Anda di halaman 1dari 154

TESIS

PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL, INDEPENDENSI,


DAN TEKANAN WAKTU TERHADAP KEMAMPUAN
AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN
DENGAN PENGALAMAN SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
(Studi pada BPK RI Perwakilan Kalimantan Timur)

THE EFFECT OF PROFESIONAL SKEPTISM,


INDEPENDENCE, AND TIME PRESSURE ON THE
AUDITOR'S ABILITY TO DETECT FRAUD WITH
EXPERIENCE AS A MODERATED VARIABLE
(Study at BPK RI Representative of East Kalimantan)

EKO EDY SUSANTO

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
TESIS

PENGARUH SKEPTISME PROFESIONAL, INDEPENDENSI,


DAN TEKANAN WAKTU TERHADAP KEMAMPUAN
AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN
DENGAN PENGALAMAN SEBAGAI
VARIABEL MODERASI
(Studi pada BPK RI Perwakilan Kalimantan Timur)

THE EFFECT OF PROFESIONAL SKEPTISM,


INDEPENDENCE, AND TIME PRESSURE ON THE
AUDITOR'S ABILITY TO DETECT FRAUD WITH
EXPERIENCE AS A MODERATED VARIABLE
(Study at BPK RI Representative of East Kalimantan)

disusun dan diajukan oleh

EKO EDY SUSANTO


A062182017

Kepada

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020

ii
v
vi
PRAKATA

ِ‫ِالر ِح ْي ِم‬
َّ ‫ِِالر ْح َم ِن‬
َّ ‫ِب ْس ِمِهللا‬

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulilahi Rabbil‘alamin, Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah

SWT atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul: Pengaruh Skeptisme Profesional,

Independensi, dan Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam

Mendeteksi Kecurangan dengan Pengalaman sebagai Variabel Moderasi

(Studi pada BPK RI Perwakilan Kalimantan Timur). Tesis ini merupakan tugas

akhir untuk mencapai gelar Magister Akuntansi (M.Ak) pada Program Pendidikan

Magister Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin.

Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bimbingan,

masukan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis

menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, SE., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekono dan

Bisnis Universitas Hasanuddin.

2. Ibu Dr. Ratna Ayu Damayanti, S.E., Ak., M.Soc,Sc., CA selaku Ketua Program

Studi Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin

atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis selama

menempuh studi hingga dapat menyelesaikan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Syarifuddin, S.E., Ak., M.Soc.,Sc.,CA selaku pembimbing I dan

bapak Dr. Syamsuddin, S.E., Ak., M.Si., CA selaku pimbimbing II yang telah

memberikan waktu, penuh kesabaran dalam membimbing, memotivasi dan

mengarahkan penulis. Arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat untuk

penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

vii
4. Bapak Prof. Dr. Arifuddin, SE., Ak.,M.Si.,CA Ibu Dr. Nirwana, SE., Ak., M.Si., CA

dan Bapak Dr. Amiruddin., SE., Ak., M.Si., CA selaku tim penguji yang telah

banyak memberikan kritik dan saran kepada penulis mulai dari proses ujian

proposal sampai pada penyelesaian tesis ini.

5. Terima kasih yang setulus-tulusnya saya sampaikan kepada ayahanda tercinta

Agus dan ibunda Sundari yang senantiasa menyertai peneliti dengan doa dan

mencurahkan segenap cinta dan kasih sayang kepada peneliti selama ini.

6. Sahabat-sahabatku terkasih pada Program Magister Akuntansi Angkatan 2018

terutama : Andi Surya Kundarah, Andi Nuraisyah Amin, Sartika, Fahmi Sahlan,

Andi Hardianti, Nurhidayah Borahima, Megawanti, Rosida Toselong, Andi Besse

Lia Riska, Eriana Marissa Firman, Fachrunnisa Binti Mursalin, Dewi Chairani

Talib, Adriyana Adevia Nuryadin, Betrix Putri Danduru, Srisetyawanie Bandaso,

dan Eka Reskyandini atas dukungan dan kebersamaan selama perkuliahan

sampai dengan penyelesaian tesis ini.

7. Seluruh dosen Magister Akuntansi dan pegawai akademik pada Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin atas semua ilmu pengetahuan yang

diberikan kepada penulis, segala bantuan selama proses perkuliahan sampai

penyelesaian tesis ini.

8. Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Terima

kasih atas semua budi baik dan dukungan yang diberikan selama ini. Semoga

Allah SWT senantiasa melimpahkan berkat dan anugrahNya atas segala

kebaikan yang diberikan kepada penulis selama ini.

Akhir kata penelitian berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat meskipun

peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan.

Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang

membangun untuk penyempurnaan tesis ini.

viii
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, 14 Agustus 2020

Peneliti,

Eko Edy Susanto

ix
ABSTRAK

EKO EDY SUSANTO. Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi, dan


Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan
dengan Pengalaman sebagai Variabel Moderasi (Studi pada BPK RI Perwakilan
Kalimantan Timur) (dibimbing oleh Syarifuddin dan Syamsuddin).

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh


skeptisme profesional, independensi, dan tekanan waktu terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan dengan pengalaman sebagai variabel
moderasi.

Objek penelitian adalah auditor Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan


Provinsi Kalimantan Timur. Penentuan sampel memakai Teknik Nonprobability
sampling, yaitu penelitian yang pengambilan sampel yang tidak memberikan
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel. Jumlah populasi dalam penelitian ini 35 auditor dan semua
populasi dijadikan sampel pengambilan data menggunakan kuesioner dengan
analisis data menggunakan moderated regression analysis (MRA).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, skeptisme profesional


berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan. Kedua, independensi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Ketiga, tekanan
waktu tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Keempat, pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh
skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Kelima, pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh
independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Keenam, pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh tekanan waktu
terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Kata kunci : skeptisme profesional, independensi, tekanan waktu, pengalaman,


mendeteksi kecurangan.

viii
ABSTRACT

EKO EDY SUSANTO. The Effect of Profesional Skepticism, Independence, and


Time Pressure On The Ability Auditors in Detect Fraud with Experience as a
Moderated Variabel, (study at BPK RI representative of East Kalimantan),
(supwevised dy Syarifuddin and Syamsuddin).

This study aims to test and analyze of the effects of profesional skepticism,
independence, and time pressure on the ability of auditors to detect fraud with
experience as a moderating variable.

The object of research is the auditor of the Supreme Audit Agency of the
Republic of East Kalimantan Province. Determination of the sample using the
Nonprobability sampling technique, namely research that takes a sample that
does not provide equal opportunity / opportunity for each element or member of
the population to be selected as a sample. The population in this study 35
auditors and all populations sampled data collection using a questionnaire with
data analysis using moderated regression analysis (MRA)

The results showed that: first, profesional skepticism has a positive and
significant effect on the ability of auditors to detect fraud. Second, independence
has a positive and significant effect on the ability of auditors to detect fraud.
Third, time pressure has no effect on the auditor's ability to detect fraud. Fourth,
experience strengthens in moderating the effect of profesional skepticism on the
ability of auditors to detect fraud. Fifth, experience strengthens in moderating the
effect of independence on the ability of auditors to detect fraud. Sixth, experience
strengthens in moderating the effect of time pressure on the auditor's ability to
detect fraud.

Keywords: profesional skepticism, independence, time pressure, experience,


detect fraud.

ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN ......................................................................... iv
PRAKATA ................................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................. ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................. 8
1.4 Kegunaan Penelitian ......................................................................... 9
1.5 Sistematika Penulisan ....................................................................... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 12

2.1 Tinjauan Teori dan Konsep ............................................................... 12


2.1.1 Teori Atribusi ......................................................................... 12
2.1.2 Teori Disonansi Kognitif ......................................................... 14
2.1.3 Kecurangan (fraud) ............................................................... 14
2.1.4 Segitiga Kecurangan (Fraud Triangel) .................................. 16
2.1.5 Kemampuan Mendeteksi Kecurangan .................................. 18
2.1.6 Skeptisme Profesional Auditor ............................................... 22
2.1.7 Independensi Auditor ............................................................. 26
2.1.8 Tekanan Waktu Auditor.......................................................... 28
2.1.9 Pengalaman Auditor .............................................................. 29
2.2 Tinjauan Empiris ............................................................................... 31

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS HIPOTESIS ............. 41

3.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................ 41


3.2 Hipotesis ......................................................................................... 42

BAB IV METODE PENELITIAN ................................................................ 52

4.1 Rancangan Penelitian ...................................................................... 52

x
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 53
4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ....................... 53
4.4 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 54
4.5 Metode Pengumpulan Data .............................................................. 54
4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 54
4.7 Teknik Analisis Data ......................................................................... 58
4.8 Uji Kualitas Data ............................................................................... 59
4.9 Uji Asumsi Klasik .............................................................................. 60
4.10 Metode Analisis Data ...................................................................... 61
4.11 Uji Hipotesis .................................................................................... 62

BAB V HASIL PENELITIAN ...................................................................... 64

5.1 Deskrippsi Data ................................................................................ 64


5.2 Deskripsi Variabel Penelitian ............................................................ 73
5.3 Pengujian Asumsi Klasik .................................................................. 75
5.4 Analisis Data Penelitian .................................................................... 78
5.5 Pengujian Hipotesis ......................................................................... 87

BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................ 92

6.1 Skeptisme Profesional Berpengaruh Positif terhadap


Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi kecurangan ....................... 93
6.2 Independensi Berpengaruh Positif terhadap Kemampuan Auditor
dalam Mendeteksi Kecurangan ........................................................ 94
6.3 Tekanan Waktu Berpengaruh negative terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi kecurangan ............................................. 95
6.4 Pengalaman Memperkuat dalam Memoderasi Pengaruh
Skeptisme Profesional terhadap Kemampuan Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan ................................................................... 96
6.5 Pengalaman Memperkuat dalam Memoderasi Pengaruh
independensi terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan ...................................................................................... 97
6.6 Pengalaman Memperkuat dalam Memoderasi Pengaruh
Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam
Mendeteksi Kecurangan ................................................................... 99

BAB VI PENUTUP ................................................................................... 101

7.1 kesimpulan ...................................................................................... 101


7.2 implikasi ........................................................................................... 103
7.3 keterbatasan Penelitian .................................................................... 103
7.4 saran ................................................................................................ 104

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 106

LAMPIRAN .................................................................................................. 111

xi
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Tabel Tinjauan Empiris Penelitian .................................................... 31
5.1 Tabel Tingkat Pengambilan Kuesioner ............................................. 63
5.2 Karakteristik Responden Penelitian ................................................... 64
5.3 Statistik Deskriptif ............................................................................. 65
5.4 Deskripsi Skeptisme Profesional ...................................................... 67
5.5 Deskripsi Independensi .................................................................... 68
5.6 Deskripsi Tekanan Waktu ................................................................. 69
5.7 Deskripsi Pengalaman ...................................................................... 70
5.8 Deskripsi Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan ........ 71
5.9 Rekapitulasi Pengujian Validitas ....................................................... 72
5.10 Rekapitulasi pengujian Reliabilitas ................................................... 74
5.11 Hasil Pengujian Asumsi Multikoloniearitas ........................................ 75
5.12 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda ............................................. 78
5.13 Uji Summary ..................................................................................... 79
5.14 Uji ANOVA ....................................................................................... 80
5.15 Hasil Analisis Regresi Moderasi Coefficients ................................... 81
5.16 Uji Summary ..................................................................................... 81
5.17 Uji ANOVA ....................................................................................... 82
5.18 Hasil Analisis Regresi Moderasi Coefficients ................................... 83
5.19 Uji Summary ..................................................................................... 83
5.20 Uji ANOVA ....................................................................................... 84
5.21 Hasil Analisis Regresi Moderasi Coefficients ................................... 85
5.22 Uji Summary ..................................................................................... 86
5.23 Uji ANOVA ....................................................................................... 86
6.1 Ringkasan Hasil Penelitian ............................................................... 90

xii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Gambar The Fraud Triangel Theory ............................................... 17
3.1 Gambar Kerangka Berpikir .............................................................. 41
3.2 Gambar Kerangka Konseptual ....................................................... 42
5.1 Hasil Uji Heterokedastisitas ............................................................ 77
5.2 Hasil Uji Normalitas ........................................................................ 78

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Audit adalah suatu proses untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti

secara objektif tentang kegiatan dan kebijakan ekonomi, dengan tujuan untuk

menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan dengan kriteria yang telah

ditetapkan, serta penyampaian hasilnya kepada pemakai atau yang

berkepentingan (mulyadi, 2002). BPK RI (Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia) ditunjuk sebagai auditor eksternal terhadap laporan keuangan

pemerintah, untuk pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Meskipun BPK

telah melakukan audit, masih saja ditemukan masalah dalam pengelolaan

keuangan negara.

Bedasarkan hasil audit BPK pada IHPS I tahun 2019 pada entitas

dilingkungan pemerintahan pusat, pemerintahan daerah, badan usaha milik

negara (BUMN), badan usaha milik daerah (BUMD), serta lembaga yang

mengelola keungan negara, BPK mengungkapkan dari 9.116 temuan yang

memuat 14.965 permasalahan senilai Rp.10,35 triliun, meliputi 7.236 (48%)

permasalahan kelemahan system pengendalian intern (SPI), dan 7.636 (51%)

permasalahan ketidakpatutan terhadap ketentuan peraturan perundang-

undangan, 93 (1%) dan permasalahan ketidakhematan, ketidakefesienan, dan

ketidakefektifan, dari 7.636 permasalahan ketidakpatuhan, sebanyak 4.838

(63%) dapat mengakibatkan kerugian sebesar Rp.9,68 triliun. Demikian pula

permasalahan ketidakpatuhan sebanyak 3.162 dapat mengakibatkan kerugian

1
2

sebesar Rp.2,47 triliun, selanjutnya potensi kerugian ada 502 permasalahan

sebesar Rp.1,31 trilliun, serta permasalahan kekurangan penerimaan sebanyak

1.174 sebesar Rp.5,90 triliun (IHPS I Tahun 2019).

Fenomena yang pernah terjadi yaitu kasus Rumah Sakit Sumber Waras,

Gubernur DKI Jakarta Basuki Thahaja Purnama berbeda pendapat dengan BPK

terkait hasil audit dengan pembelian 3,6 hektar lahan Rumah Sakit Sumber

Waras pada anggaran pendapatan belanja daerah perubahan (APBD-P) 2014

(Aziza, 2016). Basuki Thahja Purnama selanjutnya juga mengungkit kebiasaan

BPK yang memberikan penilaian Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) kepada

pemerintah daerah, namun beberapa kepala daerahnya terbukti korupsi, dan

hasil audit BPK itu dijadikan dasar oleh KPK dan penegak hukum lainnya

sebagai dasar penyidikan kasus-kasus korupsi (Cotseurani, 2016).

BPK RI Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur telah memberikan opini atas

LKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur Tahun

Anggaran 2018 tedapat 9 Kabupaten/Kota mendapatkan opini WTP dan 1

Kabupaten yang mendapatkan WDP. Berdasarkan laporan Polda Kalimantan

Timur sepanjang tahun 2019 tercatat sebanyak 13 kasus korupsi, dengan

kerugian negara sebesar Rp.59 miliar, dan hanya saja semua ke-13 kasus

korupsi tersebut belum ada yang masuk ke ranah pengadilan dan semuanya

masih dalam proses penyelidikan dan penyidikan oleh pihak kepolisian Polda

Kalimantan Timur. Dengan adanya temuan korupsi ketika BPK memberikan opini

WTP kepada 90% Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Timur menunjukkan

bahwa hasil audit yang dilakukan oleh BPK belum mampu mendeteksi

kecurangan (fraud) dengan baik.


3

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan merupakan kualitas

dari seseorang auditor dalam menjelaskan adanya temuan dalam melaksanakan

tugasnya. Kemampuan ini didukung oleh kemampuan auditor untuk memahami

dan mengerti kecurangan, jenis, karakteristik, serta cara untuk mendeteksinya.

Kemampuan mendeteksi kecurangan diartikan sebagai sebuah kecakapan atau

keahlian yang dimiliki auditor untuk menemukan indikasi mengenai fraud.

Menurut Kumaat (2011) mendeteksi kecurangan adalah upaya yang dilakukan

oleh seorang auditor untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai

kecurangan, serta membuat ruang gerak dari perilaku kecurangan semakin

sempit. Sedangkan Nasution dan Fitriany (2012), menganggap bahwa

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sebenarnya menunjukkan

kualitas diri dari seorang auditor. Kualitas diri auditor dalam menjelaskan adanya

kekurangwajaran suatu laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan

maupun organisasi dengan mengidentifikasi dan membuktikan kecurangan

(fraud) yang terjadi.

Beberapa penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan faktor-faktor yang

berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan telah

mengungkap beberapa determinan. Penelitian yang dilakukan oleh (Larasati dan

Puspitasi, 2019) dengan menggunakan kerangka fraud diamond theory untuk

sebagai dasar menjelaskan praktik pengungkapan terjadinya fraud.

Skeptisme profesional yang dimiliki oleh auditor akan meningkatkan

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). ISA No.200

disebutkan bahwa sikap skeptisme profesional auditor membuat penaksiran yang

kritis (critical assessment), dengan pemikiran yang penuh dengan pertanyaan

(questioning mind) terhadap bukti audit dan validitas data yang diperoleh,
4

waspada terhadap bukti-bukti audit yang bersifat kontradiksi atau menyebabkan

pertanyaan sehubungan dengan reabilitas dan dokumen, memberikan

tanggapan terhadap pertanyaan dan informasi lain yang diperoleh oleh pihak

yang berhubungan (IFAC, 2004). Sikap skeptisme yang tinggi maka membuat

auditor semakin tinggi mendeteksi kecurangan, dan memiliki keinginan yang

besar dalam menguak informasi yang lebih banyak dan jelas terkait tentang

fraud, dengan tidak adanya skeptisme profesional dalam diri seorang auditor

maka fraud cenderung akan diabaikan karena fraud disembunyikan oleh pelaku

yang berintelektual yang tinggi ACFE (Larasati dan Puspitasari, 2019). Auditor

dihadapkan dengan berbagai macam jenis gejala penipuan untuk mengevaluasi

apakah tingkat skeptisme yang lebih tinggi meningkatkan keinginan untuk

mencari fakta tambahan dan berpotensi mengarah pada peningkatan deteksi

penipuan (Fullerton dan Durtschi, 2004).

Variabel skeptisme profesional merepresentasikan pada disonansi kognitif.

Dalam hal ini bahwa dalam diri manusia pada dasarnya menyukai konsistensi,

oleh karena itu manusia cenderung mengambil sikap yang tidak bertentangan

dengan satu sama lain dan menghindari melakukan tindakan yang tidak sesuai

dengan sikapnya. Dalam kaitannya dengan penelitian ini teori disonansi kognitif

dapat membantu menjelaskan bagaimana sikap skeptisme profesional auditor

terjadi dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan.

Penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Helmayunita (2018), Irawan dkk

(2018), serta Larasati dan puspitasari (2019) menemukan bahwa skeptisme

profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Sedangkan yang dilakukan oleh Rahayu dan Gundono (2016) serta

Ranu dan Merawati (2017) yang menemukan hasil yang berbeda bahwa
5

skeptisme profesional tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

Selain harus menerapkan sikap skeptisme profesional auditor dituntut juga

untuk memiliki sikap independensi yang tinggi dan memelihara objektivitas

profesionalnya. Seorang auditor yang memiliki sikap independensi, dalam setiap

proses pemeriksaan audit tidak akan mempedulikan adanya gangguan, ataupun

tekanan dari pihak manapun, maka auditor tersebut memliki integritas yang tinggi

(Hartan dan Waluyo, 2016). Auditor dapat melakukan pendeteksian kecurangan

karena, independensi melekat dalam diri seorang auditor (Sofie dan Nugroho,

2018). Dimana salah satu indikasi kualitas audit yang baik jika kecurangan yang

ada dalam audit tersebut dapat ditemukan atau terdeteksi. Karena dari hasil audit

yang berkualitas bisa dijadikan sebagai sumber informasi yang dapat dipercaya

oleh para pengguna hasil pemeriksaan (Alim, 2007). Namun jika seorang auditor

memiliki independensi yang rendah maka kemampuannya dalam mendeteksi

kecurangan akan rendah. Sikap yang memiliki keberpihakan maka akan

mendorong seorang auditor untuk mengabaikan temuan-temuan audit yang

mengarah pada pengungkapan kecurangan. Dampak dari seorang auditor jika

tidak melakukan atau menjaga independensinya, maka akan menghasilkan

laporan audit yang tidak sesuai kenyataan atau tidak objektif (Wiguna, 2014;

Adnyani, dkk, 2014; Ramadhany, 2015; Andriyanti dan Latrini, 2019).

Penelitian yang dilakukan oleh Andiyanti dan Latrini (2019), Purba dan

Nuryanto (2019), serta Hartan dan Waluyo (2016) menemukan bahwa

independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Larasati dan Puspitasari


6

(2019) serta Fransisco dkk (2019) menemukan hasil yang berbeda bahwa

independensi tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

Penelitian Sari dan Helmayunita (2018) dijadikan rujukan dalam penelitian

ini dengan variabel yang berbeda yaitu beban kerja diubah menjadi variabel

tekanan waktu. Alasannya, karena dengan tingginya tekanan waktu bagi auditor

maka waktu yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan sangat minim

sehingga kemampuan auditor dalam mendekteksi kecurangan akan menurun.

Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian Anggriawan (2014) menyatakan bahwa

tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Selaras dengan penelitian Koroy (2008) seorang auditor

yang bekerja dalam tekanan waktu yang tinggi akan mengakibatkan kurangnya

sensitif dalam mendeteksi kecurangan dikarenakan auditor akan lebih fokus

dalam menyelesaikan pekerjaannya daripada mendeteksi sebab-sebab

kecurangan.

Namun dari penelitian Molina dan Wulandari (2018), tekanan waktu mampu

dalam mendeteksi kecurangan, yang artinya semakin tinggi tekanan waktu yang

diberikan kepada seorang auditor, maka akan semakin tinggi pula kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Fenomena tersebut memperlihatkan

bahwa seorang auditor harus mampu beradaptasi dengan tekanan waktu yang

ada, sehingga tekanan waktu tersebut justru meningkatkan kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan yang terjadi.

Faktor pengalaman memegang peran penting bagi auditor agar dapat

mendeteksi kecurangan, karena pengalaman yang lebih akan menghasilkan

pengetahuan yang lebih (Putri dan Dandi, 2002). Auditor yang berpengalaman
7

akan memiliki tingkat kemampuan yang lebih tinggi dalam mendeteksi

kecurangan, serta memiliki sensitifitas terhadap kekeliruan yang lebih tinggi

sehingga dengan pengalamannya tersebut auditor dapat menilai informasi-

informasi dan bukti-bukti yang relevan dalam membantu auditor menyelesaikan

tugas-tugasnya. Oleh karena itu, pengalaman dapat dijadikan variabel moderasi

untuk melihat hubungan antara variabel bebas terhadap variabek terikat. Lebih

lanjut, dengan jam terbang yang tinggi seorang auditor biasa menemukan fraud

dan lebih teliti dalam mendeteksi fraud dibandingkan dengan auditor dengan jam

terbang yang rendah (Nasution dan Fitriany, 2012) (Kushasyandita, 2012)

(Muchlis, Zulbahridar, dan Natariasari, 2015) (Iriawan, Rispantyo dan Astuti,

2018) (Sari dan Helmayunita, 2018). Deis dan Giroux (1992), menjelaskan

bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan

teknis setiap auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada

independensi seoranag auditor.

Pengunaan pengalaman sebagai variabel moderasi terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan merujuk pada penelitian Naya dan Yanti

(2020) berpendapat bahwa jika seorang auditor dengan tingkat pengalaman

yang tinggi dapat memperkuat kemmampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, begitupula sebaliknya dengan pengalaman yang rendah maka akan

memperlemah kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Alasan peneliti ingin meneliti kembali kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan karena, berdasarkan uraian diatas dengan banyaknya

hasil penelitian yang belum konsisten sehingga memotivasi peneliti untuk

melakukan penelitian kembali dengan mengenai “Pengaruh Skeptisme


8

Profesional, Independensi, dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor

dalam Mendeteksi Kecurangan dengan Pengalaman sebagai Variabel Moderasi”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan kemampuan auditor dalam melakukan pendeteksian

kecurangan diharapkan dapat menjadi salah satu upaya untuk menekan dan

bahkan menjadi senjata untuk meredam tindakan para pejabat atau oknum

terkait yang menyalahi aturan, melanggar hukum, menyalahgunakan wewenang

sebagai pejabat negara yang seharusnya mengayomi masyarakat namun justru

melakukan tindakan yang merugikan negara. Maka pertanyaan dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Apakah skeptisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan?

2. Apakah independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan?

3. Apakah tekanan waktu berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan?

4. Apakah pengalaman memoderasi pengaruh skeptisme profesional

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?

5. Apakah pengalaman memoderasi pengaruh independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?

6. Apakah pengalaman memoderasi pengaruh tekanan waktu terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan?

1.3 Tujuan Penelitian


9

Berdasarkan uraian dari berbagai macam sumber referensi dan penelitian

yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, maka tujuan dari penelitian ini

untuk menguji dan menganalisis:

1. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh skeptisme profesional terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

3. Untuk menguji dan menganalisis pengaruh tekanan waktu terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

4. Untuk menguji dan menganalisis pengalaman dalam memoderasi

pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

5. Untuk menguji dan menganalisis pengalaman dalam memoderasi

pengaruh independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

6. Untuk menguji dan menganalisis pengalaman dalam memoderasi

pengaruh tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoretis

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bukti empiris mengenai bagaimana

prosedur audit, pengalaman audit seorang auditor pemerintah dan independensi

dalam penelitian ini yang sebagai variabel moderasi yang memengaruhi

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, kemudian hasil penelitian ini


10

dapat menjadi referensi dan menyediakan ruang ilmiah bagi penelitian lanjutan

mengenai kemampuan mendeteksi kecurangan dalam berbagai macam instansi.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pihak Badan Pengawasan

Keuangan (BPK RI) Perwakilan Kalimantan Timur sebagai bahan pertimbangan

dalam peningkatan mutu dan kualitas auditor demi menekan tingkat kecurangan

yang terjadi di sektor pemerintahan dalam memaksimalkan perannya sebagai

auditor eksternal pemerintah dimasa yang akan datang. Selain itu penelitian

inipun diharapkan menjadi bahan referensi untuk penelitian selanjutnya sebagai

kontribusi untuk pengembangan ilmu akuntansi khususnya dibidang auditor

eksternal pemerintah.

1.5 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun berdasarkan pedoman penulisan tesis dan disertasi

yang telah ditulis oleh Program Magister dan Doktor Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Hasanuddin, 2013 yang digunakan untuk lebih memahami

masalah dalam penelitian ini.

Bab I Pendahuluan. Bab ini berisi tentang latar belakang, rumusan

masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan terkait

judul usulan penelitian ini.

Bab II Tinjauan Pustaka, Bab ini menguraikan teori yang menjadi dasar

dalam proses meneliti. Peneliti mengkaji berbagai sumber yang berkaitan dengan

judul untuk dijadikan sebagai acuan merumuskan hipotesis, kemudian


11

digambarkan dalam kerangka pikir berupa alur penelitian yang akan dilakukan

peneliti.

Bab III Kerangka Konseptuan dan Hipotesis, Bab ini menguraikan kerangka

pemikiran teoritis dan penurunan hipotesis penelitian. Bab ini menjelaskan

perumusan hipotesis berdasarkan konsep penurunan logis.

Bab IV Metode Penelitian, menguraikan rancangan penelitian, waktu

penelitian, populasi, sampel, dan teknik pengambilan sampel, jenis dan sumber

data, variabel penelitian dan definisi operasional, instrumen penelitian, teknik

analisis data dan menjelaskan teknik pengolahan data yang digunakan hingga

penggunaan analisis yang digunakan peneliti.

Bab V Hasil penelitian, menguraikan deskripsi data penelitian dan

menyajikan hasil pengolahan data.

Bab VI Pembahasan, bab ini menguraikan pembahasan dari tiap variabel

atas hasil penelitian berkenaan dengan rumusan masalah dan hipotesis yang

telah dirumuskan kemudian dibandingkan dengan tujuan penelitian beserta teori

yang mendasari.

