungan.
Sosial budaya masyarakat yang bersifat negatif antara lain:
– Membuang sampah sembarangan sehingga timbul daerah
kumuh.
– Penyalahgunaan obat-obatan.
– Industri-industri yang tidak memperhatikan pembuangan limbah
yang baik.
– Wanita pekerja yang tidak dapat merawat anaknya dengan
baik.
1.1.4 Kehamilan Remaja
Arus informasi menuju globalisasi mengakibatkan
perubahan prilaku remaja yang makin menerima hubungan seksual
sebagai cerminan fungsi rekreasi. Akibatnya, terjadi peningkatan
kehamilan yang tidak dikehendaki atau terjadi penyakit menular
seksual.
Berikut ini adalah dampak kehamilan remaja.
1. Faktor psikologis yang belum matur
a. Alat reproduksinya masih belum siap menerima kehamilan
sehingga dapat menimbulkan berbagai bentuk komplikasi.
b. Remaja berusia muda yang sedang menuntut ilmu akan
mengalami putus sekolah sementara atau seterusnya, dan
dapat kehilangan pekerjaan yang baru dirintisnya.
c. Perasaan tertekan karena mendapat cercaan dari keluarga,
teman, atau lingkungan masyarakat.
d. Tersisih dari pergaulan karena dianggap belum mampu
membawa diri.
e. Mungkin kehamilannya disertai kecanduan obat-obatan,
merokok, minuman keras.
2. Faktor fisik
a. Mungkin kehamilan ini tidak diketahui siapa ayah
sebenarnya.
b. Kehamilan dapat disertai penyakit menular seksual sehingga
memerlukan pemeriksaan ekstra yang lebih lengkap.
c. Tumbuh kembang janin dalam rahim yang belum matur
dapat menimbulkan abortus, persalinan premature, dapat
terjadi komplikasi penyakit yang telah lama dideritanya.
d. Saat persalinan sering memerlukan tindakan medis operatif.
e. Hasil janin mengalami kelainan kongenital atau BBLR.
f. Kematian maternal dan perinatal pada kehamilan remaja
lebih tinggi dibandingkan dengan usia reproduksi sehat (20-
35 tahun).
Fungsi seksual, yaitu untuk prokreasi (mendapatkan
keturunan), rekreasi (untuk kenikmatan), relasi (hubungn
kekeluargaan), dan bersifat institusi (kewajiban suami untuk
istrinya). Hubungan seksual remaja merupakan masalah besar
dalam disiplin ilmu kedokteran (andrologi, seksologi, penyakit kulit
dan kelamin, kebidanan, dan kandungan).

