Anda di halaman 1dari 12

AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

A. PENGERTIAN AGENCY THEORY


Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal, sedangkan managemen sebagai agen. Agency Theory
mendasarkan hubungan kontrak agar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana principal dan agen sebagai
pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandate kepada agen untuk bertindak atas nama
principal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal untuk menjalankan perusahaan.
agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah diamanahkan oleh principal kepadanya.
 Agency Theory merupakan bidang yang populer akhir-akhir ini. Pemisahan pemilik  dan manajemen di
dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan).. Teori ini merupakan salah satu teori
yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model
akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi
mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling
bertentangan.
Salah satu hipotesis dalam teori keagenan ini adalah bahwa manajemen akan mencoba memaksimalkan
kesejahteraannya sendiri dengan cara meminimalisir berbagai  biaya keagenan (agency cost). Jensen dan
Meckling (1976) mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk
melakukan pengawasan terhadap agen. Hipotesis ini tidak sama artinya dengan hipotesis yang menyebutkan
bahwa manajemen mencoba memaksimalkan nilai perusahaan (value of the firm). Oleh karena itu, manajemen
diasumsikan akan memilih prinsip akuntansi yang sesuai dengan tujuannya memaksimalkan kepentingannya,
bukan untuk memaksimalkan nilai  perusahaan.
Menurut  Anthony dan Govindrajan (2005) teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal  dan
agent . Teori agensi memiliki asumsi bah'a tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya
sendiri sehingga menimbulkan konflik  kepentingan antara principal  dan agent .
Sedangkan Jensen dan Meckling (19976) menjelaskan: “agency relationship as a contract under which
one or more person (the principals) engage another person (the agent) to perform some service on their behalf
which involves delegating some decision making authority to the agent”.
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang
lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen membuat
keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk
memaksimumkan nilai perusahaan, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan
kepentingan prinsipal.
Teori keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik   bisnis perusahaan yang
digunakan selama ini. Teori ini berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi.
Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (principal)
yaitu investor dengan  pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama
yang disebut “nexus of contract".

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

Teori keagenan/agency theory mengasumsikan bahwa semua individu bertindak  atas kepentingan mereka
sendiri. Pemegang saham sebagai principal  diasumsikan hanya tertarik kepada hasil keuangan yang bertambah
atau peningkatan investasi di perusahaan, sedangkan para agen diasumsikan menerima kepuasan berupa
kompensasi keuangan dan syarat-syarat yang menyertai dalam hubungan tersebut.
Sebaliknya Agen pun memenuhi tuntutan Prinsipal agar mendapatkan kompensasi yang tinggi. Sehingga
bila tidak ada pengawasan yang memadai maka agen dapat memainkan beberapa kondisi perusahan agar
seolah-olah target tercapai. Cermainan tersebut bisa atas prakarsa dari principal  ataupun inisiatif Agent  sendiri.
Maka terjadilah Creative Accounting  yang menyalahi aturan, misalnya piutang yang tidak mungkin tertagih yang
tidak dihapuskan dan pengakuan penjualan yang tidak semestinya, yang  berdampak pada besarnya nilai aktiva
dalam Neraca yang “mempercantik” laporan keuangan walaupun bukan nilai yang sebenarnya. Atau bisa juga
dengan melakukan income smoothing  (membagi keuntungan ke periode lain) agar setiap tahun kelihatan
perusahaan meraih keuntungan, padahal kenyataannya perusahaan mengalami kerugian atau laba turun.
B. KONSEP TEORI KEAGENAN
Konsep agency theory mendasarkan pada hubungan antara  principal   sebagai  pemilik atau pemegang
saham, sedangkan manajemen sebagai agen. Principal  merupakan  pihak yang memberikan mandat kepada
agen untuk bertindak atas nama  principal , sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh principal
untuk menjalankan  perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh principal kepadanya.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur   proporsi hak dan
kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak
kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa
keuntungan, return maupun resiko-resiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi
optimal  bila kontrak dapat  fairness (mencapai keadilan) yaitu mampu menyeimbangkan antara  principal  dan
agen yang secara sistematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian
insentif imbalan khusus yang memuaskan dari principal ke agen. Inti dari agency theory adalah pendesainan
kontrak yang tepat untuk  menyelaraskan kepentingan principal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan
(Scott,1997).
menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 buah asumsi yaitu:
1. Asumsi tentang sifat manusia, Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat
untuk  mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality),
dan tidak menyukai resiko (risk aversion).
2. Asumsi tentang keorganisasian, Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota
organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetri& Information (AI) antara
prinsipal dan agen.
3. Asumsi tentang informasi. Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjualbelikan.