Bab VII Penutup, menguraikan kesimpulan, implikasi, keterbatasan

penelitian dan saran yang berkaitan dengan penelitian.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori dan Konsep

2.1.1 Teori Atribusi

Heider (1958) menyatakan perilaku individu dapat dijelaskan dengan teori

atribusi. Heider mengembangkan teori ini dengan memberikan argumentasi

bahwa kombinasi dari internal (internal forces) dan kekuatan eksternal (external

forces) yang menentukan perilaku suatu individu. Kinerja serta perilaku

seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuannya secara personal yang berasal

dari kekuatan internal yang dimiliki oleh seseorang misalnya seperti sifat,

karakter, sikap, kemampuan, keahlian maupun usaha. Sedangkan, faktor-faktor

yang berasal dari luar kendali individu merupakan kekuatan eksternal seseorang

seperti misalnya tekanan situasi, kesulitan atau keberuntungan dalam pekerjaan.

Penelitian ini menggunakan teori atribusi dengan melakukan pungujian

secara statistik untuk memperoleh bukti empiris variabel-variabel yang

mempengaruhi pendeteksian kecurangan. Auditor BPK sudah berkomitmen

untuk menunjukkan tingkat partisipasi yang tinggi dalam organisasi dan kemauan

yang lebih kuat untuk tetap bekerja, dan berkontribusi pada pencapaian audit

yang lebih baik (Syamsuddin, 2017). Baik buruknya kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan, diduga pada karakteristik dalam personal auditor

maupun dari luar personal auditor. Tidaklah mudah bagi auditor dalam

melakukan mendeteksi kecurangan (Koroy, 2008).

12
13

Selanjutnya kepribadian merupakan tingkah laku seseorang ketika

berinteraksi dengan orang lain. Terdapat dua faktor utama terbentuknya

kepribadian seseorang, dimana (1) faktor keturunan (genetik) merupakan dasar

terbentuknya kepribadian seseorang, dan (2) faktor lingkungan, dimana

berdasarkan kawasan atau tempat seseorang dibesarkan. Teori Myers Briggs

menjelaskan bahwa auditor dengan kombinasi tipe kepribadian Sensing-Thinking

(ST) dan Intuition-Thinking (NT) biasanya berpikir logis dalam mengambil

sebuah keputusan dengan mempertimbangkan seluruh fakta yang didapat untuk

mendukung keputusannya. Auditor dengan tipe kepribadian ini juga

meningkatkan tingkat pendeteksiannya ketika menemui indikasi kecurangan.

Auditor yang berpengalaman diasumsikan lebih dapat mendeteksi kecurangan

dibandingkan dengan yang kurang berpengalaman. Hal ini karena teknis maupun

psikis seseorang dibentuk oleh pengalaman yang dimiliki.

Auditor yang tidak memiliki kualifikasi terhadap profesinya, ketika bekerja

pada kantor akuntan publik cenderung memberikan dampak negatif. Auditor

yang pernah memiliki pengalaman kurang baik cenderung akan lebih berhati-hati

ketika melaksanakan audit berikutnya. Mereka biasanya mengambil sikap untuk

dapat menjalankan tugas dengan lebih baik untuk dapat mengetahui dan

menemukan serta mengungkapkan (audit finding) yang dapat meningkatkan

kualitas audit. Auditor dengan pengalaman banyak, memiliki kemampuan

mendeteksi kecurangan dalam laporan keuangan, dan dapat menjelaskan

temuannya dengan akurat, dibandingkan auditor pengalamannya kurang (Libby

dan Frederick, 1990).


14

2.1.2 Teori Disonansi Kognitif

Teori Disonansi Kognitif (Cognitive Dissonance) dikembangkangkan oleh

Leon Festinger pada tahun 1957. Teori ini mengatakan bahwa manusia pada

dasarnya menyukai konsistensi, oleh karena itu manusia akan cenderung

mengambil sikap yang tidak bertentangan dengan satu sama lain dan

menghindari melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Disonansi

artinya adanya suatu inkonsistensi. Disonansi Kognitif mempunyai arti keadaan

psikologis yang tidak menyenangkan yang timbul ketika dalam diri manusia

terjadi konflik antara dua kognisi atau konflik antara perilaku dan sikap, dalam

teori ini yang dimaksud dengan unsur kognitif adalah setiap pengetahuan, opini,

atau apa yang dipercaya orang mengenai suatu obyek, lingkungan, diri sendiri

atau perilakunya. Disonansi kognitif dapat terjadi pada unsur-unsur kognitif yang

relevan atau yang ada hubungannya satu sama lain (Festinger, 1957)

Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teori ini membantu untuk

menjelaskan bagaimana sikap skeptisme auditor jika terjadi disonansi kognitif

dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan (Noviyanti, 2008). Tingkat

kepercayaan (trust) auditor yang tinggi terhadap klien akan menurunkan tingkat

skeptisme profesionalnya, dan sebaliknya. Sedangkan pemberian penaksiran

risiko kecurang (fraud risk assessment) yang tinggi dari atasan auditor kepada

auditor akan meningkatkan skeptisme profesionalnya, dan sebaliknya.

Implementasi sikap skeptisme akan mengurangi disonansi kognitif yang dialami

oleh seorang auditor.

2.1.3 Kecurangan (Fraud)


15

Kecurangan (fraud) adalah perbuatan yang mengandung unsur

kesengajaan, menguntungkan diri sendiri atau orang lain, niat, penipuan,

penggelapan atau penyembunyian, dan penyalahgunaan kepercayaan yang

bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara ilegal yang didapat berupa

uang, barang/harta, jasa, dan tidak membayar jasa, yang dilakukan oleh satu

individu atau lebih dari pihak yang bertanggung jawab atas pegawai, tata kelola,

atau pihak ketiga. (Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, 2017).

Menurut Merriam Webster's Dictionary of Law (1996) sebagaimana dikutip

Manurung & Hadian (2013), fraud dapat diartikan sebagai:

“Any act, expression, omission, or concealment calculated to


deceive another to his or her disadvantage, specifically, a
misrepresentation or concealment with reference to some fact
material to a transaction that is made with knowledge of its falsity.
And or in reckless disregard of its truth or falsity and worth the intent
to deceive another and that is reasonably relied on by the other who
is injured thereby.”

Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), fraud

adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan

sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru

terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi

untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara

langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain.

ACFE membagi fraud dalam tiga jenis atau tipologi berdasarkan

perbuatan, yaitu:

a. Asset Misappropriation

Asset misappropriation meliputi penyalahgunaan/pencurian

aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini merupakan bentuk
16

fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang tangible

atau dapat diukur/dihitung (defined value).

b. Fraudulent Statements

Fraudulent statements atau kecurangan pelaporan meliputi

tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu

perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi

keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa

keuangan dalam penyajian laporan keuangannya untuk

memperoleh keuntungan.

c. Corruption

Korupsi merupakan bentuk fraud yang banyak terjadi di

negara negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah

dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga

faktor integritasnya masih dipertanyakan. Fraud jenis ini sering

kali tidak dapat dideteksi karena para pihak yang bekerja sama

menikmati keuntungan (simbiosis mutualisme). Termasuk di

dalamnya adalah penyalahgunaan wewenang/konflik kepentingan

(conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang tidak

sah/ilegal (illegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi

(economic extortion).

2.1.4 Segitiga Kecurangan (Fraud Triangel)

Fraud triangle theory atau teori segitiga fraud merupakan sebuah model

yang menjelaskan mengenai faktor-faktor penyebab seseorang melakukan

kecurangan. Model ini pertama kali dikemukakan oleh Cressey (1953) yang
17

mengungkapkan bahwa ada tiga komponen yang ada dalam setiap situasi fraud,

yaitu tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), rasionalisasi

(rationalization). Standar audit seperti SAS No.99 dan International Standar on

Auditing (ISA) 240 menggunakan segitiga fraud sebagai dasar untuk

menentukan keandalan yang layak dalam deteksi dan mengidentifikasi risiko

fraud bagi auditor dalam menilai risiko fraud pada audit laporan keuangan (Boyle

et al. (2015) & Ramamoorti (2008)).

Teori fraud triangle merupakan teori yang harus dimasukkan kedalam

rencana audit kecurangan. Teori ini menyatakan bahwa kecurangan terjadi karna

adanya tiga elemen seperti tekanan, kesempatan dan pembenaran. Tiga elemen

kecurangan hidup bersama pada tingkat yang berbeda di dalam organisasi dan

mempengaruhi setiap individu secara berbeda.

Proses audit harus mengidentifikasi dan memahami bagaimana kondisi

kecurangan tersebut menyebabkan kemungkinan terjadinya kecurangan yang

sebenarnya. Oleh karna itu, dibutuhkan auditor yang kompeten dalam

mendeteksi dan membuktikan terjadinya kecurangan yang sebenarnya. Teori

tersebut juga menjadi dasar bagi auditor dalam penelusurannya untuk

membuktikan suatu kecurangan yang terjadi. Auditor harus memiliki kemampuan

yang memadai untuk mengungkap suatu kecurangan. Berdasarkan hal tersebut,

maka peneliti menggunakan teori fraud triangle sebagai grand theory dalam

penelitian ini.
18

Gambar 2.1
The Fraud Triangel Theory oleh Donald Cressey (1953)

2.1.5 Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Kemampuan mendeteksi kecurangan diartikan sebagai sebuah kecakapan

atau keahlian yang dimiliki auditor untuk menemukan indikasi mengenai fraud.

Menurut Kumaat (2011) mendeteksi kecurangan adalah upaya yang dilakukan

oleh seorang auditor untuk mendapatkan indikasi awal yang cukup mengenai

kecurangan, serta membuat ruang gerak dari perilaku kecurangan semakin

sempit. Sedangkan Nasution dan Fitriany (2012), menganggap bahwa

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sebenarnya menunjukkan

kualitas diri dari seorang auditor. Yaitu kualitas diri auditor dalam menjelaskan

adanya kekurangwajaran suatu laporan keuangan yang disajikan oleh

perusahaan maupun organisasi dengan mengidentifikasi dan membuktikan

kecurangan (fraud) tersebut.

Menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) yang dikutip

dalam buku Tuanakotta (2010), pengertian fraud adalah:

Perbuatan-perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan

sengaja untuk tujuan tertentu (manipulasi atau memberikan laporan keliru

terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk

mendapatkan keuntungan pibadi ataupun kelompok secara langsung atau tidak

langsung merugikan pihak lain. Dengan demikian fraud adalah mencangkup

segala macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh

seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain, dengan saran yang

salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencangkup semua cara yang tidak
19

terduga, penuh siasat atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang

menyebabkan orang lain tertipu atau menderita kerugian.

Standar Profesional Akuntan Publik (IAPI, 2011) menjelaskan bahwa

auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan audit untuk

memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas dari

salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.

Pernyataan ini diungkapkan dalam SA Seksi 110 – Tanggung Jawab dan Fungsi

Auditor Independen.Tanggung jawab auditor eksternal dalam mendeteksi fraud

tersebut dijabarkan lebih lanjut dalam SA Seksi 316 – Pertimbangan atas

Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan. Dalam SA Seksi 317 – mengenai

unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien, dijelaskan bahwa apabila terjadi

unsur tindakan pelanggaran hukum (termasuk yang wujudnya fraud) maka

auditor akan mengumpulkan informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi

terjadinya pelanggaran dan dampak potensialnya terhadap laporan keuangan.

Dalam penelitiannya, Fullerton dan Durtschi (2004) mengatakan bahwa

mengukur sebuah kemampuan mendeteksi kecurangan dapat dilihat dari segi

fraud symptoms atau gejala-gejala kecurangan. Selanjutnya Fullerton dan

Durtschi (2004) menjelaskan 9 indikator yang digunakan untuk mengukur

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, beberapa diantaranya

digunakan sebagai indikator dalam penelitian ini. Sembilan indikator tersebut

diantaranya:

a) Budaya yang tinggi di perusahaan (Hihg fraud corporate cultures/HFCC)

1) Departemen yang memiliki banyak pertengkaran untuk posisi

kekuasaan

2) Eksekutif yang muluk dan sia-sia


20

3) Karyawan yang mengeluhkan diskriminasi

4) Eksekutif yang memiliki gaya manajemen otokratis

b) Hubungan yang dipertanyakan dengan pihak luar (Questionable

relations with outside parties/QROP)

1) Sering terjadi perubahan pada firma hukum

2) Manajemen puncak sering berbelanja untuk mendapatkan pendapat

hukum yang berbeda

3) Perubahan tak terduga auditor eksternal

c) Peluang Penipuan (Fraud Opportunities/FO)

1) Seorang karyawan yang menolak

2) Seorang manajer yang menunjukkan bahwa mendapatkan tanda

tangan persetujuan untuk semua pembelian terlalu merepotkan

3) Seorang manajer yang mempercayai pemilik bukunya untuk

melakukan semua posting, deposit, dan rekonsiliasi, karena dia telah

melakukannya selama 10 tahun

d) Gejala Pribadi (Personal Symptoms/PS)

1) Karyawan yang menjadi sangat curiga

2) Seorang karyawan yang telah meningkatkan kebiasaan merokoknya

3) Seorang karyawan yang tiba-tiba tersinggung dan tidak rasional

4) Seorang asisten administrasi mengatakan bahwa dia membawa

valium untuk menenangkan sarafnya

e) Rasionalisasi Pribadi (Personal Rationalizations /PR)

1) Karyawan yang sangat kritis terhadap perusahaan

2) Seorang manajer yang banyak mengeluh tentang gaji rendahnya


21

3) Seorang karyawan yang mengeluh bahwa atasannya kelebihan

pembayaran

4) Seorang manajer yang mendengar mengatakan bahwa dia memberi

lebih banyak kepada perusahaan daripada yang diberikan kepadanya

5) Seorang manajer yang merasa tertipu karena tidak dipromosikan

6) Seorang karyawan yang mengeluh bahwa kebijakan perusahaan

mengenai kenaikan gaji tidak adil

7) Seorang karyawan yang merasa karyanya selalu undervalued

f) Indikator Demografis (Demographic Indicators/DI)

1) Seorang manajer baru saja mulai menghadiri gereja Anda

2) Seorang eksekutif puncak baru saja menyelesaikan MBA-nya

3) Seorang manajer yang adalah pelatih baseball putra Anda

4) Seorang manajer yang mengadopsi tiga anak minoritas

g) Indikator Praktik Akuntansi (Accounting Practice Indicators/API)

1) Pengendali membuat banyak entri penyesuaian minggu sebelum

auditor eksternal tiba

2) Ada penyesuaian besar untuk memperbaiki akun persediaan

setelah hitungan fisik akhir

3) Seorang manajer berkomentar tentang seberapa sering uang

kecil tersebut diisi ulang

4) Auditor tidak dapat menemukan beberapa faktur untuk

pembelian di bawah $ 500

h) Indikator Laporan Keuangan (Financial Statement Indicators /FSI)

1) Ada sejumlah piutang yang tidak biasa yang dihapusbukukan


22

2) Beban administrasi lain-lain meningkat sekitar 40 persen untuk tahun

ini, dengan penurunan penjualan yang sesuai

3) Direktur pemasaran memiliki penjelasan yang lemah mengapa biaya

iklan hampir dua kali lipat dalam satu tahun terakhir

4) Margin kotor pada kuartal terakhir turun sekitar 20 persen

i) Situasi Penipuan Netral (Neutral Fraud Situations /NFS)

1) Karyawan yang membual tentang kenyamanan lingkungan

tempat kerjanya

2) Seorang karyawan yang suka bekerja dalam tim

3) Karyawan yang diberi penghargaan untuk merancang produk

baru

4) Departemen dimana pemberdayaan pekerja lini didorong

2.1.6 Skeptisme Profesional Auditor

Oxford Advance Learner‟s Dictionary mendefenisikan sceptic sebagai

person who usually doubts that a statement, claim, etc is true. Dalam literatur

filsafat, Kurtz (1992) meringkaskan skpetisme profesional sebagai berikut:

“…skeptikos means „to consider, examine‟; skeptic means „inquiry‟


and „doubt‟… Skeptics always bid those overwhelmed by Absolute
Truth or Special Vitue to pause. They ask, “What do you mean?” –
seeking clarification adan definition – and “Why do you believe what
you do?” – demanding reasons, evidence, justification, or proof…
They say, “Show me”… Skepticks wish to examine all sides of a
question; and for every argument in favor of a thesis, they can usually
find one or more arguments opposed to it.”
Standar Profesional Akuntan Publik SA Seksi 230 PSA No. 4

mendefenisikan skeptisme profesional sebagai sikap yang mencakup pikiran

yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis bukti audit.

Auditor tidak boleh menganggap bahwa manajemen adalah tidak jujur, namun
23

tidak boleh pula menganggap bahwa kejujuran manajemen tidak dipertanyakan

lagi. Dengan demikian, auditor tidak diperbolehkan merasa puas dengan bukti-

bukti yang kurang persuasif karena keyakinannya atas kejujuran manajemen.

Skeptisme profesional harus dimiliki oleh semua auditor terlebih lagi ketika

melakukan proses audit. Dalam IAI 2000, SA Sekasi 230; AICPA 2002, AU 230

yang dikutip pada penelitian (Noviyanti, 2008) menjelaskan setiap auditor dituntut

memiliki sikap skeptisme profesional terutama saat memperoleh dan

mengevaluasi bukti audit. Auditor tidak boleh mengasumsikan begitu saja

manajemen adalah tidak jujur. Pada ISA No. 200 (IFAC 2004) menjelaskan

bahwa auditor harus merencanakan dan melaksanakan audit dengan sikap

skeptisme profesional, dengan mengakui bahwa ada kemungkinan terjadinya

salah saji dalam laporan keuangan.

Dalam penelitiannya Noviyanti (2008) juga mengatakan hal yang sama,

dikarenakan adanya kemungkinan salah saji dalam laporan keuangan, maka

seorang auditor harus menerapkan sikap skeptisme profesional dengan tidak

mudah menerima begitu saja penjelasan klien, namun akan memberikan

pertanyaan untuk mendapatkan alasan, bukti serta konfirmasi tentang objek yang

dipermasalahkan. Jika tidak menerapkan sikap skeptisme profesional, auditor

mungkin hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh eror bukan

oleh kecurangan.

Hurtt, Eining, dan Plumlee (2003) menyajikan model teoritis skeptisisme

profesional didasarkan pada filosofi skeptisisme dan literatur akuntansi

profesional. Mereka memodelkan skeptisisme profesional sebagai konstruksi

multi-dimensi dengan enam karakteristik. Untuk mengukur tinggi atau rendahnya


24

tingkat skeptisme profesional seorang auditor digunakan enam indikator yang

diantaranya sebagai berikut:

1) Karakteristik yang berkaitan dengan pengujian bukti audit

a) Questioning mind (pola pikir yang selalu bertanya tanya)

Questioning mind merupakan karakter skeptisme seseorang dalam

mempertanyakan alasan, penyesuasian dan pembuktian akan suatu

objek.

Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu :

1. Auditor menolak suatu pernyataan atau statement tanpa

pembuktian yang jelas.

2. Memberikan pertanyaan untuk pembuktian suatu objek tertentu

kepada auditor yang lain.

3. Auditor memiliki kemampuan dalam mendeteksi kecurangan.

b) Suspension of judgment (penundaan pengambilan keputusan)

Suspension of judgment merupakan karakter skeptisme yang

mengindikasikan seseorang untuk membutuhkan waktu lebih lama

dalam membuat keputusan yang matang serta menambahkan

informasi untuk mendukung pertimbangan tersebut. Karakter

skeptimes ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu :

1. Membutuhkan informasi yang lebih untuk membuat keputusan.

2. Tidak secara terburu-buru dalam pengambilan keputusan.

3. Tidak akan membuat keputusan jika informasi belum valid.

c) Search for knowledge (mencari pengetahuan)


25

Search for knowledge merupakan karakter skeptisme seseorang

yang didasari oleh rasa ingin tahu. Karakter skeptisme ini dibentuk

dari beberapa indikator, yaitu:

1. Berusaha mencari dan menemukan informasi yang baru.

2. Menyenangkan bila menemukan informasi yang baru.

3. Menyenangkan bila dapat membuktikan informasi baru tersebut.

2) Karakteristik yang berkaitan dengan pemahaman bukti audit

a) Interpersonal understanding (pemahaman interpersonal)

Interpersonal understanding merupakan karakter skeptisme

seseorang yang dibentuk dari pemahaman tujuan, motivasi serta

integritas dari penyedia suatu informasi.

Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa indikator, yaitu:

1. Berusaha untuk memahami perilaku orang lain.

2. Berusaha untuk memahami alasan seseorang berperilaku

demikian.

3) Karakteristik yang berkaitan dengan inisiatif seseorang untuk bersikap

skeptisme berdasarkan bukti audit yang diperoleh

a) Self confidence (percaya diri)

Self confidence merupakan karakter skeptisme seseorang untuk

percaya diri secara profesional dalam bertindak terhadap bukti yang

sudah dikumpulkan. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa

indikator, yaitu:

1. Mempertimbangkan penjelasan dari orang lain.

2. Memecahkan informasi yang tidak konsisten.

b) Self determination (keteguhan hati)


26

Self determination merupakan karakter skeptisme seseorang dalam

menyimpulkan secara objektif terhadap bukti yang 28 sudah

dikumpulkan. Karakter skeptisme ini dibentuk dari beberapa

indikator, yaitu:

1. Tidak akan secara langsung menerima ataupun membenarkan

pernyataan dari orang lain.

2. Tidak mudah untuk dipengaruhi oleh orang lain terhadap suatu

hal.

2.1.7 Independensi Auditor

Independensi pada dasarnya merupakan bagian dari etika profesional yang

harus dimiliki oleh seorang auditor. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang

menyatakan bahwa APIP dalam melaksanakan tugasnya harus independen dan

objektif. Tidak jauh berbeda, Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan

Aparatur Negara Nomor: PER/05/M.PAN/03/2008 juga menegaskan bahwa APIP

harus independen dan objektif agar kinerjanya lebih baik lagi. Konsep

independensi berkaitan dengan independensi pada diri pribadi auditor secara

individual (practitioner-independence), dan independensi pada seluruh auditor

secara bersama-sama dalam profesi (profession-independence). Sedangkan

komponen dari independensi tersebut terdiri dari independensi dalam program

audit, independensi dalam verifikasi dan independensi dalam pelaporan. Menurut

AAIPI (2013), independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam

kemampuan aktivitas audit intern untuk melaksanakan tanggung jawab audit


27

intern secara objektif. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada

tingkat individu auditor, penugasan audit intern, fungsional, dan organisasi.

Independensi juga dapat diartikan sebagai sikap seorang auditor yang tidak

memiliki kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugas audit, karena bersikap

independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap

mental dan penampilan obyektif auditor dalam melaksanakan tugas audit. Oleh

karena itu, sikap mental tersebut harus senantiasa dijaga untuk menghasilkan

suatu pemeriksaan yang baik. Meskipun pada kenyataannya prinsip independen

ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan, namun auditor dan auditee harus selalu

berusaha menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat

tercapai,karena tanpa independensi, tujuan audit tidak dapat diwujudkan secara

optimal.

Sikap yang terbebas dari pengaruh dan tidak tergantung serta tidak

dikendalikan oleh pihak lain dapat diartikan sebagai sikap yang independen.

Mulyadi (1998) menyatakan bahwa independensi juga berarti adanya kejujuran

yang dimiliki auditor dalam mempertimbangkan fakta serta adanya pertimbangan

yang objektif dan tidak memihak dalam diri auditor ketika merumuskan dan

menyatakan pendapatnya. Sikap independensi auditor dapat mencegah

hubungan dengan klien yang mungkin akan mengganggu obyektivitas auditor

dalam pelaksanaan tugasnya. Seorang auditor ketika tidak objektif dalam menilai

suatu laporan keuangan akan berdampak buruk bagi kualitas hasil audit dan

pemberian opini kliennya.

(Hartan, dan Waluyo, 2016) mengemukakan bahwa seorang auditor di

dalam setiap menjalankan pekerjaannya, dituntut untuk selalu bersikap

independen dari pihak manapun. Sebagai seorang auditor independensi


28

merupakan suatu sikap yang harus dimiliki, yang artinya sikap untuk tidak

memihak dalam melakukan tugas audit. Para pengguna laporan keuangan

percaya bahwa dalam melakukan tugasnya, auditor akan bersikap independen.

Sikap independensi merupakan dasar utama kepercayaan para pemakai laporan

keuangan terhadap profesi akuntan publik, di mana kejujuran seorang auditor

sangat diharapkan untuk mempertimbangkan fakta dan kebenaran di dalam

merumuskan dan menyatakan pendapat sebuah laporan keuangan dan

independensi merupakan salah satu faktor yang penting untuk menilai mutu jasa

kualitas pekerjaannya.

Untuk mengukur independensi auditor, dapat menggunakan tiga indikator,

yakni bebas dari tekanan klien, independensi dalam melakukan audit, dan

independen dalam menyampaikan laporan audit (Adnyani, dkk, 2014)

2.1.8 Tekanan Waktu Auditor

Tekanan waktu merupakan tenggat waktu yang diberikan klien kepada

auditor untuk menyeleseikan tugas auditnya. Auditor dalam tugasnya melakukan

pemeriksaan laporan keuangan tentunya akan diberikan batasan waktu oleh

klien dalam menyelesaikan tugasnya sesuai dengan perjanjian tenggat waktu

yang ditentukan. Jika melebihi batas waktu yang ditentukan auditor dianggap

telah melakukan wanprestasi (Fransisco, dkk, 2019).

Menurut Heriningsih (2002), tekanan waktu (time pressure) adalah suatu

keadaan atau kondisi dimana terjadi tekanan terhadap anggaran waktu audit

yang telah disusun dan mengakibatkan berkurangnya efisiensi dan efektifitas

audit, kepuasan kerja serta dapat meningkatkan tingkat stres seseorang.

Menurut Sososutikno (2003), tekanan anggaran waktu adalah situasi yang


29

ditunjukkan untuk auditor dalam melaksanakan efisiensi terhadap waktu yang

telah disusun atau terdapat pembataasan waktu dan anggaran yang sangat ketat

dan kaku.

Untuk mengukur tekanan waktu auditor, dapat menggunakan tiga indikator,

didefinisikan situasi yang menuntut auditor dalam melaksanakan efisiensi

terhadap waktu yang telah ditentukan. (Anggriawan, 2014)

a) Ketepatan waktu auditor

b) Lamanya waktu penyelesaian tugas audit

c) Faktor terjadinya tekanan waktu

2.1.9 Pengalaman Auditor

Pengalaman diartikan sebagai pengetahuan dan keterampilan tentang

sesuatu yang diperoleh lewat keterlibatan atau berkaitan dengannya selama

periode tertentu (Wikipedia, 2017). Pengalaman sendiri menurut Badudu (2002)

yaitu: “Pengalaman adalah sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai,

ditanggung dan sebagainya”.

Dari pengertian diatas pengalaman adalah sesuatu atau keterampilan

tentang sesuatu yang didapatkan dari kejadian yang dialami dan sudah pernah

dijalani dan dirasakan pada suatu periode waktu tertentu.

Menurut (Libby dan Frederick, 1990) menyatakan bahwa auditor yang

berpengalaman tidak hanya memiliki kemampuan untuk menentukan kekeliruan

atau kecurangan, tetapi juga memiliki kemampuan untuk memberikan penjelasan

yang lebih akurat daripada auditor yang kurang berpengalaman. Pengalaman

menjadi indikator penting bagi kualifikasi profesional seorang auditor (AU Seksi

110 paragraf 04). Dimana pengalaman audit adalah pengalaman yang diperoleh
30

oleh auditor selama melakukan proses audit laporan keuangan baik dari segi

lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah ditangani (Suraida,

2005).

Menurut Ramadhany (2015) pengalaman kerja dalam audit dapat

memperdalam dan memperluas kemampuan kerja, semakin sering auditor

melakukan pekerjaan yang sama, semakin terampil auditor dalam melakukan

pekerjaannya atau dalam mendeteksi kecurangan. Auditor yang berpengalaman

juga akan lebih paham terkait penyebab kekeliruan yang terjadi, apakah karena

murni kesalahan baik manusia atau alat ataukah kekeliruan yang disengaja.

Selain itu auditor yang telah memiliki banyak pengalaman tidak hanya akan

memiliki kemampuan untuk menemukan kekeliruan (error) atau kecurangan

(fraud) yang tidak lazim yang terdapat dalam laporan keuangan, tetapi juga

auditor tersebut dapat memberikan penjelasan yang lebih akurat terhadap

temuannya tersebut dibandingkan dengan auditor yang masih sedikit

berpengalaman (Libby dan Frederick, 1990).