Langkah-langkah untuk mengendalikan masalah kehamilan


remaja adalah sebagai berikut
1. Sebelum terjadi kehamilan
a. Menjaga kesehatan reproduksi dengan cara melakukan
hubungan seksual yang bersih dan aman.
b. Menghindari multipartner.
c. Menggunakan alat kontrasepsi, seperti kondom, pil, dan
suntikan sehingga terhindar dari kehamilan yang tidak
diinginkan.
d. Memberikan pendidikan seksual sejak dini.
e. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan YME sesuai
ajaran agama masing-masing.
f. Segera setelah hubungan seksual menggunakan KB darurat
penginduksi haid atau misoprostol dan lainnya.
2. Setelah terjadi kehamilan. Setelah terjadi konsepsi sampai
nidasi, persoalannya makin sulit karena secara fisik hasil
konsepsi dan nidasi mempunyai beberapa ketetapan sebagai
berikut.
a. Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai hak untuk hidup dan
mendapatkan perlindungan.
b. Hasil konsepsi dan nidasi merupakan zigot yang mempunyai
potensi untuk hidup.
c. Hasil konsepsi dan nidasi nasibnya ditentukan oleh ibu yang
mengandung.
d. Hasil konsepsi dan nidasi mempunyai landasan moral yang
kuat karena potensinya untuk tumbuh kembang menjadi
generasi yang didambakan setiap keluarga.
Berdasarkan pertimbangan tersebut langkah yang dapat
diambil antara lain :
1) Membiarkan tumbuh kembang janin sampai lahir, sekelipun
tanpa ayah yang jelas dan selanjutnya menjadi tanggung jawab
Negara. Pasangan dinikahkan sehingga bayi yang lahir
mempunyai keluarga yang sah.Di lingkungan Negara yang
dapat menerima kehadiran bayi tanpa ayah, pihak perempuan
memeliharanya sebagai anak secara lazim.
2) Dapat dilakukan terminasi kehamilan dengan berbagai teknik
sehingga keselamatan remaja dapat terjamin untuk
menyongsong kehidupan normal sebagaimana mestinya.
Undang-undang kesehatan yang mengatur gugur kandungan
secara legal, yaitu nomor 23 tahun 1992.
1.1.5 Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
Istilah premature telah diganti menjadi berat badan
lahir rendah (BBLR) oleh WHO sejak 1960, hal ini karena
tidak semua bayi dengan berat badan <2500 gram adalah bayi
premature. Pada kongres European Perinatal Medicine II di
London (1970) dibuat keseragaman definisi, yaitu sebagai berikut
:
 Bayi kurang bulan: bayi dengan masa kehamilan kurang dari
37 minggu (259) hari.
 Bayi cukup bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 37-42
minggu (259-293 hari).
 Bayi lebih bulan: bayi dengan masa kehamilan mulai 42
minggu atau lebih (>294 hari)
BBLR adalah bayi baru lahir yang berat badannya
kurang dari 2500 gram. Menurut Depkes RI (1996), bayi berat
lahir rendah ialah bayi yang lahir dengan berat 2500 gram
atau kurang tanpa memperhatikan usia kehamilan.
Penanganan bayi berat lahir rendah meliputi hal-hal berikut :
1) Mempertahankan suhu dengan ketat.
2) Mencegah infeksi. Karena BBL sangat rentan terken infeksi.
Contoh mencuci tangan sebelum memegang bayi.
3) Pengawasan nutrisi dan ASI. Refleks menelan pada bayi
dengan BBLR belum sempurna.
4) Penimbangan ketat. Sebagai cara memantau status gizi/nutrisi
bayi dan erat kaitannya dengan daya tahan tubuh.

3. Permasalahan Kespro Dan Perempuan Di Komunitas


Defenisi kesehatan reproduksi menurut WHO yaitu suatu
keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial yang utuh bukan hanya bebas
dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan
dengan sistem reproduksi, fungsi dan prosesnya.
Dalam pengertian kesehatan reproduksi secara lebih mendalam,
bukan semata-mata sebagai pengertian klinis (kedokteran) saja tetapi
juga mencakup pengertian sosial (masyarakat). Intinya goal kesehatan
secara menyeluruh bahwa kualitas hidupnya sangat baik.
Namun, kondisi sosial dan ekonomi terutama di negara-negara
berkembang yang kualitas hidup dan kemiskinan memburuk, secara
tidak langsung memperburuk pula kesehatan reproduksi wanita.
Indikator-indikator permasalahan kesehatan reproduksi wanita di
Indonesia antara lain:
1.   Gender, adalah peran masing-masing pria dan wanita berdasarkan jenis
kelamin menurut budaya yang berbeda-beda. Gender sebagai suatu
kontruksi social mempengaruhi tingkat kesehatan, dan karena peran
gender berbeda dalam konteks cross cultural berarti tingkat kesehatan
wanita juga berbeda-beda.Peran gender yang menganggap status wanita
yang rendah berakumulasi dengan indikator-indikator lain seperti
kemiskinan, pendidikan, kawin muda dan beban kerja yang berat
mengakibatkan wanita juga kekurangan waktu, informasi, untuk
memperhatikan kesehatan reproduksinya.
2.   Kemiskinan, antara lain mengakibatkan:
a.    Makanan yang tidak cukup atau makanan yang kurang gizi.
b.    Persediaan air yang kurang, sanitasi yang jelek dan perumahan yang
tidak layak.
c.    Tidak mendapatkan pelayanan yang baik.
3.   Pendidikan yang rendah, kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk
mendapatkan pendidikan. Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk
semua tetapi tergantung dari kemampuan membiayai. Dalam situasi
kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan karena laki-laki
dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini
bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga gender
berpengaruh pula terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini
mempengaruhi tingkat kesehatan.Orang yang berpendidikan biasanya
mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap masalah-masalah
kesehatan dan pencegahannya.Minimal dengan mempunyai pendidikan
yang memadai seseorang dapat mencari merawat diri sendiri, dan ikut
serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat.