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Principal sebagai pemilik modal
mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional
perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun
agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat
strategis, jangka panjang dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi
wewenang dari principal selaku pemilik perusahaan.
Adanya posisi, fungsi, kepentingan dan latar belakang prin&ipal dan agen yang saling bertolak belakang
namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan
saling tarik-menarik pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai
penyedia informasi bagi  principal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat
menghambat principal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak
transparan, sedang di lain pihak principal selaku pemilik modal  bertindak semaunya atau sewenang-wenang
karena ia merasa sebagai pihak yang paling  berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak
terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan
konflik  yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun agen
diasumsikan sebagai orang ekonomi (homo economicsus) yang berperilaku ingin memaksimalkan
kepentingannya masing-masing.
C. AGENCY THEORY DALAM PRAKTIK AKUNTANSI DAN APLIKASINYA PADA PENGELOLAAN
PERUSAHAAN
Teori keagenan memberikan peranan penting bagi akuntansi terutama dalam menyediakan informasi
setelah suatu kejadian yang disebut sebagai peranan pasca keputusan. Peranan ini sering diasosiasikan dengan
peran pengurusan (stewardship) akuntansi, dimana seorang agen melapor kepada prinsipal tentang kejadian-
kejadian di masa lalu. Inilah yang memberi akuntansi nilai umpan baliknya selain nilai prediktifnya. Dimana nilai
umpan balik menjelaskan bahwa informasi juga mempunyai peran penting dalam menguatkan atau mengoreksi
harapan-harapan sebelumnya. Informasi mengenai hasil dari suatu keputusan seringkali merupakan masukan
kunci dalam pengambilan keputusan berikutnya. Akuntansi idealnya menyediakan jasa yang sama bagi investor,
dengan memungkinkan mereka untuk menyesuaikan strategi investasi mereka sepanjang waktu.
Dari model ini dan perluasannya dapat diambil beberapa pengertian. Perluasan ini sebagian besar
berhubungan dengan cara kedua belah pihak tersebut berbagi risiko dan informasi. Misalnya, para pemilik yang
menghindari risiko diasumsikan menanggung risiko bisnis, sementara para manajer bertindak sebagai agen-
agen yang netral terhadap risiko yang dimaksud. Dengan menggunakan teori keagenan yang sama, jika
manajemen  bersikap tidak membedakan terhadap risiko sedangkan pemilik menghindari risiko, maka
manajemenlah dan bukan pemilik yang akan menanggung risiko tersebut. Ini merupakan keadaan saling
mempengaruhi penghindaran risiko relatif antara manajer dan pemilik   perusahaan yang menciptakan sebagian
dari masalah-masalah yang paling menarik dalam teori keagenan untuk para akuntan. Informasi yang dimaksud
merupakan salah satu cara untuk mengurangi ketidakpastian, sehingga memberi akuntan peran penting dalam

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

pembagian risiko antara manajer dan pemilik perusahaan.


