Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nasanda Aulia Putri

NIM : D0119081

Kelas : 2019/C

Prodi : Administrasi Negara

Analisis Jurnal Penelitian Kualitatif Studi Etnografi

1. Judul : Ideologi Nyegara Gunung : Sebuah Kajian Sosiokultural Kemiskinan Pada


Masyarakat Pesisir Di Bali Utara
Komunitas : Masyarakat Pesisir di Bali Utara
Kasus yang diteliti : Tentang keberfungsian ideologi nyegara gunung dalam
mengatasi masalah kemiskinan sosiokultural pada masyarakat pesisir di Bali Utara,
serta tersdeskrepsikannya peranan masyarakat politik, ekonomi dan sipil dalam
pengentasan kemiskinan sosiokultural berbasis ideologi nyegara gunung pada
masyarakat prsisir di Bali Utara.
Analisis data :
Pengkajian kemiskinan sosiokultural berbasis ideologi nyegara gunung dalam
perspektif sosiokultural tidak saja memiliki kebermanfaatan secara akademis, sebagai
pengayaan materi bahan ajar dalam pembelajaran Sosiologi-Antropologi
Pembangunan, memperkuat penggugatan terhadap teori pembangunan modernis,
tetapi juga memiliki manfaat praktis dalam memecahkan masalah sosial ekonomi,
kultural dan lingkungan. Tetapi juga terkait dengan kapasitas manusia sebagai
makhluk ekologis, sehubungan dengan hal itu maka dikembangkanlah etika
lingkungan yang didasarkan atas kesetaraan, tanggung jawab, kepedulian, dan kasih
sayang. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan yang bersifat etnografis kritis,
penelitian yang dilakukan pada masyarakat pesisir yang ada di wilayah Desa
Pemuteran, Kalibukbuk, dan Les. Dengan penentuan informan menggunakan
purposive snowball dimana pengumpulan data tentang fenemomena kemiskinan
dilakukan dengan observasi,studi pustaka dan wawancara mendalam. Pengumpulan
data tentang geneologis kemiskinan, keberadaan dan keberfungsian ideologi nyegara
gunungdalam mengatasi kemiskinan sosiokultural dilakukan dengan observasi,
wawancara, dan studi pustaka. analisis data menggunakan analisis kritis deskreptif
kualitatif.
Pada pembahasan dalam penelitian ini dikatakan bahwa masyarakat nelayan
di kawasan pesisir Kabupaten Buleleng umumnya mengalami hidup dalam
kemiskinan yang terjadi karena dapat dilihat dari terbatasnya modal finansial yang
dimilikinya. Gambaran kemiskinan masyarakat nelayan juga dapat dilihat dari kondisi
pemukiman, fasilitas rumah tangga yang dimilikinya, tingkat pendidikan dan
penguasaan teknologi kemaritiman. Sehingga memiliki keterbatasan penguasaan
teknologi yang tentunya akan berimplikasi pada keterbatasan masyarakat nelayan
memanfaatkan berbagai potensi pesisir dan laut. Dengan ini peran keberadaan
ideologi nyegara gunung tersebut sangat disadari oleh masyarakat Buleleng dalam
ungkapan nyegara gunung memiliki makna sebagai ruang magis religius, tetapi juga
merupakan suatu konstruksi kultural yang mengandung kesadaran akan keberadaan
dari ruang hidup.
Untuk mengatasi kemiskinan sosiokultural masyarakat pesisir di Bali Utara
mengembangkan berbagai aktivitas sosial ekonomi yang dilandasi dengan
kesadarannya terhadap kebenaran ideologi nyegara gunung, dan menjadikan laut
sebagai ruang hidup yang menjanjikan. Selain itu, masyarakat pesisir juga
mengembangkan berbagai diversifikasi usaha sebagai bentuk adaptasinya dalam
mengatasi kemiskinan sosiokultural yang ada. Dalam mengatasi kemiskinan
sosiokultural yang dihadapi oleh masyarakat pesisir, peranan masyarakat politik,
ekonomi dan sipil sangat berarti, baik dalam bentuk pendampingan modal maupun
pembinaan terhadap masyarakat pesisir. Sehingga masyarakat pesisir mampu
mengurangi jumlah kemiskinan, dengan dibuktikan bahwa ada diantara anggota
masyarakat pesisir yang mengalami peningkatan kesejahteraan hidup dan mengalami
mobilitas vertical maupun horizontal.