4.   Kawin muda


Di negara berkembang termasuk Indonesia kawin muda pada
wanita masih banyak terjadi (biasanya di bawah usia 18 tahun). Hal ini
banyak kebudayaan Yang menganggap kalau belum menikah di usia
tertentu dianggap tidak laku. Ada juga karena faktor kemiskinan, orang
tua cepat-cepat mengawinkan anaknya agar lepas tanggung jawabnya
dan diserahkan anak wanita tersebut kepada suaminya.Ini berarti wanita
muda hamil mempunyai resiko tinggi pada saat persalinan. Disamping
itu resiko tingkat kematian dua kali lebih besar dari wanita yang
menikah di usia 20 tahunan. Dampak lain, mereka putus sekolah, pada
akhirnya akanbergantung kepada suami baik dalam ekonomi dan
pengambilan keputusan.
5.   Kekurangan gizi dan Kesehatan yang buruk
Menurut WHO di negara berkembang terrnasuk Indonesia
diperkirakan 450 juta wanita tumbuh tidak sempurna karena kurang gizi
pada masa kanak-kanak, akibat kemiskinan. Jika pun berkecukupan,
budaya menentukan bahwa suami dan anak laki-laki mendapat porsi
yang banyak dan terbaik dan terakhir sang ibu memakan sisa yang ada.
Wanita sejak ia mengalami menstruasi akan membutuhkan gizi yang
lebih banyak dari pria untuk mengganti darah yang keluar. Zat yang
sangat dibutuhkan adalah zat besi yaitu 3 kali lebih besar dari kebutuhan
pria. Di samping itu wanita juga membutuhkan zat yodium lebih banyak
dari pria, kekurangan zat ini akan menyebabkan gondok yang
membahayakan perkembangan janin baik fisik maupun mental. Wanita
juga sangat rawan terhadap beberapa penyakit, termasuk penyakit
menular seksual, karena pekerjaan mereka atau tubuh mereka yang
berbeda dengan pria.Salah satu situasi yang rawan adalah, pekerjaan
wanita yang selalu berhubungan dengan air, misalnya mencuci,
memasak, dan sebagainya.Seperti diketahui air adalah media yang cukup
berbahaya dalam penularan bakteri penyakit.
6.   Beban Kerja yang berat
Wanita bekerja jauh lebih lama dari pada pria, berbagai
penelitian yang telah dilakukan di seluruh dunia rata-rata wanita bekerja
3 jam lebih lama. Akibatnya wanita mempunyai sedikit waktu istirahat,
lebih lanjut terjadinya kelelahan kronis stress, dan sebagainya.Kesehatan
wanita tidak hanya dipengaruhi oleh waktu kerja, tetapi juga jenis
pekerjaan yang berat, kotor dan monoton bahkan membahayakan.Di
India banyak kasus keguguran atau kelahiran sebelum waktunya pada
musim panen karena wanita terus-terusan bekerja keras. Dibidang
pertanian baik pria maupun wanita dapat terserang efek dari zat kimia
(peptisida), tetapi akan lebih berbahaya jika wanita dalam keadaan
hamil, karena akan berpengaruh terhadap janin dalam kandungannya.
Resiko-resiko yang harus dialami bila wanita bekerja di industri-industri
misalnya panas yang berlebihlebihan, berisik, dan cahaya yang
menyilaukan, bahan kimia, atau radiasi.

