Anda di halaman 1dari 12

TEORI AGENSI DAN TEORI STEWARDSHIP

Ida Febriana (NIM. 20808141013)

Universitas Negeri Yogyakarta


Idafebriana.2020@student.uny.ac.id

1. Pendahuluan

Dalam sebuah perusahaan atau organisasi terdapat dua pihak yaitu sebagai pemilik dan

sebagai pengelola perusahaan. Tak jarang muncul permasalahan-permaslaahan yang terjadi

akibat perbedaan pandangan dan perbedaan pendapat antara pengelola dan pemilik

perusahaan. Terdapat dua teori yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pengelolaan

sebuah organisasi dalam perusahaan yaitu teori agensi dan teori stewardship. Teori agensi

atau biasa disebut dengan teori keagenan adalah teori yang digunakan apabila kegiatan bisnis

tidak dikelola langsung oleh pemilik entitas akan tetapi dilakukan oleh agen. Teori keagenan

diperluas oleh tanggungjawab korporasi kepada pemangku kepentingan di luar pemegang

saham. Teori agensi terfokus pada dua individu yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal

mendelegasikan responsibility desicion making kepada agen. Baik prinsipal maupun agen

diasumsikan sebagai seseorang yang rasional dan termotivasi oleh kepentingan pribadi,

tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas preferensi, kepercayaan dan informasi.

Hak dan kewajiban dari prinsipal dan agen dijelaskan dalam sebuah perjanjian kerja yang

saling menguntungkan. Dalam penelitian akuntansi manajemen, teori

agensi digunakan untuk mengidentifikasi kombinasi kontrak kerja dan sistem informasi

yang akan memaksimalkan fungsi manfaat prinsipal, dan kendalakendala perilaku yang

muncul dari kepentingan agen.

Dalam teori agensi, prinsipal atau pemilih perusahaan memiliki kepentingan yang

berbeda dengan manajer atau agen. Namun, disisi lain teori agensi memiliki keterbatasan
psikologis dan sosiologis, sehingga ketergantungan pada teori agensi tidak diinginkan karena

kompleksitas kehidupan organisasi pada teori ini diabaikan. Maka dari itu, dibutuhkan teori

tambahan guna menerangkan hubungan yang berdasarkan pada yang lain atau asumsi non

ekonomis. Sehingga muncul teori stewardship, yaitu teori yang berdasarkan pada tingkah

laku dan premis. Teori Stewardship didefinisikan sebagai situasi dimana manajer tidak

mempunyai kepentingan pribadi tapi lebih mementingkan keinginan prinsipal. Namun, tak

sedikit individu yang masih bingung bagaimana penggunaan teori tersebut. Sehingga,

makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana konsep dari teori keagenan

atau teori agensi dan konsep teori stewardship. Selain itu, makalah ini juga dilengkapi dengan

analisis perbedaan dari kedua teori tersebut.

2. Pembahasan

2.1 Teori Keagenan

Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis

perusahan yang dipakai selama ini. Prinsip dari teori keagenan adalah adanya hubungan kerja

antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang

menerima wewenang (agensi) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut

“nexus of xontract”. Sedangkan, hubungan keagenan adalah suatu kontrak dinama seseorang

atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas

nama mereka yang melibatkan pendelegasian sebagai kewenangan pengambilan keputusan

kepada agen. Berikut merupakan gambaran dari hubungan keagenan:


Dalam upaya mengatasi masalah keagenan maka akan menimbulkan biaya keagenan yang

akan ditanggung oleh prinsipal dan agen. Biaya keagenan dapat dibagi menjadi: (1)

monitoring cost, ditanggung oleh prinsipal untuk memonitoring perilaku agen yang terdiri

dari mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen; (2) bonding cost, merupakan

biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang

menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal; (3) residual loss,

merupakan pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran prinsipal sebagai akibat dari

perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal (Kamala, 2018).

Permasalahan keagenan muncul apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal

untuk kepentingannya sendiri. Sehingga, teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua

permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama keinginan atau tujuan

dari prinsipal dan agen yang berlawanan, serta pada saat prinsipal kesulitan untuk melakukan

verifikasi tentang apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah

pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda

terhadap risiko. Berikut merupakan gambaran yang menunjukkan tipe konflik prinsipal

dengan agen dan tipe konflik antar pemegang saham:


Konfil keagenan tipe 1 adalah masalah keagenan antara manager dan pemegang saham.

Manajer yang bertugas sebagai pengendali perusahaan, sehingga hubungan keagenan ini

dapat mengakibatkan dua permasalahan yaitu, yang pertama terjadinya informasi aimetris

(information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi

mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik. Kedua,

terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana

manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Masalah keagenan tipe

ini manajer cenderung melakukan ekspropiasi dalam bentuk ase misallocation.

