Anda di halaman 1dari 8

Teori keagenan (Agency theory)

Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai
selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi,

dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak
yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu
manajer.

Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory
(teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset
akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan
menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan
hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan
yang saling bertentangan.

Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih
(principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian
mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara
principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical
information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang
perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak
untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang
dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak
diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-
angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen
laba.

Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku
opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate
governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance
adalah; transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan
responsibilitas (responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri
informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan
tindakan manajemen laba.

Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan
tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini
menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan
perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh
pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan
kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Dijelaskan dalam Jensen
dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan
dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan
(2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan
yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–pemilik tersebut
akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama
diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan
fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka
mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham
perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini
menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan
pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan
pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi
dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban
pemegang saham lainnya.

Konflik antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap
dari perusahaan (bunga hutang),sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada
besaran laba perusahaan.Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan
perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih
memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah
melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek
yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut,
tetapiapabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari
ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya.Untuk mengantisipasi
kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer.
Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam
proyek baru.Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemenWalaupun telah dilakukan
kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent,namun di sisi lain pihak agent memiliki
pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan

(full information)

dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih
banyak dimiliki oleh pihak agentdibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak
principal ini membuatterbentuknya suatu asimetri information atau

asymetric information

Teori Akuntansi Keuangan´ Agency Theory ´

Adanya asimetri informasi ini menyebabkan kemungkinan munculnya konflik antara pihak
principal dan agent. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1)
manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest ),(2) manusia memiliki daya pikir
terbatas mengenai persepsi masa mendatang( bounded rationality ), dan (3) manusia selalu
menghindari resiko (risk adverse).Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan
bahwa informasi yangdihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya
dan dapatdipercaya tidaknya informasi yang disampaikan (Muh.Arief Ujiyantho).
Asimetriinformasi ini juga pada akhirnya dapat memberikan kesempatan bagi para
manajer untuk melakukan manajemen laba sebagai upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan pribadinya.

Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan mendeskripsikan
pemegang saham sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak
yang dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Untuk
itu manajemen diberikan sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan
terbaik pemegang saham. Oleh karena itu, manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua
upayanya kepada pemegang saham. Karena unit analisis dalam teori keagenan adalah kontrak
yang melandasi hubungan antara prinsipal dan agen, maka fokus dari teori ini adalah pada
penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara prinsipal dan agen.
Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. Kontrak yang efisien adalah
kontrak yang memenuhi dua faktor, yaitu :
1. Agen dan pinsipal memiliki informasi yang simetris artinya baik agen maupun majikan
memiliki kualitas dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi
tersembunyi yang dapat digunakan untuk keuntungan dirinya sendiri
2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti
agen mempunyai kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer berada didalam
perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai perusahaan,sedangkan
prinsipal sangat jarang atau bahkan tidak pernah datang ke perusahaan sehingga informasi yang
diperoleh sangat sedikit. Hal ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga
hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali
perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih banyak dibandingkan dengan
prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan agen pun
sangat sulit untuk diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut
disfunctional behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik memanfaatkan aset
perusahaan untuk kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja perusahaan.

Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelolah perusahaan
cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan.

Contoh nyata yang dominan terjadi dalam kegiatan perusahaan dapat disebabkan karena pihak
agensi memiliki informasi keuangan daripada pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan
dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan kepentingan pribadi atau golongannya sendiri
(self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan (discretionary power).

Contoh lain Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga
kemahasiswaan. Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa
untuk mengelolah organisasi menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua
kepentingan keluargaNamun, terkadang pengurus lembaga kemahasiswaan tak mampu
menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih melaksanakan
kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.

AKUNTANSI & MANAJEMEN http://nichonotes.blogspot.com/2017/12/teori-keagenan-


agency-theory.html

Dalam teori keagenan menjelaskan tentang dua pelaku ekonomi yang saling bertentangan yaitu
prinsipal dan agen. Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang
(prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta
memberi wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal (Ichsan, 2013).
Jika prinsipal dan agen memiliki tujuan yang sama maka agen akan mendukung dan
melaksanakan semua yang diperintahkan oleh prinsipal.

Pertentangan terjadi apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya
sendiri. Dalam penelitian ini, pemerintah adalah prinsipal sedangkan perusahaan adalah agen.
Pemerintah yang bertindak sebagai prinsipal memerintahkan kepada perusahaan untuk
membayar pajak sesuai dengan perundang-undangan pajak. Hal yang terjadi adalah perusahaan
sebagai agen lebih mengutamakan kepentingannya dalam mengoptimalkan laba perusahaan
sehingga meminimalisir beban, termasuk beban pajak dengan melakukan penghindaran pajak.
Manajer perusahaan yang berkuasa dalam perusahaan untuk pengambilan keputusan sebagai
agen memiliki kepentingan untuk memaksimalkan labanya dengan kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan. Karakter manajer perusahaan tentunya mempengaruhi keputusan manajer untuk
memutuskan kebijakannya untuk meminimalkan beban termasuk beban pajak dengan
mempertimbangkan berbagai macam hal seperti sales growth atau leverage.

Sales growth yang semakin meningkat tentunya menggambarkan laba yang semakin meningkat
pula sehingga manajer akan berfikir untuk memaksimalkan labanya dengan cara apapun. Begitu
juga dengan leverage, kebijakan leverage yang digunakan oleh para manajer untuk memperoleh
pendanaan dari eksternal demi kelangsungan operasional akan meningkatkan bunga namun
memperkecil beban pajak karena semakin besar perlindungan pajak. Kedua hal tersebut menjadi
pertimbangan manajer dalam memutuskan kebijakan untuk memaksimalkan labanya.

