PBL 1 BLOK 7
Abstrak
Karbon monoksida (CO) merupakan salah satu bahan toksik yang sangat berbahaya jika
terhirup oleh manusia, senyawa yang tidak berbau, tidak berasa pada suhu udara normal
berbentuk gas yang tidak bewarna. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan
oksigen dalam proses pembakaran. CO yang terhirup akan dengan mudah bersaing dengan O2
untuk berikatan dengan hemoglobin dan membentuk COHb dalam darah. Hal ini jelas akan
menganggu pengangkutan oksigen dari paru ke jaringan. Akibatnya jaringan tubuh akan mati
karena tidak mendapat oksigen untuk melakukan proses bio-oksidasi. inilah yang menyebabkan
hipoksia, dimana kemampuan hemoglobin untuk mengikat O2 menjadi rendah sehingga tidak
dapat menghantarkan O2 ke sel-sel tubuh dengan baik. Seseorang yang keracunan CO akan
menunjukkan gejala-gejala seperti denyut jantung meningkat, sesak nafas, gangguan kecemasan,
gangguan penglihatan, bahkan dapat menyebabkan koma hingga kematian.
Abstarck
Carbon monoxide (CO) is a toxic material that is very dangerous if inhaled by humans, a
compound that is odorless, tasteless at normal air temperature in the form of a colorless gas.
Carbon monoxide is formed when there is a lack of oxygen in the combustion process. The
inhaled CO will easily compete with O2 to bind to hemoglobin and form COHb in the blood.
This will obviously interfere with the transport of oxygen from the lungs to the tissues. As a
result, body tissues will die because they do not get oxygen to carry out the bio-oxidation
process. This is what causes hypoxia, where the ability of hemoglobin to bind O2 is low so that it
cannot deliver O2 to body cells properly. A person who is poisoned with CO will show symptoms
such as increased heart rate, shortness of breath, anxiety disorders, visual disturbances, and can
even lead to coma and death.
Pendahuluan
Karbon monoksida (CO) merupakan silent killer karena sifat fisiknya yang tidak berasa,
tidak berwarna, dan tidak berbau sehingga gas CO tidak dapat dideteksi oleh manusia melalui
rasa maupun bau, tetapi dalam konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan kematian pada
manusia yang terpapar dengan cepat (Cooper dan Allert, 2011). Semua jenis pembakaran
senyawa karbon yang tidak sempurna akan menghasilkan CO. Karbon monoksida terbentuk
apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Proses pembakaran yang
sempurna seharusnya mengubah unsur karbon menjadi karbon dioksida. Dua-duanya, CO dan
CO2, merupakan gas yang beracun bagi tubuh manusia. Namun karakteristik dan dosis
keberacunan keduanya sangatlah berbeda.
Ketika manusia bernafas gas yang ada di udara, seperti oksigen, nitrogen, karbon monoksida,
dan gas lainnya, akan terhirup ke paru-paru mengalir ke alveoli dan masuk ke aliran darah. Gas
CO masuk ke aliran darah dan meningkatkan kadar gas CO dalam tubuh. Gas CO yang masuk
dalam tubuh melalui sistem pernapasan terdifusi melalui membran alveolar bersama-sama
dengan oksigen. Setelah larut dalam darah, CO berikatan dengan hemoglobin membentuk
COHb. Ikatan antara CO dan Hb terjadi dalam kecepatan yang sama antara ikatan O2 dan CO,
tetapi ikatan untuk CO 245 kali lebih kuat daripada O2. Jadi antara CO dan O2 bersaing untuk
berikatan dengan hemoglobin, tetapi tidak seperti oksigen yang mudah melepaskan diri dari
hemoglobin, CO mengikat lebih lama (WHO, 2010).
Secara normal hemoglobin darah berfungsi dalam sistem transpor untuk membawa oksigen
dalam membentuk oksihemoglobin (O2Hb) dari paru-paru ke sel-sel tubuh dan membawa gas
CO2 dalam bentuk CO2Hb dari sel-sel tubuh ke paru-paru. Dengan adanya COHb maka
kemampuan darah untuk transpor oksigen ke jaringan tubuh menjadi berkurang. Pada akhirnya
jaringan dan sel-sel tubuh mengalami kekurangan oksigen, keadaan ini disebut hipoksia.
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi nomor PER.13/MEN/X/2011 tentang
Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja, CO memiliki Nilai
Ambang Batas (NAB) sebesar 25 ppm. Menurut WHO (1999), batas pemaparan CO pada
manusia yaitu 80 ppm untuk 15 menit, 48 ppm untuk 30 menit, 24 ppm untuk 1 jam, dan 8 ppm
untuk 8 jam. Jika mendapatkan paparan lebih dari itu, maka tubuh akan menunjukkan gejala-
gejala yang buruk bahkan dapat berujung pada kematian.