Selanjutnya adalah konflik keagenan tipe 2, merupakan masalah keagenan yang terjadi

anatara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham non pengendali. Pemegang

saham pengendali memiliki insentif yang kuat untuk mengawasi manajer agar menjalankan

perusahaan sesuai dengan kepentingan terbaik pemegang saham non pengendali karena

pemegang saham pengendali berperan langsung dan mengelola langsung perusahaan,

sehingga pemegang saham pengendai memiliki alasan yang kuat untuk bertindak untuk

kepentingan pemegang saham nono pegendali misalnya melakukan ekspropriasi dalam

bentuk asse redistribution, dimana aset perusahaan hanya didistribusikan kepada pemegang
saham pengendali dan tidak didistribusikan kepada pemegang saham non pengendali

(Hendrawaty, 2017).

2.2 Teori Stewardship

Teori Stewardship merupakan teori keagenan yang menawarkan prediksi yang

berlawanan pengenai penataan papan efektif. Stewardship didefinisikan oleh Hernandez

(2008) sebagai sikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan jangka panjang kelompok

di atas tujuan pribadi yang melayani kepentingan pribadi seseorang. Teori stewardship adalah

teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh

tujuantujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk

kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang

telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai

keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab

steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk

menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi

untuk bertindak dengan cara terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1989, 1991).

Pada Stewardship Theory, model of man ini didasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku

dimana dia dapat dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki

perilaku kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan selalu

bersedia untuk melayani. Sehingga, meskipun kepentingan antara steward dan prinsipal tidak

sama, steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan, hal tersebut karena stewar

berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif dan perilaku

tersebut dianggap rasional (Anton, 2010).

Teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kiat antara kesuksesan organisasi

dengan kepuasan pemilik. Steward akan melindungi dan memaksimalkan kekayaan


organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan

maksimal. asumsi penting dari stewarshsip adalah manajer meluruskan tujuan sesuai dengan

tujuan pemilik (Raharjo, 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa

Teori stewardship merupakan salah satu pandangan baru tentang cara mengelola organisasi

dan pihak yang terkait didalamnya. Konsep kebersamaan (collectivity), kemitraan,

pemberdayaan (empowerment), dan saling percaya dan pelayanan adalah konsep-konsep yang

dikembangkan dalam pendekatan ini. Membentuk sikap yang mengarahkan pada

teori stewardship sebagai salah satu pendekatan dalam pengelolaan organisasi diharapkan

dapat mengatasi isu-isu yang berhubungan dengan corporate governance dan good

corporate governance.

2.3 Perbedaan Teori Keagenan dan Teori Stewardship

Hal pokok dari teori keagenan adalah kewenangan yang diberikan kepada agen untuk

melakukan tindakan dalam hal kepentingan pemilik. Teori agensi menghasilkan cara yang

penting untuk menjelaskan kepentingan yang berlawanan antara manajer dengan pemilik

dimana hal tersebut menjadi sebuah kendala tersendiri bagi perusahaan. Sedangkan dalam

teori stewardship, manajer cenderung berusaha memberikan manfaat maksimal pada

organisasi dibanding mementingkan tujuannya sendiri. Terdapat riset empiris yang

melakukan penelitian manakah yang lebih baik digunakan dalam organisasi perusahaan.

Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa butuh keduanya untuk menjelaskan

manajemen organisasi perusahaan (Raharjo, 2007). Berikut merupakan daktor-faktor yang

membedakan teori agensi dengan teori stewardship:


2.3.1 Faktor Psikologis

a. Motivasi

Perbedaan utama dari teori Agensi dengan teori stewardship adalah

fokus untuk motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam teori agensi

fokus ekstrinsik adalah nyata sebagai komoditas yang dapat dipertukarkan,

terukur dengan harga pasar. Faktor intrinsiknya merupakan bentuk dasar dari

sistem imbalan yang digambarkan sebagai mekanisme kontrol teori agensi,

sedangkan pada teori stewardship faktor intrinsik tidak mudah dinilai/diukur.

Bawahan dalam hubungan stewardship memperkuat faktor instrinsik, reward

yang tidak nyata dan motivasi untuk bekerja keras dalam organisasi. Perbedaan

ini dapat ditemukan dalam penyusunan teori motivasi. Hubungan model motivasi

pekerja dan karakteristik kerja diusulkan oleh Hackman dan Oldham (1975,

1976, 1980). Mereka menyatakan ada 3 aspek psikologi yang menengahi

hubungan antara karakteristik tugas dan motivasi kerja internal. Guna

memfasilitator hasil yang dicapai dari aspek psikologi tersebut, mereka

menganjurkan mendesain ulang pekerjaan untuk meningkatkan keahlian,

mengindentifikasi tugas, memilih tugas yang penting, otonomi dan balikan.