Asimetri informasi merupakan pembahasan terakhir dalam bidang teori keagenan yang memfokuskan pada
masalah-masalah yang ditimbulkan oleh informasi yang tidak  lengkap, yaitu ketika tidak semua keadaan
diketahui oleh kedua belah pihak dan sebagai akibatnya, ketika konsekuensi-konsekuensi tertentu tidak
dipertimbangkan oleh masing-masing pihak yang bersangkutan. Misalnya, pihak pemilik perusahaan mungkin
tidak  mengetahui preferensi manajer perusahaan sehingga tidak sulit bagi keduanya untuk  melakukan
kepentingan perhitungan yang telah disebutkan sebelumnya.
Satu contoh kasus yang menyangkut informasi yang tidak lengkap dalam teori keagenan, dapat terjadi
apabila pihak pemilik perusahaan tidak dapat mengamati semua aksi pihak manajer perusahaan. Aksi-aksi yang
dimaksud mungkin berbeda dari aksi yang lebih disukai pihak pemilik perusahaan, entah karena manajer
perusahaan mempunyai  perangkat efisiensi yang berbeda atau data pula karena pihak manajer tersebut
sengaja mencoba untuk melalaikan tugasnya sebagai manajer perusahaan atau biasa juga melakukan penipuan
terhadap pemilik perusahaan.
Situasi ini tentunya dapat menciptakan apa yang dikenal dengan istilah moral  hazard . Salah satu solusi
yang mungkin dapat dilakukan yaitu dengan cara pihak pemilik   perusahaan menugaskan seorang auditor untuk
melakukan pemeriksaan mengenai apa yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan tersebut. Sedangkan
solusi yang lainnya dapat dilakukan dengan cara memberikan pihak manajemen perusahaan suatu insentif,
seperti misalnya, saham yang ada di perusahaan, untuk menyelesaikan preferensi manajemen perusahaan
dengan preferensi pihak pemilik perusahaan.
Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership)  para pemegang saham dan  pengelolaan
(management) para agen atau manajer dalam perusahaan telah menjadi kajian sejak tahun 1930-an.
Manajemen perusahaan publik yang besar biasanya bukan pemilik. Bahkan sebagaian besar manajemen
pundak (top mangement) hanya memiliki saham nominal dalam perusahaan yang mereka kelola.
Jensen dan Meckling dalam Isnanta (2008), menyatakan bahwa teori keagenan mendiskripsikan
pemegang saham sebagai principal dan manajemen sebagai agen. manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. untuk itu manajemen diberikan
sebagian kekuasaan untuk membuat keputusan bagi kepentingan terbaik pemegang saham. oleh karena itu,
manajemen wajib mempertanggungjawabkan semua upayanya kepada pemegang saham. karena unit analisis
dalam teori keagenan adalah kontrak yang melandasi hubungan antara principal dan agen, maka focus dari teori
ini adalah pada penentuan kontrak yang paling efisien yang mendasari hubungan antara principal dan agen.
Untuk memotivasi agen maka prinsipal merancang suatu kontrak agar dapat mengakomodasi kepentingan
pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak keagenan. $ontrak yang efisien adalah kontrak yang memenuhi dua
faktor, yaitu:
1. agen dan principal memiliki informasiyang simetris artinya baik agen maupun majikan memiliki kualitas
dan jumlah informasi yang sama sehingga tidak terdapat informasi tersembunyi yang dapat digunakn
untuk kepentingan pribadi.

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

2. Risiko yang dipikul agen berkaitan dengan imbal jasanya adalah kecil yang berarti agen mempunyai
kepastian yang tinggi mengenai imbalan yang diterimanya.
Pada kenyataannya informasi simetris itu tidak pernah terjadi, karena manajer   berada di dalam
perusahaan sehingga manajer mempunyai banyak informasi mengenai  perusahaan, sedangkan prinsipal sangat
jarang atau bahkan tidak pernah datang ke  perusahaan sehingga informasi yang diperoleh sangat sedikit. Hal
ini menyebabkan kontrak efisien tidak pernah terlaksana sehingga hubungan agen dan prinsipal selalu dilandasi
oleh asimetri informasi. Agen sebagai pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dan lebih
banyak dibandingkan dengan prinsipal. Di samping itu, karena verifikasi sangat sulit dilakukan, maka tindakan
agen pun sangat sulit untuk  diamati. Dengan demikian, membuka peluang agen untuk memaksimalkan
kepentingannya sendiri dengan melakukan tindakan yang tidak semestinya atau sering disebut disfunctional
behaviour, dimana tindakan ini dapat merugikan prinsipal, baik  memanfaatkan aset perusahaan untuk
kepentingan pribadi, maupun perekayasaan kinerja  perusahaan.
Salah satu hipotesis dalam teori ini adalah bahwa manajemen dalam mengelola  perusahaan cenderung
lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan nilai perusahaan. Contoh nyata yang
dominan terjadi dalam kegiatan  perusahaan dapat disebabkan karena pihak agensi memiliki informasi keuangan
daripada  pihak prinsipal (keunggulan informasi), sedangkan dari pihak prinsipal boleh jadi memanfaatkan
kepentingan pribadi atau golongannya sendiri  (self-interest) karena memiliki keunggulan kekuasaan
(discretionary power).
Contoh lain  Agency theory sebenarnya juga dapat dipahami dalam lingkup lembaga kemahasiswaan.
Pengurus yang dipercayakan menjadi perpanjangan tangan keluarga mahasiswa untuk mengelola organisasi
menjadi agen yang idealnya mampu mengakomodasi semua kepentingan keluarga. Namun, terkadang pengurus
lembaga kemahasiswaan tak mampu menjalankan ini dengan baik. Kecenderungan pengurus lebih memilih
melaksanakan kepengurusan sesuai dengan keinginannya. Kepentingan keluarga menjadi terabaikan.
Dijelaskan dalam Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Wetson dan Brigham (1994), bahwa
masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu:
1. Antara pemegang saham dan manajer
2. Antara pemegang saham dan kreditur
Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh  pemiliknya, maka
dapat diasumsikan bahwa manajer-pemilik akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki
kesejahteraannya, terutama diukur dalam  bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk
kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka
mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham  perusahaan
kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. Keadaan ini menjadikan manajer
mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya
atas kekayaan tersebut telah  berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja
manajer  menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya.