B.   Metode Harvard


Dikembangkan oleh Harvard Institute for International Development
bekerja sama dengan Kantor Women in Development (WID)-USAID.
Model Harvard didasarkan pada pendekatan efisiensi WID yang
merupakan kerangka analisis gender dan perencanaan gender paling
awal. Model analisis Harvard lebih sesuai digunakan untuk perencanaan
proyek,menyimpulkan data basis atau data dasar.
1.  Tujuan Kerangka Harvard :
a.    Untuk menunjukkan bahwa ada suatu investasi secara ekonomi yang
dilakukan oleh perempuan dan laki-laki secara rasional.
b.    Untuk membantu para perencana merancang proyek yang lebih efisien
dan memperbaiki produktivitas kerja secara menyeluruh.
c.    Mencari informasi yang lebih rinci sebagai dasar untuk mencapai tujuan
efisiensi dengan tingkat keadilan gender yang optimal.
d.    Untuk memetakan pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat
dan melihat faktor penyebab perbedaan.
2.  Fokus analisis Havard
Terdiri dari empat fokus analisis yakni: akses, partisipasi, kontrol,
manfaat.
a.    Akses: Apakah intervensi pembangunan memberi ruang atau membuka
pintu bagi laki-laki dan perempuan untuk terlibat dan mendapatkan
manfaat dari intervensi tersebut.
b.    Partisipasi: Apakah laki-laki dan perempuan terlibat secara nyata dalam
proses intervensi tersebut. Bilamana tidak, apa kendala yang dihadapi?
c.    Kontrol: Apakah laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki
kekuatan/kekuasaan terhadap pengambilan keputusan terkait dengan
intervensi tersebut.
d.    Manfaat: Apakah intervensi itu benar-benar menguntungkan laki-laki
dan perempuan? Keuntungan mana yang akan bertambah, atau mana
yang akan menguntungkan untuk laki-laki dan mana yang akan
menguntungkan untuk perempuan?
3.  Alat  Analisis Harvard
Komponen/langkah dalam teknis analisis gender model Harvard
meliputi analisis profil kegiatan 3 peran atau triple roles (terdiri atas
peran publik dengan kegiatan produktifnya, peran domestik dengan
kegiatan reproduktifnya dan peran kemasyarakatan dengan kegiatan
sosial budayanya), profil akses dan kontrol dan faktor yang
mempengaruhi kegiatan akses dan kontrol. Sedangkan parameter yang
digunakan adalah usia, alokasi waktu, jenis dan lokasi kegatan serta
pendapatan (Puspitawati, 2012).
a.    Profil Kegiatan Berguna untuk mengidentifikasi pekerjaan produktif
dan reproduktif dengan pertanyaan kunci: siapa melakukan apa
Contoh kasus :
Di sebuah desa, terdapat keluarga petani. Keluarga tersebut terdiri dari 4
orang. Seorang ayah, seorang ibu, dan 2 orang anak. Ayah bekerja
sebagai petani. Ibu tinggal di rumah untuk mengurus anak, namun
sesekali membantu pekerjaan sang ayah. Mereka tinggal di desa yang
subur, nyaman, dan memiliki lingkungan sosial yang baik. Para petani di
desa tersebut memiliki perkumpulan organisasi, begitu juga dengan para
ibu.
Analisis Harvard 1: Profil Kegiatan