Semua faktor ini dihubungkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan tanggung

jawab pekerja. Model ni ternyata konsisten dengan teori stewardship bahwa

peningkatan motivasi kerja akan membawa ke tingkat kinerja yang lebih tinggi

sejalan atau sebanding degan kepuasan kerja.

Berdasarkan teori stewardship prinsipal mengharapkan tanggung

jawab bersama sesuai dengan kontribusi steward. Walaupun kontribusi prinsipal

dan steward berbeda secara kualitatif dan tidak dengan mudah dapat

dikuantitatifkan, perbandingan dan pertanggungjawaban yang ditanggung


bersama dapat diharapkan. Proposisi: orang yang termotivasi oleh perintah yang

lebih tinggi dan faktor instrinsik lebih cocok menjadi stewards dalam

hubungan principalsteward dibandingkan orang yang tidak termotivasi

oleh perintah dan faktor ekstrinsik.

b. Identifikasi

Identifikasi terjadi ketika manajer menetapkan dirinya sebagai anggota

organisasi tertentu dengan menerima misi, visi dan tujuan yang

menghasilkan sebuah hubungan yang memuaskan. Pandangan identifikasi secara

organisasi ini konsisten dengan teori stewardship. Manajer

yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi akan akan sedemikian rupa

bekerja mencapai tujuan organisasi, memecahkan masalah, dan mengatasi

hambatan yang mencegah pemenuhan kesuksesan tugas dan tanggung jawab.

Konsep terakhir dari menilai komitmen lebih dekat hubungannya dengan dugaan

identifikasi, danmerupakan komponen yang penting dalamprofilsecara

psikologis mengenaisteward. Dalamteori agency, menilai komitmen tidak

akanmempunyai kegunaan ekonomi dan tidak akan menjadi bagian yang relevan

dalam persetujuan pertukaran. Proposisi: orang yang mengidentifikasikan dirinya

dengan organisasi cukup tinggi dan menilai tinggi komitmen lebih cocok

menjadi steward dalam hubungan principalsteward daripada yang tidak

demikian.

c. Penggunaan kekuasaan

Manajer yang memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi bemiaksud untuk

mempengaruhi dan mengarahkan orang lain, mengekspresikan pendapat dengan

memaksa, menikmati perannya sebagai pemimpin dan menganggapnya secara

spontan. Dalam teori agency, kekuasaan institusi merupakan dasar untuk


mempengaruhi dalam konteks hubungan principal agen. Dalam teori ini,

kekuasaan dalam memberi imbalan dan legitimasi kekuasaan digunakan. Sistem

imbalan yang tepat dan pengakuan wewenang yang dimiliki

prinsipal dikombinasikan guna menciptakan standar yang disyaratkan dalam

pengawasan dalam hubungan tersebut. Kekuasaan perseorangan, suatu bagian

yang melekat dari individu dalamkonteks hubungan antar pribadi, tidak

dipengaruhi oleh posisi. Keahlian dan kekuasaan

referen dikarakteristikkan sebagai kekuasaan perseorangan; kekuasaan referen

melalui identifikasi satu orang dengan yang lain. Kekuasaan perseorangan ini

merupakan dasar mempengaruhi dalam hubungan principal steward. Proposisi:

orang yang lebih suka menggunakan kekuasaan perseorangan sebagai dasar

untuk mempengaruhi yang lain lebih cocok menjadi steward daripada orang

yang yang menggunakan kekuasaan institusi.

2.3.2 Faktor Situasi

Faktor yang pertama adalah faktor filsafat manajemen, dalam model ekonomi secara

implisit terdapat asumsi teori agensi sebagai dasar utama dari hubungan dalam organisasi.

Pendekatan ke manajemen ini dikarakteristikkan sebagai partisipasi yang tinggi

yang didalamnya terdiri dari komunikasi terbuka, pemberian kekuasaan ke pekerja, dan

penegakkan kepercayaan.

Faktor yang kedua adalah faktor budaya yang dibedakan lagi menjadi dua. Poin satu

adalah paham individual bersama, Terdapat aspek budaya yang mempengaruhi pilihan

antara hubungan agensi dengan stewardship. Individualisme dikarakteristikkan sebagai

penekanan tujuan perseorangan atas tujuan kelompok. Kaum yang menganut paham

kebersamaan mengsubordinatkan tujuan pribadinya ke dalam tujuan bersama.