Hal inilah yang menjadikan adanya konflik keagenan. Konflik keagenan yang terjadi antara agen
dan prinsipal dapat diminimalkan dengan berbagai macam cara, salah satunya dengan
pengungkapan corporate governance (Evianisa, 2014). Menurut Forum for Corporate
Governance In Indonesia (FCGI) dalam Evianisa (2014) mengenai pengertian corporate
governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegeng saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegeng
kepentingan intern dan eksteren lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka.
Corporate governance yang digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran perusahaan, komite
audit, dan kualitas audit.

https://www.hestanto.web.id/teori-keagenan-agency-theory/
Dalam rangka pelaksanaan corporate governance yang baik, Bursa Efek Indonesia (BEI)
mengeluarkan peraturan tanggal 1 Juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan dewan
komisaris independen dan komite audit. Inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk
menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan
serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas merupakan fungsi dari dewan komisaris.
Latar Belakang Masalah Teori keagenan (agency theory) menyatakan bahwa hubungan agensi
muncul ketika satu orang atau lebih (principal) mempekerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan
kepada agen tersebut (Jensen dan Meckling,1976). Manajemen sebagai agen diberikan
kewenangan untuk dapat mengelola perusahaan, seperti mengelola dana dan mengambil
keputusan perusahaan lainnya atas nama prinsipal, yaitu pemilik. Asimetri informasi terjadi
ketika pihak manajemen memiliki informasi internal perusahaan relatif lebih banyak dan
mengetahui informasi lebih cepat dibandingkan pihak eksternal (pemegang saham, kreditur,
pemerintah, dan lain-lain), sehingga asimetri informasi tersebut lebih menguntungkan pihak
manajemen. Atas dasar hal tersebut, maka manajemen dituntut untuk dapat menggunakan
informasi yang diketahuinya untuk melakukan manipulasi pelaporan keuangan dalam usaha
memaksimalkan kemakmurannya. Hal itu dikarenakan investor cenderung lebih memperhatikan
laba pada laporan laba rugi, tanpa memperhatikan prosedur dalam menghasilkan laba. Laba yang
dihasilkan oleh perusahaan merupakan salah satu ukuran kinerja

 TEORI KEAGENANTeori Keagenan adalah teori yang dipopulerkan oleh Jensen dan
Meckling pada tahun 1976 dimana dasar dari teori ini adalah hubungan antara prinsipal dan
agenHubungan keagenan muncul ketika seseorang atau lebih (principal) mempekerjakan orang
lain (agent) untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai kepentingan prinsipal dengan
mendelegasikan beberapa wewenang pengambilan keputusan pendanaan
 ASIMETRI INFORMASIAdverse selectionMoral hazard
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik antara principal dan agent untuk
saling memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri
 3 ASUMSI SIFAT DASAR MANUSIAmanusia pada umunya mementingkan diri sendiri
(self interest)manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded
rationality)(3) manusia selalu menghindari resiko (risk adverse)
 MANAJEMEN LABAMenurut Fischer dan Rosenzweig (1995):manajemen laba sebagai
tindakan seorang manajer dengan menyajikan laporan yang menaikan (menurunkan) laba periode
berjalan dari unit usaha yang menjadi tanggungjawabnya, tanpa menimbulkan kenaikan
(penurunan) profitabilitas ekonomi unit tersebut dalam jangka panjang
 MOTIVASI DILAKUKAN MANAJEMEN LABATeori akuntansi positif mengusulkan tiga
hipotesis motivasi manajemen laba, yaitu:hipotesis program bonus (the bonus plan hypotesis)(2)
hipotesis perjanjian hutang (the debt covenant hypotesis)(3) hipotesis biaya politik (the political
cost hypotesis) (Watts dan Zimmerman, 1986).
 CORPORATE GOVERNANCE SEBAGAI SOLUSI ASIMETRI INFORMASICorporate
governanace merupakan salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efesiensi ekonomis, yang
meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan direksi, para pemegang
saham dan stakeholders lainnya (OECD,1999)
 PRINSIP-PRINSIP GCGtransparansi (transparency)akuntabilitas (accountability)keadilan
(fairness)responsibilitas (responsibility)
 KESIMPULANCorporate Governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori
keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para
investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka
investasikanCorporate Governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara
principal dan agent yang pada akhirnya dapat menurunkan tindakan manajemen laba

Time Value of Money (TVM) atau nilai uang atas waktu adalah konsep
bahwa 1 Rupiah sekarang nilainya lebih berharga daripada 1 Rupiah di
masa yang akan datang.

. Coba Anda bayangkan saat ini uang Rp5.000 dapat membeli 5 gorengan.
Mungkin 10 tahun lagi uang Rp5.000 hanya dapat membeli 3 gorengan.

Hal tersebut terjadi karena adanya faktor inflasi (kenaikan biaya) dan
berkurangnya nilai sebuah uang.

Konsep time value of money (TVM) atau nilai uang atas waktu banyak
digunakan dalam manajemen keuangan perusahaan (corporate finance)
dan konsep perencanaan keuangan (personal financial planning).
Setidaknya ada tiga hal yang perlu Anda ketahui dalam konsep nilai uang
atas waktu yaitu:

1. Nilai Uang Sekarang (Present Value)


2. Nilai Uang yang Akan Datang (Future Value)
3. Cicilan atau Pembayaran Bertahap (Payment)

Anda mungkin juga menyukai