Untuk mengukur pengalaman auditor, dapat menggunakan dua indikator,

yakni berapa lama bekerja sebagai auditor dan banyaknya tugas audit (Olofsson

M. Bobby Puttonen, 2011). Indikator-indikator tersebut diantaranya:

1) Lamanya Bekerja

Mulyadi (2002) menjelaskan bahwa auditor harus bekerja sebagai

akuntan publik sekurang-kurangnya selama 3 tahun. Lamanya bekerja

menjadi satu indikator dalam pengalaman auditor dijelaskan pada SK

Menkeu No. 17/PMK.01/2008 mengenai jasa akuntan publik yang

diberikan oleh akuntan publik yaitu:

“Seorang akuntan publik harus memiliki pengalaman praktik


di bidang audit umum atas laporan keuangan yang paling
31

sedikit 1000 (seribu) jam dalam 5 (lima) tahun terakhir dan


paling sedikit 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin
dan/ atau mensupervisi perikatan audit umum yang disahkan
oleh Pemimpin/Pemimpin Rekan KAP”.

2) Banyaknya Tugas

Banyaknya tugas auditor dijelaskan oleh Kalbers dan Forgaty (1993)

sebagai salah satu indikator dalam mengukur pengalaman selain

lamanya masa kerja.

Marcus dan Puttonen (2011) dalam penelitiannya mengatakan bahwa

semakin seorang auditor melakukan tugas auditnya, maka semakin

bertambah pengalaman dan pengetahuan auditor tersebut.

2.2 Tinjauan Empiris

Tinjauan Empiris penelitian ini dapat dilelizabihat pada tabel 2.1 berikut:

No. Penulis Judul Hasil


1 Fullerton dan The Effect of Hasil penelitian ini adanya hubungan
Durtschi Profesional positif antara skeptisme profesional
(2004) Skepticism on dengan kemampuan mendeteksi
The Fraud kecurangan.
Detection Skills of
Internal Auditors.
2 Nasution dan Pengaruh beban Hasil dari penelitian ini bahwa beban
Fitriany (2012) kerja, kerja berpengaruh negatif terhadap
pengalaman audit peningkatan kemampuan auditor
dan tipe dalam mendeteksi gejala-gejala
kepribadian kecurangan dan skeptisme
terhadap profesional. Pengalaman dan tipe
skeptisme kepribadian berpengaruh positif
profesional dan terhadap kemampuan auditor
kemampuan dalammendeteksi gejala-gejala
32

auditor dalam kecurangan dan skeptisme


mendeteksi profesional.
kecurangan.
3 Sofie, dan Pengaruh Skeptis Skeptisme terbukti secara empiris
Nanda Afriandi Profesional, mempengaruhi secara positif
Nugroho, 2018 Independensi, terhadap kemampuan mendeteksi
dan tekanan kecurangan.
waktu terhadap Independensi terbukti secara empiris
kemampuan mempengaruhi secara positif
auditor terhadap kemampuan mendeteksi
mendeteksi kecurangan.
kecurangan Tekanan waktu terbukti secara
empiris secara negatif
mempengaruhi kemampuan
mendeteksi kecurangan
4 Voedha Dandi, Pengaruh Beban Hasil pengujian hipotesis pertama
Kamaliah, dan Kerja, Pelatihan membuktikan bahwa variabel beban
Devi Safitri, Dan Tekanan kerja tidak berpengaruh signifkan
2017 Waktu Terhadap terhadap kemampuan auditor dalam
Kemampuan mendeteksi kecurangan.
Auditor Dalam Hasil pengujian hipotesis kedua
Mendeteksi membuktikan bahwa variabel
Kecurangan pelatihan berpengaruh signifkan
(Studi Empiris terhadap kemampuan auditor dalam
Bpk Ri mendeteksi kecurangan. Hal ini
Perwakilan menunjukkan bahwa
Provinsi Riau) Hasil pengujian hipotesis kedua
membuktikan bahwa variabel
tekanan waktu tidak berpengaruh
signifkan terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi
kecurangan.
5 Yulia Eka Sari, Pengaruh Beban Beban kerja berpengaruh negatif
33

dan Nayang Kerja, terhadap kemampuan auditor dalam


Helmayunita, Pengalaman, dan mendeteksi kecurangan.
2018 Skeptisme Pengalaman berpengaruh positif
Profesional terhadap kemampuan auditor dalam
Terhadap mendeteksi kecurangan.
Kemampuan Skeptisme profesional berpengaruh
Auditor Dalam positif terhadap kemampuan auditor
Mendeteksi dalam mendeteksi kecurangan.
Kecurangan Hasil pengujian menunjukkan bahwa
(Studi Empiris secara simultan beban kerja,
pada BPK RI pengalaman dan skeptisme
Perwakilan profesional berpengaruh terhadap
Propinsi kemampuan auditor dalam
Sumatera Barat) mendeteksi kecurangan.

6 Dwi Pengaruh Pengalaman auditor internal memiliki


Andriyanti, Pengalaman, pengaruh positif dan signifikan
dan Made Independensi, dalam mencegah kecurangan
Yenni Latrini, dan Independensi memiliki pengaruh
2019 Profesionalisme pengaruh positif dan signifikan
Auditor Internal dalam mencegah kecurangan
Dalam Mencegah Profesionalisme memiliki pengaruh
Kecurangan Pada pengaruh positif dan signifikan
Bank Perkreditan dalam mencegah kecurangan
Rakyat

7 Fauziah Pengaruh Hasil pengujian hipotesis pertama


Muchlis, Komponen secara parsial membuktikan bahwa
Zulbahridar, Keahlian variabel komponen pengetahuan
dan riska Terhadap tidak berpengaruh terhadap
Natariasari, Kemampuan kemampuan auditor dalam
2015 Auditor Dalam pendeteksian kecurangam.
Pendeteksian Hasil pengujian hipotesis kedua
34

Kecurangan secara parsial membuktikan bahwa


Pada Auditor variabel pengalaman berpengaruh
Bpkp Sumatera terhadap kemampuan auditor dalam
Barat pendeteksian kecurangan.
Hasil pengujian hipotesis ketiga
secara parsial membuktikan bahwa
variabel strategi penentuan
keputusan berpengaruh terhadap
kemampuan auditor dalam
pendeteksian kecurangan.
Hasil pengujian hipotesis keempat
secara parsial membuktikan bahwa
variable kemampuan berpikir
berpengaruh terhadap kemampuan
auditor dalam pendeteksian
kecurangan.
Hasil pengujian hipotesis pertama
secara parsial membuktikan bahwa
variabel analisis tugas tidak
berpengaruh terhadap kemampuan
auditor dalam pendeteksian
kecurangam.
Hasil pengujian hipotesis pertama
secara parsial membuktikan bahwa
variabel interpersonal skill tidak
berpengaruh terhadap kemampuan
auditor dalam pendeteksian
kecurangam.
8 Siti Rahayu, Faktor-Faktor Skeptisisma profesional secara
dan Gudono, yang statistika terbukti tidak berpengaruh
2016 Mempengaruhi positif terhadap kemampuan auditor
Kemampuan yang bekerja di BPKP Kalbar dalam
Auditor dalam pendeteksian kecurangan.
35

Pendeteksian Keahlian profesional terbukti tidak


Kecurangan: berpengaruh signifikan terhadap
Sebuah Riset kemampuan auditor dalam
Campuran pendeteksian kecurangan.
dengan Independensi Auditor terbukti
Pendekatan berpengaruh positif signifikan
Sekuensial terhadap kemampuan auditor yang
Eksplanatif bekerja di BPKP Kalbar dalam
pendeteksian kecurangan.
Pengalaman auditor yang bekerja di
BPKP secara statistika tidak
berpengaruh terhadap kemampuan
auditor yang bekerja di BPKP Kalbar
dalam pendeteksian kecurangan.
Pelatihan audit kecurangan yang
diberikan terhadap auditor di BPKP
terbukti berpengaruh positif terhadap
kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
9 Monlina, dan Pengaruh Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Safitri Pengalaman, pengalaman berpengaruh positif dan
Wulandari, Beban Kerja Dan signifikan terhadap kemampuan
2018 Tekanan Waktu auditor dalam mendeteksi
Terhadap kecurangan.
Kemampuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Auditor Dalam beban kerja berpengaruh negatif dan
Mendeteksi signifikan terhadap kemampuan
Kecurangan auditor dalam mendeteksi
kecurangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tekanan waktu berpengaruh positif
dan signifikan terhadap kemampuan
auditor dalam mendeteksi
36

kecurangan
10 Gusti Ayu Kemampuan Hal ini berarti bahwa skeptisme
Yupin Nia Mendeteksi Fraud profesional tidak berpengaruh
Ranu, dan Luh Berdasarkan terhadap kemampuan auditor dalam
Komang Skeptisme mendeteksi kecurangan
Merawat, 2017 Profesional, Hal ini berarti bahwa beban kerja
Beban Kerja, tidak berpengaruh terhadap
Pengalaman kemampuan auditor dalam
Audit Dan Tipe mendeteksi kecurangan.
Kepribadian Hal ini berarti bahwa pengalaman
Auditor audit berpengaruh positif terhadap
kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
Hal ini berarti bahwa tipe
kepribadian tidak berpengaruh
terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan.
11 Annisa Pengaruh Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Primasari, Independensi, pemahaman kondisi entitas tidak
JMV Mulyadi, Audit Tenure, memoderasi pengaruh independensi
dan Nurmala Beban Kerja, Dan terhadap kemampuan auditor
Ahmar, 2019 Tekanan Waktu mendeteksi kecurangan.
Terhadap Berdasarkan hasil penelitian,
Kemampuan variabel pemahaman kondisi entitas
Auditor Dalam terbukti memoderasi pengaruh
Mendeteksi beban kerja terhadap kemampuan
Kecurangan auditor mendeteksi kecurangan.
Dengan Variabel Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Moderasi pemahaman kondisi entitas
Pemahaman memoderasi pengaruh tekanan
Kondisi Entitas waktu terhadap kemampuan auditor
Dan Supervisi mendeteksi kecurangan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
37

supervisi tidak memoderasi


pengaruh independensi terhadap
kemampuan auditor mendeteksi
kecurangan.
Berdasarkan hasil penelitian,
variabel supervisi diketahui
memoderasi pengaruh beban kerja
terhadap kemampuan auditor
mendeteksi kecurangan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
supervisi tidak memoderasi
pengaruh tekanan waktu terhadap
kemampuan auditor mendeteksi
kecurangan
12 Rahmawati, Pengaruh Beban hal ini menunjukkan dimana variabel
dan Halim Kerja Dan beban kerja tidak berpengaruh
Usman, 2014 Pengalaman signifikan terhadap kemampuan
Auditor dalam mendeteksi kecurangan.
Mendeteksi Hal ini menunjukkan dimana variabel
Kecurangan pengalaman audit berpengaruh
signifikan terhadap kemampuan
mendeteksi kecurangan.
13 Kristian Analisis Hasil penelitian di atas
Fernando Pengaruh mengindikasikan bahwa semakin
Irawan, Pengalaman banyak pengalaman seorang auditor
Rispantyo, Audit, Beban dalam melakukan audit maka
dan Dewi Kerja, Skeptisme semakin tinggi kemampuan auditor
Saptantinah Profesional, Dan dalam mendeteksi kecurangan,
Puji Astuti, Independensi Hasil penelitian ini mengindikasikan
2018 Terhadap bahwa auditor yang memiliki beban
Kemampuan kerja yang tinggi maka kemampuan
Auditor mendeteksi kecurangan
Mendeteksi Fraud Hasil penelitian ini mengindikasikan
38

bahwa auditor yang memiliki


skeptisme profesional tinggi akan
lebih dapat mendeteksi kecurangan
Hasil penelitian mengindikasikan
bahwa auditor yang memiliki
independensi yang tinggi akan lebih
dapat mendeteksi kecurangan
14 Hasni Pengaruh pengalaman audit mempunyai
Yusrianti, Pengalaman pengaruh positif terhadap
2015 Audit, Beban pendeteksian fraud laporan
Kerja, Task keuangan auditor.
Specific beban kerja mempunyai pengaruh
Knowledge positif terhadap pendeteksian auditor
Terhadap atas fraud laporan keuangan auditor.
Pendeteksian task specific knowledge mempunyai
Kecurangan pengaruh positif terhadap
Laporan pendeteksian auditor atas fraud
Keuangan laporan keuangan auditor
pengalaman audit, beban kerja, task
specific knowledge secara simultan
mempunyai pengaruh positif
terhadap pendeteksian auditor atas
fraud laporan keuangan auditor.
15 Fransisco, Pengaruh Hasil ini menunjukkan bahwa
dkk, 2019 Kompetensi, kompetensi tidak berpengaruh
Independensi terhadap Skeptisisme
Dan Tekanan Hasil ini menunjukkan bahwa
Waktu Terhadap Independensi tidak berpengaruh
Kemampuan positif terhadap skeptisisme
Auditor Hasil ini menunjukkan bahwa
Mendeteksi Tekanan Waktu berpengaruh
Kecurangan signifikan positif terhadap
Dengan skeptisisme
39

Skeptisme Hasil ini menunjukkan bahwa


Profesional skeptisisme berpengaruh positif
Sebagai Variabel terhadap kemampuan auditor
Intervening mendeteksi fraud
Hasil ini menunjukkan bahwa nilai
kompetensi tidak berpengaruh positif
terhadap kemampuan auditor
mendeteksi fraud melalui
skeptisisme
Hasil ini menunjukkan bahwa
Independensi tidak berpengaruh
positif terhadap kemampuan auditor
mendeteksi fraud melalui skeptisme
Hasil ini menunjukkan bahwa
Tekanan Waktu berpengaruh positf
terhadap kemampuan auditor
mendeteksi fraud melalui skeptisme
16 Dewi Larasati, Pengaruh pengalaman tidak berpengaruh
dan Windhy Pengalaman, terhadap kemampuan auditor dalam
Puspitasari, Independensi, mendeteksi kecurangan
2019 Skeptisisme independensi tidak berpengaruh
Profesional terhadap kemampuan auditor dalam
Auditor, mendeteksi kecurangan
Penerapan Etika, skeptisisme profesional auditor
Dan Beban Kerja berpengaruh positif dan signifikan
Terhadap terhadap kemampuan auditor dalam
Kemampuan mendeteksi kecurangan
Auditor Dalam penerapan etika berpengaruh positif
Mendeteksi dan signifikan terhadap kemampuan
Kecurangan auditor dalam mendeteksi
kecurangan
beban kerja tidak berpengaruh
terhadap kemampuan auditor dalam
40

mendeteksi kecurangan
17 Trinanda Pengaruh Skeptisme Profesional berpengaruh
Hanum Skeptisme signifikan terhadap Kemampuan
Hartan, dan Profesional, Auditor Mendeteksi Kecurangan
Indarto Independensi Independensi berpengaruh signifikan
Waluyo, 2016 Dan Kompetensi terhadap Kemampuan Auditor
Terhadap Mendeteksi Kecurangan
Kemampuan Kompetensi berpengaruh signifikan
Auditor terhadap Kemampuan Auditor
Mendeteksi Mendeteksi Kecurangan
Kecurangan Hasil penelitian menunjukkan bahwa
(Studi Empiris terdapat pengaruh positif dan dan
Pada Inspektorat signifikan Skeptisme Profesional,
Daerah Istimewa Independensi serta Kompetensi
Yogyakarta) secara simultan terhadap
Kemampuan Auditor Mendeteksi
Kecurangan
BAB III

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori dan tinjauan empiris yang telah dijelaskan, maka

dikembangkan suatu kerangkan pemikiran yang menjadi dasar penelitian.

Pemngembangan kerangka pemikiran dijabarkan melalui dengan berikut.

Kajian Teoritis Kajian Empiris

1. Disonansi Kognitif (Leon 1. Fullerton dan Durtschi (2004)


Festinger, 1957) 2. Nasution dan Fitriany (2012)
2. Teori Atribusi (Fritz Heider, 3. Sofie, dan Nugroho, 2018
1958) 4. Dandi, dkk 2017
3. Cressey (1953)
5. Sari, dan Helmayunita, 2018
6. Andriyanti, dan Latrini, 2019
7. Muchlis, dkk 2015
8. Rahayu, dan Gudono, 2016
9. Molina, dan Wulandari, 2018
10. Ranu, dan Merawati, 2017
11. Primasari, dkk, 2019
12. Rahmawati dan, Usman 2014
13. Irawan, dkk 2018
14. Yusrianti, 2015
15. Fransisco, dkk, 2019
16. Larasati, dan Windhy, 2019
17. Hartan, dan Waluyo, 2016

Variabel Independen
- Skeptisme Profesional
- Independensi Auditor
- Tekanan Waktu
Variabel Dependen
- Kemampuan Auditor
Mendeteksi Kecurangan
Variabel Moderasi
- Pengalaman

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

41
42

Kerangka konseptual juga merupakan bagan yang menggambarkan

hubungan antara variabel-variabel dalam penelitian. Variabel yang digunakan

dalam penelitian ini yaitu variabel dependen, variabel independen, dan variabel

moderasi. Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat dilihat pada

gambar 3.2.

Skeptisme
Profesional
(X1) H1

H4 Kemampuan
Independensi Auditor dalam
H2
Auditor (X2) Mendeteksi
Kecurangan (Y)

H3 H5 H6
Tekanan Waktu
Auditor (X3)

Pengalaman
Auditor (Z)

Gambar 3.2 Kerangka Konseptual

3.2 Hipotesis

3.2.1 Pengaruh Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor

Mendeteksi Kecurangan

Skeptisme profesional (profesional skepticism) adalah sikap perilaku

(attitude) yang sarat pernyataan dalam benak (quetining mind), waspada (being
43

alert) pada keadaan-keadaan yang mengindikasi kemungkinan salah saji karena

kesalahan (error) atau kecurangan (fraud) dan penilaian yang kritis (critical

assessment) terhadap bukti (Tuanakotta, 2010).

Pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori disonansi kognitif, dimana teori

disonansi kognitif menjelaskan mengenai bahwa manusia pada dasarnya

menyukai konsistensi, oleh karena itu manusia akan cenderung mengambil sikap

yang tidak bertentangan dengan satu sama lain dan menghindari melakukan

tindakan yang tidak sesuai dengan sikapnya. Dalam kaitannya dengan penelitian

ini, teori ini membantu untuk menjelaskan bagaimana sikap skeptisme auditor

jika terjadi disonansi kognitif dalam dirinya ketika mendeteksi kecurangan.

Pendeteksian kecurangan mengharuskan audior untuk mengumpulkan

bukti-bukti yang cukup dan relevan. Auditor harus berpikir kritis dalam

pengumpulan dan pemahaman bukti-bukti audit. Tanpa menerapkan skeptisme

profesional, auditor hanya akan menemukan salah saji yang disebabkan oleh

kekeliruan saja dan sulit untuk menemukan salah saji yang disebabkan oleh

kecurangan, karena biasanya tindakan ini akan disembunyikan oleh pelakunya

(Noviyanti, 2008). Fullerton dan Durtschi (2004) telah membuktikan dalam

penelitiannya bahwa auditor dengan skeptisme yang tinggi akan meningkatkan

kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan pencarian informasi-

informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala kecurangan.

Penelitian Fullerton dan Durtschi (2004) didukung oleh penelitian Hafifah dan

Fitriany (2012), Sofie dan Nugroho (2018), Sari dan Helmayunita (2018), Irawan,

Rispatyo dan Astuti (2018), Larasati dan Puspitasari (2019), Hartan dan Waluyo

(2016), Purba dan Nuryatno (2019) yang hasil penelitiannya bahwa sikap
44

skeptisme auditor yang tinggi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

Dengan adanya sikap skeptisme profesional, seorang auditor akan lebih jeli

dalam melakukan prosedur audit, serta menganalisis setiap bukti yang ada

secara kritis. Auditor tidak akan dengan mudahnya menerima bukti dari apa yang

ada tanpa mempertanyakannya kebenarannya, hal ini bukan berarti auditor tidak

percaya kepada laporan keuangan yang ada, namun auditor melakukannya

demi meminamilisir salah saji yang ada, baik yang disebabkan oleh kekeliruan

maupun ada indikasi terjadinya kecurangan. Jika terlihat ada indikasi terjadinya

kecurangan auditor dengan skeptisme yang tinggi akan berusaha mencari bukti

adanya kecurangan tersebut. Sikap skeptisme profesional auditor ini pada

akhirnya akan membuat kualitas dari audit semakin baik, karena setiap bukti

yang ada dievaluasi, dinilai dan jika indikasi kecurangan dicarikan buktinya.

Kemampuan auditor untuk mendeteksi kecurangan jelas dipengaruhi oleh

adanya sikap ini. Berdasarkan hal tersebut sehingga dapat dirumuskan hipotesis

sebagai berikut:

H1 : Skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

3.2.2 Pengaruh Independensi Terhadap Kemampuan Mendeteksi

Kecurangan

Auditor yang yang mampu mempertahankan sikap independensinya akan

mendapatkan kepercayaan publik bahwa laporan keuangan yang diaudit bebas

dari salah saji materil,dan penekanan sikap independensi dilakukan untuk

menjaga tingkat profesionalisme auditor dalam melaksanakan audit, karena

auditor dipercaya menggunakan kejujurannya dalam mempertimbangkan fakta


45

dan tidak memihak untuk pemberian opini auditnya. Auditor juga dapat

menggunakan kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan yang ada dalam

perusahaan tanpa adanya tekanan maupun ketergantungan dari pihak eksternal

maupun internal Sofie dan Nugroho (2018).

Pengaruh independensi auditor terhadap kemampuan aditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori atribusi, dimana teori atribusi

menjelaskan mengenai perilaku seseorang yang disebabkan oleh faktor internal

atau faktor eksternal. Dalam penelitian ini independensi merupakan faktor

internal yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hal ini didukung oleh penelitian andriyanti dan latrini (2019). Independensi bisa

diartikan sikap tidak memihak, bebas dari benturan kepentingan dan obyektif

dalam melaksanakan suatu audit independensi berpengaruh penting sebagai

dasar utama auditor dipercaya oleh masyarakat umum. Jika auditor internal tidak

bisa mengambil sikap independen maka akan sulit auditor dalam upaya

mencegah kecurangan.

Dalam penelitian Hartan dan Waluyo (2016) meneliti mengenai pengaruh

independensi auditor terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan

berpengaruh positif, Purba dan Nuryatno (2019) dalam penelitian independensi

auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

berpengaruh dan kecerdasan emosional sebagai moderasi memperkuat

independensi dalam kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Berdasarkan

hal tersebut sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H2 : Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.
46

3.2.3 Pengaruh Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Mendeteksi

Kecurangan

Auditor dalam tugasnya melakukan pemeriksaan laporan keuangan

tentunya akan diberikan Batasan waktu oleh klien dalam meyelesaikan tugasnya

sesuai dengan perjanjian tenggat waktu yang ditentukan. Tekanan waktu

merupakan tenggat waktu yang diberikan klien kepada auditor yang diberikan

klien kepada auditor untuk menyelesaikan tugas auditnya. Jika melebihi batas

waktu yang ditentukan auditor dianggap telah melakukan wanprestasi Fransisco

dkk, (2019). Dengan adanya tekanan waktu auditor akan memiliki masa sibuk

yang tinggi dalam melaksanakan audit, sehingga tidak memiliki banyak waktu

untuk mengevaluasi bukti-bukti maupun asersi yang diberikan klien.

Pengaruh tekanan waktu auditor terhadap kemampuan aditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori atribusi, dimana teori atribusi

menjelaskan mengenai perilaku seseorang yang disebabkan oleh faktor internal

atau faktor eksternal. Dalam penelitian ini tekanan waktu merupakan faktor

eksternal yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Hal ini didukung oleh penelitian Anggriawan (2014) menunjukan

bahwa tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Jadi semakin tinggi tekanan waktu yang diberikan klien

kepada auditor maka akan semakin menurunkan sikap skeptisme auditor

sehingga kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan juga akan

menurun. Bedasarkan hal tersebut sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai

berikut:

H3 : Tekanan Waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.
47

3.2.4 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Skeptisme Profesional terhadap

Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Pengalaman merupakan sebagai suatu proses yang membawa seseorang

kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. suatu proses pembelajaran dan

bertambahnya potensi bertingkah laku baik dari pendidikan formal maupun

nonformal atau bisa diartikan Suatu pembelajaran juga mencakup perubahan

yang relatif tepat dari perilaku yang diakibatkan pengalaman, pemahaman dan

praktik Knoers dan Haditono (1999).

Pengaruh pengalaman auditor terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori atribusi, menyatakan perilaku

individu dapat dijelaskan dengan teori atribusi bahwa kombinasi dari internal

(internal forces) dan kekuatan eksternal (external forces) yang menentukan

perilaku suatu individu. Kinerja serta perilaku perilaku seseorang dapat

dipengaruhi oleh kemampuannya secara personal yang berasal dari kekuatan

internal yang dimiliki oleh seseorang misalnya seperti sifat, karakter, sikap,

kemampuan, keahlian maupun usaha. . Dalam penelitian ini independensi

merupakan faktor internal yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

Bagi seorang auditor pengalaman dalam melaksanakan audit, baik dari

segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.

Pengalaman auditor yang dimaksud merupakan atribut sangat penting yang

harus dimiliki seorang auditor. Artinya auditor yang semakin berpengalaman

maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan kesalahan

maupun kelalaian dalam melakukan audit, sehingga akan berdampak pada


48

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Sari dan Helmayunita,

2018).

Auditor yang berpengalaman tidak hanya memiliki pengetahuan yang lebih

akan memperlihatkan tingkat sensitifitas yang lebih tinggi terhadap informasi

yang relevan. Sehingga auditor yang memiliki pengalaman yang semakin tinggi

maka auditor memiliki kemampuan untuk mendeteksi kecurangannya akan

semakin tinggi pula Muchlis dkk, (2015), Rahayu dan Gudono (2016), Molina dan

Wulandari (2018), Ranu dan Merawati (2017), Rahmawati dan Usman (2014),

Yusrianti (2015). Selain itu pengalaman yang dimiliki auditor juga tingkat

skeptisme auditor membuat mereka bisa memperluas dan memperdalam

kemampuan seorang auditor dalam melakukan suatu pekerjaan, semakin

berpengalaman seorang auditor akan meningkatkan tingkat skeptisme dalam

melakukan pekerjaan, maka akan semakin meningkat kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Berdasarkan hal tersebut sehingga dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut:

H4 : Pengalaman memoderasi pengaruh skeptisme profesional terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

3.2.5 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Independensi terhadap

Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Auditor yang yang mampu mempertahankan sikap independensinya akan

mendapatkan kepercayaan publik bahwa laporan keuangan yang diaudit bebas

dari salah saji materil,dan penekanan sikap independensi dilakukan untuk

menjaga tingkat profesionalisme auditor dalam melaksanakan audit, karena

auditor dipercaya menggunakan kejujurannya dalam mempertimbangkan fakta

dan tidak memihak untuk pemberian opini auditnya. Auditor juga dapat
49

menggunakan kemampuannya dalam mendeteksi kecurangan yang ada dalam

perusahaan tanpa adanya tekanan maupun ketergantungan dari pihak eksternal

maupun internal Sofie dan Nugroho (2018).

Pengaruh independensi auditor terhadap kemampuan aditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori atribusi, dimana teori atribusi

menjelaskan mengenai perilaku seseorang yang disebabkan oleh faktor internal

atau faktor eksternal. Dalam penelitian ini independensi merupakan faktor

internal yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hal ini didukung oleh penelitian andriyanti dan latrini (2019). Independensi bisa

diartikan sikap tidak memihak, bebas dari benturan kepentingan dan obyektif

dalam melaksanakan suatu audit independensi berpengaruh penting sebagai

dasar utama auditor dipercaya oleh masyarakat umum. Jika auditor internal tidak

bisa mengambil sikap independen maka akan sulit auditor dalam upaya

mencegah kecurangan.

Bagi seorang auditor pengalaman dalam melaksanakan audit, baik dari

segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.

Pengalaman auditor yang dimaksud merupakan atribut sangat penting yang

harus dimiliki seorang auditor. Artinya auditor yang semakin berpengalaman

maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan kesalahan

maupun kelalaian dalam melakukan audit, sehingga akan berdampak pada

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Sari dan Helmayunita,

2018).