2. Judul : Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik, Dan Sipil Dalam Pengembangan


Pariwisata Bahari Untuk Pengentasan Kemiskinan Pesisir Di Bali
Komunitas : kolaborasi masyarakat Ekonomi, Politik, dan Sipil
Kasus yang diteliti : Mengembangkan wisata bahari yang kredibel dan kompetitif
untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar atau mengentaskan
kemiskinan masyarakat pesisir.
Analisis data :
Daerah Bali merupakan sektor pariwisata yang telah lama menjadi primadona
penghasil devisa bagi masyarakat disana, sumbangan sektor pariwisata terhadap
pendapatan daerah Bali dari tahun ke tahun terus meningkat bahkan mengungguli
sektor-sektor lainnya. Tetapi pada kenyataannya tidak jarang masyarakat sekitar
kawasan wisata lebih banyak menonton, bahkan sering menjadi korban
pengembangan pariwisata, seperti penggusuran, pengesampingan, pengimpitan pada
masyarakat yang ada di sekitar kawasan wisata/ daerah tujuan wisata. Hal ini
menyebabkan ketidak adilan dan kemiskinan terus berkembang pada kawasan
tersebut.
Selain itu juga dapat terjadi karena disebabkan oleh kurang mampunya
masyarakat sekitar/masyarakat sipil bernegoisasi/berkolaborasi dan mempermainkan
modal yang dimiliki, sehinggga diperlukan kerjasama/kolaborasi tidak hanya dengan
masyarakat ekonomi/ pengusaha tetapi juga dengan masyarakat setempat/ masyarakat
sipil. Pada penelitian ini menggunakan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah pendekatan kulaitatif yang bersifat etnografis kritis , sehubungan dengan
hal itu maka informan penelitian ini menggunakan purposive snowball, pengumpulan
data dengan observasi, wawancara mendalam, studi pustaka, dan diskusi.
Pada pembahasan dalam penelitian ini dikatakan bahwa kemiskinan disini
terjadi karena akibat dari terbatasnya modal finansial dan ketidakadilan masyarakat
yang menjadi korban dari pengembangan pariwisata, sehingga dengan itu
dilakukannya kolaborasi antara masyarakat ekonomi, politik dan sipil dalam
penguatan modal komunitas dan pengembangan wisata bahari untuk pengentasan
kemiskinan atau yang mensejahterakan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang
berkontribusi bagi terwujudnya kepentingan bersama maupun kepentingan bagi
kelompok masyarakat tertentu. Dengan ini, dapat disadari bahwa masing-masing
kelompok masyarakat tidak dapat bekerja sendiri-sendiri dalam melaksanakan
pembangunan termasuk dalam mengembangkan pariwisata bahari yang
mensejahterakan, melaikan harus saling berinteraksi, berdialog, dan bekerjasama.
Sehingga ketiga pilar tersebut tumbuh dalam sebuah kekuatan yang saling
mengimbangi, saling mengontrol, saling menopang, dan pada akhirnya bersinergi
untuk memajukan pariwisata bahari tersebut.

