Anda di halaman 1dari 6

Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam teori

keagenan, dapat terjadi apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat mengamati semua aksi
pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang dimaksud mungkin berbeda dari aksi yang lebih
disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer perusahaan mempunyai perangkat
efisiensi yang berbeda atau data pula karena pihak manajer tersebut sengaja mencoba untuk
melalaikan tugasnya sebagai manajer perusahaan atau biasa juaga melakukan penipuan
terhadap pemilik perusahaan.
Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah sebagai
masalah kekacauan (moral hazard). Salah satu solusi yang mungkin dapat dilakukan yaitu
dengan cara pihak pemilik perusahaan menugaskan seorang auditor untuk melakukan
pemeriksaan mengenai apa yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut.
Sedangkan solusi yang lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan pihak manajemen
perusahaan suatu insentif, seperti misalnya, saham yang ada diperusahaan, untuk
menyelesaikan preferensi manajemen perusahaan dengan preferensi pihak pemilik
perusahaan

AGENCY Theory
4/09/2013 09.39.00 AM Umum 4 comments
oleh : Tim III
Errie Kusriadie (ME), Harun Al-Rasyid (ME), Rinaldy Resinanda (MT), Renni Ekaputri (MT)

Penjelasan Teori
Teori keagenan merupakan bagian dari game theory (Mursalim, 2005) yang merupakan suatu model
kontraktual antara dua atau lebih orang (pihak). Para pihak dalam agency theory adalah:
1.

Agent

2.

Principal

Teori agensi berawal dengan adanya penekanan pada kontrak sukarela yang timbul di antara berbagai pihak
organisasi sebagai suatu solusi yang efisien terhadap konflik kepentingan tersebut.
Teori ini berubah menjadi suatu pandangan atas perusahaan sebagai suatu penghubung (nexus) kontrak
(Jensen dan Macklin).

Principal:
mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, sehingga principal memberikan suatu
amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.
Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama
antara kedua pihak.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara
perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya.
Kontrak kerja yang dimaksud adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan. Dimana
antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing dengan informasi yang dimiliki.

Agent:
memiliki informasi yang lebih banyak (full of information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga
menimbulkan adanya asimetry information.
Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk melakukan tindakan-tindakan yang sesuai
dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan utility bagi dirinya.
Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada.
Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di
masa yang akan datang dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal yang diberikan dapat
dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti laporan keuangan.
Asimetri informasi (information asymmetry)
kondisi di mana ada ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia
informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya sebagai pengguna
informasi (user).
Menurut Scott (2000), ada dua macam asimetri informasi:
1.

Adverse selection: para manajer serta orang-orang dalam lainnya biasanya mengetahui lebih
banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta
yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.

2.

Moral hazard: kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang
saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar
pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau
norma mungkin tidak layak dilakukan.

Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik antara principal dan agent untuk saling mencoba
memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri.
Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu:
1.

Manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest).

2.

Manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality).

3.

Manusia selalu menghindari resiko (risk adverse).

CONTOH:
ENRON adalah perusahaan di Amerika Serikat yang bergerak di bidang energi. Dengan cakupan bisnis di
antaranya adalah listrik, gas alam, pulp, kertas, komunikasi, dan lain-lain. Enron mengumumkan
kebangkrutannya pada akhir tahun 2002.
Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan
dengan mencatat keuntungan 600 juta dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian.
Kajian agency theory:
1.

Pihak stockholder (principal)

2.

Pihak manajemen ENRON (agent)

3.

Pihak independen akuntan publik, KAP Arthur Andersen (AA).

AAsebagai KAP telah mencelakai kepercayaan dari pihak stockholder atau principal untuk memberikan
suatu fairness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah
dari principal.
Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self
interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dihadapi oleh Enron dan
KAP Andersen dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yaitu hutang dan
sebuah kehancuran.
Menurut Socrates bahwa yang dimaksud dengan tindakan etis adalah tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai
kebenaran. Benar dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari sisi tujuan yang akan dicapai.
Ada dua pendekatan mengenai etika: pendekatan deontological dan pendekatan teleological.
Prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti
bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak objektif (objectivity) dan menjaga

independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi
(due care), tidaklah berjalan sebagaimana mestinya.

KESIMPULAN
Asimetri informasi terjadi karena manajer lebih superior dalam menguasai informasi dibanding pihak lain (pemilik
atau pemegang saham).
Maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Sehingga dengan adanya asimetri antara manajemen (agent) dengan
pemilik (principal) memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan manajemen laba (earnings
management) dalam rangka memaksimumkan utilitynya.
Salah satu cara yang digunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi
perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance (Watts, 2003).
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good
corporate governance:
1. Transparansi (transparency)
Para manajamen memiliki kontak langsung dengan entitas atau perusahaannya dan mengetahui peristiwaperistiwa signifikan yang terjadi, sehingga tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar
pengguna eksternal (Irfan, 2002). Sehingga untuk mengurangi asimetri informasi dan mencegah terjadinya
konflik keagenan, sudah menjadi kewajiban bagi pihak manajemen untuk melaporkan laporan keuangan secara
tepat waktu.
2. Akuntabilitas (accountability)
Informasi laporan keuangan yang disampaikan secara tepat waktu akan mengurangi asimetri informasi yang erat
kaitannya dengan teori agency (Kim dan Verrechia, 1994). Sehingga dalam hubungan keagenan, manajemen
diharapkan dalam mengambil kebijakan perusahaan terutama kebijakan keuangan yang menguntungkan pemilik
perusahaan. Bila keputusan manajemen merugikan bagi pemilik perusahaan maka akan timbul masalah
keagenan (Ismiyanti dan Hanafi, 2004).
3. Keadilan (fairness)
Perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian
serta peraturan perundangan yang berlaku. Fairness mencakup adanya kejelasan hak-hak pemodal, sistem
hukum dan penegakan peraturan untuk melindungi hak-hak investor khususnya pemegang saham minoritas
dari berbagai bentuk kecurangan.
4. Responsibilitas (responsibility).
Masalah pajak, hubungan industrial, perlindungan lingkungan hidup, kesehatan/ keselamatan kerja, standar
penggajian, dan persaingan yang sehat mesti diberlakukan semestinya.

Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada agency theory di
mana pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan
dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Upaya ini menimbulkan apa yang disebut sebagai agency costs, yang menurut teori ini harus dikeluarkan
sedemikian rupa sehingga biaya untuk mengurangi kerugian yang timbul karena ketidakpatuhan.

Anda mungkin juga menyukai