1. Konflik antara pemegang saham dengan kreditur
Kreditur memiliki klaim atas sebagian dari arus kas perusahaan untuk pembayaran  bunga dan pokok
utang. Mereka memiliki klaim atas aset perusahaan saat perusahaan mengalami kebangkrutan. Pada saat
perusahaan mengalami kebangkrutan, keputusan harus segera diambil untuk mengatasi kondisi tersebut, yaitu
apakah akan melikuidasi  perusahaan dengan menjual seluruh aset atau melakukan reorganisasi. Manajemen
perlu segera bertindak dan khususnya manajer memilih reorganisasi dengan tujuan mempertahankan
pekerjaannya. Keputusan manajer ini tentu saja berdampak pada  pemegang saham atau kreditur atau kedua
belah pihak tersebut.
Kreditur pada umumnya menghendaki likuidasi perusahaan sehingga mereka dapat segera menarik
dananya dengan cepat. Di lain pihak, manajemen menginginkan  perusahaan tetap eksis sehingga mereka
memilih mereorganisasi perusahaan. Pada saat  bersamaan, pemegang saham kemungkinan mencoba mencari
pengganti manajer lama yang mau dibayar lebih rendah meskipun proses tersebut membutuhkan waktu yang
lama.
2. konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen
Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya dapat timbul
karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas cenderung diinvestasikan dalam hal-
hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan
karena pemegang saham lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi,
sementara manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.
Agency Theory menunjukkan bahwa manajer akan berusaha untuk  memaksimalkan utilitas mereka
sendiri dengan mengorbankan para pemegang saham  perusahaan. Agen memiliki kemampuan untuk
beroperasi sendiri dan mementingkan kepentingan pribadi daripada kepentingan perusahaan. Hal ini disebabkan
oleh informasi yang bersifat asimetris (misalnya, manajer tahu lebih baik dari pemegang saham apakah mereka
mampu memenuhi tujuan pemegang saham) dan ketidakpastian.
Pada sebagian besar perusahaan publik berskala besar,konflik kepentingan  berpotensi cukup
signifikan karena para manajer perusahaan sendiri umumnya hanya sebagian kecil dari saham biasa. Manajer
dapat didorong untuk melakukan tindakan terbaik demi kepentingan pemegang saham melalui insentif,
hambatan, dan hukuman. Bagaimanapun juga metode ini efektif hanya jika pemegang saham dapat mengamati
semua tindakan yang diambil oleh manajer. Untuk mengurangi masalah moral, seperti mengambil untung
semata, dimana agen mengambil tindakan untuk kepentingan pribadi,  pemegang saham harus menanggung
biaya agen.
D. MASALAH KEAGENAN
Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang
dari seratus persen (Masdupi,2005). Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian dari perusahaan
membuat manajer cenderung bertindak  untuk kepentingan pribadi dan bukan untuk memaksimumkan