Secara sederhana, pengikatan oksigen oleh hemoglobin ditulis sebagai: O2 + HHb ⇆ HbO2 +
H+. Reaksi tersebut dipengaruhi oleh kadar O2/CO2, tekanan O2, perbedaan kadar O2 dalam
jaringan, dan kadar O2 di udara. Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfer atau 760
mmHg, sedangkan tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mmHg. Tekanan oksigen di atmosfer
lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang hanya 104 mm
Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara difusi.1,2
Sedangkan pada pengangkutan CO2 keluar dari tubuh umumnya berlangsung menurut reaksi:
CO2 + H2O (enzim karbonat anhydrase) ⇆ H2CO3 ⇆ H+ + HCO-3. Sebagian besar
karbondioksida dibawa dalam bentuk bikarbonat, terutama dalam plasma. Ion bikarbonat yang
terbentuk berdifusi ke dalam sel plasma dan hanya menyisakan ion bermuatan positif berlebihan.
Untuk menetralkan elektrokimia, ion bermuatan negatif, yang sebagian besar ion klorida (Cl-),
bergerak ke dalam untuk menyamakan perbedaan muatan yang terjadi. Hal inilah yang disebut
pergeseran klorida. Kandungan klorida di dalam vena memiliki konsentrasi karbondioksida lebih
banyak dibandingkan di arteri. Ion hidrogen bermuatan positif yang terlepas akibat disosiasi
asam karbonat, berikatan dengan hemoglobin untuk meminimisasi perubahan pH.1,2
Sifat kimiawi Co
Karbon dan Oksigen dapat bergabung membentuk senyawa karbon monoksida (CO)
sebagai hasil pembakaran yang tidak sempurna dan karbon dioksida (CO2) sebagai hasil
pembakaran sempurna. Karbon monoksida merupakan senyawa yang tidak berbau, tidak berasa
dan pada suhu udara normal berbentuk gas yang tidak berwarna. Senyawa karbon monoksida
(CO) mempunyai potensi bersifat racun yang berbahaya karena mampu membentuk ikatan yang
kuat dengan pigmen darah yaitu haemoglobin. 5
Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai berikut:
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat mempercepat reaksi.
Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion - ion hidrogen yang telah diangkut; HHb
menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari haemoglobin, yaitu jenis protein dalam sel darah
merah. Selanjutnya, hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi oksihemoglobin (HbO2).
Pembahasan Skenario
VG, seorang petenis kenamaan era 90-an meninggal akibat keracunan gas CO. Ia
menginap di suatu apartemen yang memiliki kolam renang dengan pemanas. Namun sayangnya
instalasi pemanas air tersebut tidak dipasang dengan benar. Pipa yang menyalurkan gas hasil
pembakaran tidak tersambung ke luar (ke udara bebas), tetapi masuk ke dalam ruangan. Pada
saat dinyatakan meninggal, kadar CO di ruangan adalah 2700 ppm (kadar yang masih dianggap
aman adalah 50 ppm).
Identifikasi Istilah
PPM
Parts per million atau Bagian per sejuta (PPM) adalah rasio yang digunakan untuk
menggambarkan jumlah kontaminan atau konsentrasi yang terdapat dalam suatu zat.
Rumusan masalah
Seorang petenis meninggal akibat keracunan gas co.
Kesimpulan
Karbon monoksida (CO) merupakan gas yang berasal dari pembakaran senyawa karbon
yang tidak sempurna, keracunan CO dapat menyebabkan kematian karena CO memiliki afinitas
yang lebih tinggi terhadap Hb dibandingkan dengan O2, gas CO yang berlebihan berikatan
dengan Hb secara cepat dan tidak memberi O2 tempat, maka akan terjadi hipoksia, dimana
jaringan tubuh akan kekurangan pasokan oksigen.
Daftar Pustaka
3. WHO. Air Quality Guidelines for Europe Second Edition. 2000. Diakses dari
www.euro.who.int/__data/ assets/pdf_file/0005/74732/E71922.pdf (sitasi tanggal
21 April 2020).
4. WHO. Expert Report on Diet, Nutrition and The Prevention of Chronic Disease.
2003. United Nations: Technical Report Series 916.
6. Dewanti, I R. Kadar Gas CO, Kadar COHb Darah, dan Keluhan Kesehatan Pada
Pekerja di Basement Apartemen Waterplace, Skripsi. Surabaya: Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. 2015
8. Asmadi. Teknik prosedural perawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.
Jakarta: Penerbit Salemba Medika; 2008. h. 19-21.
9. Marks, DB, dkk. Biokimia Kedokteran Dasar Sebuah Pendekatan Klinis. Jakarta:
EGC, 2011, hal. 35-40.