Dalam penelitian Hartan dan Waluyo (2016) meneliti mengenai pengaruh

independensi auditor terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan

berpengaruh positif, Purba dan Nuryatno (2019) dalam penelitian independensi


50

auditor terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

berpengaruh dan kecerdasan emosional sebagai moderasi memperkuat

independensi dalam kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Dengan

adanya pengalaman auditor yang tinggi maka akan meningkatkan independensi

di dalam diri seorang auditor, dan juga akan meningkatkan kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan Berdasarkan hal tersebut sehingga dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H5 : Pengalaman memoderasi pengaruh independensi terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

3.2.6 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Tekanan Waktu terhadap

Kemampuan Mendeteksi Kecurangan

Auditor dalam tugasnya melakukan pemeriksaan laporan keuangan

tentunya akan diberikan Batasan waktu oleh klien dalam meyelesaikan tugasnya

sesuai dengan perjanjian tenggat waktu yang ditentukan. Tekanan waktu

merupakan tenggat waktu yang diberikan klien kepada auditor yang diberikan

klien kepada auditor untuk menyelesaikan tugas auditnya. Jika melebihi batas

waktu yang ditentukan auditor dianggap telah melakukan wanprestasi Fransisco

dkk, (2019). Dengan adanya tekanan waktu auditor akan memiliki masa sibuk

yang tinggi dalam melaksanakan audit, sehingga tidak memiliki banyak waktu

untuk mengevaluasi bukti-bukti maupun asersi yang diberikan klien.

Bagi seorang auditor pengalaman dalam melaksanakan audit, baik dari

segi lamanya waktu maupun banyaknya penugasan yang pernah dilakukan.

Pengalaman auditor yang dimaksud merupakan atribut sangat penting yang

harus dimiliki seorang auditor. Artinya auditor yang semakin berpengalaman

maka akan semakin kecil kemungkinan auditor untuk melakukan kesalahan


51

maupun kelalaian dalam melakukan audit, sehingga akan berdampak pada

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Sari dan Helmayunita,

2018).

Pengaruh tekanan waktu auditor terhadap kemampuan aditor dalam

mendeteksi kecurangan didukung oleh teori atribusi, dimana teori atribusi

menjelaskan mengenai perilaku seseorang yang disebabkan oleh faktor internal

atau faktor eksternal. Dalam penelitian ini tekanan waktu merupakan faktor

eksternal yang mempengaruhi kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Hal ini didukung oleh penelitian Anggriawan (2014) menunjukan

bahwa tekanan waktu berpengaruh negative terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Jadi semakin tinggi tekanan waktu yang diberikan klien

kepada auditor maka akan semakin menurunkan sikap skeptisme auditor

sehingga kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan juga akan

menurun. Namun jika seorang auditor dalam melaksanakan tugasnya dengan

tekanan waktu yang tinggi maka akan meningkatkan pengalaman dan akan

meningkatkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Bedasarkan

hal tersebut sehingga dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H6 : Pengalaman memoderasi pengaruh tekanan waktu terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.


BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah rancangan dari struktur penelitian yang

mengarahkan proses dan hasil yang valid, objektif, efisien, dan efektif.

Rancangan penelitian ini adalah uji hipotesis (hypotheses testing). Pengertian

dari uji hipotesis adalah sebuah studi yang dideskripsikan dalam bentuk

pernyataan disertai penjelasan tentang hubungan yang diperkirakan secara logis

antara dua variabel atau lebih sehingga solusi dapat ditemukan untuk mengatasi

masalah yang dihadapi (Sekaran, 2016).

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data

primer merupakan data yang diperoleh dari penyebaran daftar pertanyaan

(kuesioner) kepada responden. Jenis data yang digunakan merupakan data yang

bersifat kuantitatif, yaitu jawaban responden berupa skor masing-masing

indikator variabel yang didapatkan dari pengisian kuesioner yang diperoleh dari

responden. Kuesioner disusun berdasarkan variabel yang telah ditentukan

dengan melampirkan beberapa alternatif jawaban. Kuesioner yang diberikan

kepada responden adalah jenis pernyataan yang bersifat tertutup. Penelitian ini

menggunakan referensi kuesioner dari penelitian-penelitan yang terdahulu.

Penelitian ini menggunakan 5 variabel, yaitu 3 variabel bebas (independent

variable), 1 variabel terikat (dependen variabel), dan 1 variabel moderasi

(moderating variable). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah skeptisme profesional, independensi auditor, dan tekanan waktu.

52
53

Penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh 3 variabel bebas dan 1 variabel

moderasi tersebut terhadap variabel terikat yaitu kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan.

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada instansi pemerintah yaitu Badan Pemeriksa

Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Kalimantan Timur. Waktu

yang digunakan untuk penelitian ini adalah 2 bulan yaitu pada bulan Februari

sampai dengan bulan Maret tahun 2020.

4.3 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh auditor BPK RI Perwakilan

Kalimantan Timur. Jumlah Auditor keseluruhan yang bekerja pada BPK RI

Perwakilan Kalimantan Timur adalah 47 auditor. Pengambilan sampel dalam

penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode nonprobability sampling.

Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak

memberikan peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi

untuk dipilih menjadi sampel. Sampling jenuh merupakan teknik penentuan

sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini

dikarenakan jumlah populasi relatif kecil atau kurang dari 100 (Sugiyono, 2013).

Jumlah populasi dalam penelitian ini 47 auditor dan semua populasi dijadikan

sampel Sehingga penelitian ini menggunakan teknik sensus atau teknik

pengambilan sampel jenuh.


54

4.4 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan oleh peneliti adalah data primer (primary data)

berupa kuesioner yang dibagikan langsung ke responden yang sesuai dengan

karakteristik populasi. Data primer adalah informasi-informasi yang dikumpulkan

oleh peneliti yang bertujuan untuk proses penelitian (Sugiyono, 2013). Data

primer yang digunakan dalam penelitian ini digunakan sebagai rujukan untuk

menganalisis dan menghitung variabel-variabel penelitian.

4.5 Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan metode survei dengan kuesioner. Kuesioner adalah daftar pertanyaan

yang disusun secara sistematis untuk dibagikan kepada responden. Kuesioner

tersebut merupakan replikasi dari penelitian-penelitian terdahulu yang telah

beberapa kali digunakan.

4.6 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

4.6.1 Variabel Penelitian

Variabel adalah apapun yang memiliki perbedaan dan variasi nilai

(Sekaran, 2016). Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

adalah variabel bebas dan variabel terikat. Secara keseluruhan, variabel-

variabel ini menggunakan 5 poin skala likert. Berikut adalah definisi

operasional dari masing-masing variabel.

1. Variabel Independen (independent variable).


55

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi variabel

dependen. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu skeptisme profesional,

pengalaman auditor, independensi auditor, dan tekanan waktu auditor.

2. Variabel Dependen (dependent variable)

Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel

independen. Variable terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

4.6.2 Definisi Operasional

4.6.2.1 Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan merupakan variabel

dependen dalam penelitian ini. Kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan merupakan sebagai sebuah kecakapan atau keahlian yang dimiliki

auditor untuk menemukan indikasi mengenai fraud. Pengukuran variabel

Kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan di ukur dengan

menggunakan indikator budaya yang tinggi di perusahaan (Hihg fraud corporate

cultures/HFCC), hubungan yang dipertanyakan dengan pihak luar (Questionable

relations with outside parties/QROP), peluang penipuan (Fraud

Opportunities/FO), gejala pribadi (Personal Symptoms/PS), rasionalisasi pribadi

(Personal Rationalizations /PR), indikator demografis (Demographic

Indicators/DI), praktik akuntansi (Accounting Practice Indicators/API), laporan

keuangan (Financial Statement Indicators /FSI), situasi penipuan netral (Neutral

Fraud Situations /NFS) yang diadopsi dari penelitian Fullerton dan Durtschi

(2004) yang masing-masing pertanyaan tersebut diukur dengan menggunakan

skala likert 5 poin yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk

jawaban yang netral, 4 untuk jawaban setuju, dan 5 untuk sangat setuju.
56

4.6.2.2 Skeptisme profesional Auditor

Skeptisme profesional auditor merupakan variabel independen pertama

dalam penelitian ini. Partisipasi Skeptisme profesional auditor harus dimiliki

setiap auditor terlebih lagi dalam melaksanakan audit dan auditor dituntut

memiliki sikat skeptisme profesional terutama saat memperoleh dan

mengevaluasi bukti audit. Skeptisme profesional auditor dalam penelitian ini

diukur dengan indikator. Questioning mind (pola pikir yang selalu bertanya

tanya), Suspension of judgment (penundaan pengambilan keputusan), Search for

knowledge (mencari pengetahuan), Interpersonal understanding (pemahaman

interpersonal), Self confidence (percaya diri), Self determination (keteguhan hati).

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berdasarkan penelitian Hurt,

Eining, dan Plumlee (2003) yang masing-masing pertanyaan tersebut diukur

dengan menggunakan skala likert 5 poin yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2

untuk tidak setuju, 3 untuk jawaban yang netral, 4 untuk jawaban setuju, dan 5

untuk sangat setuju.

4.6.2.3 Independensi Auditor

Independensi pada merupakan bagian dari etika profesional yang harus

dimiliki oleh seorang auditor. Independensi juga dapat diartikan sebagai sikap

seorang auditor yang tidak memiliki kepentingan pribadi dalam melaksanakan

tugas audit, karena bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang

dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif auditor dalam

melaksanakan tugas audit. Oleh karena itu, sikap mental tersebut harus

senantiasa dijaga untuk menghasilkan suatu pemeriksaan yang baik. Meskipun

pada kenyataannya prinsip independen ini sulit untuk benar-benar dilaksanakan,

namun auditor dan auditee harus selalu berusaha menjaga independensi


57

tersebut sehingga tujuan audit dapat tercapai,karena tanpa independensi, tujuan

audit tidak dapat diwujudkan secara optimal. Independensi auditor dalam

penelitian ini diukur dengan indikator. Yakni bebas dari tekanan klien,

independensi dalam melakukan audit, dan independen dalam menyampaikan

laporan audit. instrument yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu bedasarkan

penelitian (Adnyani, dkk, 2014) yang masing-masing pertanyaan tersebut diukur

dengan menggunakan skala likert 5 poin yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2

untuk tidak setuju, 3 untuk jawaban yang netral, 4 untuk jawaban setuju, dan 5

untuk sangat setuju.

4.6.2.4 Tekanan Waktu

Tekanan waktu (time pressure) adalah suatu keadaan atau kondisi

dimana terjadi tekanan terhadap anggaran waktu audit yang telah disusun dan

mengakibatkan berkurangnya efisiensi dan efektifitas audit, kepuasan kerja serta

dapat meningkatkan tingkat stres seseorang. Tekanan waktu merupakan tenggat

waktu yang diberikan klien kepada auditor untuk menyeleseikan tugas auditnya.

Auditor dalam tugasnya melakukan pemeriksaan laporan keuangan tentunya

akan diberikan batasan waktu oleh klien dalam menyeleseikan tugasnya sesuai

dengan perjanjian tenggat waktu yang ditentukan. Tekanan waktu dalam

penelitian ini diukur dengan indikator. Ketepatan waktu auditor, lamanya waktu

penyelesaian tugas audit, dan faktor terjadinya tekanan waktu. instrument yang

dilakukan dalam penelitian ini yaitu bedasarkan penelitian (Anggriawan, 2014)

yang masing-masing pertanyaan tersebut diukur dengan menggunakan skala

likert 5 poin yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2 untuk tidak setuju, 3 untuk

jawaban yang netral, 4 untuk jawaban setuju, dan 5 untuk sangat setuju.
58

4.6.2.5 Pengalaman Auditor

Pengalaman merupakan keterampilan tentang sesuatu yang didapatkan

dari kejadian yang dialami atau sudah pernah dijalani dan dirasakan pada pada

suatu periode tertentu. Pengalaman juga bisa diartikan juga sebagai

keterampilan dan pengetahuan tentang sesuatu yang diperoleh lewat berkaitan

atau keterlibatan dengannya selama periode tertentu. Auditor yang

berpengalaman tidak hanya memiliki kemampuan untuk memberikan penjelasan

yang akurat, tetapi juga memiliki kemampuan untuk menentukan kekeliruan atau

kecurangan, daripada auditor yang kurang berpengalaman. Pengalaman auditor

dalam penelitian ini diukur dengan indikator. Lamanya bekerja dan banyaknya

tugas, instrument yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu bedasarkan penelitian

Marcus dan Puttonen (2011) yang masing-masing pertanyaan tersebut diukur

dengan menggunakan skala likert 5 poin yaitu 1 untuk sangat tidak setuju, 2

untuk tidak setuju, 3 untuk jawaban yang netral, 4 untuk jawaban setuju, dan 5

untuk sangat setuju.

4.7 Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini dillakukan beberapa tahapan pengujian, yaitu uji

validitas data, uji reliabilitas, uji asumsi klasik, dan uji hipotesis. Setelah data

dikumpulkan, data diuji melalui uji validitas untuk merepresentasikan seberapa

baik suatu instrument pengukuran yang dibuat untuk mengukur konsep tertentu,

sedangkan reliabilitas merepresentasikan seberapa konsisten suatu instrument.

(Sekaran, 2016), kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik dan uji hipotesis.
59

4.8 Uji Kualitas Data

4.8.1 Uji Validitas

Uji validitias yaitu untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner atau

sejauh mana alat ukur diyakini dapat digunakan sebagai alat untuk mengukur

item pertanyaan dalam kuesioner pada penelitian. Uji validitas menguji seberapa

baik satu atau seperangkat instrument pengukuran telah mengukur dengan tepat

suatu konsep studi yang dimaksudkan untuk diukur (Cooper, 2003). Teknik yang

digunakan dalam mengukur validitas pertanyaan pada kuesioner yaitu korelasi

product moment dari Karl Pearson. Teknik ini mengkorelasikan item pertanyaan

kuesioner dengan totalnya, kemudian membandingkan r tabel dengan r hitung.

Dalam menentukan valid tidaknya pertanyaan dalam kuesioner ditentukan

dari besarnya koefisien korelasi. Apabila r hitung positif dan r hitung > r tabel skor

pertanyaan valid, dan apabila r hitung negative dan r hitung < r tabel, maka skor

pertanyaan kuesioner tidak valid (Ghozali, 2016).

4.8.2 Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilities dilakukan untuk mengetahui tingkat kehandalan

pengukur. Pengukur dikatan dapat di handalkan (reliable) jika hasil dari

pengukuran akurat dan konsisten. Suatu kuesioner dikatan handal (reliable) jika

jawaban terhadap pertanyaan adalah konsisten dan stabil dari waktu ke waktu.

Instrumen dikatan reliable jika koefisien keandalan atau alpha sebesar : (a) < 0,6

tidak reliable, (b) 0,6 – 0,7 acceptable, (c) 0,7 – 0,8 baik, dan (d) > 0,8 sangat

baik (Ghozali, 2016).


60

4.9 Uji Asumsi Klasik

Asumsi klasik adalah syarat-syarat yang harus terlebih dahulu dipenuhi

sebelum menggunakan analisis regresi agar model tersebut menjadi valid

sebagai alat penduga. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri atas uji normalitas, uji mulitkolinearitas, uji heteroskedistisitas, dan uji

autokorelasi. Berikut adalah uji asumsi klasik tersebut.

4.9.1 Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji model regresi variabel dependen

dan independen mempunyai kontribusi normal (Ghozali, 2016). Model regresi

yang baik yaitu model yang mempunyai distribusi residual normal atau mendekati

normal. Uji Kolmogorov-Smirnov adalah cara untuk mengetahui apakah data

terdistribusi normal atau tidak, dengan memasukkan nilai residual dalam

pengujian non parametric. Apabila nilai signifikannya yaitu < 0,05 dan Z > 1,96,

artinya data tidak terdistribusi secara normal, sedangkan apabilah Z > 1,96 dan

signifikansi > 0,05, artinya data terdistribusi secara normal.

4.9.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinearitas dilakukan dengan tujuan untuk menguji apakah pada

model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independent (bebas).

Apabila terjadi korelasi antar variabel independen, maka terdapat masalah

multikolinearitas atau terdapat variabel–variabel tidak ortogonal, artinya nilai

korelasi antar sesame variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2016).
61

Pada penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas

dilakukan dengan melihat nilai Variance Inflation Faktor (VIF) dan nilai Tolerance.

Adapun kriteria pengukurunnya yaitu:

1. Jika nilai VIF > 0,10 dan nilai tolerance < 0,10 artinya dalam penelitian

memiliki masalah multikolinieritas.

2. Jika nilai VIF < 0.,10 dan nilai tolerance > 0,10 artinya dalam penelitian tidak

terjadi masalah multikolinieritas.

4.9.3 Uji Heteroskedastisitas

Uji Heteroskedastisitas dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

pada model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan

ke pengamatan yang lain. Apabila varian residual dari satu pengamatan ke

pengamatan yang lain tetap, maka dapat disebut homoskedastisitas dan apabila

berbeda disebut heteroskedasitias (Ghozali, 2016).

4.10 Metode Analisis Data

Dalam menguji hipotesis pada penelitian, model analisis yang digunakan

yaitu Moderated Regression Analysis (MRA). Pengujian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen

(terikat) dan pengaruhnya setelah dimoderasi. Tahap pertama adalah regresi

berganda yang dilakukan tanpa adanya variabel moderasi. Tahap kedua

dilakukan dengan adanya interaksi antara variabel moderasi dan variabel

independen. Adapun persamaannya sebagai berikut.

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + e

Y = α + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X1.Z + β5 X2.Z + β6 X3.Z + e


62

Keterangan :

Y = Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan

α = Konstanta

β1- β6 = Koefisien Regresi

X1 = Skeptisme Profesional

X2 = Independensi

X3 = Tekanan Waktu

Z = Pengalaman

X1.Z = Interaksi Skeptisme Profesional dan Pengalaman

X2.Z = Interaksi Independensi dan Pengalaman

X3.Z = Interaksi Tekanan Waktu dan Pengalaman

e = Variabel pengganggu (error)

4.11 Uji Hipotesis

Hipotesis pada dasarnya adalah suatu tanggapan atau proporsi yang

seringkali digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan atau solusi atas

persoalan. Sebelum diuji, suatu data terlebih dahulu harus dikuantitatifkan.

Pengujian hipotesis statistik adalah prosedur yang memungkinkan keputusan

dapat dibuat, yaitu keputusan menerima hipotesis atau menolak hipotesis dari

data yang diuji (Sugiyono, 2013). Pengujian hipotesis dalam penelitian ini

menggunakan analisis koefisien determinasi (R2) dan pengujian secara parsial

(uji t) baik sebelum adanya interaksi maupun setelah adanya interaksi.

4.11.1 Pengujian Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi bertujuan untuk mengetahui tingkat ketepatan paling

baik dalam analisis regresi, dimana hal yang ditunjukkan oleh besarnya koefisien

determinasi (R2) antara 0 (nol) dan 1 (satu). Koefisien determinasi (R2) 0


63

mengindikasikan bahwa variabel independen sama sekali tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen, jika koefisien determinasi mendekati satu, maka

dapat disimpulkan bahwa variabel independen memiliki pengaruh terhadap

variabel dependen. Selain itu, koefisien determinasi (R2) digunakan untuk

mengetahui persentase perubahan variabel terikat (Y) yang disebabkan oleh

variabel bebas (X).

4.11.2 Pengujian Secara Parsial (uji t)

Uji t atau yang dikenal dengan uji parsial adalah uji yang dilakukan untuk

mengetahui pengaruh masing-masing variabel independen terhadap variabel

dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan antara t hitung dengan t

tabel. Untuk menentukan nilai t tabel ditentukan dengan nilai signifikansi 5%

dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k

adalahjumlah variabel. Uji t dilakukan dengan membandingkan t hitung dengan t

tabel. Untuk menentukan nilai t tabel ditentukan dengan nilai signifikansi 5%

dengan derajat kebebasan df = (n-k-1) dimana n adalah jumlah responden dan k

adalah jumlah responden. (Sugiyono, 2013).

Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah.

1. Jika t tabel < t hitung maka Ho diterima

2. Jika t hitung < t tabel maka Ho ditolak.

Selain itu, uji t tersebut dapat juga dilihat dari besarnya probability value (P

Value) yang dibandingkan dengan 0,5 (taraf signifikansi α = 0,5%). Adapun

kriteria pengujian yang digunakan adalah:

1. Jika P Value > 0,05 maka Ho diterima.

2. Jika P Value < 0,05 maka Ho ditolak.


BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Deskripsi Data

5.1.1 Gambaran Umum Responden

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan memberikan

kuesioner kepada setiap responden pada objek penelitian di Badan Pemeriksa

Keuangan. Kuesioner dibagikan kepada 47 orang auditor. Dari total 47

eksamplar kuesioner, terdapat 35 kuesioner yang Kembali dan memenuhi syarat

untuk diolah, seperti yang disajikan pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Tingkat Pengambilan Kuesioner


Keterangan Jumlah
Kuesioner yang didistribusikan 47
Kuesioner yang tidak Kembali 12
Kuesioner yang Kembali 35
Kuesioner yang dapat diolah 35
Tingkat pengembalian yang digunakan (responden rate) 74,46
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan data diatas, diketahui bahwa 47 kuesioner telah dibagikan, 35

kuesioner yang dikembalikan dan 12 kuesioner yang tidak Kembali, sehingga

total kuesioner yang dapat diolah sebanyak 35 kuesioner dengan tingkat

pengembalian sebesar 74.46 persen. Tingkat pengembalian tersebut sesuai

dengan yang telah dipersyaratkan oleh Sekaran (2016) yang mengatakan tingkat

pengembalian kuesioner yang dapat dipertanggungjawabkan sebesar lebih dari

30 persen dari total yang telah didistribusikan. Dari penyebaran kuesioner yang

dilakukan, diperoleh hasil berupa karakteristik responden. Karakteristik

64
65

responden merupakan gambaran mengenai identitas yang menjelaskan jenis

kelamin, umur, tingakt Pendidikan, lama bekerja sebagaimana yang ditunjukan

pada Tabel 5.2.

Tabel 5.2 Karakteristik Responden Penelitian


Frekuensi Persentase
No Karakteristik Kriteria
(orang) (%)
Laki-laki 26 74,28
1 Jenis Kelamin
perempuan 9 25,72
Doktor (S3) 0 0
Magister (S2) 11 31,43
Tingkat
2 Sarjana (S1) 24 68,57
Pendidikan
Diploma (D3/D4) 0 0
Lain-lain 0 0
Dibawah 25 tahun 1 2,86
25 – 35 tahun 22 62,86
3 Umur 36 – 45 tahun 11 31,42
46 – 55 tahun 1 2,86
55 tahun ke atas 0 0
1 – 5 tahun 15 42,86
6 – 10 tahun 6 17,14
4 Masa Kerja
11 – 15 tahun 11 31,42
16 tahun keatas 3 8,57
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.2, mayoritas dari responden penelitian ini adalah

laki-laki dengan persentase 74,28 persen atau sebanyak 26 orang, sedangkan

sisanya adalah perempuan sebanyak 9 orang atau 25,72 persen. Karakteristik

responden menurut tingkatan Pendidikan terlihat bahwa Pendidikan Magister

(S2) sebanyak 11 Orang atau 31,43 persen, Sarjana (S1) sebanyak 24 orang

atau 68,57 persen. Melihat usia responden, dibawah 25 tahun berjumlah 1 orang

atau 2,86 persen, usia 25-35 tahun sebanyak 22 orang atau 62,86 persen, usia

36-45 tahun sebanyak 11 orang atau 31,42 persen, usia 46-55 tahun sebanyak 1

orang atau 2,86 persen. Berdasarkan masa kerja responden 1-5 tahun sebanyak

15 orang atau 42,86 persen, 6-10 tahun sejumlah 6 orang atau 17,14 persen, 11-
66

15 tahun sejumlah 11 orang atau 31,42 persen, 16 tahun keatas sebanyak 3

orang atau 8,57 persen.

5.1.2 Analisis Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Hasil analisis statistik bertujuan untuk memberikan gambaran tentang

sebaran dari hasil penyebaran kuesioner mengenai variabel penelitian

khususnya pada seluruh indikator. Dalam penelitian ini statistic deskriptif dapat

dilihat pada nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi. Statistic

deskriptif penilaian sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Statistik Deskriptif


Rata- Std.
Variabel N Minimum Maksimum
rata Deviasi

Skeptisme Profesional (X1) 35 2 5 4,12 0,36


Independensi (X2) 35 2 5 4,16 0,36
Tekanan Waktu (X3) 35 1 4 1,99 0,51
Pengalaman (Z) 35 2 5 4,08 0,29
Kemampuan Auditor dalam
35 2 5 4,11 0,32
Mendeteksi Kecurangan
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.3. Variabel skeptisme profesional (X1) memiliki nilai

minimum 2 dan nilai maksimum 5. Hal ini berarti bahwa jawaban minimum

responden adalah Tidak Setuju dan jawaban terbesar responden adalah Sangat

Setuju. Nilai rata-rata jawaban responden adalah 4,12 yang dapat diartikan

bahwa variabel skeptisme profesional auditor terbilang tinggi. Standar deviasi

0,36 yang mengindikasikan bahwa penyimpangan yang terjadi pada variabel

skeptisme profesional sangat kecil. Hasil ini mengindikasikan bahwa hasil yang

diperoleh baik, karena penyebaran data menunjukan hasil yang normal dan tidak

menyebabkan bias.
67

Variabel independensi (X2) memiliki nilai minimum 2 dan maksimum 5. Hal

ini berarti bahwa jawaban minimum responden adalah Tidak Setuju dan jawaban

terbesar responden adalah Sangat Setuju. Nilai rata-rata jawaban responden

adalah 4,16 yang dimaknai bahwa variabel independensi auditor terbilang tinggi.

Standar deviasi sebesar 0,36 yang mengindikasikan bahwa penyimpangan yang

terjadi pada variabel independensi sangat kecil. Hasil ini mengindikasikan bahwa

hasil yang diperoleh baik, karena penyebaran data menunjukkan hasil yang

normal dan tidak menyebabkan bias.

Variabel tekanan waktu (X3) memiliki nilai minimum 1 dan nilai maksimum

4. Hal ini berarti bahwa jawaban minimum responden adalah Sangat Tidak

Setuju dan jawaban terbesar responden adalah Setuju. Nilai rata-rata responden

adalah 1,99 yang berarti bahwa tekanan waktu yang dimiliki oleh auditor

terbilang tinggi. Standar deviasi sebesar 0,51 yang mengindikasikan bahwa

penyimpangan yang terjadi pada variabel independensi sangat kecil. Hasil ini

mengindikasikan bahwa hasil yang diperoleh baik. Karena penyebaran data

menunjukkan hasl yang normal dan tidak menyebabkan bias.

Variabel pengalaman (Z) memiliki nilai minimum 2 dan nilai maksimum 5.

Hal ini berarti bahwa jawaban minimum responden adalah Tidak Setuju dan

jawaban terbesar responden adalah Sangat Setuju . nilai rata-rata responden

adalah 4,08 yang berarti bahwa pengalaman yang dimiliki oleh auditor yang

bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan (BPK RI) Perwakilan Provinsi

Kalimantan Timur adalah baik. Standar deviasi sebesar 0,29 yang

mengindikasikan bahwa penyimpangan yang terjadi pada variabel pengalaman

sangat kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil yang diperoleh baik, karena

penyebaran data menunjukkan hasil yang normal dan tidak menyebabkan bias.
68

Variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) memiliki

minimum 2 dan nilai maksimum 5. Hal ini berarti bahwa jawaban terkecil

responden adalah Tidak Sutuju dan jawaban terbesar responden adalah Sangat

Setuju. Nilai rata-rata responden adalah 4,11 yang berarti kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan adalah baik dalam rangka meminimalisir

kecurangan yang terjadi di instansi pemerintahan. Nilai standar deviasi variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah sebesar 0,32 yang

mengindikasikan bahwa kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

sudah baik karena penyebaran data menunjukkan hasil yang normal dan tidak

menyebabkan bias.

Setelah statistik deskriptif keseluruhan variabel, berikut ini disajikan

deskripsi jawaban responden untuk setiap variabel penelitian.

1) Skeptisme Profesional (X1)

Variabel skeptisme profesional (X1) diukur dengan 8 pertanyaan.

