Anda di halaman 1dari 8

RESUME MATA KULIAH (RMK)

ANALYSIS OF CONFLICT AND AGENCY THEORY

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Akuntansi


Dosen Pengampu: Dr. Lilik Handajani, SE., MSA, Ak., CA.

Disusun Oleh:
BAIQ NAILI AMALIA
NIM: I2F02310001

JURUSAN MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MATARAM
2024
ANALYSIS OF CONFLICT AND AGENCY THEORY

Untuk memahami kepentingan manajemen dalam laporan keuangan perlu


mempertimbangkan beberapa model dari game theory. Game theory memodelkan dan
memprediksi akibat dari konflik antara individu yang rasional. Economic Consequences
ditandai dengan konflik, dan perlu memperimbangkan juga dengan agency theory karena
versi game theory memodelkan pengontrakan antara dua atau lebih pihak. Dua kontrak
penting yang tergantung pada laba bersih adalah kontrak antara hubungan kerja
(employment) dan kontrak utang.
A. UNDERSTANDING GAME THEORY
Game Theory adalah teori permainan ekonomi (economic theory of games) atau
disingkat game theory, mendasari isu-isu dalam teori akuntansi keuangan, memodelkan
interaksi dua atau lebih pemain, interaksi sering terjadi dalam keadaan ketidakpastian dan
asimetri informasi, menggunakan asumsi dasar yaitu setiap pemain memaksimumkan
utilitas harapannya, lebih kompleks daripada teori keputusan dan teori investasi. Ada dua
tipe game theory yaitu:
a. Kooperatif, setiap pihak dapat masuk ke dalam persetujuan berikat (binding
agreement), contohnya: kartel.
b. Non-kooperatif, jika persetujuan tidak mungkin diberdayakan atas setiap anggota,
contohnya: industri ologopolistik.
B. A NON-COOPERARTIVE GAME MODEL OF MANAGER INVESTOR CONFLICT
1. A Single Period Game
Konflik antara konstituen pemakai laporan keuangan dapat dimodelkan sebagai
suatu game, selama kebutuhan keputusan dari konstituen berbeda mungkin tidak
tumpang tindih (coincide). Game theory menyediakan kerangka kerja formal bagi studi
situasi konflik antar konstituen dan memprediksi keputusan yang akan dibuat pihak
yang berkonflik. Investor membutuhkan informasi laporan keuangan relevan dan
reliable, untuk menilai harapan dan risiko investasinya. Manajer memilih menghapus
utang tertentu dari neraca, agar memudahkan meraih utang sehingga kontrak dengan
debitur juga mudah dilakukan. Game non kooperatif memodelkan situasi yang sulit
untuk mempertimbangkan persetujuan berikat antara manajer dan investor tentang
informasi khusus apa yang bisa disediakan.
2. A Trust Based Multi Period Game
Jika permainan single period diulang untuk jumlah yang tidak terbatas dari
periode, teorema rakyat menyediakan kondisi di mana solusi koperasi dapat dicapai.
Jika permainan diulangai pada periode jumlah yang terbatas, strategi pemicu juga dapat
mencapai solusi koperasi jika hukuman yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan
jika terjadi penyimpangan.
C. SOME MODELS OF COOPERATIVE GAME THEORY
1. Agency Theory: An Employement Contract Between Firm Owner and Manager
Periode pemilik-manajer contoh kontrak tunggal yang memperkenalkan banyak
konsep teori keagenan dan menggambarkan konflik moral hazard mendasar antara
pemilik dan manajer. Bagian ini juga menggambarkan bagaimana pemilik dapat
merancang kontrak kerja untuk mengendalikan moral hazard. Conntoh penggunaan
dua orang adalah perangkat pemodelan untuk menjaga hal-hal sesederahana mungkin,
manajer pemilik merupakan proxy untuk sejumlah besar investor yang sama dan
manajer dengan benturan kepentingan. Pada dasarnya, perusahaan sebagai dua individu
yang rasional dengan kepentingan yang saling bertentangan.
Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal sedangkan manajemen sebagai
agen. Agency theory mendasarkan hubungan kontrak agar anggota-anggota dalam
perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan
pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal,
sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan
perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggung jawabkan apa yang telah
diamanahkan oleh prinsipal kepadanya.
Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur
proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan
kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang
mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan atau return
maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan
menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara
prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban
yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari
prinsipal ke agen. Inti dari agency theory adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk
menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan
(Scott, 1997).
Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 asumsi yaitu:
a. Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusi menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk
meningkatkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas
(bounded rasionality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion).
b. Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi
sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymetric Information (AI) antara
prinsipal dan agen.
c. Asumsi tentang informasi
Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang
komoditi yang bisa diperjual belikan
Baik prinsipal maupuan agen keduanya mempunyai bargaining position.
Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal
perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan
mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan
menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan
keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang, dan global.
Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi wewenang
dari prinsipal selaku pemilik perusahaan.
Adanya posisi fungsi, kepentingan dan latar belakang prinsipal dan agen
yang berbeda saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak
mau dalam praktiknya akan menimbulkan petentangan dengan saling tarik menarik
pengaruh dan kepentingan antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan
sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan keputusan)
melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prinsipal dalam pengambilan
keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak transparan, sedang di
lain pihak prinsipal selaku pemilil modak bertindak semaunya atau sewenang-
wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu
keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah
pertentangan yang semkakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang
berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal
maupun agen diasumsikan sebagi orang ekonomik (homo economicus) yang
berperilaku ingin memaksimalkan kepentingan masing-masing.
Dalam konsep agency theory, manajemen sebagai agen mestinya on behalf
the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak menutup kemungkinan
manajemen hanya mementingkan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan
utilitas. Manajemen bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan
perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan
kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri,
manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan
rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan
Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya asimetric information.
Asimetric information yaitu informasi yang tidak seimbang yang
disebabkan karena adanya distribusi informasi yang tidak sama antara prinsipal dan
agen. Dalam hal ini prinsipal seharusnya memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam mengukur tingkat hasil yang diperoleh dari usaha agen, namun ternyata
informasi tentang ukuran keberhasilan yang diperoleh oleh prinsipal tidak
seluruhnya disajikan oleh agen. Akibatnya informasi yang diperoleh prinsipal
kurang lengkap sehingga tetap tidak dapat menjelaskan kinerja agen yang
sesusungguhnya dalam mengelola prinsipal yang dipercayakan kepada agen.
Akibatnya adanya informasi yang tidak seimbang (asimetri) ini, dapat
memunculkan dua permasalahan yang disebabkab adanya kesulitan prinsipal untuk
memonitor dan melakukan kontrol terhadap tindakan-tindakan agen. Jensen dan
Meckling (1976) menyatakan permasalahan tersebut adalah:
1. Moral Hazard, permasalahan yang muncul jika agen tidak melaksanakan hal-
hal yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerja.
2. Adverse Selection, suatu keadaan dimana prinsipal tidak dapat mengetahui
apakah suatu keputusan yang diambil oleh agen benar-benar didasarkan atas
informasi yang telah diperolehnya atau terjadi sebagai kelalalian dalam tugas.
Adanya agency problem tersebut menimbulkan biaya keagenan (agency
cost), yang menurut Jensen dan Meckling (1976) terdiri dari :
1. The monitoring expenditure by the principle
Biaya monitoring dikeluarkan oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen,
termasuk juga usaha untuk mengendalikan (control) perilaku agen melalui
budget restriction, compensation policies.
2. The bonding expenditure by the agent
The bonding cost dikeluarkan oleh agen untuk menjamin bahwa agen tidak akan
menggunakan tindakan tertentu yang akan merugikan prinsipal atau untuk
menjamin bahwa prinsipal akan diberi kompensasi jika ia tidak mengambil
banyak tindakan.
3. The residual loss
Penurunan tingkat kesejahteraan prinsipal maupun agen setelah adanya agency
relationship.
Ringkasan tentang asumsi dan penerapan agency theory dalam organisasi
dijelaskan pada tabel dibawah:
Asumsi Dasar dalam Agency Theory
Asumsi Manusia Homo Economicus, yang memaksimalkan utilitasnya
Model Perilaku Self Serving behavior
Fakta Penerapannya Prinsipak dan agen cenderung menerapkan tujuan
secara kaku (rigid)
Akibat yang timbul Conflict of Interest
Konsekuensi Timbul agency cost dalam mengawasi kinerja
manager/agen
Pemecahan Sharing rule antara prinsipal dan agem perlu dibuat
Reward Ekstrinsik, yaitu komoditi berwujud dan bisa
dipertukarkan dan memiliki nilai pasar yang bisa
ditukar
Asumsi Informasi Sebagai komoditi yang dapat diperjualbelikan.