Kegiatan Perempuan Laki-laki

Aktivitas Produksi

         Pertanian

1.      Pembersihan lahan √

2.      Persiapan benih √

3.      Penanaman √

4.      Penyiangan pembersihan √ √

5.      Pemupukan √

6.      Panen √ √

7.      Pengeringan/penyimpanan √ √

8.      Perawatan tanaman/pemusnahan √

hama atau penyakit


Kegiatan Reproduksi

         Menjaga anak √

         Memasak dan penyiapan √

makanan √

         Membersihkan rumah √ √

         Mengambil air √ √

         Mengambil kayu api √

         Merawat si sakit/manula √

         Mengawasi anak belajar √

         Memperbaiki rumah √

         Belanja di pasar


Kegiatan Sosial

         PKK √

         Dasawisma √

         Perkumpulan organisasi tani √

Akses dan Kontrol – Sumber dan Manfaat

Bermanfaat untuk menolong pengguna untuk membuat daftar sumber-

sumber daya keluarga atau warga atas kegiatan yang dilakukan pada

Alat 1. Alat ini menunjukkan apakah perempuan atau laki-laki

mempunyai akses atas sumber-sumber daya, siapa yang mengontrol

pengunaannya, siapa yang mengontrol pemanfaatan atas sumber-sumber


daya milik keluarga atau warga. Akses adalah peluang untuk

memanfaatkan sumber-sumberdaya tetapi tidak mempunyai hak untuk

mengontrolnya, sedangkan Kontrol adalah kekuasaan untuk mengambil

keputusan akan penggunaan sumberdaya serta keuntungannya.

Analisi Harvard 2: Profil Akses control atas sumber daya dan benefit
Akses Kontrol
Perempuan Laki- Perempuan Laki-laki

laki
Sumber daya

         Tanah √

         Alat produksi √

         Tenaga kerja √

         Uang √ √

         Pendidikan √ √

         Simpanan √
Benefit

         Pendapatan dari √

luar

         Akses √

kepemilikan

         Kebutuhan dasar:

makanan, pakaian, √ √

tempat tinggal
         Pendidikan

√ √

c.    Faktor-faktor Yang Memengaruhi

Berguna untuk mendapatkan informasi faktor-faktor yang memengaruhi

perbedaan-perbedaan  gender dalam hal ketenagaan kerja, akses dan

kontrol sebagaimana yang terdaftar dalam Alat 1 dan Alat 2. Identifikasi

faktor-faktor  yang berpengaruh baik pada masa lampau maupun masa

sekarang menolong untuk memberikan indikasi/tanda bagi tren di masa

depan.Identifikasi ini penting karena akan menunjukan kesempatan dan

hambatan baik bagi perempuan maupun laki-laki karena perbedaan

gender mereka.

Analisis Harvard 3: Faktor-faktor yang mempengaruhi

Faktor yang mempengaruhi Hambatan Kesempatan


         Norma masyarakat dan hierarki sosial √

         Faktor demografi √

         Struktur lembaga/faktor ekonomi √

         Sikap masyarakat terhadap intervensi √ √

luar (LSM, dsb)

C. Gender Analysis Matrix (GAM)

Matriks Analisis Gender adalah alat analisis yang menggunakan

metodologi partisipatif untuk memfasilitasi definisi dan analisis isu-isu

gender oleh masyarakat yang terpengaruh oleh mereka. Menggunakan

Matriks Analisis Gender akan memberikan artikulasi unik dari isu-isu

serta mengembangkan kapasitas analisis jender dari tingkat akar rumput

ke atas.

Analisis gender Matrix didasarkan pada prinsip-prinsip berikut:

1.    Semua pengetahuan yang diperlukan untuk analisis gender ada di antara

orang-orang yang hidupnya subjek analisis

2.    Analisis gender tidak memerlukan keahlian teknis yang berada di luar

masyarakat yang dianalisis, kecuali sebagai fasilitator


3.    Analisis gender tidak bisa transformatif kecuali analisis dilakukan oleh

orang-orang yang dianalisis.

D. Kerangka Pemberdayaan Perempuan(KPP)

Merupakan Metode untuk mengubah sikap, menjelaskan peran

pemberdayaan pada proses pembangunan. Memikirkan bagaimana

pemberdayaan perempuan dan makna persamaan dalam praktek serta

seberapa jauh suatu intervensi akan mendukung pemberdayaan.

Didesain oleh Sara Hlupekile Longwe, konsultan gender dan

pembangunan di Zambia.