Didistribusikan frekuensi jawaban responden pada tiap indikator dan variabel

sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Deskripsi Skeptisme Profesional (X1)


Frekuensi Pilihan Jawaban Rata-Rata
Variabel Item
STS TS N S SS
X1.1 - - - 34 1 4,03
X1.2 - - - 28 7 4,20
X1.3 - - - 26 9 4,26
X1.4 - - 2 28 5 4,09 4,12
X1
X1.5 - - 1 29 5 4,11
X1.6 - 1 2 24 8 4,11
X1.7 - 1 2 26 6 4,06
X1.8 - 1 2 25 7 3,09
Sumber: Data Primer Diolah, 2020
69

Berdasarkan Tabel 5.4 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden

memilih jawaban setuju (S) dan sangat setuju (SS) untuk variabel skeptisme

profesional (X1). Indikator ketiga memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu auditor

tidak akan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel skeptisme profesional (X1) dipersepsikan kuat oleh indikator

auditor tidak akan terburu-buru dalam pengambilan keputusan. Secara

keseluruhan variabel skeptisme profesional (X1) memiliki nilai rata-rata 4,12.

Dengan demikian responden mempersepsikan variabel skeptisme profesional

dengan baik.

2) Independensi (X2)

Variabel independensi (X2) diukur dengan 9 pertanyaan. Didistribusikan

frekuensi jawaban responden pada tiap indikator dan variabel sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 5.5

Tabel 5.5 Deskripsi Independensi (X2)


Frekuensi Pilihan Jawaban Rata-Rata
Variabel Item
STS TS N S SS
X2.1 - 3 2 25 5 3,91
X2.2 - 3 4 22 6 3,83
X2.3 - - 1 27 7 4,17
X2.4 - - - 28 7 4,20
X2 X2.5 - - - 27 8 4,23 4,16
X2.6 - - - 28 7 4,20
X2.7 - - - 25 10 4,29
X2.8 - - - 26 9 4,26
X2.9 - - - 22 13 4,37
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.5 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden

memilih jawaban setuju (S) dan sangat setuju (SS) untuk variabel independensi

(X2). Indikator kesembilan memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu auditor mampu
70

menghindari faktor-faktor yang meragukan masyarakat terhadap independensi

auditor. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independensi (X2) dipersepsikan

kuat oleh indikator auditor mampu menghindari faktor-faktor yang meragukan

masyarakat terhadap independensi auditor. Secara keseluruhan variabel

independensi (X2) memiliki nilai rata-rata 4,16. Dengan demikian responden

mempersepsikan variabel independensi dengan baik.

3) Tekanan Waktu (X3)

Variabel tekanan waktu (X3) diukur dengan 8 pertanyaan. Didistribusikan

frekuensi jawaban responden pada tiap indikator dan variabel sebagaimana

ditunjukkan pada Tabel 5.6

Tabel 5.6 Deskripsi Tekanan Waktu (X3)


Frekuensi Pilihan Jawaban Rata-Rata
Variabel Item
STS TS N S SS
X3.1 9 19 7 - - 1,94
X3.2 8 26 1 - - 1,80
X3.3 9 18 5 3 - 2,06
X3.4 6 26 2 1 - 1,94 1,99
X3
X3.5 6 22 4 3 - 2,11
X3.6 6 23 4 2 - 2,06
X3.7 7 24 2 2 - 1,97
X3.8 6 24 4 1 - 2,00
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.6 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden

memilih jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) dan Tidak Setuju (TS) untuk

variabel tekanan waktu (X3). Indikator kelima memiliki nilai rata-rata tertinggi

yaitu auditor merasa terbatasnya waktu dalam mengaudit menjadikan auditor

memperoleh bukti kurang maksimal. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

tekanan waktu (X3) dipersepsikan lemah dalam mendeteksi kecurangan oleh


71

indikator auditor merasa terbatasnya waktu dalam mengaudit menjadikan auditor

memperoleh bukti kurang maksimal. Secara keseluruhan variabel tekanan waktu

(X3) memiliki nilai rata-rata 1,99. Dengan demikian responden mempersepsikan

variabel tekanan waktu dengan lemah dalam mendeteksi kecurangan.

4) Pengalaman (Z)

Variabel pengalaman (Z) diukur dengan 8 pertanyaan. Didistribusikan frekuensi

jawaban responden pada tiap indikator dan variabel sebagaimana ditunjukkan

pada Tabel 5.7

Tabel 5.7 Deskripsi Pengalaman (Z)


Frekuensi Pilihan Jawaban Rata-Rata
Variabel Item
STS TS N S SS
Z.1 - - - 32 3 4,09
Z.2 - - 2 27 6 4,11
Z.3 - - 1 29 7 4,14
Z.4 - - 3 28 4 4,03 4,08
Z
Z.5 - - - 31 4 4,11
Z.6 - - 1 26 5 4,11
Z.7 - 1 - 30 4 4,06
Z.8 - 1 5 24 5 3,94
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.7 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden

memilih jawaban Netral (N) dan Setuju (S) untuk variabel pengalaman (Z).

Indikator ketiga memiliki nilai rata-rata tertinggi yaitu semakin lama menjadi

auditor, semakin dapat mendeteksi kesalahan yang dilakukan obyek

pemeriksaan. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pengalaman (Z) dipersepsikan

kuat oleh indikator semakin lama menjadi auditor, semakin dapat mendeteksi

kesalahan yang dilakukan obyek pemeriksaan. Secara keseluruhan variabel


72

pengalaman (Z) memiliki nilai rata-rata 4,08. Dengan demikian responden

mempersepsikan variabel pengalaman dengan baik.

5) Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)

Variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) diukur dengan 8

pertanyaan. Didistribusikan frekuensi jawaban responden pada tiap indikator dan

variabel sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.8

Tabel 5.8 Deskripsi Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)


Frekuensi Pilihan Jawaban Rata-Rata
Variabel Item
STS TS N S SS
Y.1 - - - 25 10 4,29
Y.2 - - - 28 7 4,20
Y.3 - - 1 28 6 4,14
Y.4 - - 1 30 4 4,09
Y.5 - - 1 30 4 4,09
Y.6 - - 1 32 2 4,03 4,11
Y
Y.7 - - 1 31 3 4,06
Y.8 - - - 31 4 4,11
Y.9 - 1 - 30 4 4,06
Y.10 - 1 - 30 4 4,06
Y.11 - - - 29 6 4,17
Y.12 - 1 - 29 5 4,09
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.8 diatas dapat dilihat bahwa mayoritas responden memilih

jawaban Setuju (S) dan Sangat Setuju (SS) untuk variabel kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan (Y). Indikator pertama memiliki nilai rata-rata

tertinggi yaitu auditor sebelum melaksanakan audit, harus memahami struktur

pengendalian internal instansi terkait. Hal ini menunjukkan bahwa variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) dipersepsikan kuat oleh

indikator auditor sebelum melaksanakan audit, harus memahami struktur

pengendalian internal instansi terkait. Secara keseluruhan variabel kemampuan


73

auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) memiliki nilai rata-rata 4,11. Dengan

demikian responden mempersepsikan variabel kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan dengan baik.

5.2 Deskripsi Variabel Penelitian

5.2.1 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrument untuk

mendapatkan data dari responden. Pengukuran masing-masing intrumen

penelitian menggunakan skala ordinal (likert). Data yang telah dikumpulkan akan

diuji dengan pengujian validitas dan reliabilitas untuk memastikan kualitas data

tersebut sebelum diolah lebih lanjut.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidak tidak suatu

kuesioner. Suatu kuesioner dinyatakan valid jika pertanyaan atau pernyataan

yang ada pada keusioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur

pada kuesioner tersebut. Pengujian validitas dengan menggunakan Pearson

Correlation. Jika nilai hitung korelasi pearson (r) lebih besar dari nilai table

korelasi pearson, mengindikasikan item tersebut valid dan layak untuk diikut

sertakan pada tahap selanjutnya. Sebaliknya jika nilai hitung korelasi pearson (r)

lebih kecl dari nilai table korelasi pearson, maka item tersebut tidak valid. Nilai

table korelasi pearson untuk N = 35 adalah 0,325. Hasil pengujian validitas data

penelitian sebagaimana terlihat pada table berikut.

Tabel 5.9 Rekapitulasi Pengujian Validitas


Variabel Indikator Korelasi Keterangan
X1.1 0,925 Valid
Skeptisme Profesional (X1)
X1.2 0,676 Valid
74

X1.3 0.663 Valid


X1.4 0,780 Valid
X1.5 0,468 Valid
X1.6 0,581 Valid
X1.7 0,544 Valid
X1.8 0,826 Valid
X2.1 0,742 Valid
X2.2 0,617 Valid
X2.3 0,350 Valid
X2.4 0,440 Valid
Independensi (X2) X2.5 0,742 Valid
X2.6 0,617 Valid
X2.7 0,350 Valid
X2.8 0,440 Valid
X2.9 0,735 Valid
X3.1 0,649 Valid
X3.2 0,396 Valid
X3.3 0,519 Valid
X3.4 0,337 Valid
Tekanan Waktu (X3)
X3.5 0,476 Valid
X3.6 0,597 Valid
X3.7 0,717 Valid
X3.8 0.783 Valid
Z.1 0,478 Valid
Z.2 0,664 Valid
Z.3 0,599 Valid
Z.4 0,664 Valid
Pengalaman (Z)
Z.5 0,599 Valid
Z.6 1,000 Valid
Z.7 0,478 Valid
Z.8 0,824 Valid
Y.1 0,791 Valid
Y.2 0,749 Valid
Y.3 0,645 Valid
Y.4 0,645 Valid
Y.5 0,455 Valid
Kemampuan Auditor dalam Y.6 0,526 Valid
Mendeteksi Kecurangan (Y) Y.7 0,568 Valid
Y.8 0,473 Valid
Y.9 0,473 Valid
Y.10 0,551 Valid
Y.11 0,420 Valid
Y.12 0,724 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Table 5.9 menunjukkan nilai korelasi semua item pernyataan pada

kuesioner keseluruhan indikator dan item dengan nilai diatas 0.325 (>0.325),
75

sehingga dapat disimpulkan bahwa semua item pertanyaan pada instrument

tersebut dinyatakan valid.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan secara statistik yaitu dengan

menghitung besarnya Crobach‟s Alpha. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur

suatu kuesioner yang digunakan sebagai indiketor dari variabel penelitian. Jika

koefisien alpha yang disajikan ≥ 0.7, maka indikator yang digunakan adalah

reliable atau dapat dipercaya.

Tabel 5.10 Rekapitulasi Pengujian Reliabitilas


Standar
Cronbach’s
Variabel Koefisien Keterangan
Alpha
Alpha

Skeptisme Profesional
0.70 0,927 Reliabel
(X1)
Independensi (X2) 0.70 0,937 Reliabel
Tekanan Waktu (X3) 0.70 0,873 Reliabel
Pengalaman (Z) 0.70 0,929 Reliabel
Kemampuan Auditor
dalam Mendeteksi 0.70 0,955 Reliabel
Kecurangan (Y)
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Table 5.10 menunjukkan bahwa nilai cronbach‟s alpha seluruh variabel

lebih besar dari nilai standar koefisien alpha 0,7. Hal ini berarti instrument yang

digunakan penelitian ini adalah reliabel (andal).

5.3 Pengujian Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis model regresi yang akan digunakan dalam

penelitian ini, terlebih dahulu uji asumsi klasik agar hasil kesimpulan yang

diperoleh tidak menimbulkan nilai yang bias. Adapun uji asumsi klasik dalam
76

penelitian ini meliputi uji multikoloniearitas, uji heterokedastisitas, dan uji

normalitas.

1) Uji Multikoloniearitas

Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi

ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi

yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.

Uji asumsi multikoloniearitas dapat dilakukan dengan menghitung nilai

toleransi dan nilai VIF (Variance Inflating Factor). Jika nilai tolerance >0.10 dan

VIF <10, maka dapat di simpulkan tidak terdapat multikoloniearitas, begitu juga

sebaliknya yaitu nilai tiplerance <0,10 dan VIF >10, maka dapat disimpulkan

terdapat multikoloniearitas. Hasil penelitian yang baik menunjukkan tidak terjadi

multikoloniearitas pada hasil penelitian.

Hasil uji asumsi multikoloniearitas pada penelitian ini terjadi pada tabel

berikut.

Tabel 5.11 Hasil Pengujian Asumsi Multikoloniearitas


Variabel Tolerance VIF Keterangan

Skeptisme Profesional
0.581 1.721 Non Multikolinearitas
(X1)
Independensi (X2) 0.617 1.620 Non Multikolinearitas
Tekanan Waktu (X3) 0.858 1.165 Non Multikolinearitas
Pengalaman (Z) 0.807 1.238 Non Multikolinearitas
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan Tabel 5.11, terlihat bahwa variabel penelitian menunjukkan

tidak terjadinya multikoliniearitas karena nilai tolerance >0,1 dan VIF <10.

2) Uji Heteroskedastisitas
77

Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dengan melihat pada

pola titik-titik pada Scatterplot regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang

tidak jelas diatas dan dibawah angka 0 dan sudut sumbu Y maka tidak terjadi

masalah heteroskedastisitas. Scatterplot dapat dilihat pada output regresi dan

disajikan dalam bentuk Gambar 5.1.

Sumber: Data Primer Diolah, 2020


Gambar 5.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas

3) Uji Normalistas

Untuk menguji data berdistribusi normal atau tidak dilihat dari grafik Normal

P-P Plot of regression standardized residual. Jika data menyebar disekitar garis

diagonal dan mengikuti arah diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi

normalitas. Sedangkan, jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak

mengikuti arah diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Hasil uji normalitas dapat dipilih pada gambar berikut:


78

Sumber: Data Primer Diolah, 2020


Gambar 5.2
Hasil Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, pengujian normalitas secara statistik dilakukan

dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil pengujian normalitas

sebagaimana disajikan pada Lampiran 4, diperoleh nilai Sig. Kolmogorov

Smirnov sebesar 0,073. Nilai ini telah memenuhi syarat uji normalitas, yaitu jika

hasil pengujian diperoleh nilai Sig > 0.05, maka asumsi normalitas terpenuhi.

5.4 Analisis Regresi Data Penelitian

5.4.1 Analisis Regresi Linear Berganda (Multiple Regression Analysis)

Hasil pengujian regresi linier berganda (tanpa variabel moderasi) dapat

dilihat pada Tabel 5.12.

Tabel 5.12 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda

Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 6.894 3.745 1.841 .076
X1 .391 .101 .451 3.860 .001
X2 .462 .100 .526 4.642 .000
79

S
X3 -.051 .059 -.083 -.868 .392
um
ber Z -.001 .049 -.003 -.030 .976
:
a. Dependent Variable: Y
Dat
a Primer Diolah, 2020

Tabel 5.13 Uji Summary


Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .873 .762 .730 1.637
a. Predictors: (Constant), Z, X2, X3, X1
b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Tabel 5.14 Uji Anova


ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
1 Regression 257.249 4 64.312 24.012 .000

Residual 80.351 30 2.678

Total 337.600 34
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), Z, X2, X3, X1

Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Nilai koefisien determinan R Isquare pada hasil pengujian di atas

menunjukkan nilai 0,762 atau 76,20%. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dipengaruhi oleh variabel

skeptisme profesional (X1), independensi (X2), dan tekanan waktu (X3) sebesar

76,20%. Adapun sisanya sebesar 23,80% dipengaruhi oleh variabel lain diluar

variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji regresi diatas, dapat disusun persamaan matematis

sebagai berikut.

Y = 6,894 + 0,391 X1 + 0,462 X2 - 0,051 X3


80

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan secara parsial dengan

menggunakan uji t yang dapat dilihat sebagai berikut.

1. Pengaruh skeptisme profesional (X1) terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y).

Pada variabel skeptisme profesional (X1) diperoleh nilai probabilitas

sebesar 0,001. Karena nilai probabilitas lebih kecil dari 5% (0,001<0,050),

maka secara parsial variabel skeptisme profesional (X1) berpengaruh

signifikan terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan (Y). berdasarkan atas nilai koefisien 0,391 bertanda positif,

mengindikasikan pengaruh positif. Artinya semakin tinggi skeptisme

profesional (X1), akan semakin tinggi pula kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y). sebaliknya, semakin rendah skeptisme

profesional (X1) maka akan semakin rendah pula kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan (Y).

2. Pengaruh independensi (X2) terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y).

Pada variabel independensi (X2) diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,000.

Karena nilai probabilitas lebih besar dari 5% (0,000<0,050), maka secara

parsial variabel independensi (X2) berpengaruh signifikan terhadap

variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

berdasarkan atas nilai koefisien 0,462 bertanda postif, mengidentifikasikan

pengaruh positif. Artinya semakin tinggi independensi (X2), akan semakin

tinggi pula kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

sebaliknya, semakin rendah independensi (X2) maka akan semakin rendah

pula kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).


81

3. Pengaruh tekanan waktu (X3) terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan (Y).

pada variabel tekanan waktu (X3) diperoleh nilai probabilitas sebesar

0,392. Karena nilai probabilitas lebih besar dari 5% (0,392>0,050), maka

secara parsial variabel tekanan waktu (X3) tidak berpengaruh signifikan

terhadap variabel kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y).

5.4.2 Analisis Regresi Moderasi (Moderated Regression Analysis)

5.4.2.1 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Skeptisme Profesional (X1)

terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)

Hasil pengujian regresi moderasi (moderated regression analysis) dapat

dilihat pada Tabel 5.15.

Tabel 5.15 Hasil Analisis Regresi Moderasi


Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 19.653 3.290 5.974 .000

X1 .489 .077 .547 6.363 .000

X1.Z .011 .001 1.020 11.858 .000

a. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Tabel 5.16 Uji Summary


Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .888 .788 .776 2.125

a. Predictors: (Constant), X1.Z, X1


b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020
82

Tabel 5.17 Uji Anova


ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
1 Regression 636.622 2 318.311 70.480 .000

Residual 171.621 38 4.516

Total 808.244 40

a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X1.Z, X1
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Nilai koefisien determinan R square pada hasil pengujian di atas

menunjukkan nilai 0,788 atau 78,80%. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) dipengaruhi sebesar

78,80% oleh skeptisme profesional (X1) setelah berinteraksi dengan variabel

pengalaman (Z). Adapun sisanya sebesar 21,20% dipengaruhi oleh variabel lain

diluar variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji regresi moderasi variabel skeptisme profesional (X1)

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan setelah berinteraksi

dengan variabel pengalaman (Z), maka dapat disusun persamaan matematis

sebagai berikut.

Y = 19,653 + 0,011 X1.Z

Dari tabel di atas, diketahui bahwa variabel skeptisme profesional

berinteraksi dengan pengalaman (moderasi) memiliki nilai 0,000 dibawah nilai

standar signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman memoderasi

pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Koefisien untuk interaksi variabel skeptisme profesional dan

pengalaman sebesar 0,011 bernilai positif, yang berarti bahwa variabel

pengalaman memperkuat pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.


83

Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa variabel moderasi dalam

penelitian ini yaitu pengalaman merupakan variabel pure moderator. Moderasi

murni (pure moderator) merupakan variabel moderasi yang berfungsi bukan

sebagai variabel independen (X) namun mampu berinteraksi dengan variabel

independen lainnya (X). hal ini terlihat dari pengaruh variabel pengalaman tidak

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, namun

interaksi variabel moderasi dengan variabel independen skeptisme profesional

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

5.4.2.2 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Independensi (X2) terhadap

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)

Hasil pengujian regresi moderasi (moderated regression analysis) dapat

dilihat pada Tabel 5.18.

Tabel 5.18 Hasil Analisis Regresi Moderasi


Coefficientsa
Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 17.008 3.466 4.907 .000
X2 .554 .081 .515 6.806 .000

X2.Z .009 .001 .856 11.312 .000

a. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Tabel 5.19 Uji Summary


Model Summaryb
Std. Error of the
Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .891 .794 .783 2.093

a. Predictors: (Constant), X2.Z, X2


b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020
84

Tabel 5.20 Uji Anova


ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
1 Regression 641.789 2 320.895 73.257 .000
Residual 166.454 38 4.380
Total 808.244 40
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2.Z, X2
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Nilai koefisien determinan R square pada hasil pengujian di atas

menunjukkan nilai 0,794 atau 79,40%. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) dipengaruhi sebesar

79,40% oleh independensi (X2) setelah berinteraksi dengan variabel

pengalaman (Z). Adapun sisanya sebesar 20,60% dipengaruhi oleh variabel lain

diluar variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji regresi moderasi variabel independensi (X2) terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan setelah berinteraksi dengan

variabel pengalaman (Z), maka dapat disusun persamaan matematis sebagai

berikut.

Y = 17,008 + 0,009 X2.Z

Dari tabel di atas, diketahui bahwa variabel independensi berinteraksi

dengan pengalaman (moderasi) memiliki nilai 0,000 dibawah nilai standar

signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman memoderasi pengaruh

independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Koefisien untuk interaksi variabel independensi dan pengalaman sebesar 0,009

bernilai positif, yang berarti bahwa variabel pengalaman memperkuat pengaruh

independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.


85

Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa variabel moderasi dalam

penelitian ini yaitu pengalaman merupakan variabel pure moderator. Moderasi

murni (pure moderator) merupakan variabel moderasi yang berfungsi bukan

sebagai variabel independen (X) namun mampu berinteraksi dengan variabel

independen lainnya (X). hal ini terlihat dari pengaruh variabel pengalaman tidak

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, namun

interaksi variabel moderasi dengan variabel independen independensi signifikan

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

5.4.2.3 Pengalaman Memoderasi Pengaruh Tekanan Waktu (X3) terhadap

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)

Hasil pengujian regresi moderasi (moderated regression analysis) dapat

dilihat pada Tabel 5.21.

Tabel 5.21 Hasil Analisis Regresi Moderasi


Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta t Sig.


1 (Constant) 48.567 2.442 19.888 .000

X3 -.279 .106 -.346 -2.630 .012

X3.Z .010 .003 .456 3.469 .001

a. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020
86

Tabel 5.22 Uji Summary


Model Summaryb

Std. Error of the


Model R R Square Adjusted R Square Estimate
a
1 .588 .346 .311 3.730

a. Predictors: (Constant), X3.Z, X3


b. Dependent Variable: Y
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Tabel 5.23 Uji Anova


ANOVAa

Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 279.443 2 139.722 10.041 .000

Residual 528.800 38 13.916

Total 808.244 40

a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X3.Z, X3
Sumber: Data Primer Diolah, 2020

Nilai koefisien determinan R square pada hasil pengujian di atas

menunjukkan nilai 0,346 atau 34,60%. Hasil ini mengindikasikan bahwa variabel

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (Y) dipengaruhi sebesar

34,60% oleh tekanan waktu (X3) setelah berinteraksi dengan variabel

pengalaman (Z). Adapun sisanya sebesar 65,40% dipengaruhi oleh variabel lain

diluar variabel bebas yang diteliti dalam penelitian ini.

Berdasarkan hasil uji regresi moderasi variabel tekanan waktu (X3)

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan setelah berinteraksi

dengan variabel pengalaman (Z), maka dapat disusun persamaan matematis

sebagai berikut.

Y = 48,567 + 0,010 X3.Z


87

Dari tabel di atas, diketahui bahwa variabel tekanan waktu berinteraksi

dengan pengalaman (moderasi) memiliki nilai 0,001 dibawah nilai standar

signifikansi 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman memoderasi pengaruh

tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Koefisien untuk interaksi variabel independensi dan pengalaman sebesar 0,010

bernilai positif, yang berarti bahwa variabel pengalaman memperkuat pengaruh

tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hasil analisis data juga menunjukkan bahwa variabel moderasi dalam

penelitian ini yaitu pengalaman merupakan variabel pure moderator. Moderasi

murni (pure moderator) merupakan variabel moderasi yang berfungsi bukan

sebagai variabel independen (X) namun mampu berinteraksi dengan variabel

independen lainnya (X). hal ini terlihat dari pengaruh variabel pengalaman tidak

signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, namun

interaksi variabel moderasi dengan variabel independen tekanan waktu signifikan

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

5.5 Pengujian Hipotesis

Penelitian ini dilakukan untuk menguji 6 hipotesis penelitian. Syarat

terdukungnya hipotesis jika pengaruh dan/atau arah hubungan sejalan denegan

yang dihipotesiskan.

1. Hipotesis Pertama : Skeptisme Profesional Berpengaruh Positif

terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.

Hasil analisis regresi untuk pengaruh skeptisme profesional terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan

probabilitas sebesar 0,001 < 0,050. Nilai ini mengindikasikan bahwa


88

hubungan antara skeptisme profesional dan kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan berpengaruh signifikan.

Nilai koefisien pengaruh variabel skeptisme profesional terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan sebesar 0,391

menunjukkan arah positif. Artinya, semakin baik skeptisme profesional,

maka makin tinggi pula kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis

pertama yang menyatakan skeptisme profesional berpengaruh positif

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, diterima.

2. Hipotesis Kedua : Independensi Berpengaruh Positif terhadap

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.

Hasil analisis regresi untuk pengaruh independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan

probabilitas sebesar 0,000 < 0,050. Nilai ini mengindikasikan bahwa

hubungan antara independensi dan kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan berpengaruh signifikan.

Nilai koefisien pengaruh variabel independensi terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan sebesar 0,462 menunjukkan arah

positif. Artinya, semakin baik independensi, maka makin tinggi pula

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Dengan demikian,

dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan independensi

berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, diterima.

3. Hipotesis Ketiga : Tekanan Waktu Berpengaruh Negatif terhadap

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan.


89

Hasil analisis regresi untuk pengaruh tekanan waktu terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan

probabilitas sebesar 0,392 > 0,050. Nilai ini mengindikasikan bahwa

hubungan antara tekanan waktu dan kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan tidak berpengaruh. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa hipotesis ketiga yang menyatakan tekanan waktu

berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, ditolak.

4. Hipotesis Keempat : Pengalaman Memperkuat dalam Memoderasi

Pengaruh Skeptisme Profesional terhadap Kemampuan Mendeteksi

Kecurangan

Hasil analisis regresi untuk pengaruh pengalaman dalam

memoderasi hubungan antara skeptisme profesional terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan nilai probabilitas

sebesar 0,000 < 0,050. Nilai mengidikasikan bahwa pengalaman

berpengaruh positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara

skeptisme profesional dan kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

Nilai koefisien pengaruh pengalaman dalam memoderasi hubungan

antara skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan adalah 0,011 menunjukkan arah yang positif.

Artinya, semakin tinggi pengalaman yang dimiliki seorang auditor, maka

semakin tinggi pula tingkat skeptisme profesional yang dimiliki sehingga

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan akan semakin besar.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis keempat yang


90

menyatakan bahwa pengalaman memperkuat dalam memoderasi

pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan, diterima.

5. Hipotesis Kelima : Pengalaman Memperkuat dalam Memoderasi

Pengaruh Independensi terhadap Kemampuan Auditor Dalam

Mendeteksi Kecurangan.

Hasil analisis regresi untuk pengaruh pengalaman dalam

memoderasi hubungan antara independensi terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan nilai probabilitas sebesar

0,000 < 0,050. Nilai mengidikasikan bahwa pengalaman berpengaruh

positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara independensi

dan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Nilai koefisien pengaruh pengalaman dalam memoderasi hubungan

antara independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan adalah 0,009 menunjukkan arah yang positif. Artinya, semakin

tinggi pengalaman yang dimiliki seorang auditor, maka semakin tinggi pula

tingkat independensi yang dimiliki sehingga kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan akan semakin tinggi. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa hipotesis kelima yang menyatakan bahwa pengalaman

memperkuat dalam memoderasi pengaruh independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan, diterima.

6. Hipotesis Keenam : Pengalaman Memeperkuat dalam Memoderasi

Pengaruh Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor Dalam

Mendeteksi Kecurangan.
91

Hasil analisis regresi untuk pengaruh pengalaman dalam

memoderasi hubungan antara tekanan waktu terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan menunjukkan nilai probabilitas sebesar

0,001 < 0,050. Nilai mengidikasikan bahwa pengalaman berpengaruh

signifikan dalam memoderasi hubungan antara tekanan waktu dan

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Nilai koefisien pengaruh pengalaman dalam memoderasi hubungan

antara tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan adalah 0,010 menunjukkan arah yang positif. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa hipotesis keenam yang menyatakan

bahwa pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh tekanan

waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan,

diterima.
BAB VI

PEMBAHASAN

Hasil pengujian hipotesis 1 sampai hipotesis 6 akan dijelaskan dalam bab

pembahasan ini. Pembahasan tersebut dikaitkan dengan teori-teori yang

melandasi, rasionalitas dari hasil pengujian hipotesis-hipotesis yang telah

dilakukan sebelumnya dan hubungan dengan riset-riset terdahulu tentang

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini secara

ringkas dapat dilihat pada tabel 6.1 sebagai berikut.