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

perusahaan. Inilah yang nantinya akan menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Hampir mustahil bagi
perusahaan untuk memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang
optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar diantara mereka.
Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai
alat untuk melakukan rekayasa.Perbedaan kepentingan antara principal dan agen atau yang disebut Agency
problem ini, salah satunya disebabkan oleh adanya Asimmetric Information".
Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat menimbulkan 2 (dua) permasalahan
yang disebabkan adanya kesulitan principal untuk  memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-
tindakan agen. Jensen dan Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah:
1. moral Hazard, merupakan permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-hal yang telah
disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. adverse Selection, merupakan suatu keadaan dimana principal tidak dapat mengetahui apakah suatu
keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas informasi yang telah diperolehnya, atau
terjadi sebagai sebuah kelalaian dalam tugas.
Adanya agency problem di atas, menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Biaya keagenan didefinisikan
sebagai biaya yang ditanggung oleh pemegang saham untuk  mendorong manajer dalam memaksimalkan
kesejahteraan pemegang saham daripada  berperilaku mementingkan diri sendiri. Ada tiga jenis utama dari
biaya keagenan, yaitu:
1. pengeluaran untuk memantau kegiatan manajerial, seperti biaya audit
2. pengeluaran untuk struktur organisasi dengan cara membatasi perilaku manajerial yang tidak diinginkan
3. biaya kesempatan yang dapat terjadi ketika pemegang saham dikenakkan pembatasan, seperti
persyaratan untuk suara pemegang saham pada permasalahn tertentu, membatasi kemampuan
manajer untuk mengambil tindakan yang meningkatkan kekayaan pemegang saham.
Dengan tidak adanya upaya pemegang saham untuk mengubah perilaku manajerial, biasanya akan ada
kehilangan sebagian kekayaan pemegang saham karena tindakan manajerial yang tidak pantas. Si sisi lain,
biaya keagenan akan berlebihan jika  pemegang saham berusaha untuk memastikan bahwa setiap tindakan
manajerial sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu, jumlah optimal biaya keagenan yang
harus ditanggung oleh pemegang saham harus ditentukan.
E. CARA MENGHADAPI MASALAH KEAGENAN

Ada dua posisi kunci untuk menghadapi konflik-konflik agency pemegang saham dan manager. Pada
keadaan ekstrim, manajer perusahaan bertindak sepenuhnya  berdasarkan perubahan harga saham. Dalam hal
ini, biaya agen akan rendah karena manajer memiliki insentif besar untuk memaksimalkan kesejahteraan
pemegang saham, hal tersebut tentu akan sangat sulit, oleh karena itu, dalam keadaan tersebut menyewa
manajer berbakat di bawah ikatan kontrak karena pendapatan perusahaan akan dipengaruhi oleh peristiwa
ekonomi yang tidak berada di bawah kendali manajerial. Pada keadaan ekstrim lainnya, pemegang saham dapat

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

memonitor setiap tindakan manajerial, tapi ini akan sangat mahal dan tidak efisien. Solusi optimal terletak di
antara ekstrim, di mana kompensasi eksekutif terkait dengan kinerja, tetapi beberapa pemantauan juga
dilakukan.

Dalam rangka memotivasi para manajer dan pemegang saham agar berperilaku dalam sikap yang
memajukan tujuan perusahaan, Burdett dapat memberikan rekomendasi kepada de'an direksi, yaitu:

1. Penilaian terhadap kinerja manajer dibuat dengan kontrak yang jelas sehingga memotivasi agen
bekerja dengan kepentingan terbaik principal
2. Principal memberikan pilihan rencana insentif jangka pendek dan jangka panjang dan agen diberikan
keleluasan dengan batasan yang menguntungkan kepentingan para pemegang saham.
Untuk mencegah kemungkinan terjadinya konflik atau masalah keagenan, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan, diantaranya:
1. Penyusunan Standar yang jelas mengenai siapa saja yang pantas menjadi apa baik  untuk jabatan
fungsional maupun struktural ataupun untuk posisi tertentu yang dianggap strategis dan kritis. Hal ini
harus diiringi dengan sosialisasi dan implementasi tanpa ada pengecualian yang tidak masuk akal.
2. Diadakan tes kompetensi dan kemampuan untuk mencapai suatu jabatan tertentu dengan adil dan
terbuka. Siapapun yang telah memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama dan adil untuk
8terpilih9. Terpilih artinya walaupun pejabat lain diatasnya tidak “berkenan” dengan orang tersebut,
tetapi karena ia yang terbaik  maka tidak ada alasan logis untuk menolaknya ataupun memilih yang
lain. Disinilah  peran profesionalisme dikedepankan.
3. Akuntabilitas dan Transparansi setiap “proses bisnis” dalam organisasi agar  memungkinkan
monitoring dari setiap pihak sehingga penyimpangan yang dilakukan dapat diketahui dan diberikan
sanksi tanpa kompromi. Pelaku  penyimpangan tersebut harus diumumkan pada publik dan melakukan
kontrol agar  tidak terjadi “permainan” sehingga pelaku tersebut bisa lolos dari sanksi yang sesuai.
Pelaku yang terbukti bersalah diberikan hukuman sehingga dapat menimbulkan efek jera dan bagi
yang lain agar tidak berani melakukan hal yang sama. Hal yang sama juga diperlakukan pada
pegawai/pejabat yang berprestasi, selain diberi penghargaan, juga diumumkan pada publik sehingga
dapat menjadi contoh bagi pegawai/pejabat yang lain.