Pemberdayaan didefinisikan sebagai sesuatu yang

memungkinkan perempuan mengambil tempat yang sama dengan laki-

laki, dan terlibat secara sama dalam proses pembangunan untuk

mencapai kontrol atas faktor-faktor produksi di atas landasan yang sama

dengan laki-laki.

1.  Kelebihan

a.    Memungkinkan penilaian tentang manfaat dan apa yang masih harus

dikerjakan.

b.    Mampu menjelaskan peran pemberdayaan dalam pembangunan karena

sebelumnya tidak diakui atau dihargai

c.    Memiliki perspektif politik yang sangat kuat.


2.  Kekurangan

a.    Statis, tidak mengindahkan situasi berubah

b.    Melihat hubungan hanya berkenaan dengan persamaan, bukan sistem

hak, klaim, tanggung jawab.

c.    Tidak mempertimbangkan bentuk ketidakadilan lain.


4. Tabel 4: Tiga alat utama Kerangka Moser
Alat 1: Peran lipat tiga (triple roles) A. Kerja reproduksi perempuan
Perempuan
B. Kerja Produktif
E. Analisi Moser (The Gender Roles Framework)
C. Kerja komunitas
Alat 2: Gender need assessment A. Kebutuhan/kepentingan
praktis
Dikenal juga sebagai “the University College-London Department of Planning
B. Kebutuhan/kepentingan
Unit (DPU) Framework”. Secara singkat, kerangka ini menawarkan
strategis
pembedaan antara kebutuhan praktis dan strategis dalam perencanaan
Alat 3: Gender Disaggregated data  Siapa mengotrol apa dan siapa
pemberdayaan komunitas dan berfokus pada beban kerja perempuan. Uniknya,
- intra-household yang memiliki kekuasaan atas
ia tidak berfokus pada kelembaggan tertentu tetapi lebih berfokus pada rumah
pengambilan keputusan?
tangga.
Kekuatan/Keutamaan Kerangka Moser:
Tiga        
konsep utama
Mampu dari kerangka
melihat ini adalah:
kesenjangan perempuan dan laki-laki
         Penekanan pada seluruh aspek kerja di mana membuat peranan
1. Peran lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras: kerja
ganda perempuan terlihat
reproduksi, kerja produktif dan kerja komunitas. Ini berguna untuk
         Menekankan dan mempertanyakan asumsi dibalik proyek-proyek
pemetaan pembagian kerja gender dan alokasi kerja
intervensi
2. Berupaya untuk membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis
         Penekanan pada perbedaan antara memenuhi kebutuhan dasar-
dan strategis bagi perempuan dan laki-laki. Kebutuhan strategis berelasi
praktis dengan kebutuhan strategis
dengan kebutuhan transformasi status dan posisi perempuan (spt
subordinasi).
Keterbatasan/Kelemahan Kerangka Moser:
3. Pendekatan analisis kebijakan – dari fokus pada kesejahteraan
         Fokus pada perempuan dan laki-laki dan tidak pada relasi sosial
(welfare), Kesamaan (equity), anti kemiskinan, effisiensi dan
        pemberdayaan
Tidak menekanakan aspek
atau dari lain
WID kedari
GAD.kesenjangan spt akses atas
sumber daya
         Jika ditanyakan, perempuan akan mengidentifikasikan kebutuhan
praktisnya. Menemukan ukuran-ukuran kebutuhan strategis sulit.
Perubahan strategis adalah sebuah proses yang kompleks dan
kontradiktif. Dalam prakteknya, sesuatu yang praktis dan strategis
berkaitan erat.
         Pendekatan kebijakan yang berbeda-beda bercampur dalam
prakteknya
Table 5. Perkembangan Pendekatan Kebijakan Gender (dari Moser
1989)
Pendekatan Tujuan Implementasi Asumsi
kebijakan
Kesejahteraan Melibatkan Proyek-2 -Perempuan dilihat
(Welfare) perempuan dalam kesejahteraan social sebagai penyebab