Tabel 6.1 Ringkasan Hasil Penelitian


Hipotesis Hasil

H1 Skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap Diterima


kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.
H2 Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan Diterima
auditor dalam mendeteksi kecurangan,
H3 Tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan Ditolak
auditor dalam mendeteksi kecurangan
H4 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh Diterima
skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan,
H5 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh Diterima
independensi terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan
H6 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh Diterima
tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan
Sumber : Data Primer Diolah, 2020

Berdasarkan tabel 6.1 diatas, dapat diketahui bahwa hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini 5 hipotesis di terima dan 1 hipotesis ditolak. Untuk

pembahasan lebih lanjut hasil penelitian ini dapat dilihat pada penjelasan berikut.

92
93

6.1 Skeptisme profesional berpengaruh positif terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis 1 yang diajukan

diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa skeptisme

profesional berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan secara empiris dapat dibuktikan pada auditor

yang bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan Perwakilan Kalimantan TImur.

Maknanya, semakin baik auditor dalam merencanakan dan melaksanakan audit

dengan skeptisme profesional maka hal tersebut akan diikuti dengan

peningkatan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan yang

kemungkinan terjadi salah saji dalam laporan keuangan. Sebaliknya jika seorang

auditor lemah dalam skeptisme profesional maka akan semakin kecil tingkat

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hasil penelitian ini mendukung teori disonansi kognitif mempunyai arti

keadaan psikologis yang tidak menyenangkan yang timbul dalam diri manusia

terjadi konflik antara dua konfllik perilaku dan sikap. Dalam teori ini yang

dimaksud kognitif adalah pengetahuan, opini, atau apa yang di yakini mengenai

suatu obyek, lingkungan, dan diri sendiri atau perilaku. Teori disonansi kognitif ini

membantu menjelaskan bagaimana sikap skeptisme auditor jika terjadi disonansi

kognitif dalam dirinya Ketika mendeteksi kecurangan. Hal ini konsisten dengan

pendapat Noviyanti (2008) tingkat kepercayaan (trust) auditor yang tinggi

terhadap klien akan menurunkan tingkat skeptisme profesional begitu juga

sebaliknya.

Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Fullerton dan Durtschi

(2004) yang telah menemukan bahwa auditor dengan skeptime yang tinggi akan
94

meningkatkan kemampuan mendeteksinya dengan cara mengembangkan

pencarian bukti dan informasi tambahan bila dihadapkan dengan gejala-gejala

kecurangan, serta penelitian Sari dan Helmayunita (2018), mengungkapkan

bahwa skeptisme profesional berpengaruh signifikan dan positif terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Sebaliknya, hasil penelitian

ini bertentangan dengan penelitian Ranu dan Merawati (2017), mengungkapkan

bahwa skeptisme profesional tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan.

6.2 Independensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis 2 yang diajukan

diterima. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa independensi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan secara empiris dapat dibuktikan pada auditor yang

bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan Perwakilan Kalimantan TImur.

Maknanya, semakin baik dalam sikap tidak memihak, obyektif dan bebas dari

benturan kepentingan dalam melaksanakan audit independensi berpengaruh

penting sebagai dasar auditor dipercaya oleh masyarakat. Sebaliknya jika

seorang auditor lemah dalam independensi maka akan semakin kecil tingkat

kepercayaan msyarakat kepada auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Hasil penelitian ini mendukung teori atribusi yang berasumsi bahwa kinerja

serta perilaku dapat seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuannya secara

personal yang yang berasal dari kekuatan internal. independensi merupakan

bagian dari kemampuan dalam diri seorang auditor yang dapat mempengaruhi
95

kemampuan mendeteksi kecurangan. Hal ini konsisten dengan pendapat Heider

(1958) yang menyatakan bahwa perilaku individu dapat dijelaskan dengan teori

atribusi, bahwa kombinasi dari (internal forces) dan kekuatan eksternal (external

forces). Auditor yang mampu mempertahankan sikap independensinya akan

mendapatkan kepercayaan publik terhadap laporan keuangan yang diaudit

bebas dari salah saji, dan penegasan sikap independensi dilakukan untuk

menjaga profesionalisme seorang auditor dalam melaksanakan auditnya.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Andriyanti dan Latrini (2019) dan

Purba dan Nuryanto (2019), yang menyatakan bahwa independensi berpengaruh

positif dan signifikan dalam mendeteksi kecurangan. Adanya pengaruh positif

variabel independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan menujunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat independensi yang

dimiliki oleh seorang auditor, maka akan semakin tinggi pula tingkat kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

6.3 Tekanan waktu berpengaruh negatif terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan

Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hipotesis 3 yang diajukan

ditolak. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa tekanan waktu tidak

berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

secara empiris dapat dibuktikan pada auditor yang bekerja pada Badan

Pengawasan Keuangan Perwakilan Kalimantan Timur. Maknanya, tekanan waktu

yang dimiliki seorang auditor tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan, dengan demikian tekanan waktu tidak

mempengaruhi berhasil atau tidaknya auditor dalam mendeteksi kecuranagan


96

dikarenakan auditor sudah diberi anggaran waktu yang sesuai dengan ruang

lingkup audit, dan standar yang sudah ditetapkan sehingga tekanan waktu tidak

mempengaruhi kinerja yang berkaitan dengan pelaksanaan audit.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Purba dan Nuryanto (2019),

mengungkapkan bahwa tekanan waktu tidak berpengaruh terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Bertentangan dengan penelitian Sofie

dan Nugroho (2018), yang menemukan bahwa takanan waktu berpengaruh

negatif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

6.4 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh skeptisme

profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dapat memperkuat

pengaruh skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan para auditor yang bekerja pada Badan Pengawasan Keungan

Perwakilan Kalimantan Timur.

Hasil temuan penelitian ini konsisten dengan pendapat Libby dan Frederick

(1990) bahwa auditor yang bepengalaman tidak hanya memiliki kemampuan

untuk menentukan kekeliruan atau kecurangan, tetapi juga memiliki kemampuan

untuk memberikan penjelasan yang lebih akurat dari pada auditor yang kurang

berpengalaman, temuan penelitian ini dipertegas oleh pendapat Ramadhany

(2015) yang menyatakan pengalaman kerja dalam audit dapat memperdalam

dan memperluas kemampuan kerja, semakin sering auditor melakukan pekerjaan

yang sama, semakin terampil auditor dalam melakukan pendeteksian

kecurangan. Auditor yang berpengalaman juga akan lebih paham terkait


97

penyebab kekeliruan yang terjadi, apakah karena murni kesalahan atau

kekeliruan yang disengaja.

Hasil penelitian ini kosisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Muchlis

dkk (2015) dan Yusrianti (2015) yang menemukan bahwa pengalaman

berpengaruh positif dan signifikan tehadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Disisi lain, temuan hasil penelitian ini bertentangan

dengan penelitian Larasati dan Puspitasari (2019) yang meneliti pada auditor

yang bekerja di pada Kantor Akuntan Publik di Jabodetabek yang menemukan

hasil bahwa salah satu variabelnya yaitu pengalaman tidak memiliki pengaruh

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

6.5 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh independensi

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat memperkuat

pengaruh independensi terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan para auditor yang bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan

Perwakilan Kalimantan Timur.

Mendeteksi kecurangan dapat terwujud karena adanya sikap independensi

yang baik. Independensi dan pengalaman merupakan dua sikap yang sesuai

dengan teori atribusi dimana kinerja atau perilaku seseorang dapat dipengaruhi

oleh kemampuannya secara personal dan berasal dari kekuatan internal yang

dimiliki oleh seorang auditor misalnya, seperti sifat, karakter, sikap, kemampuan,

keahlian maupun usaha. Independensi merupakan bagian dari etika profesional

yang harus dimiliki oleh seorang auditor. Independensi juga dapat diartikan

bahwa sikap seorang auditor yang tidak memiliki kepentingan pribadi dalam
98

melaksanakan tugas audit, karena sikap independen berarti menghindari

hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif

seorang auditor dalam melaksanakan tugas audit. Oleh karena itu sikap mental

tersebut harus dijaga untuk menghasilkan suatu pemeriksaan yang baik.

Meskipun pada kenyataannya sikap independen tersebut sulit untuk benar-benar

dilaksanakan, namun auditor harus selalu menjaga sikap independensi tersebut

sehingga tujuan audit tercapai, karena tapan adanya sikap independen akan

mengakibatkan tujuan audit tidak dapat diwujudkan secara optimal.

Beberapa peneitian terdahulu mendapatkan hasil bahwa independensi

memiliki pengaruh positif dan signifikan tehadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan, seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Hartan

dan Waluyo (2016) yang mendapatkan hasil bahwa independensi memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Hafizhah dan Abdurahim

(2017) tentang pengaruh tekanan waktu, independensi, skeptisme profesional,

dan pengalaman kerja terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan pada laporan keuangan (studi pada empiris Badan Pemeriksa

Keuangan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta), menemukan

bahwa berdasarkan pengujian yang dilakukan, variabel independensi dan

pengalaman berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan hasil penelitian yang telah

dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi pengalaman yang dimiliki

seorang auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan

Kalimantan Timur, maka akan memperkuat pengaruh independensi terhadap

kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.


99

6.6 Pengalaman memperkuat dalam memoderasi pengaruh tekanan waktu

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat memperkuat

pengaruh tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan, walaupun tekanan waktu tidak berpengaruh terhadap kemampuan

auditor yang bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan Perwakilan

Kalimantan Timur.

Hasil temuan penelitian ini konsisten dengan pendapat Badudu (2002)

pengalaman yaitu sesuatu atau keterampilan tentang sesuatu yang didapatkan

dari kejadian yang dialami dan sudah dijalani dan dirasakan pada suatu periode

waktu tertetu, temuan penelitian ini dipertegas oleh pendapat Marcus dan

Puttonen (2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa semakin seseorang

melakukan tugas auditnya, maka semakin bertambah pengalaman dan

pengetahuan auditor tersebut. Auditor yang berpengalaman juga akan lebih

paham terkait penyebab kekeliruan yang terjadi, apakah karena murni kesalahan

atau kekeliruan yang disengaja.

Beberapa penelitian terdahulu mendapatkan hasil bahwa tekanan waktu

memiliki pengaruh positif dan signifikan tehadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan, seperti halnya penelitian yang dilakukan oleh Molina

dan Wulandari (2018) yang mendapatkan hasil bahwa tekanan waktu

berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Artinya semakin tinggi tekanan waktu yang diberikan

kepada seorang auditor, maka semakin tinggi pula kemampuan auditor tersebut
100

dalam mendeteksi kecurangan. Auditor dalam hal ini mampu beradaptasi dengan

tekanan waktu yang terjadi sehingga tekanan waktu tersebut justru

meningkatkan kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Berdasarkan

hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa semakin tinggi

pengalaman yang dimiliki seorang auditor yang bekerja pada Badan Pemeriksa

Keuangan Perwakilan Kalimantan Timur, maka akan memperkuat pengaruh

tekanan waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.


BAB VII

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Berbasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan mengenai

pengaruh skeptisme profesional, independensi, dan tekanan waktu

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan dengan

pengalaman variabel moderasi, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut:

1. Skeptisme profesional berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini mendukung teori

disonansi kognitif mempunyai arti keadaan psikologis yang tidak

menyenangkan yang timbul dalam diri manusia terjadi konflik antara

dua konfllik perilaku dan sikap. Hasil tersebut membuktikan bahwa

auditor yang bekerja pada Badan Pengawasan Keuangan Perwakilan

Kalimantan Timur telah mengoptimalkan skeptisme profesional yang

dimiliki dalam melaksanakan tugas audit. Artinya semakin tinggi

skeptisme profesional maka kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan akan meningkat.

2. Independensi berpengaruh terhadap kemampuan auditor dalam

mendeteksi kecurangan. Temuan ini menunjukkan bahwa

independensi auditor secara signifikan mempengaruhi kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Hasil penelitian ini mendukung

teori atribusi yang berasumsi bahwa kinerja serta perilaku dapat

101
102

seseorang dapat dipengaruhi oleh kemampuannya secara personal

yang yang berasal dari kekuatan internal. independensi merupakan

bagian dari kemampuan dalam diri seorang auditor yang dapat

mempengaruhi kemampuan mendeteksi kecurangan. Hal tersebut

membuktikan bahwa independensi yang dimiliki oleh auditor yang

bekerja pada Badan Pengawas Keuangan Perwakilan Kalimantan

Timur akan mendukung kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

3. Tekanan waktu tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan. Maknanya, tekanan waktu yang dimiliki

seorang auditor tidak berpengaruh terhadap kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan, dengan demikian tekanan waktu tidak

mempengaruhi berhasil atau tidaknya auditor dalam mendeteksi

kecuranagan dikarenakan auditor sudah diberi anggaran waktu yang

sesuai dengan ruang lingkup audit, dan standar yang sudah ditetapkan

sehingga tekanan waktu tidak mempengaruhi kinerja yang berkaitan

dengan pelaksanaan audit.

4. Pengalaman dapat memoderasi pengaruh skeptisme profesional

terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan. Temuan

ini menunjukkan bahwa pengalaman dapat memoderasi pengaruh

skeptisme profesional terhadap kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan. Hal tersebut membuktikan bahwa auditor yang memiliki

pengalaman yang tinggi akan mengoptimalkan skeptisme profesional

yang dimiliki untuk mendeteksi kecurangan.


103

5. Pengalaman dapat memoderasi independensi terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Temuan ini menunjukkan

pengalaman secara signifikan memperkuat pengaruh independensi

terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Hal tersebut

membuktikan bahwa auditor yang bekerja pada Badan Pengawas

Keuangan Perwakilan Kalimantan Timur yang memiliki pengalaman

yang tinggi akan mendukung independensi pada saat auditor sedang

melaksanakan tugas audit untuk mendeteksi kecurangan.

6. Pengalaman dapat memoderasi tekanan waktu terhadap kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan. Temuan ini menunjukkan

walaupun tekanan waktu secara langsung tidak berpengaruh, tetapi

dengan adanya pengalaman yang memoderasi hubungan tekanan

waktu terhadap kemampuan auditor mendeteksi kecurangan. Hal

tersebut membuktikan bahwa auditor dalam hal ini mampu beradaptasi

dengan tekanan waktu yang terjadi sehingga tekanan waktu tersebut

justru meningkatkan kemampuan auditor dalam mendeteksi

kecurangan.

7.2 Implikasi

Hasil penelitian ini dapat memberikan implikasi bagi peneliti, yaitu model

penelitian yang dikembangkan perspektif untuk mengkaji tingkat signifikansi dan

hubungan masing-masing faktor terhadap kemampuan auditor mendeteksi

kecurangan. Hasil penelitian ini berimpliksi pada peranan teori atribusi, teori ini

secara singkat menjelaskan bagaimana seorang auditor dalam mendeteksi


104

kecurangan dapat di tingkatkan dari skeptisme profesional, indenpendensi,

tekanan waktu, dan diperkuat oleh pengalaman.

Bagi praktek, dari sisi auditor agar semakin meningkatkan perannya

sebagai anggota dari lembaga negara yang independen dalam mengawasi

jalannya pemerintah agar tingkat kecurangan yang terjadi di tubuh pemerintah

dapat diredam bahkan dihentikan.

7.3 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan tidak terlepas dari adanya beberapa keterbatasan

yang terdapat pada kualitas data hasil penelitian. Keterbatasan-keterbatasan

tersebut antara lain:

1. Kemungkinan masih terdapat beberapa variabel lain yang belum

dimasukkan dalam penelitian ini yang memengaruhi kemampuan auditor

dalam mendeteksi kecurangan, seperti beban kerja, tipe kepribadian

auditor, audit tenure, task specific knowledge, dan sebagainya.

2. Hasil penelitian ini merupakan analisis dengan obyek studi hanya terbatas

kepada auditor eksternal pemerintah yang bekerja pada Badan Pengawas

Keuangan Perwakilan Provinsi Klimantan Timur, sehingga memungkinkan

hasil yang berbeda apabila penelitian mengenai topik yang sama namun

dilakukan pada obyek dan profesi yang berbeda.

7.4 Saran

Berdasarkan atas kesimpulan penelitian, direkomendasikan beberapa

saran kepada peneliti berikutnya yang terkait dengan kemampuan auditor dalam
105

mendeteksi kecurangan pada auditor eksternal pemerintah (Badan Pengawasan

Keuangan), yaitu:

1. Menambah ataupun mempertimbangkan variabel lain yang dapat

digunakan untuk meninjau faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan

auditor dalam mendeteksi kecurangan.

2. Untuk peneliti selanjutnya agar memperluas obyek penelitian dengan

mengembangkan sampel penelitian bukan hanya kepada responden yang

berprofesi sebagai auditor BPK Perwakil satu Provinsi saja namun

menambah jumlah sampel responden, sehingga memungkinkan perbedaan

hasil penelitian ini.

3. Penelitian ini menggunakan instrumen berdasarkan kuesioner yang

dibagikan kepada responden, sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat

meneliti dengan instrument penelitian lain.

4. Untuk penelitian selanjutnya juga dapat mencoba melakukan penelitian ini

dengan metode penelitian yang berbeda misalnya metode penelitian

kualitatif ataupun mixed method antara kualitatif dengan kuantitatif.


106

DAFTAR PUSTAKA

Adnyani, N., Atmadja, A. T., & Herawati, N. T. (2014). Pengaruh Skeptisme


Profesional Auditor, Independensi, dan Pengalaman Auditor Terhadap
Tanggungjawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan dan Kekeliruan
Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik (KAP)
Wilayah Bali). E-Journal AK Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1) 1-11.

Alim, D. (2007). Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas


Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi. SNA X. Makassar

Andriyanti, D. Dan M.Y. Latrini. (2019). Pengaruh Pengalaman, Independensi,


Dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan Pada
Bank Perkreditan Rakyat. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. ISSN:
2302-8556. Vol.27.1:475-504.

Anggriawan, E.F. (2014). Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional


dan Tekanan Waktu terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Fraud: Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di DIY. Jurnal Nominal.
3(2): 101-116.

Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). (2014). Report to The Nations


on Occupational Fraud and Abuse. Texas : ACFE.

Aziza, Kurnia Sari. (2016). Poin-poin Perdebatan Ahok dan BPK soal Pembelian
Lahan RS Sumber Waras. Kompas. Melalui
(http://megapolitan.kompas.com). Diakses 11 januari 2020.

Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Badan Pemeriksa


Keuangan. Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar
Pemeriksaan Keuangan Negara

Badudu dan Sutan.(2002). Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka


Sinar Harapan.

Boyle, D.M., DeZoort, F.T. & Hermanson, D.R. (2015). The effect of alternative
fraud model use on auditors? fraud risk judgments. Journal of Accounting
and Public Policy, 34(6): 578–596.

Chooper, Donald R, Pamela S. Schindler. (2003). Business Research Methods.


Eight Edition. New York: McGraw-Hill/Irwin.

Christiawan, Y.J. (2002). Kompetensi dan Indepedensi Akuntan Publik:Refleksi


Hasil Penelitian Empiris. Journal Directory:Kumpulan Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Unika Petra. Vol. 4/ No.

Cotseurani, Teuku Rahmad Danil. (2016). Demam Opini WTP di Aceh. Tempo.
Melalui (http://indonesiana.tempo.co).Diakses 11 januari 2020.
107

Cressey, D.R. (1953). Others people money, A study in the social psychology of
Embezzlement. Montclair: Patterson Smith.

Dandi, V. Dkk. (2017). Pengaruh Beban Kerja, Pelatihan Dan Tekanan Waktu
Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi
Empiris Bpk Ri Perwakilan Provinsi Riau). Jom Fekon. Vol. 4 No. 1: 911-
925.

Deis, D.R. dan G.A. Giroux. (1992). Determinants of Audit Quality in The Public
Sector. The Accounting Review. Juli:462-479

Festinger, L. (1957). La Teoria De La Disonancia Cognoscitiva. Psicothema,5 (1):


201-206.

Fransisco, Dkk. (2019). Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Tekanan


Waktu Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan dengan
Skeptisme Profesional Sebagai Variabel Intervening. Prosiding Seminar
Nasional Pakar Ke 2. Issn (P) : 2615 – 2584.

Fullerton and Durtschi. (2004). The Effect of Professional Scepticism on the


Fraud Detection Skills of Internal Auditors. Utah State University, 16 (435),
1–38.

Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS
23. Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hafizhah, N. dan Ahim, A. (2017). Pengaruh Tekanan Waktu, Independensi,


Skeptisme Profesional, dan Pengalaman Kerja Terhadap Kemampuan
Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Laporan Keuangan (Studi pada
Empiris Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta). Reviu Akuntansi dan Bisnis Indonesia, Vol.1 No.1, Hlm:68-77,
Juli 2017.

Hartan, Hanum Trinanda & Waluyo, I. (2016). Pengaruh Skeptisme Profesional,


Independensi dan Kompetensi terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi
Kecurangan (Studi Empiris pada Inspektorat Daerah Istimewa Yogyakarta).
Jurnal Profita, 3, 1–20.

Herningsih, Sucahyo. (2002), “Penghentian prematur atas prosedur audit : Studi


empiris pada kantor akuntan publik.Wahana, Vol. 5, No. 2

http://www.bpk.go.id/

https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/surya-aditya/polda-kaltim-13-kasus-
korupsi-baru-2019-negara-rugi-puluhan-miliar/full

https://kaltim.tribunnews.com/2019/10/23/pemprov-kaltim-sukses-pertahankan-
opini-wtp-keenam-kali

Hurt, R. K. M. Eining, dan David Plumlee. (2003). “Profesional skepticism: A


model with implications for research, practice, and education.” Working
paper. University of Wisconsin.
108

International Federation of Accountants (IFAC), (2004), The Measurement and


Management of Intellectual Capital, Avaible online at: www.ifac.org.

Irawan, Dkk. (2018). Analisis Pengaruh Pengalaman Audit, Beban Kerja,


Skeptisme Profesional, Dan Independensi Terhadap Kemampuan Auditor
Mendeteksi Fraud. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi Informasi. Vol.
14 Edisi Khusus: 146-160.

Kalbers, Lawrence P. Forgathy, Timoty J. (1993). “Audit Committe Effectiveness:


an empirical investagation of contrbution of power” Auditing A Journal of
Practice & Theory, Vol 12, No. 1, Spring

Knoers dan Haditono. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam


Berbagai Bagian. Cetakan ke -12, Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.

Koroy, T.R. (2008). Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh


Auditor Eksternal. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. 1(1).

Kumaat, V.G. 2011. Internal Audit. Erlangga. Jakarta.

Kushasyandita, Sabhrina. (2012). “Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi


Audit, Etika, dan Gender terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor
Melalui Skeptisisme Profesional Auditor (Studi Kasus Pada KAP Big Four
di Jakarta)”. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Semarang.

Larasati, D Dan W. Puspitasari. (2019). Pengaruh Pengalaman, Independensi,


Skeptisisme Profesional Auditor, Penerapan Etika, Dan Beban Kerja
Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal
Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832 (Online) Volume. 6 Nomor: 31-42

Libby, R., and D. M. Frederick. (1990). Experience and the ability to explain audit
findings. Journal of Accounting Research 28 (2): 348–367.

Manurung, Daniel T. H. dan Niki Hadian. (2013). Detection Fraud of Financial


Statement with Fraud Triangle. Proceedings of 23rd International Business
Research Conference. Melbourne.

Molina dan Wulandari, S. (2018). Pengaruh Pengalaman, Beban Kerja dan


Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan. Jurnal Ilmu Akuntansi. Volume 16, No 2: 43-55.

Muchlis, F. Dkk. (2015). Pengaruh Komponen Keahlian Terhadap Kemampuan


Auditor Dalam Pendeteksian Kecurangan Pada Auditor Bpkp Sumatera
Barat. Jom. Fekon Vol. 2 No. 1: 1-16

Mulyadi. (2002). Auditing, Buku Dua (ke enam). JAkarta: Salemba Empat.

Mulyadi. 2002. Auditing. Universitas Gajah Mada. Edisi keenam, Salemba


Empat. Jakarta : PT. Ikrar Mandiri Abadi.
109

Nasution, Hafifah & Fitriany. (2012). “Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit,
dan Tipe Kepribadian terhadap Skeptisisme Profesional dan Kemampuan
Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan”.

Naya, J. dan H.B. Yanti. (2020). Mendeteksi Kecurangan Melalui Teori Gone
Menurut Persepsi Auditor Eksternal dengan Penglaman Sebagai Variabel
Moderasi. Prosiding Seminar Nasional Pakar ke 3 Tahun 2020. ISSN :
2615-2584.

Noviyanti, Suzy. (2008). Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi


Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol.5, No.1, 102-
125. Universitas Kristen Satya Wacana.

Olofsson M. Bobby Puttonen. (2011). Stucture and Profesional Judgment in Audit


Planning. Hongskolan Kristiantad Business Aconomy and Administrarion.
Code 6202, Pages 1:28 Kristiantad, Sweden.

Primasari, A. dkk. (2019). Pengaruh Independensi, Audit Tenure, Beban Kerja,


dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan Dengan Variabel Moderasi Pemahaman Kondisi Entitas dan
Supervisi. Jimea-Jurnal Inovasi Manajemen Ekonomi dan Akuntasi. Vol 1
No 1 April. E-Issn : 2684-8031.

Purba, A.F. Dan M. Nuryatno. (2019). Kecerdasan Emosional Sebagai


Pemoderasi Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi, Time
Pressure, Locus Of Control Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832
(Online) Volume. 6 No. 2.: 325-344.

Putri, dan Dandi. (2002). Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap


Struktur Pengetahuan Auditor Tentang Kekeliruan. Jurnal Akuntansi
Fakultas Ekonomi UNS.

Rahayu, S. Dan Gudono. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Kemampuan Auditor Dalam Pendeteksian Kecurangan: Sebuah Riset
Campuran Dengan Pendekatan Sekuensial Eksplanatif. Simpusium
Nasional Akuntansi, XIX, Lampung: 1-31

Rahmawati, dan Usman, H. (2014). Pengaruh Beban Kerja dan Pengalaman


Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Investasi.
Vol. 15 No.1: 68-76.

Ramadhany, F. (2015). Pengaruh Pengalaman, Independensi, Skeptisme


Profesional, Kompetensi, dan Komunikasi Interpersonal Auditor Kap
terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada Kap di Wilayah
Pekanbaru, Medan, dan Batam). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Riau, 2(2).

Ramamoorti, S. (2008). The psychology and sociology of fraud: Integrating the


behavioral sciences component into fraud and forensic accounting
curricula. Issues in Accounting Education, 23(4): 521–533.
110

Ranu, G.A.Y.N dan L.K. Merawati. (2017). Kemampuan Mendeteksi Fraud


Berdasarkan Skeptisme Profesional, Beban Kerja, Pengalaman Audit dan
Tipe Kepribadian Auditor. Jurnal Riset Akuntansi. Vol.7 No.1: 79-90.

Sari, Y.E. Dan N. Helmayunita. (2018). Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman,


Dan Skeptisme Profesional Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Pada Bpk Ri Perwakilan Propinsi
Sumatera Barat). Jurnal WRA, Vol 6, No 1: 1174-1192.

Sekaran, U. & Bougie, R. (2013). Research Method For Business Fifth Edition.
United Kingdom: Wiley.

Sekaran, Uma & Bougie, Roger. (2016). Research Method for Business. A skill
building Approach. Seventh Edition. Wiley.

Sofie, Dan N.A. Nugroho. (2018). Pengaruh Skeptisme Profesional,


Independensi, Dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan Auditor
Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832
(Online) Volume. 5 Nomor. 1: 65-80

Sososutikno, Christina. (2003). Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan


Perilaku Disfungsional serta Pengaruhnya terhadap Kualitas Audit
[disertasi]. Surabaya (ID): Simposium Nasional Akuntansi VI.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuhbelas. Bandung.


Alfabeta.

Suraida, Ida. (2005). “Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko
Audit Terhadap Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian
Opini Akuntan Publik.” Sosiohumaniora, Vol.7, No.3, 186-202.

Syamsuddin. (2017). The Government Whistleblowers in Generating Audit


Quality. (A survey on provincial audit boards in South, Central, and West
Sulawesi, Indonesia). International Journal of Law and Management.
Emerald Insight. (Online), Vol. 59. Issue 6.

Tuanakotta, T. M. (2013). Audit Berbasis ISA (International Standards on


Auditing). Jakarta: Salemba Empat.

Tuanakotta. Theodorus M. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif.