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

REVIEW RISET PENELITIAN


No. : Jurnal Penelitian Ekonomi dan Bisnis, 3 (2), 2018, Hal: 101 - 109
http://www.jpeb.dinus.ac.id
Judul Penelitian : Keterkaitan Antara Corporate Social Responsibility Terhadap Manajemen
Laba : Sebuah Perspektif Teori Agency
Author : Kinasih Hayu Wikan, Melati Oktafiyani dan Lenni Yovita
Penerbit : Universitas Dian Nuswantoro, Semarang, Indonesia

Masalah Penelitian

Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR)
dengan indikator indeks Global Reporting Initiative (GRI) G4 terhadap manajemen laba dengan proksi
discretionary accruals; variabel kontrol leverage, size dan ROA?

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Corporate Social Responsibility (CSR) dengan
indikator indeks Global Reporting Initiative (GRI) G4 terhadap manajemen laba dengan proksi discretionary
accruals; variabel kontrol leverage, size dan ROA.

Landasan Teori

1. Corporate Social Responsibility


Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah sikap perusahaan
yang memegang komitmen pada stakeholders perusahaan untuk melakukan tanggung jawabnya atas
dampak operasi perusahaan. John Elkington mengembangkan sebuah konsep yang disebut sebagai triple
bottom line pada tahun 1997. Dalam triple bottom line menyatakan bahwa setiap entitas bisnis harus
menerapkan kosep 3P, dimana selain berfokus pada penciptaan laba (profit), perusahaan juga harus
memperlihatkan keterlibatannya dalam memenuhi kesejahteraan masyarakat (people) serta menjaga
kelestarian lingkungan (planet).
2. Manajemen Laba
Manajemen laba (earning management) adalah langkah-langkah bisnis para manajer untuk
merekayasa laporan keuangan dengan unsur kesengajaan dan dalam batas yang diperbolehkan oleh
prinsip-prinsip akuntansi. Langkah tersebut bertujuan untuk menyediakan informasi yang tidak benar bagi
para pemangku kepentingan (stakeholders) untuk kepentingan para manajer (Meutia, 2004). Sedikit

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

berbeda dengan Healy dan Wahlen (1999) yang memaknai manajemen laba sebagai sebuah langkah yang
dilakukan saat para manajer menggunakan keputusan tertentu dalam mendisklosur laporan keuangan dan
dengan sengaja mengubah transaksi yang berkaitan dengan laporan keuangan sehingga para pemangku
kepentingan merasa perlu mengetahui kinerja keuangan perusahaan mendapatkan informasi yang tidak
benar. Hal ini mengakibatkan terpengaruhnya keputusan stakeholder tersebut sebagai akibat dari
angka – angka akuntansi yang dilaporkan.

Hipotesis
Adapun hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
H1 : Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan variabel independen CSR, variabel dependen manajemen laba dan variabel
kontrol leverage, size dan ROA. Variabel CSR diukur dengan menggunakan pengungkapan informasi yang
disampaikan perusahaan yang dinilai dengan menggunakan indeks GRI 4. Nilai CSR diperoleh dari jumlah
item pengungkapan yang diungkapkan oleh perusahaan didalam laporan tahunannya dibagi dengan jumlah
item keseluruhan. Sampel yang digunakan sebanyak 23 perusahaan pertambangan yang terdaftar pada
Bursa Efek Indonesia pada kurun waktu 2011 – 2015. Dan menggunakan analisis regresi linier berganda.