3. Judul : Pola Konsumsi Penduduk Kota Batam Terhadap Produk Makanan Ringan
Buatan Malaysia Dengan Metode Etnografi
Komunitas : Masyarakat Kota Batam yang mudik
Kasus yang diteliti : Menganalisis pola konsumsi masyarakat Kota Batam terhadap
produk makanan ringan buatan Malaysia
Analisis data :
Penduduk Kota Batam merupakanpenduduk yang heterogen hanya diwarnai
oleh berbagai suku yang berasal dari Indonesia melainkan juga dari berbagai negara
seperti; India, Singapura, Malaysia, dan negara lainnya. Dengan ini, Kota Batam juga
turut memberi kontribusi terhadap kemajuan ekonomi Nasional dimana posisinya
yang terletak sangat dekat dengan negara industri seperti Singapura dan Malaysia
membuat kawasan ini sangat berpotensi untuk menampung luapan ekonomi dari
negara yang sudah tergolong maju. Sehingga dengan terjadinya itu Negara Malaysia
dan Negara China adalah negara yang paling pertama menangkap peluang budaya
konsumsi tinggi apabila ada situasi mudik di Indonesia khususnya di Batam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena paradigma, proses,
metode, dan tujuannya berbeda, penelitian kualitatif memiliki model desain yang
berbeda dengan penelitian kuantitatif, Juga menggunakan metode etnografi dengan
bentuk etnografi realis. Dalam penelitian ini, populasinya adalah penduduk kota
Batam pada sembilan kecamatan yang melakukan kegiatan mudik atau pulang
kampung maka teknik pengambilan sampel adalah Non Probability Sampling dengan
Purposive Sampling, Alasan pemakaian teknik ini adalah karena populasi besar dan
peneliti mempunyai keterbatasan dana, tenaga dan waktu, sehingga peneliti dapat
menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu.

Dalam penelitian ini dikatakan bahwa ketersediaan produk makanan ringan


buatan Malaysia di setiap toko yang ada di Batam memberikan kebebasan penuh
tanpa batas kepada konsumen. Sehingga hampir semua toko retail besar dan kecil di
Kota Batam menyediakan produk makanan ringan buatan Malaysia yang ditampilkan
di etalase toko-toko di Batam juga dalam super market antara lain, biskuit kacang,
biskuit cokelat, wafer, hingga susu cokelat. Dengan ini, dapat mengubah pola
konsumsi masyarakat Kota Batam yang dikarenakan oleh hambatan untuk berpindah
di produk UKM local. Pada kasus ini pemerintah pusat maupun daerah tidak
memperhatikan perubahan pola konsumsi oleh masyarakat Kota Batam. Selain itu,
UKM lokal belum menguasai Teknik produksi yang lebih baik khususnya dalam hal
pengemasan produk dimana kalah saing dari produk kemasan buatan negara asing
yang lebih menarik, sehingga hambatan ini memaksa UKM local untuk mengambil
cara sederhana untuk membentuk kemasannya masing-masing. Produk makanan
ringan buatan Malaysia sesuai dengan lidah semua kalangaan masyarakat Indonesia,
harga sangat terjangkau untuk masyarakat Indonesia khusunya masyarakat Kota
Batam, daya tahan makanan ringan buatan Malaysia yang dipoles dengan sangat
elegan memiliki tingkat kadaluarsa yang agak lama. Dengan demikian, pemerintah
Indonesia selalu menggencarkan slogan “Aku cinta produk Indonesia” atau “Cintailah
produk-produk Indonesia” untuk masyarakat Indonesia karena produk dalam negeri
tidak kalah hebatnya dengan produk luar negeri dimana ini juga membantu UKM
local untuk mengembangkan produknya dan dapat bersaing dengan negara lain.