Jakarta: Salemba Empat.

Wiguna, F. (2014). Pengaruh Skeptisisme Profesional dan Independensi Auditor


terhadap Pendeteksian Kecurangan. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(1) 453-
4.

Yusrianti, H. (2015). Pengaruh Pengalaman Audit, Beban Kerja, Task Specific


Knowledge Terhadap Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan.
Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya. Vol.13 No.1: 55-72.
111

L
A
M
P
I
R
A
N
112

Lampiran 1. Kuesioner Penelitian

Lampiran : 6 Lembar
Perihal : Permohonan Menjadi Responden

Dengan Hormat,

Saya adalah mahasiswa pascasarjana pada Program Studi Magister


Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin, yang sementara
melakukan penelitian mengenai kemampuan auditor dalam mendeteksi
kecurangan. Tujuan dari penelitian ini adalah unutk mengetahui pengaruh
skeptisme profesional, pengalaman auditor, independensi auditor, dan tekanan
waktu terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Sehubungan dengan hal itu, saya memerlukan data/informasi dari


Bapak/Ibu. Mohon partisipasi dari Bapak/Ibu untuk meluangkan waktu mengisi
kuesioner penelitian sesuai dengan persepsi Bapak/Ibu. Tidak ada jawaban
benar atau salah, yang terpenting adalah menggambarkan kondisi yang ada
sebenarnya. Semua data/informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
kepentingan akademis dan akan dijaga kerahasiaannya sesuai dengan kaidah-
kaidah ilmiah.

Demikian atas kerjasama yang baik dan kesungguhan Bapak/Ibu dalam


mengisi kuesioner ini, saya ucapkan terima kasih.

Makassar, Maret 2020

Eko Edy Susanto


113

I. Identitas Responden

Petunjuk: berilah tanda silan (x) pada jaawaban yang dipilih.

Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

Pendidikan Terakhir :

1. Doktor / S3

2. Magister / S2

3. Sarjana / S1

4. Diploma / (D3 / D4)

5. Lain-lain

Umur :

1. Dibawa 25 tahun

2. 25 – 35 tahun

3. 36 – 45 tahun

4. 46 – 55 tahun

5. 55 tahun keatas

Masa Kerja:

1. 1 – 5 tahun

2. 6 – 10 tahun

3. 11 – 15 tahun

4. 16 tahun keatas

Jabatan :

(harap diisi)
114

II. Petunjuk Pengisian Kuesioner

Pilih salah satu nomor jawaban dengan memberikan tanda centang (√)

pada jawaban yang paling sesuai menurut Bapak/Ibu pada kotak yang berisi

skala 1 sampai dengan skala 5, yang pada setiap pertanyaan disimbolkan

dengan istilah istilah sebagai berikut:

STS : Sangat Tidak Setuju

TS : Tidak Setuju

N : Netral

S : Setuju

SS : Sangat Setuju

SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR (Hurt, Eining, dan Plumlee, 2003)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Dalam mengevaluasi bukti audit, saya harus selalu


berfikir penuh pertanyaan
2 Saya memerlukan pemikiran yang kritis dalam
melaksanakan audit
3 Saya tidak akan terburu-buru dalam mengambil
keputusan.
4 Saya akan senantiasa memahami orang yang
menyediakan bukti audit.
5 Saya senantiasa bersikap kritis dalam memperluas
ruang lingkup informasi.
6 Saya dapat menemukan bukti audit yang dapat
dipercaya kebenarannya.
7 Saya dapat menemukan solusi alternatif.
8 Saya sangat cermat dalam mengaudit.
115

INDEPENDENSI AUDITOR (Adnyani, dkk, 2014)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Auditor harus mampu mempertahankan sikap yang


tidak memihak siapapun selama audit
2 Pemeriksaan bebas dari kepentingan pribadi atau
hubungan yang membatasi pemeriksaan pada
kegiatan, catatan dan orang-orang tertentu yang
seharusnya tercakup dalam pemeriksaan
3 Auditor harus memiliki kejujuran yang tinggi dalam
melaksanakan audit
4 Auditor bebas mengkomunikasikan hasil audit sesuai
dengan yang terjadi
5 Auditor melakukan pekerjaan dengan rasa
tanggungjawab
6 Auditor melakukan audit keputusan sesuai dengan
keadaan atau fakta yang terjadi
7 Auditor memiliki sikap objektivitas dalam bekerja
8 Auditor perlu memberikan informasi sesuai dengan
fakta atau keadaan sebenarnya yang terjadi pada
objek yang diperiksa
9 Auditor mampu menghindari faktor-faktor yang dapat
meragukan masyarakat terhadap independensi
auditor

TEKANAN WAKTU (Anggriawan, 2014)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Saya merasa terdapat suatu kewajiban untuk


melaksanakan prosedur audit tertentu pada batas
waktu yang ditetapkan
2 Saya merasa perlu adanya pembatasan waktu pada
116

auditor dalam melaksanakan kegiatan audit


3 Saya merasa batas waktu audit yang dialokasikan
menjadi adanya kendala untuk pelaksanaan atau
penyelessaian prosedur audit tertentu
4 .saya merasa pelaksanaan atau penyelesaian
prosedur audit tertentu dalam batas waktu audit sulit
untuk dipenuhi
5 Saya merasa terbatasnya waktu dalam mengaudit
mendikan saya memperoleh bukti kurang maksimal
6 Saya merasa adanya perjanjian dalam waktu audit
membuat kualitas audit akan menurun
7 Saya berusaha untuk menyelesaikan tugas saya
dalam mengaudit perusahaan klien sesuai dengan
waktu penyelesaian audit yang sudah disepakati
8 Saya bersedia lembur dalam menyelesaikan
pekerjaan audit saya

PENGALAMAN AUDITOR (Olofsson M. Bobby Puttonen. 2011)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Semakin lama menjadi auditor, semakin mengerti


bagaimana suatu entittas/objek pemeriksaan
memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan
2 Semakin lama menjadi auditor, semakin dapat
mengetahui informasi yang relevan untuk mengambil
pertimbangan dalam membuat keputusan
3 Semakin lama menjadi auditor, semakin dapat
mendeteksi kesalahan yang dilakukan obyek
pemeriksaan
4 Semakin lama menjadi auditor, semakin mudah
mencari penyebab munculnya kesalahan serta dapat
memberikan rekomendasi untuk
menghilangkan/memperkecil penyebab tersebut
5 Banyaknya tugas audit membuat ketelitian dan
kecermatan dalam menyelesaikannya
117

6 Kekeliruan dalam pengumpulan dan pemilihan bukti


serta informasi dapat menghambat proses
penyelesaian pekerjaan
7 Banyaknya tugas yang dihadapi memberikan
kesempatan untuk belajar dari kegagalan dan
keberhasilan yang pernah dialami
8 Banyaknya tugas yang diterima dapat memacu
auditor untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
cepat dan tanpa terjadi penumpukan tugas

KEMAMPUAN MENDETEKSI KECURANGAN (Fullerton dan Durtschi, 2004)

No Pernyataan STS TS N S SS

1 Sebelum melaksanakan audit, saya harus


memahami struktur pengendalian internal instansi
terkait
2 Deteksi kecurangan mencakup identifikasi indikator
kecurangan yang memerlukan tindak lanjut auditor
untuk melakukan investigasi.
3 Saya harus memahami karakteristik terjadinya
kecurangan.
4 Diperlukan standar pengauditan mengenai
pendeteksian kecurangan.
5 Lingkungan pekerjaan audit sangat mempengaruhi
kualitas audit.
6 Metode dan prosedur audit yang tidak efektif dapat
mengakibatkan kegagalan dalam usaha
pendeteksian kecurangan.
7 Saya dapat menyusun langkah yang dilakukan guna
pendeteksian kecurangan.
8 Identifikasi atas faktor penyebab kecurangan,
menjadi dasar untuk memahami kesulitan dan
hambatan dalam pendeteksian kecurangan.
9 Saya harus dapat memperkirakan bentuk
118

kecurangan apa saja yang bisa terjadi.


10 Saya harus dapat mengidentifikasi pihak yang dapat
melakukan kecurangan.
11 saya harus melakukan pengujian atas dokumen
dokumen atau informasi yang diperoleh
12 Kondisi mental dan pengawasan kerja yang buruk
merupakan faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kecurangan.
119

Lampiran 2. Uji Validitas dan Uji Reliabilitas


Uji Validitas
Skeptisme Profesional (X1)
120

Independensi (X2)
121

Tekanan Waktu (X3)


122

Pengalaman (Z)
123

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)


124

Uji Reliabilitas
Skeptisme Profesional (X1)

Independensi (X2)

Tekanan Waktu (X3)


125

Pengalaman (Z)

Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan (Y)


126

Lampiran 3. Uji Asumsi Klasik

a. Normalitas

b. Multikoloniearitas

Coefficientsa

Collinearity Statistics
Model Tolerance VIF
1 (Constant)
X1 .581 1.721
X2 .617 1.620
X3 .858 1.165
Z .807 1.238
a. Dependent Variable: Y

c. Heterokedastisitas
127

Lampiran 4. Uji Regresi


a. REGRESI BERGANDA SEBELUM MODERASI

Model Summaryb
Change Statistics
R Std. Error F
Mod Squar Adjusted of the R Square Chang Sig. F
el R e R Square Estimate Change e df1 df2 Change
a
1 .873 .762 .730 1.637 .762 24.012 4 30 .000

a. Predictors: (Constant), Z, X2, X3, X1


b. Dependent Variable: Y

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 257.249 4 64.312 24.012 .000
Residual 80.351 30 2.678
Total 337.600 34
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), Z, X2, X3, X1

Coefficientsa
Standard
ized
Unstandardized Coefficie Collinearity
Coefficients nts Correlations Statistics
Std. Zero- Partia Tolera
Model B Error Beta t Sig. order l Part nce VIF
1 (Const 6.894 3.745 1.841 .076
ant)
X1 .391 .101 .451 3.860 .001 .764 .576 .344 .581 1.721

X2 .462 .100 .526 4.642 .000 .797 .647 .414 .617 1.620

X3 -.051 .059 -.083 -.868 .392 .018 -.157 -.077 .858 1.165

Z -.001 .049 -.003 -.030 .976 .149 -.005 -.003 .807 1.238

a. Dependent Variable: Y
128

b. REGRESI BERGANDA SETELAH MODERASI

Model Summaryb
Change Statistics
R Std. Error F
Mod Squar Adjusted of the R Square Chang Sig. F
el R e R Square Estimate Change e df1 df2 Change
a
1 .888 .788 .776 2.125 .788 70.480 2 38 .000
a. Predictors: (Constant), X1.Z, X1
b. Dependent Variable: Y

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 636.622 2 318.311 70.480 .000
Residual 171.621 38 4.516
Total 808.244 40
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X1.Z, X1

Coefficientsa
Standar
dized
Unstandardized Coefficie Collinearity
Coefficients nts Correlations Statistics
Std. Zero- Parti Tolera
Model B Error Beta t Sig. order al Part nce VIF
1 (Const 19.653 3.290 5.974 .000
ant)
X1 .489 .077 .547 6.363 .000 .043 .718 .476 .756 1.323
X1.Z .011 .001 1.020 11.85 .000 .749 .887 .886 .756 1.323
8
a. Dependent Variable: Y
129

Model Summaryb
Change Statistics
Std. Error F
Mod R Adjusted of the R Square Chang Sig. F
el R Square R Square Estimate Change e df1 df2 Change
a
1 .891 .794 .783 2.093 .794 73.257 2 38 .000
a. Predictors: (Constant), X2.Z, X2
b. Dependent Variable: Y

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 641.789 2 320.895 73.257 .000
Residual 166.454 38 4.380
Total 808.244 40
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2.Z, X2

Coefficientsa
Standar
dized
Unstandardized Coefficie Collinearity
Coefficients nts Correlations Statistics
Std. Zero- Parti Tolera
Model B Error Beta t Sig. order al Part nce VIF
1 (Const 17.008 3.466 4.907 .000
ant)
X2 .554 .081 .515 6.806 .000 .317 .741 .501 .947 1.056
X2.Z .009 .001 .856 11.31 .000 .737 .878 .833 .947 1.056
2
a. Dependent Variable: Y
130

Model Summaryb
Change Statistics
R Std. Error F
Mod Squar Adjusted of the R Square Chang Sig. F
el R e R Square Estimate Change e df1 df2 Change
a
1 .588 .346 .311 3.730 .346 10.041 2 38 .000
a. Predictors: (Constant), X3.Z, X3
b. Dependent Variable: Y

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
b
1 Regression 279.443 2 139.722 10.041 .000
Residual 528.800 38 13.916
Total 808.244 40
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X3.Z, X3

Coefficientsa
Standard
ized
Unstandardized Coefficie Collinearity
Coefficients nts Correlations Statistics
Std. Zero- Partia Tolera
Model B Error Beta t Sig. order l Part nce VIF
1 (Const 48.567 2.442 19.88 .000
ant) 8
X3 -.279 .106 -.346 - .012 -.372 -.392 -.345 .997 1.003
2.630
X3.Z .010 .003 .456 3.469 .001 .476 .490 .455 .997 1.003

a. Dependent Variable: Y
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

THE EFFECT OF PROFESSIONAL SKEPTISM,


INDEPENDENCE, AND TIME PRESSURE ON THE
ABILITY AUDITORS IN DETECT FRAUD WITH
EXPERIENCE AS A MODERATED VARIABLE
(Study at BPK RI Representative of East Kalimantan)
Eko Edy Susanto1, Syarifuddin2, Syamsuddin3
1,2,3
Faculty of Economics and Business, Hasanuddin University

E-mail: eko@stiebalikpapan.ac.id1, syarif1963@yahoo.com2, Syamwadi88140@gmail.com3

Received: 14 March 2020 Revised and Accepted: 8 July 2020

ABSTRACT: This study aims to provide an overview of the effects of professional skepticism, independence,
and time pressure on the ability of auditors to detect fraud with experience as a moderating variable. The object
of research is the auditor of the Supreme Audit Agency of the Republic of East Kalimantan Province. The
population is 47 auditors. Determination of the sample using the Nonprobability sampling technique, namely
research that takes a sample that does not provide equal opportunity / opportunity for each element or member
of the population to be selected as a sample. The population in this study 47 auditors and all populations
sampled data collection using a questionnaire with data analysis using moderated regression analysis (MRA)
using SPSS version 25. The results showed that: first, professional skepticism had a positive and significant
effect on the ability of auditors in detect fraud. Second, independence has a positive and significant effect on the
auditor's ability to detect fraud. Third, time pressure does not affect the auditor's ability to detect fraud. Fourth,
experience has a positive and significant influence in moderating with the direction of strengthening the
relationship of professional skepticism to the auditor's ability to detect fraud. Fifth, experience has a positive and
significant influence in moderating with the direction of strengthening the relationship of independence to the
auditor's ability to detect fraud. Sixth, experience has a positive and significant influence in moderating with the
direction of strengthening the relationship of time pressure to the auditor's ability to detect fraud.

KEYWORDS: professional skepticism, independence, time pressure, experience, auditor's ability to detect
fraud.

I. INTRODUCTION
Audit is a process to obtain and evaluate evidence objectively about economic activities and policies, with the
aim of determining the level of conformity between statements with established criteria, as well as the delivery
of results to users or stakeholders (Mulyadi, 2002). BPK RI (Supreme Audit Agency of the Republic of
Indonesia) was appointed as an external auditor of the government's financial statements, for the central
government and regional governments. Even though the BPK has conducted an audit, problems have still been
found in the management of state finances.
BPK RI Representatives of the Province of East Kalimantan have provided opinions on Provincial and Regency
/ City LKPDs in East Kalimantan Province. Fiscal Year 2018 there are 9 Regencies / Cities getting WTP
opinion and 1 District that gets WDP. Based on the East Kalimantan Regional Police report during 2019 there
were 13 cases of corruption, with state losses amounting to Rp.59 billion, and it's just that all 13 cases of
corruption have not entered the realm of the court and all are still in the process of investigation and
investigation by parties the East Kalimantan Regional Police. With the finding of corruption when the BPK gave
WTP opinion to 90% of regencies / cities in East Kalimantan Province showed that the results of the audit
conducted by BPK had not been able to detect fraud properly
According to Kumaat (2011), detecting fraud is an attempt made by an auditor to get an adequate initial
indication of fraud, as well as making the space for fraud behavior increasingly narrow. Whereas Nasution and
Fitriany (2012), assume that the auditor's ability to detect fraud actually shows the self quality of an auditor.
High skepticism makes auditors detect fraud more highly, and has a great desire to uncover more and clear
information related to fraud, with the absence of professional skepticism in an auditor, fraud tends to be ignored
because fraud is hidden by intellectual actors. the high ACFE (Larasati and Puspitasari, 2019).

3138
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

An auditor who has an attitude of independence, in every audit audit process will not care about the interference,
or pressure from any party, the auditor has high integrity (Hartan and Waluyo, 2016). Auditors can detect fraud
because, inherent independence is inherent in an auditor (Sofie and Nugroho, 2018).
Sari and Helmayunita (2018), are used as references in this study with different variables, namely workload is
changed to time pressure variable. The reason is that due to the high time pressure on the auditor, the time used
to detect fraud is very minimal so the auditor's ability to detect fraud will decrease. This is evidenced by the
results of research Anggriawan (2014), states that time pressure negatively affects the ability of auditors to
detect fraud. In line with Koroy (2008) research, an auditor who works under high time pressure will cause a
lack of sensitivity in detecting fraud because the auditor will focus more on completing his work than detecting
the causes of fraud.
Experienced auditors will have a higher level of ability to detect fraud, and have a higher sensitivity to errors so
that with this experience the auditor can assess information and relevant evidence in helping the auditor
complete his tasks. Therefore, experience can be used as a moderating variable to see the relationship between
the independent variables and the dependent variable. Furthermore, with high flight hours an auditor usually
finds fraud and is more careful in detecting fraud compared to auditors with low flight hours (Nasution and
Fitriany, 2012) (Kushasyandita, 2012) (Muchlis, Zulbahridar, and Natariasari, 2015) ( Iriawan, Rispantyo and
Astuti, 2018) (Sari and Helmayunita, 2018).
The reason researchers want to re-examine the ability of auditors to detect fraud is because, based on the
description above with the number of research results that have not been consistent so that motivates researchers
to do research again with regard to " the effect of professional skeptism, independence, and time pressure on the
ability auditors in detect fraud with experience as a moderated variable".

II. LITERATURE REVIEW


a. Attribution Theory
Heider (1958) states that individual behavior can be explained by attribution theory. Heider developed this
theory by arguing that the combination of internal forces (internal forces) and external forces (external forces)
that determine the behavior of an individual. Performance and behavior of a person's behavior can be influenced
by his ability personally that comes from internal strengths owned by someone such as nature, character,
attitude, ability, expertise and effort. Meanwhile, factors that come from outside the control of an individual are
a person's external strengths such as the pressure of the situation, difficulties or luck at work.

b. Cognitive Dissonance Theory


The Cognitive Dissonance Theory was developed by Leon Festinger in 1957. This theory says that humans
basically like consistency, therefore humans will tend to take attitudes that are not in conflict with one another
and avoid taking actions that are not in accordance with their attitudes. Dissonance means an inconsistency.
Cognitive Dissonance has the meaning of an unpleasant psychological condition that arises when a human
conflict occurs between two cognitions or a conflict between behavior and attitude. In this theory what is meant
by the cognitive element is any knowledge, opinion, or what people believe about an object, the environment,
themselves or their behavior. Cognitive dissonance can occur in cognitive elements that are relevant or related to
each other (Festinger, 1957).

c. Fraud (fraud)
Fraud (fraud) is an act that contains intentional elements, benefit oneself or others, intentions, fraud,
embezzlement or concealment, and abuse of trust which aims to obtain illegal profits obtained in the form of
money, goods / property, services, and not paying services, performed by one or more individuals who are
responsible for employees, governance, or third parties. (Republic of Indonesia Supreme Audit Agency, 2017).

d. Ability to Detect Fraud


The ability to detect fraud is interpreted as a skill or expertise possessed by the auditor to find indications of
fraud. According to Kumaat (2011), detecting fraud is an attempt made by an auditor to get an adequate initial
indication of fraud, as well as making the space for fraud behavior increasingly narrow.
Whereas Nasution and Fitriany (2012), assume that the auditor's ability to detect fraud actually shows the self
quality of an auditor. Namely the auditor's self-quality in explaining the impropriety of a financial statement
presented by a company or organization by identifying and proving the fraud (fraud).

e. Professional Skepticism
Professional skepticism must be possessed by all auditors especially when conducting the audit process. In IAI
2000, SA Sekasi 230; AICPA 2002, AU 230 quoted in the study (Noviyanti, 2008) explains that each auditor is
required to have an attitude of professional skepticism, especially when obtaining and evaluating audit evidence.
Auditors should not just assume management is dishonest. In ISA No. 200 (IFAC 2004) explains that auditors

3139
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

must plan and carry out audits with professional skepticism, recognizing that there may be misstatements in the
financial statements.
In his research Noviyanti (2008) also said the same thing, due to the possibility of misstatement in financial
statements, an auditor must adopt a professional skepticism attitude that is not easy to just accept the client's
explanation, but will give questions to get reasons, evidence and confirmation about the object in question. If
you do not adopt an attitude of professional skepticism, the auditor may only find misstatements caused by
errors not by fraud.

f. Independence
Independence can also be interpreted as the attitude of an auditor who has no personal interest in carrying out
audit tasks, because being independent means avoiding relationships that can interfere with the auditor's mental
attitude and objective appearance in carrying out audit tasks. Therefore, the mental attitude must always be
maintained to produce a good examination. (Hartan, and Waluyo, 2016) suggested that an auditor in carrying
out his work, is required to always be independent from any party. As an auditor of independence is an attitude
that must be owned, which means an attitude of impartiality in carrying out audit tasks.

g. Time pressure
Time pressure is the deadline given by the client to the auditor to complete the audit task. Auditors in the task of
examining financial statements will certainly be given a time limit by the client in completing their duties in
accordance with the specified deadline agreement. If it exceeds the specified time limit the auditor is deemed to
have carried out a default (Fransisco, et al, 2019).
According to Heriningsih (2002), time pressure is a condition or condition where there is pressure on the audit
time budget that has been prepared and results in reduced audit efficiency and effectiveness, job satisfaction and
can increase a person's stress level. According to Sososutikno (2003), time budget pressure is the situation
indicated for the auditor in carrying out the efficiency of the time that has been prepared or there is a very tight
and rigid time and budget constraint.

h. Auditor's Experience
According to (Libby and Frederick, 1990) states that experienced auditors not only have the ability to determine
mistakes or fraud, but also have the ability to provide a more accurate explanation than less experienced
auditors. Experience is an important indicator of an auditor's professional qualifications (AU Section 110
paragraph 04). Where the audit experience is the experience gained by the auditor during the financial statement
audit process both in terms of the length of time and the number of assignments that have been handled
(Suraida, 2005).
In addition, auditors who have a lot of experience will not only have the ability to find errors (fraud) or fraud
(fraud) that are not unusual in the financial statements, but also the auditor can provide a more accurate
explanation of these findings compared to auditors who still little experience (Libby and Frederick, 1990).

i. Research Hypothesis
Referring to the various opinions above, the hypothesis of this study is: (a) professional skepticism has a
positive effect on the ability of auditors to detect fraud, (b) independence has a positive effect on the ability of
auditors to detect fraud, (c) time pressure negatively affects the ability of auditors in detect fraud, (d) experience
has a positive effect on moderating the relationship between professional skepticism on the ability of auditors to
detect fraud, (f) experience has a positive effect on moderating the relationship between independence of the
auditor's ability to detect fraud, (g) experience has a positive effect on moderating the relationship between time
pressure on the auditor's ability to detect fraud.

III. RESEARCH METHODOLOGY


Research design
The research design is the design of the research structure that directs the process and results that are valid,
objective, efficient, and effective. The design of this study is hypothesis testing (hypotheses testing). The
understanding of the hypothesis test is a study that is described in the form of a statement accompanied by an
explanation of the logically estimated relationship between two or more variables so that a solution can be found
to overcome the problem at hand (Sekaran, 2016).

Research Location and Time


This research was conducted at a government agency namely the Republic of Indonesia Supreme Audit Agency
(BPK RI) Representative of East Kalimantan. The time used for this research is 2 months, from February to
March 2020.

3140
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

Sample Population and Sampling Techniques


The population in this study were all BPK RI auditors from East Kalimantan Representative. The total number
of auditors working for BPK RI Representatives in East Kalimantan is 47 auditors. Sampling in this study is to
use the nonprobability sampling method. Nonprobability sampling is a sampling technique that does not provide
equal opportunity / opportunity for each element or member of the population to be selected as a sample.
Saturated sampling is a sampling technique when all members of the population are used as samples. This is
because the population is relatively small or less than 100 (Sugiyono, 2013). The total population in this study
was 47 auditors and all populations were sampled. So this study uses census techniques or saturated sampling
techniques.

Data Types and Sources


The type of data used by researchers is primary data in the form of questionnaires distributed directly to
respondents according to population characteristics. Primary data is information collected by researchers aimed
at the research process (Sugiyono, 2013). The primary data used in this study is used as a reference for
analyzing and calculating research variables.

Method of collecting data


Data collection methods used in this study were survey methods with questionnaires. The questionnaire is a list
of questions that are arranged systematically to be distributed to respondents. The questionnaire is a replication
of previous studies that have been used several times.

Validity test
Validity test is to measure the validity of a questionnaire or the extent to which a measuring instrument is
believed to be used as a tool to measure the question items in the questionnaire in research. Validity test tests
how well one or a set of measurement instruments has precisely measured a study concept intended to be
measured (Cooper, 2003).

Reliability Test
Reliability testing is carried out to determine the level of reliability of the gauge. The hard gauge can be relied
upon if the results of the measurement are accurate and consistent. A questionnaire is said to be reliable if the
answers to questions are consistent and stable over time. The instrument is reliable if the reliability coefficient
or alpha is: (a) <0.6 not reliable, (b) 0.6 – 0.7 acceptable, (c) 0.7 – 0.8 good, and (d)> 0.8 is very good (Ghozali,
2016).

Data analysis method


In testing hypotheses in research, the analysis model used is Moderated Regression Analysis (MRA). This test
aims to determine the effect of the independent variable on the dependent variable and its influence after being
moderated. The first stage is multiple regression which is carried out in the absence of a moderating variable.
The second stage is carried out with the interaction between moderation and independent variables. The
equation is as follows.

Y = α + β1.X1 + β2.X2 + β3.X3 + e


Y = α + β1.X1 + β2.X2 + β3.X3 + β4.Z + β5.X1.Z + β6.X2.Z + β7.X3.Z + e

IV. RESEARCH RESULTS AND DISCUSSION


Research Data Regression Analysis
Multiple Linear Regression Analysis
R square determinant coefficient value on the test results above shows the value of 0.762 or 76.20%. These
results indicate that the auditor's ability to detect fraud is influenced by professional skepticism (X1),
independence (X2), and time pressure (X3) by 76.20%. The remaining 23.80% is influenced by other variables
outside the independent variables examined in this study.
Based on the results of the regression test above, mathematical equations can be arranged as follows.
Table 4.1 Results of Multiple Linear Regression Analysis
Direct Relationship Regression Standard
t-Statistics Prob. Explanation
Research Variable Coefficient Error
The constants 6.894 3.745 1.841 0.076
X1 → Y 0.391 0.101 3.860 0.001 Signifficant

3141
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

X2 → Y 0.462 0.100 4.642 0.000 Signifficant


X3 → Y -0.051 0.059 -0.868 0.392 Not Signifficant
R2 = 0.762
F Count = 24.012
Sig. F Count = 0.000
Source : Primary Data Processed, 2020

Y = 6.894 + 0.391 X1 + 0.462 X2 + -0.051 X3


Hypothesis testing in this study was carried out partially using the t test which can be seen as follows.
1. Effect of professional skepticism (X1) on the auditor's ability to detect fraud (Y)
In the variable professional skepticism (X1) obtained a probability value of 0.001. Because the probability value
is smaller than 5% (0.001 < 0.050), partially professional skepticism variable (X1) has a significant effect on the
auditor's ability to detect fraud (Y). based on the coefficient value of 0.391 is positive, indicate a positive
influence. That means the higher the professional skepticism (X1), the higher the auditor's ability to detect fraud
(Y). conversely, the lower the professional skepticism (X1), the lower the auditor's ability to detect fraud (Y).