Hasil Penelitian
Hasil uji simultan (uji F) menunjukkan nilai signifikansi F sebesar 0,000. Hal tersebut berarti bahwa
model pengujian regresi dengan menggunakan variabel independen csr, leverage, size dan ROA dan
variabel dependen manajemen laba (DA) dapat dikatakan fit. Angka ketergantungan dari nilai keseleuruhan
variabel bebas terhadap variabel terikat adalah sebesar 35,1%. Nilai ini dikatakan nilai yang cukup rendah
untuk menjelaskan hubungan antara variabel independen dan variabel dpenden yang digunakan dalam
pengujian. Sehingga dapat diduga bahwa, ada variabel indpenden lain yang nilainya lebih dapat
menjelaskan tentang variabel dependen Discretionary Accrual.
Hasil uji parsial dalam penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada pengaruh dari Variabel CSR
terhadap manajemen laba, sehingga hasil studi ini menolak H1.Akan tetapi dari ketiga variabel kontrol
leverage, size, dan ROA, hanya ROA yang menunjukkan adanya pengaruh terhadap manajamen laba,
sedangkan leverage dan size tidak.
Pengungkapan informasi mengenai aktivitas tanggung jawab sosial perusahaan (CSRD) diukur dengan

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

menggunakan Index Global Reporting Initiative (GRI) G4 yang terdiri dari 91 aspek. Dari beberapa aspek
yang terdapat dalam panduan pelaporan GRI 4, ditemukan bahwa baru sedikit aspek yang diungkapkan
oleh perusahaan – perusahaan di Indonesia. Dalam kaitannya dengan manajemen laba, semua aspek
tersebut sangatlah wajib diungkapkan karena perusahaan berusaha untuk mendapatkan citra positif dari
masyarakat. Dari kategori ekonomi misalnya, aspek keberadaan pasar sangat sedikit diungkapkan.
Sedikitnya pengungkapan yang dilakukan ini dikarenakan tidak adanya aturan yang mengatur dengan jelas
apa saja yang harus diungkapkan oleh perusahaan.
Penelitian ini mendukung penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Arief dan Ardiyanto (2014) yang
berpendapat bahwa pengungkapan CSR tidak memiliki pengaruh terhadap manajemen laba (DAC).
Manajemen laba dilakukan melalui pengelolaan akrual laporan keuangan perusahaan, yang dilakukan
dengan menaikkan atau menurunkan laba. Manajer yang memiliki self-interest terhadap perusahaan
umumnya mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan keuntungan melalui pelaksanaan dan
pengungkapan CSR demi mendapatkan pengakuan atas prestasi pribadi manajer. Namun, hasil penelitian
ini tidak menunjukkan adanya dukungan atas hubungan empiris antara pengungkapan CSR dengan
tindakan manajemen laba manajer perusahaan.
Hasil pengujian terhadap variabel kontrol yaitu leverage, size dan ROA, menunjukkan bahwa hanya
ROA satu-satunya yang berpengaruh terhadap manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa ketika
perusahaan semakin dapat menciptakan laba yang tinggi melalui aset yang dimilikinya, maka semakin tinggi
kemungkinan perusahaan untuk melakukan manajemen laba dengan meningkatkan laba yang dilaporkan.

Kesimpulan dan Riset Lanjutan


1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 23 perusahaan pertambangan yang terdaftar di
Bursa Efek Indoesia selama periode tahun 2011 – 2015, diperoleh hasil yang menunjukkan tidak adanya
keterkaitan antara aktivitas CSR yang ditunjukkan dengan besarnya pengungkapan dengan menggunakan
indeks GRI-4 dengan manajemen laba yang diukur dengan menggunakan discretionary accrual.
2. Kelemahan
Adapun kelemahan dalam penelitian ini terdapat pada hasil. hasil ini belum mampu memberikan bukti
empiris yang mampu mendukung tindakan manajemen laba manajer melalui aktivitas CSR. Penelitian ini
masih memiliki keterbatasan pada jumlah data serta alat yang dipergunakan untuk mengukur CSR,
3. Riset Lanjutan
a. Disarankan bagi penelitian selanjutnya dapat mengembangkan alat pengukuran kuantitatif untuk
menentukan ketepatan menilai CSR.
b. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan beberapa variable eksternal lainnya
c. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian dari berbagai entitas bisnis
Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)
Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)
AGENCY THEORY IN MANAGEMENT ACCOUNTING

lainnya seperti sektor perbankan, perhotelan, jasa, dagang maupun BUMN.

Sri Wahyuni Jumadi (A062221006)


Sofia (A062221012)
Sarah Alifa (A062221020)

Anda mungkin juga menyukai