1950-1970, kegiatan focus pada bantuan ketertinggalan
masih pembangunan pangan, nutrisi spt. -peran pasif perempuan
digunakan semata-mata Ketrampilan masak dalam penelitian
sebagai “ibu yang yang lebih tinggi, pertanian, SDA dan
lebih baik” dan ibu dan proyek-2 KB pembangunan
rumah tangga -Tidak ada kaitan antara
perempuan, gender dan
isu strategis spt nutrisi,
kesehatan dan pangan
Kesamaan -upaya Asalinya dikenal -pengakuan atas ”triple
(Equity) mensejajarkan dengan istilah roles” perempuan dalam
1975-1985, perempuan dalam ”Perempuan dalam pembangunan pada
sangat pembangunan pembangunan – ranah rumah tangga,
dipromosikan -mempromosikan WID/Women in ekonomi dan komunitas
pada perempuan Development” yang -pengakuan bahwa
konferensi sebagai peserta dipromosikan pada perempuan memiliki
perempuan I aktif dalam permulaan dekade hak-hak dasar tapi juga
pembangunan Perempuan PBB dan kebutuhan strategis
-menjawab ”Nairobi Forward -penelitian pertanian
masalah Looking Strategies” dan SDA mulai
subordinasi mengakui peran lipat
perempuan dalam tiga dan kebutuhan
pembangunan strategis perempuan
dalam pembangunan
-perempuan mulai
dilihat sebagai korban
pembangunan
Anti -untuk Proyek-2 WID -Prioritas utama pada
Kemiskinan meningkatakan berubah fokus pada kerentanan dan
1970an produktifitas proyek-2 income marginalisasi ekonomi
perempuan miskin generating  (IGA) perempuan
-pengentasan skala kecil, proyek-2 -penelitian-2 pertanian
kemiskinan kerajinan tangan dan pembangunan
melalui adalah tipikal mulai konsentrasi pada
peningkatan “proyek perempuan” IGA perempuan tapi
produksi belum melihat
kepentingan strategis
perempuan
Effisiensi -mengentaskan -Proyek-2 WID -Perempuan diakui
1980an kemiskinan berfokus pada produktif dalam
dengan proyek-2 sektoral pertanian dan
meningkatkan seperti perempuan management SDA.
efisiensi dalam dan kehutanan, -perempuan dilihat
penelitian dan perempuan dan sebagai solusi terhadap
pembangunan perikanan dsb. pembangunan; waktu
-meningkatkan -proyek-2 mereka dilihat sebagai
partisipasi pembangunan masih elastis
perempuan dalam berkutat pada -relasi gender sebagai
penelitian dan pemenuhan relasi kuasa belum
pembangunan kebutuhan dasar dikenali
perempuan -Pengarusutamaan isu
-beberapa proyek perempuan dan gender
mulai mengadopsi dalam pembangunan
perspektif gender untuk efisiensi sumber
ketimbang berbicara daya proyek
semata tentang
perempuan
Pemberdayaan -pemberdayaan Gender dan -pengakuan bahwa
Akhir 1980an perempuan pembangunan walaupun fokus pada
melalui hak yang (GAD-gender and peran perempuan adalah
lebih besar untuk development) penting, namun relasi
menentukan nasip berfokus pada dengan laki-2 dan
sendiri kebutuhan dasar dan seluruh sistim politik
-sub-ordinasi strategis dan kerap dan ekonomi adalah
sebagai akibat dari dipisahkan. sangat penting
penindasan laki-2 -Perempuan sebagai
tapi juga sistim agen pembangunan dan
yang meninda agenda kolektif
laki-2 terlebih perempuan adalah
perempuan penting
-Perlu dikaji ulang
penelitian dan
pembangunan

TUGAS

Pelajari materi diatas, dan materi analisis partisipatif sebalumnya


kemudian, lakukanlah analisis dengan menggunakan 4 metode tersebut
diatas dengan menggunakan data kesehatan pada RT masing-masing
sesuai tempat tinggal saudara, selambat-lambatnya 2 minggu sejak hari
ini yaitu, tanggal 18 Juni 2020 melalui PJ mata kuliah

Anda mungkin juga menyukai