2. The effect of independence (X2) on the auditor's ability to detect fraud (Y)
In the independence variable (X2) a probability value of 0,000 is obtained. Because the probability value is
greater than 5% (0.000 < 0.050), then the independence variable partially (X2) has a significant effect on the
auditor's ability to detect fraud (Y). based on the coefficient value of 0.462 which is positive, identifies a
positive effect. This means that the higher the independence (X1), the higher the auditor's ability to detect fraud
(Y). conversely, the lower the independence (X2), the lower the auditor's ability to detect fraud (Y).

3. Effect of time pressure (X3) on the auditor's ability to detect fraud (Y)
In the time pressure variable (X3) obtained a probability value of 0,392. Because the probability value is greater
than 5% (0.392 > 0.050), partially the time pressure variable (X3) has no significant effect on the auditor's
ability to detect fraud (Y). based on the coefficient of -0.051 marked negative, identifying the negative effect.
This means that the higher the time pressure (X3), the lower the auditor's ability to detect fraud (Y). conversely,
the lower the time pressure (X3), the higher the auditor's ability to detect fraud (Y).

Moderated Regression Analysis


The Effect of Professional Skeptism (X1) on the Auditor's Ability to Detect Fraud (Y)
Moderated regression analysis results (moderated regression analysis) can be seen in Table 4.2.
Table 4.2 Results of Regression Moderation Analysis Experience on the Effect of Professional Skeptism
on Auditor's Ability in Detect Fraud
Direct Relationship Regression Standard
t-Statistics Prob. Explanation
Research Variable Coefficient Error
The constants 19.653 3.290 5.974 0.000
Z -0.001 0.049 -0.030 0.976
X1*Z→ Y 0.011 0.001 11.858 0.000 Signifficant
2
R = 0.788
F Count = 70.480
Sig. F Count = 0.000
Source : Primary Data Processed, 2020

Y = 19.653 + 0.011 X1.Z


It can be seen that the variable professional skepticism interacting with experience (moderation) has a value of
0.000 below the standard significance value of 0.05. This shows that experience moderates the influence of
professional skepticism on the auditor's ability to detect fraud. The coefficient for the interaction of professional
skepticism and experience variables of 0.011 is positive, which means that the experience variable strengthens
the effect of professional skepticism on the auditor's ability to detect fraud.
The results of data analysis also show that the moderating variable in this study is experience is a pure
moderator variable. Pure moderation (pure moderator) is a moderating variable that functions not as an
independent variable (X) but is able to interact with other independent variables (X). this can be seen from the
effect of the experience variable not significantly on the ability of auditors to detect fraud, but the interaction of

3142
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

moderating variables with independent variables of professional skepticism is significant on the ability of
auditors to detect fraud.
The Effect of Independence (X2) on the Auditor's Ability to Detect Fraud (Y)
Moderated regression analysis results (moderated regression analysis) can be seen in Table 4.3.
Table 4.3 Results of Regression Moderation Analysis Experience on the Effect of Independence on the
Auditor's Ability to Detect Fraud
Direct Relationship Regression Standard
t-Statistics Prob. Explanation
Research Variable Coefficient Error
The constants 17.008 3.466 4.907 0.000
Z -0.001 0.049 -0.030 0.976
X2*Z→ Y 0.009 0.001 11.312 0.000 Signifficant
2
R = 0.794
F Count = 73.257
Sig. F Count = 0.000
Source : Primary Data Processed, 2020

Y = 17.008 + 0.009 X2.Z


It can be seen that the independence variable interacting with experience (moderation) has a value of 0.000
below the standard significance value of 0.05. This shows that experience moderates the effect of independence
on the auditor's ability to detect fraud. The coefficient for the interaction of independence and experience
variables of 0.009 is positive, which means that the experience variable strengthens the effect of independence
on the auditor's ability to detect fraud.
The results of data analysis also show that the moderating variable in this study is experience is a pure
moderator variable. Pure moderation (pure moderator) is a moderating variable that functions not as an
independent variable (X) but is able to interact with other independent variables (X). this can be seen from the
effect of the experience variable is not significant on the ability of auditors to detect fraud, but the interaction of
moderating variables with the independent variable is significant independence of the auditor's ability to detect
fraud.

Effect of Time Pressure (X3) on the Auditor's Ability to Detect Fraud (Y)
Moderated regression analysis results (moderated regression analysis) can be seen in Table 4.4.
Table 4.4 Results of Regression Moderation Analysis Experience on the Effect of Time Pressure on the
Auditor's Ability to Detect Fraud
Direct Relationship Regression Standard
t-Statistics Prob. Explanation
Research Variable Coefficient Error
The constants 48.567 2.442 19.888 0.000
Z -0.001 0.049 -0.030 0.976
X3*Z→ Y 0.010 0.003 3.469 0.001 Signifficant
R2 = 0.346
F Count = 10.041
Sig. F Count = 0.000
Source : Primary Data Processed, 2020

Y = 48.567 + 0.010 X3.Z


It can be seen that the time pressure variable interacting with experience (moderation) has a value of 0.001
below the standard significance value of 0.05. This shows that experience moderates the effect of time pressure
on the auditor's ability to detect fraud. The coefficient for the interaction of independence and experience
variables of 0.010 is positive, which means that the experience variable strengthens the effect of time pressure
on the auditor's ability to detect fraud.
The results of data analysis also show that the moderating variable in this study is experience is a pure
moderator variable. Pure moderation (pure moderator) is a moderating variable that functions not as an
independent variable (X) but is able to interact with other independent variables (X). this can be seen from the
effect of the experience variable not significantly on the ability of auditors to detect fraud, but the interaction of

3143
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

moderating variables with the independent variables significant time pressure on the ability of auditors to detect
fraud.

V. DISCUSSION
Professional skepticism has a positive effect on the auditor's ability to detect fraud
The results of hypothesis testing indicate that hypothesis 1 submitted was accepted. Thus the hypothesis stating
that professional skepticism has a positive and significant effect on the ability of auditors to detect fraud
empirically can be proven on auditors working at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory
Agency. Meaning, the better the auditor in planning and carrying out audits with professional skepticism, this
will be followed by an increase in the auditor's ability to detect fraud that might occur misstated in the financial
statements. Conversely, if an auditor is weak in professional skepticism, the smaller the auditor's ability to
detect fraud.
The results of this study support the theory of cognitive dissonance which means that an unpleasant
psychological state that arises in humans conflicts between two behavioral and attitude conflicts. In this theory
cognitive is knowledge, opinion, or what is believed about an object, environment, and self or behavior. This
cognitive dissonance theory helps explain how the auditor's skepticism in the event of cognitive dissonance
occurs when detecting fraud. This is consistent with Noviyanti (2008), opinion that the auditor's high level of
trust in clients will reduce the level of professional skepticism and vice versa.
These results support research conducted by Fullerton and Durtschi (2004), who have found that auditors with
high skeptime will improve their ability to detect them by developing additional evidence and information when
confronted with the symptoms of fraud, and Sari and Helmayunita research (2018), revealed that professional
skepticism had a significant and positive effect on the auditor's ability to detect fraud. In contrast, the results of
this study contradict the research of Ranu and Merawati (2017), revealing that professional skepticism has no
effect on the auditor's ability to detect fraud.

Independence has a positive effect on the auditor's ability to detect fraud


The results of hypothesis testing indicate that hypothesis 2 submitted was accepted. Thus the hypothesis stating
that independence has a positive and significant effect on the ability of auditors to detect fraud empirically can
be proven on auditors working at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory Agency. This
means that the better the attitude of impartiality, objectivity and freedom from conflict of interest in carrying out
an independent audit is important as the basis for the auditor trusted by the public. Conversely, if an auditor is
weak in independence, the smaller the level of public confidence in the auditor in detecting fraud.
The results of this study support the attribution theory which assumes that a person's performance and behavior
can be influenced by his personal abilities derived from internal forces. Independence is part of the ability in an
auditor that can affect the ability to detect fraud. This is consistent with the opinion of Heider (1958), which
states that individual behavior can be explained by attribution theory, that the combination of (internal forces)
and external forces (external forces). Auditors who are able to maintain their independence will gain public trust
in the audited financial statements free from misstatements, and affirmation of independence is done to maintain
the professionalism of an auditor in carrying out his audit.
The results of this study support the research of Andriyanti and Latrini (2019), and Purba and Nuryanto (2019),
which states that independence has a positive and significant effect in detecting fraud. The positive influence of
the independence variable on the ability of auditors to detect fraud shows that the higher the level of
independence possessed by an auditor, the higher the auditor's ability to detect fraud.

Time pressure negatively affects the ability of auditors to detect fraud


The results of hypothesis testing indicate that hypothesis 3 submitted was accepted. Thus the hypothesis stating
that time pressure does not affect the ability of auditors to detect fraud empirically can be proven in auditors
working at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory Agency. Meaning, the time pressure
possessed by an auditor does not affect the ability of the auditor to detect fraud, thus the time pressure does not
affect the success or failure of the auditor in detecting fraud because the auditor has been given a time budget in
accordance with the scope of the audit, and standards set so that the pressure time does not affect performance
related to conducting the audit.
The results of this study support the study of Purba and Nuryanto (2019), revealing that time pressure has no
effect on the auditor's ability to detect fraud. Contrary to the research of Sofie and Nugroho (2018), who found
that time pressure negatively affected the auditor's ability to detect fraud.

Experience has a positive effect on moderating the relationship between professional skepticism and the
ability of auditors to detect fraud

3144
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

The results show that experience can strengthen the influence of professional skepticism on the ability of
auditors to detect frauds of auditors working at the East Kalimantan representative Financial Supervisory
Agency.
The findings of this study are consistent with the opinion of Libby and Frederick (1990), that experienced
auditors not only have the ability to determine mistakes or fraud, but also have the ability to provide a more
accurate explanation than inexperienced auditors, the findings of this study are confirmed by the opinions
Ramadhany (2015), which states that work experience in auditing can deepen and expand work skills, the more
often the auditor does the same work, the more skilled the auditor is in detecting fraud. Experienced auditors
will also understand more about the causes of errors that occur, whether due to pure mistakes or deliberate
mistakes.
The results of this study are consistent with research conducted by Muchlis et al (2015), and Yusrianti (2015),
who found that experience had a positive and significant effect on the auditor's ability to detect fraud. On the
other hand, the findings of this study contradict the research of Larasati and Puspitasari (2019), who examined
auditors working at the Public Accountant Office in Jabodetabek who found that one of the variables,
experience, had no effect on the auditor's ability to detect fraud.

Experience has a positive effect on moderating the relationship between independence and the auditor's
ability to detect fraud
The findings of this study indicate that experience can strengthen the effect of independence on the ability of
auditors to detect the fraud of auditors working at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory
Agency.
Detect fraud can be realized because of a good attitude of independence. Independence and experience are two
attitudes that are in accordance with attribution theory where a person's performance or behavior can be
influenced by his ability personally and derived from the internal strength possessed by an auditor for example,
such as the nature, character, attitude, ability, expertise and effort. Independence is part of the professional
ethics that must be owned by an auditor. Independence can also be interpreted that the attitude of an auditor who
has no personal interest in carrying out audit tasks, because an independent attitude means avoiding
relationships that can interfere with the auditor's mental attitude and objective appearance in carrying out audit
tasks. Therefore the mental attitude must be maintained to produce a good examination. Although in reality the
independent attitude is difficult to actually implement, the auditor must always maintain the attitude of
independence so that the audit objectives are achieved, because the existence of an independent attitude will
result in the audit objectives not being realized optimally.
Some previous studies have found that independence has a positive and significant effect on the ability of
auditors to detect fraud, as well as research conducted by Hartan and Waluyo (2016), which results that
independence has a positive and significant effect on the ability of auditors to detect fraud. Further research
conducted by Hafizhah and Abdurahim (2017), on the effect of time pressure, independence, professional
skepticism, and work experience on the ability of auditors to detect fraud on financial statements (a study on
empirical Financial Examination Agency of the Special Province of Yogyakarta), found that Based on the tests
conducted, the independence and experience variables have a positive and significant effect on the auditor's
ability to detect fraud. Based on the results of research that has been done, it was concluded that the higher the
experience of an auditor working in the East Kalimantan Representative Finance Audit Board, the stronger the
relationship between independence and the auditor's ability to detect fraud.

Experience has a positive effect on moderating the relationship between time pressure on the auditor's
ability to detect fraud
The findings of this study are consistent with the opinion of Badudu (2002), experience that is something or
skills about something that is obtained from events that have been experienced and have been experienced and
felt in a certain period of time, the findings of this study are confirmed by the opinion of Marcus and Puttonen
(2011) in their research stating that the more someone carries out their audit assignments, the auditor's
experience and knowledge increases. Experienced auditors will also understand more about the causes of errors
that occur, whether due to pure mistakes or deliberate mistakes.
Several previous studies have found that time pressure has a positive and significant effect on the ability of
auditors to detect fraud, as well as research conducted by Molina and Wulandari (2018), which found that time
pressure had a positive and significant effect on the ability of auditors to detect fraud. This means that the higher
the time pressure exerted on an auditor, the higher the auditor's ability to detect fraud. The auditor in this case is
able to adapt to the time pressure that occurs so that the time pressure actually increases the auditor's ability to
detect fraud. Based on the results of research that has been done, it was concluded that the higher the experience
of an auditor working at the East Kalimantan Representative Finance Audit Agency, the stronger the
relationship between time pressure and the auditor's ability to detect fraud.

3145
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

VI. CONCLUSION
Based on the results of hypothesis testing and discussion of the effects of professional skepticism, independence,
and time pressure on the ability of auditors to detect fraud with the experience of moderating variables, the
following conclusions can be drawn:
1. Professional skepticism influences the auditor's ability to detect fraud. The results prove that auditors
who work at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory Agency have optimized professional
skepticism in carrying out audit tasks. This means that the higher the professional skepticism, the auditor's
ability to detect fraud will increase.
2. Independence influences the auditor's ability to detect fraud. This finding shows that auditor
independence significantly influences the auditor's ability to detect fraud. This proves that the independence of
the auditor working for the East Kalimantan Representative Financial Supervisory Agency will support the
auditor's ability to detect fraud.
3. Time pressure does not affect the auditor's ability to detect fraud. Meaning, the time pressure possessed
by an auditor does not affect the ability of the auditor to detect fraud, thus the time pressure does not affect the
success or failure of the auditor in detecting fraud because the auditor has been given a time budget in
accordance with the scope of the audit, and standards set so that the pressure time does not affect performance
related to conducting the audit.
4. Experience can moderate the effect of professional skepticism on the auditor's ability to detect fraud.
This finding shows that experience can moderate the effects of professional skepticism on the ability of auditors
to detect fraud. This proves that auditors who have high experience will optimize professional skepticism to
detect fraud.
5. Experience can moderate independence of the auditor's ability to detect fraud. This finding shows that
experience significantly strengthens the effect of independence on the auditor's ability to detect fraud. This
proves that auditors who work at the East Kalimantan Representative Financial Supervisory Board who have
high experience will support independence when the auditor is carrying out audit tasks to detect fraud.
6. Experience can moderate time pressure on the auditor's ability to detect fraud. This finding shows that
although time pressure has no direct effect, the experience of moderating the relationship of time pressure to the
auditor's ability to detect fraud. This proves that the auditor in this case is able to adapt to the time pressure that
occurs so that the time pressure actually increases the auditor's ability to detect fraud.

VII. REFERENCE

[1]. Adnyani, N., Atmadja, A. T., & Herawati, N. T. (2014). Pengaruh Skeptisme Profesional Auditor,
Independensi, dan Pengalaman Auditor Terhadap Tanggungjawab Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan
dan Kekeliruan Laporan Keuangan (Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik (KAP) Wilayah Bali). E-
Journal AK Universitas Pendidikan Ganesha, 2(1) 1-11.
[2]. Alim, D. (2007). Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor
Sebagai Variabel Moderasi. SNA X. Makassar
[3]. Andriyanti, D. Dan M.Y. Latrini. (2019). Pengaruh Pengalaman, Independensi, Dan Profesionalisme
Auditor Internal Dalam Mencegah Kecurangan Pada Bank Perkreditan Rakyat. E-Jurnal Akuntansi
Universitas Udayana. ISSN: 2302-8556. Vol.27.1:475-504.
[4]. Anggriawan, E.F. (2014). Pengaruh Pengalaman Kerja, Skeptisme Profesional dan Tekanan Waktu
terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Fraud: Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di
DIY. Jurnal Nominal. 3(2): 101-116.
[5]. Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). (2014). Report to The Nations on Occupational Fraud
and Abuse. Texas : ACFE.
[6]. Aziza, Kurnia Sari. (2016). Poin-poin Perdebatan Ahok dan BPK soal Pembelian Lahan RS Sumber
Waras. Kompas. Melalui (http://megapolitan.kompas.com). Diakses 11 januari 2020.
[7]. Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan. Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2017 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara
[8]. Badudu dan Sutan.(2002). Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
[9]. Boyle, D.M., DeZoort, F.T. & Hermanson, D.R. (2015). The effect of alternative fraud model use on
auditors? fraud risk judgments. Journal of Accounting and Public Policy, 34(6): 578–596.
[10]. Chooper, Donald R, Pamela S. Schindler. (2003). Business Research Methods. Eight Edition. New York:
McGraw-Hill/Irwin.
[11]. Christiawan, Y.J. (2002). Kompetensi dan Indepedensi Akuntan Publik:Refleksi Hasil Penelitian Empiris.
Journal Directory:Kumpulan Jurnal Akuntansi dan Keuangan Unika Petra. Vol. 4/ No.
[12]. Cotseurani, Teuku Rahmad Danil. (2016). Demam Opini WTP di Aceh. Tempo. Melalui
(http://indonesiana.tempo.co).Diakses 11 januari 2020.

3146
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

[13]. Cressey, D.R. (1953). Others people money, A study in the social psychology of Embezzlement. Montclair:
Patterson Smith.
[14]. Dandi, V. Dkk. (2017). Pengaruh Beban Kerja, Pelatihan Dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan
Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Bpk Ri Perwakilan Provinsi Riau). Jom Fekon.
Vol. 4 No. 1: 911-925.
[15]. Deis, D.R. dan G.A. Giroux. (1992). Determinants of Audit Quality in The Public Sector. The Accounting
Review. Juli:462-479
[16]. Festinger, L. (1957). La Teoria De La Disonancia Cognoscitiva. Psicothema,5 (1): 201-206.
[17]. Fransisco, Dkk. (2019). Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Tekanan Waktu Terhadap Kemampuan
Auditor Mendeteksi Kecurangan dengan Skeptisme Profesional Sebagai Variabel Intervening. Prosiding
Seminar Nasional Pakar Ke 2. Issn (P) : 2615 – 2584.
[18]. Fullerton and Durtschi. (2004). The Effect of Professional Scepticism on the Fraud Detection Skills of
Internal Auditors. Utah State University, 16 (435), 1–38.
[19]. Ghozali, Imam. (2016). Aplikasi analisis multivariate dengan program IBM SPSS 23. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
[20]. Hafizhah, N. dan Ahim, A. (2017). Pengaruh Tekanan Waktu, Independensi, Skeptisme Profesional, dan
Pengalaman Kerja Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan Pada Laporan Keuangan (Studi
pada Empiris Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Reviu
Akuntansi dan Bisnis Indonesia, Vol.1 No.1, Hlm:68-77, Juli 2017.
[21]. Hartan, Hanum Trinanda & Waluyo, I. (2016). Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi dan
Kompetensi terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris pada Inspektorat
Daerah Istimewa Yogyakarta). Jurnal Profita, 3, 1–20.
[22]. Herningsih, Sucahyo. (2002), “Penghentian prematur atas prosedur audit : Studi empiris pada kantor
akuntan publik.Wahana, Vol. 5, No. 2
[23]. http://www.bpk.go.id/
[24]. https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/surya-aditya/polda-kaltim-13-kasus-korupsi-baru-2019-negara-
rugi-puluhan-miliar/full
[25]. https://kaltim.tribunnews.com/2019/10/23/pemprov-kaltim-sukses-pertahankan-opini-wtp-keenam-kali
[26]. Hurt, R. K. M. Eining, dan David Plumlee. (2003). “Professional skepticism: A model with implications
for research, practice, and education.” Working paper. University of Wisconsin.
[27]. International Federation of Accountants (IFAC), (2004), The Measurement and Management of
Intellectual Capital, Avaible online at: www.ifac.org.
[28]. Irawan, Dkk. (2018). Analisis Pengaruh Pengalaman Audit, Beban Kerja, Skeptisme Profesional, Dan
Independensi Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Fraud. Jurnal Akuntansi Dan Sistem Teknologi
Informasi. Vol. 14 Edisi Khusus: 146-160.
[29]. Kalbers, Lawrence P. Forgathy, Timoty J. (1993). “Audit Committe Effectiveness: an empirical
investagation of contrbution of power” Auditing A Journal of Practice & Theory, Vol 12, No. 1, Spring
[30]. Knoers dan Haditono. (1999). Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagian. Cetakan ke -
12, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
[31]. Koroy, T.R. (2008). Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor Eksternal. Jurnal
Akuntansi dan Keuangan. 1(1).
[32]. Kumaat, V.G. 2011. Internal Audit. Erlangga. Jakarta.
[33]. Kushasyandita, Sabhrina. (2012). “Pengaruh Pengalaman, Keahlian, Situasi Audit, Etika, dan Gender
terhadap Ketepatan Pemberian Opini Auditor Melalui Skeptisisme Profesional Auditor (Studi Kasus Pada
KAP Big Four di Jakarta)”. Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.
[34]. Larasati, D Dan W. Puspitasari. (2019). Pengaruh Pengalaman, Independensi, Skeptisisme Profesional
Auditor, Penerapan Etika, Dan Beban Kerja Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi
Kecurangan. Jurnal Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832 (Online) Volume. 6 Nomor: 31-42
[35]. Libby, R., and D. M. Frederick. (1990). Experience and the ability to explain audit findings. Journal of
Accounting Research 28 (2): 348–367.
[36]. Manurung, Daniel T. H. dan Niki Hadian. (2013). Detection Fraud of Financial Statement with Fraud
Triangle. Proceedings of 23rd International Business Research Conference. Melbourne.
[37]. Molina dan Wulandari, S. (2018). Pengaruh Pengalaman, Beban Kerja dan Tekanan Waktu Terhadap
Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Ilmu Akuntansi. Volume 16, No 2: 43-55.
[38]. Muchlis, F. Dkk. (2015). Pengaruh Komponen Keahlian Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Pendeteksian Kecurangan Pada Auditor Bpkp Sumatera Barat. Jom. Fekon Vol. 2 No. 1: 1-16
[39]. Mulyadi. (2002). Auditing, Buku Dua (ke enam). Jakarta: Salemba Empat.
[40]. Mulyadi. 2002. Auditing. Universitas Gajah Mada. Edisi keenam, Salemba Empat. Jakarta : PT. Ikrar
Mandiri Abadi.

3147
ISSN- 2394-5125 VOL 7, ISSUE 19, 2020

[41]. Nasution, Hafifah & Fitriany. (2012). “Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman Audit, dan Tipe Kepribadian
terhadap Skeptisisme Profesional dan Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan”.
[42]. Noviyanti, Suzy. (2008). Skeptisme Profesional Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Indonesia, Vol.5, No.1, 102-125. Universitas Kristen Satya Wacana.
[43]. Olofsson M. Bobby Puttonen. (2011). Stucture and Profesional Judgment in Audit Planning. Hongskolan
Kristiantad Business Aconomy and Administrarion. Code 6202, Pages 1:28 Kristiantad, Sweden.
[44]. Primasari, A. dkk. (2019). Pengaruh Independensi, Audit Tenure, Beban Kerja, dan Tekanan Waktu
Terhadap Kemampuan Auditor dalam Mendeteksi Kecurangan Dengan Variabel Moderasi Pemahaman
Kondisi Entitas dan Supervisi. Jimea-Jurnal Inovasi Manajemen Ekonomi dan Akuntasi. Vol 1 No 1 April.
E-Issn : 2684-8031.
[45]. Purba, A.F. Dan M. Nuryatno. (2019). Kecerdasan Emosional Sebagai Pemoderasi Pengaruh Skeptisme
Profesional, Independensi, Time Pressure, Locus Of Control Terhadap Kemampuan Auditor Dalam
Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832 (Online) Volume. 6 No. 2.: 325-
344.
[46]. Putri, dan Dandi. (2002). Pengaruh Pengalaman dan Pelatihan Terhadap Struktur Pengetahuan Auditor
Tentang Kekeliruan. Jurnal Akuntansi Fakultas Ekonomi UNS.
[47]. Rahayu, S. Dan Gudono. (2018). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemampuan Auditor Dalam
Pendeteksian Kecurangan: Sebuah Riset Campuran Dengan Pendekatan Sekuensial Eksplanatif.
Simpusium Nasional Akuntansi, XIX, Lampung: 1-31
[48]. Rahmawati, dan Usman, H. (2014). Pengaruh Beban Kerja dan Pengalaman Auditor dalam Mendeteksi
Kecurangan. Jurnal Akuntansi dan Investasi. Vol. 15 No.1: 68-76.
[49]. Ramadhany, F. (2015). Pengaruh Pengalaman, Independensi, Skeptisme Profesional, Kompetensi, dan
Komunikasi Interpersonal Auditor Kap terhadap Pendeteksian Kecurangan (Studi Empiris pada Kap di
Wilayah Pekanbaru, Medan, dan Batam). Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau,
2(2).
[50]. Ramamoorti, S. (2008). The psychology and sociology of fraud: Integrating the behavioral sciences
component into fraud and forensic accounting curricula. Issues in Accounting Education, 23(4): 521–533.
[51]. Ranu, G.A.Y.N dan L.K. Merawati. (2017). Kemampuan Mendeteksi Fraud Berdasarkan Skeptisme
Profesional, Beban Kerja, Pengalaman Audit dan Tipe Kepribadian Auditor. Jurnal Riset Akuntansi.
Vol.7 No.1: 79-90.
[52]. Sari, Y.E. Dan N. Helmayunita. (2018). Pengaruh Beban Kerja, Pengalaman, Dan Skeptisme Profesional
Terhadap Kemampuan Auditor Dalam Mendeteksi Kecurangan (Studi Empiris Pada Bpk Ri Perwakilan
Propinsi Sumatera Barat). Jurnal WRA, Vol 6, No 1: 1174-1192.
[53]. Sekaran, U. & Bougie, R. (2013). Research Method For Business Fifth Edition. United Kingdom: Wiley.
[54]. Sekaran, Uma & Bougie, Roger. (2016). Research Method for Business. A skill building Approach.
Seventh Edition. Wiley.
[55]. Sofie, Dan N.A. Nugroho. (2018). Pengaruh Skeptisme Profesional, Independensi, Dan Tekanan Waktu
Terhadap Kemampuan Auditor Mendeteksi Kecurangan. Jurnal Akuntansi Trisakti. ISSN : 2339-0832
(Online) Volume. 5 Nomor. 1: 65-80
[56]. Sososutikno, Christina. (2003). Hubungan Tekanan Anggaran Waktu dengan Perilaku Disfungsional serta
Pengaruhnya terhadap Kualitas Audit [disertasi]. Surabaya (ID): Simposium Nasional Akuntansi VI.
[57]. Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Ketujuhbelas. Bandung. Alfabeta.
[58]. Suraida, Ida. (2005). “Pengaruh Etika, Kompetensi, Pengalaman Audit dan Risiko Audit Terhadap
Skeptisisme Profesional Auditor dan Ketepatan Pemberian Opini Akuntan Publik.” Sosiohumaniora,
Vol.7, No.3, 186-202.
[59]. Syamsuddin. (2017). The Government Whistleblowers in Generating Audit Quality. (A survey on
provincial audit boards in South, Central, and West Sulawesi, Indonesia). International Journal of Law
and Management. Emerald Insight. (Online), Vol. 59. Issue 6.
[60]. Tuanakotta, T. M. (2013). Audit Berbasis ISA (International Standards on Auditing). Jakarta: Salemba
Empat.
[61]. Tuanakotta. Theodorus M. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba Empat.
[62]. Wiguna, F. (2014). Pengaruh Skeptisisme Profesional dan Independensi Auditor terhadap Pendeteksian
Kecurangan. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis, 2(1) 453-4
[63]. Yusrianti, H. (2015). Pengaruh Pengalaman Audit, Beban Kerja, Task Specific Knowledge Terhadap
Pendeteksian Kecurangan Laporan Keuangan. Jurnal Manajemen Dan Bisnis Sriwijaya. Vol.13 No.1: 55-
72.

3148

Anda mungkin juga menyukai