4. Judul : Ceklek’an Sebagai Garap Gerak Dalam Kepenarian Cakil Gaya Surakarta
Komunitas : Penari jawa di surakarta
Kasus yang diteliti : pemikiran penari Jawa tentang fenomena ceklek’an dalam gerak
Cakil
Analisis data :
Istilah ceklek’an bukan suatu istilah yang asing bagi masyarakat Jawa, karena
istilah tersebut lahir dan tumbuh dari masyarakat itu sendiri. Ceklek’an hadir dalam
percakapan sehari-hari, baik itu menjadi sebuah ungkapan-ungkapan atau mengarah
pada sesuatu hal yang bersifat objektif. Ceklek’an akan diamati sebagai kejadian
perwujudan, dan gejala objek yang dialami oleh tubuh penari Jawa. Ceklek’an
menjadi istilah untuk menyebut nama suatu teknik gerak. Nama ini kemudian
berkembang lebih pesat dan menjadi pusat teknik sehingga menjadi titik pencapaian
kualitas kepenarian Cakil gaya Surakarta.
Dalam penelitian ini menggunakan menggunakan metode etnografi realis
dimana metode etnografi dirasa tepat sebagai metode untuk mengungkap pengalaman
ketubuhan yang berhubungan dengan bentuk gerak, konsep, gagasan, ide dan praktek
ketubuhan dengan sudut pandang para informan yang dihimpun oleh peneliti. Data
dikumpulkan melalui wawancara dan observasi partisipan, dengan melakukan
mengobservasi peneliti dapat melihat praktek-praktek ketubuhan para penari Jawa,
dan berusaha memahami makna dan interpretasi. Fokus utama etnografi adalah
mengumpulkan data dengan observasidan wawancara, deskripsi yang tebal dan
mendalam secara alamiah, bekerja Bersama informan kunci, dan dimensi ‘emik-etik’.
Dimensi emik adalah persepsi dari dalam atau persepsi pemilik budaya, sedangkan
etik adalah persepsi luar atau persepsi peneliti.
Dalam penelitian ini dikatakan bahwa, Istilah ceklek’an digunakan untuk
sebutan yang merepresentasikan bentuk, proses, dan hasil kerja dari objek yang telah
patah. Selain itu terdapat juga ungkapan yang digunakan ketika memberi nasehat
terhadap orang lain. Istilah ceklek’an dikenal dan muncul dalam gerak Cakil gaya
Surakarta dan digunakan sebagai dasar kualitas yang utama kepenarian Cakil.
Kemampuan seorang penari Cakil ditentukan dalam teknik ceklek’an yang
dianalogikan seperti dalam bentuk permainan wayang kulit. Dengan ini, penerapan
istilah ceklek’an menunjukkan bahwa ceklek’an telah hidup dan berkembang di sisi
masyarakat Jawa khususnya Surakarta. Ceklekan menjadi suatu proses dan praktek
ketubuhan yang di dalamnya memiliki nilai-nilai mendalam secara konseptual
maupun filosofis. Gerak yang dihasilkan melalui material tubuh yang mengalami,
merasa, dan merekam suatu memori tentang apa itu bentuk, garis, dan warna.
Ceklek’an telah diolah melalui indera dan terwujudkan pada sikap-sikap gerak,
bentuk, ruang yang kemudian diberi rasa. Di dalam proses ketubuhan penari Jawa
tidak berhenti pada praktek secara fisik saja, namun ceklek’an adalah sebuah proses
yang di dalamnya terdapat konsepsi mengenai hal yang menginspirasi sehingga
ceklek’an itu menjadi sebuah bentuk estetis yang khas.

Referensi :

1. Mudana, I. W. (2019). Ideologi Nyegara Gunung: Sebuah Kajian Sosiokultural


Kemiskinan Pada Masyarakat Pesisir Di Bali Utara. Jurnal Ilmu Sosial dan
Humaniora, 2(1).
2. Mudana, I. W. (2020). Kolaborasi Masyarakat Ekonomi, Politik, Dan Sipil Dalam
Pengembangan Pariwisata Bahari Untuk Pengentasan Kemiskinan Pesisir Di Bali.
Jurnal Candra Sangkala, 1(2).
3. Purba, T. (2018). Pola konsumsi penduduk kota batam terhadap produk makanan
ringan buatan malaysia dengan metode Etnografi.
4. Purwati, A. W. T., & Pamardi, S. (2016). Ceklek’an Sebagai Garap Gerak dalam
Kepenarian Cakil Gaya Surakarta. TEROB, 6(2), 1-11.

Anda mungkin juga menyukai