Anda di halaman 1dari 2

(BAB 9) ETIKA DALAM BISNIS

Sebuah lembaga nirlaba di Amerika Serikat, yang berusaha mengembangkan perilaku etis
untuk profesi di bidang pemerintahan, hukum, kedokteran, bisnis, akuntansi, dan jurnalisme,
Josephson Institute for the Advancement of Ethics (Hayes dkk., 2005: 75) menjelaskan bahwa
perilaku etis (ethical behavior) ditandai oleh sifat-sifat dasar sebagai berikut:

1. Jujur (honesty)
2. Berintegritas (integrity)
3. Menepati janji (promise keeping)
4. Kesetiaan (loyalty)
5. Bertindak adil (fairness)
6. Peduli dan hormat pada orang lain (caring and respect to others)
7. Warga negara yang bertanggung jawab (responsible citizenship)

Sifat-sifat dasar tersebut tidak menunjukkan urutan prioritas. Pada dasarnya, sifat-sifat dasar
itu mempunyai kedudukan yang sama.

(BAB 10) BUDAYA PERUSAHAAN

Istilah budaya (culture) berasal dari bahasa latin “colere” yang dapat diartikan sebagai
“segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam” (Prasetya dkk.,
2013: 28). Pengertian ini harus disertai dengan catatan bahwa tidak ada definisi yang baku
untuk istilah budaya. Koentjaraningrat (dalam Prasetya dkk., 2013: 32) menguraikan wujud
kebudayaan dalam tiga bentuk, yang disebut kompleks. Berikut ini ketiga bentuk wujud
kebudayaan tersebut:

1. Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma, peraturan, dan sebagainya


2. Kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
3. Komplek benda-benda hasil karya manusia

Budaya adalah hasil cipta (pikiran), rasa (hati nurani), dan karsa (perbuatan) dari manusia.
Jika dikaitkan dengan budaya perusahaan (corporate culture), ketiga wujud seperti
dikemukakan Koentjaraningrat mungkin tepat untuk digunakan sebagai acuan.

Hartman & Desjardins (2011: 117-120) mendeskripsikan budaya perusahaan sebagai pola
dari keyakinan, harapan, dan arti (makna) yang memengaruhi dan mengarahkan pemikiran
dan perilaku anggota organisasi tersebut. Terlihat dari definisi ini bahwa budaya perusahaan
mencakup hal-hal seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat. Di dalamnya, terdapat
ide (gagasan) tentang nilai atau norma yang diyakini memberikan harapan dan mempunyai
makna tertentu. Juga ada aktivitas dan tindakan berpola yang pemikiran dan perilakunya
dipengaruhi oleh ide (gagasan) seperti yang tersebut sebelumnya. Hasil dari suatu tindakan
dapat berupa benda-benda fisik, misalnya barang dan jasa atau hal-hal non fisik, misalnya
kekayaan. Ketiga wujud kebudayaan ini berkaitan satu sama lain.
Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa budaya mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Keyakinan, harapan, dan makna


2. Pemikiran dan perilaku
3. Anggota organisasi

Bagian “anggota organisasi” tentu sudah jelas dengan sendirinya. Istilah ini mengacu pada
semua orang (individu) yang dianggap sebagai anggota dari suatu organisasi. Hal pertama
dan kedua memerlukan penjelasan lebih lanjut tentang apa dan siapa yang ingin dijangkau.

Budaya perusahaan memang berlaku untuk semua anggota organisasi. Namun, perusahaan
atau organisasi juga bekerja untuk orang atau pihak lain. Sebagaimana telah dijelaskan, orang
atau pihak lain dibatasi pada stakeholder. Perlu diingat bahwa suatu perusahaan atau
organisasi bekerja untuk memenuhi kebutuhan orang/pihak lain. Pada awalnya, pihak lain
hanya sebatas konsumen dan pemodal. Kemudian, pengertian pihak lain tersebut meluas ke
kreditur, karyawan, pemerintah, pemasok, pesaing, dan lingkungan.

Dalam pemenuhan kebutuhan tersebut, baik perusahaan maupun pihak-pihak lain, terikat
pada kepentingannya masing-masing, satu dan lain hal, dikaitkan dengan hak yang mereka
miliki. Hak dan kepentingan merupakan inti dari permasalahan tentang apa yang ingin
dijangkau. Oleh karena itu, budaya perusahaan berusaha untuk mendeskripsikan kaidah-
kaidah yang harus diyakini dan dipedomani dalam berhubungan dengan stakeholder
sehubungan dengan pemenuhan hak dan kepentingan mereka.

Anda mungkin juga menyukai