Anda di halaman 1dari 2

BAB 15

MORAL HAZARD

Secara harafiah, “hazard” dapat dirtejemahkan sebagai resiko atau bahaya. Jadi, moral
hazard berarti resiko moral atau bahaya moral. Dipandang dari perspektif perilaku, moral
hazard adalah tindakan yang cenderung berani mengambil resiko karena biaya atas resiko
tersebut telah dipindahkan kepada pihak lain (Ely, 1999:241).

Moral hazard merupakan bentuk lain dari pelanggaran etika, kontrak, regulasi selain
kecurangan. Tindakan curang (fraud) merupakan tindakan melawan hukum. Moral hazard
tidak harus melanggar ketentuan hukum. Seperti telah dikemukakan, moral hazard pada
dasarnya merupakan upaya untuk menyiasati kontrak/regulasi/etika untuk kepentingan diri
sendiri yang dapat merugikan pihak lain. Kata ‘menyiasati’ dimungkinkan apabila kontrak,
regulasi, etika tidak mengatur atau mengatur, tetapi tidak secara jelas dan tegas kepentingan
para pihak sehingga dapat menimbulkan multitafsir di antara mereka. Persoalan etika, dewasa
ini, pada dasarnya berkaitan dengan tindakan moral hazard.

BIDANG MORAL HAZARD

Moral hazard merupakan bagian abu-abu dari pelanggaran etika, kontrak, dan regulasi. Ia
berada di antara tindakan etis dan kecurangan (fraud). Walaupun didasari atas itikad baik,
tetapi akan selalu ada pembenaran (rasionalitas) dalam tindakannya. Moral hazard mungkin
tidak melanggar hukum, tetapi pada umumnya, dianggap sebagai tindakan yang tidak elok.
Moral hazard bergerak pada bagian yang lowong (celah) dari etika, kontrak, dan regulasi
yang tertulis. Apalagi jika etika, kontrak, dan regulasi tersebut tidak tertulis.

Moral hazard merupakan salah satu dari masalah yang ditimbulkan oleh hubungan antara
prinsipiel dan agen dalam teori keagenan. Secara hipotesis, hubungan antara pelanggaran
etika, moral hazard, dan kecurangan, apabila digambarkan dalam bentuk distribusi frekuensi
dapat dinyatakan seperti dalam gambar 15.1.

Dengan menggunakan proporsi teori keagenan, besarnya peluang ini tergantung pada
berbagai faktor berikut :

1. Besarnya asimetri informasi antara agen dan prinsipel


2. Jelas, tegas, dan komprehensifnya kontrak yang dibuat antara agen dan prinsipiel
3. Cocok-tidaknya jenis kontrak yang dibuat antara agen dan prinsipiel
4. Tingkat keengganan menanggung resiko dari agen dan prinsipiel
5. Besarnya perbedaan kepentingan antara agen dan prinsipiel
6. Terukur tidaknya hasil pekerjaan agen
7. Tersedia tidaknya sistem monitoring oleh prinsipiel
8. Jangka waktu hubungan keagenan

MORAL HAZARD DALAM EKONOMI

Istilah moral hazard berasal dari ilmu ekonomi yang mempelajari ekonomi informasi. Istilah
ini sebetulnya tidak ada hubungannya dengan tindakan yang bersifat tidak bermoral. Seperti
pernah dikemukakan sebelumnya, definisi moral hazard sebagai tindakan oleh salah satu
pihak (agen) dalam suatu transaksi yang memengaruhi penilaian pihak lain (prinsipiel)
terhadap transaksi tersebut, tetapi pihak kedua (prinsipiel) tidak dapat mengawasi/memaksa
secara sempurna tindakan dimaksud. Motif utama dari tindakan itu adalah memaksimalkan
manfaat bagi pihak yang bersangkutan.

Untuk mencegah terjadinya moral hazard, struktur kontrak perlu dirancang sedemikian rupa
sehingga masing-masing pihak akan bertindak sesuai dengan keinginan pihak yang lain. Titik
berat perancangan adalah penyusunan sistem insentif dan penyediaan sistem monitoring
terhadap masing-masing pihak. Moral hazard dilandasi atas premis bahwa, demi kepentingan
(keuntungan) pribadi, seseorang, dalam menjalankan kontrak, akan berusaha untuk
mengoptimalkan usahanya (effort) sesuai dengan batasan (constraints) yang dihadapi.

Anda mungkin juga menyukai