D. MANAGER’S INFORMATIAN ADVANTEGE


1. Earnings Management
a. Adanya keuntungan tidak observable oleh manajer hingga periode yang akan
datang.
a) Laba bersih pada periode ini yang observable oleh kedua pihak dipandang
sebagai pesan rancu tidak bias tentang keuntungan mendatang.
b) Ketiadaan manajemen laba, dpaat meningkatkan efisiensi pengontrakan dengan
menurunkan keraguan melalui pengukuran yang ditingkatkan.
b. Prediksi positif accounting theory: manajer sering menyusun laporan keuangan
dalam manajemen laba.
a) Memungkinkan pemahaman lebih baik tentang peran laba neto sebagai ukuran
kinerja.
c. Berbagai level manajer dapat mengambil manfaat informasi berupa:
a) Informasi pra-kontrak, informasi yang berguna untuk mengetahui keuntungan
di masa akan datang.
b) Informasi pra-keputusan, setelah kontrak tetapi sebelum bertindak.
c) Informasi pasca-keputusan, informasi yang berguna untuk mempelajari laba
(yang unmanaged) sebelum dilaporkan.
d. Cara untuk mengotrol manajeman laba adalah melalui GAAP.
E. AGENCY THEORY : A BONDHOLDER MANAGER LENDING CONTRACT
Dalam kontrak utang, kreditur dikenal sebagai principal, sedangkan manajer sebagi
agen. Adapun terdapat beberapa masalah moral hazard antara kreditur dan manajer yaitu
menjadi bertindak bertentangan dengan kepentingan terbaik bagi kreditur. Kreditur
rasional akan mengantisipasi perilaku manajer tersebut dan memunculkan tingkat bunga
yang mereka minta untuk dana yang akan dipinjamkan. Selain itu manajer memiliki
insentif untuk tidak bertindak dalam bentuk yang melawan kepentingan kreditur, dimana
masalah ini dapat ditangani dengan menyisipkan perjanjian ke dalam persetujuan utang
sehingga manajer setuju untuk membatasi dividen atau pinjaman tambahan sementara
akibatnya perusahaan dapat meminjam pada tingkat bunga yang lebih rendah.
F. IMPLICATIONS OF AGENCY THEORY FOR ACCOUNTING
1. Is Two Better Than One
Dalam sebuah makalah secara luas direferensikan, Holmstrom (1979) memberikan
lanjutan dari agensi model untuk memperhitungkan ukuran yang lebih dari satu kinerja.
Holmstrom menunjukkan asalkan ukuran kedua juga dapat diamati dan menyampaikan
beberapa informasi tentang upaya manajer luar terkandung dalam ukuran pertama.
2. Rigidity of Contracts
Agency Theory mengasumsikan bahwa pengadilan memiliki kewenangan untuk
menegakkan ketentuan kontrak dan mengadili sengketa. Sedangkan pihak dalam
kontrak bisa saling bersepakat untuk mengubah ketentuan-ketentuan kontrak menyusul
realisasi tak terduga dari keadaan alam

Anda mungkin juga menyukai