Kaum penganut paham kebersamaan ini mempunyai tindakan yang positif


terhadap keharmonisan kelompok, menghindari konflik dan konfrontasi. Kaum individual

melihat konfrontasisebagaisuatu kesempatan untuk melakukan sesuatu dan berkomunikasi

secara lebih dekat. Kaum individual lebih berorientasi jangka pendek, memimpin bisnis tanpa

tergantung pada hubungan perseorangan, menggunakan analisa biaya dan manfaat (model

ekonomi) untuk mengevaluasi bisnis, dan mengurangi resiko dalam menjalankan

bisnis dengan menandatangani kontrak. Budaya kaum kolektif lebih kondusif untuk

memunculkan hubungan stewardship dan lebih cocok untuk mencetuskan

hubungan principalsteward. Budaya individual akan muncul guna memfasilitator hubungan

agency.

Poin kedua adalah rentang kekuasaan, Dimensi kedua yang dikembangkan Hofsede

(1980,1991) mencirikan perbedaan lintas budaya yang relevan dengan perbedaan agency-

stewardship sebagai konsep rentang/jarak kekuasaan. Rentang kekuasaan umumnya

didefinisikan sebagai keleluasaan terhadap anggota institusi dan organisasi yang kurang

berkuasa dalam suatu negara yang mengharapkan dan menerima

kekuasaan yang didistribusikan secara tidak sejajar. Pada rentang kekuasaan yang tinggi,

organisasi berbentuk sentralisasi dan termasuk perbedaan besar dalam wewenang,

penggajian, dan pemberian hakhak istimewa antara atasan dan bawahan. Sedangkan pada

rentang kekuasaan yang rendah, organisasi berbentuk desentralisasi, terdapat banyak

konsultasi dalam pembuatan keputusan, dan perbedaan dalam penggajian dan bonus

berusaha diminimalkan. Budaya rentang kekuasaan yang tinggi kondusif untuk

perkembangan hubungan agency, karena mendukung danmelegitimasi ketidaksejajaran yang

kuat antara principal dan agent. Pemikiran ini benar khususnya dalam konteks kerja, karena

perkembangan hirarki, tingkatan supervise, dan ketidaksamaan dalam penggajian dan status.

Sedangkan budaya rentang kekuasaan yang rendah lebih kondusif untuk berkembangnya

hubungan stewardship, karena anggota menempatkan nilai yang lebih besar pada adanya
kesejajaran principal dan manajer. Orientasi ini mendorong perkembangan hubungan

antara prinsipal dan manajer yang merupakan bagian yang ada dalam teori stewardship.

3. Penutup

Prinsip dari teori keagenan adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi

wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu

manajer dalam bentuk kontrak kerja sama. Permasalahan keagenan muncul apabila agen tidak

menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya sendiri. Sehingga, teori keagenan

ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan

yaitu perbedaan pendapat yang terjadi antara prinsipal dan agen serta risiko yang ditanggung

saat prinsipal dan agen memiliki sikap atau pandangan yang berbeda. Sedangkan Teori

stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah

termotivasi oleh tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk

kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang

telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai

keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab

steward berusaha mencapai sasaran organisasinya.

Perbedaan kedua teori ini terletak pada faktor penilaian yang digunakan. perbedaan

keduanya dapat dilihat berdasarkan faktor psikologis dan situasi. Perbedaan utama dari teori

Agensi dengan teori stewardship adalah fokus untuk motivasi ekstrinsik dan motivasi

intrinsik. Dalam teori agensi fokus ekstrinsik adalah nyata sebagai komoditas yang

dapat dipertukarkan, terukur dengan harga pasar. Faktor intrinsiknya merupakan

bentuk dasar dari sistem imbalan yang digambarkan sebagai mekanisme kontrol teori agensi,

sedangkan pada teori stewardship faktor intrinsik tidak mudah dinilai/diukur.


Daftar Pustaka

Achmad, T. (2012, Januari). Dewan Komisaris dan Transparansi: Teori Keagenan atau Teori

Stewardship. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 16(1), 1-12.

Anthony, D. B. (1990). Management Control System. Jakarta: Erlangga.

Anton. (2010, Mei). Menuju Teori Stewardship Manajemen. Majalah Ilmiah Informatika,

1(2), 66-68.

Hendrawaty, E. (2017). Excess Cash dalam Perspektif Teori Keagenan. Bandar Lampung:

AURA & CV. Anugrah Utama Raharja.

James, H. D., Scoorman, F. D., & Donalsom, L. (1997). Toward a Stewardship of

Management (Vol. 22).

Jefri, R. (2018). Teori Stewardship dan Good Governance. Jurnal Riset Edisi XXVI, 7-8.

Kamala, N. F. (2018). Teori Keagenan. Sistem Pengendalian Manajemen, 4.

Pasoloran, O. (2001, Agustus). Teori Stewardship: Tinjauan Konsep dan Implikasinya pada

Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik. Bisnis dan Akuntansi, 3(2), 429.

Raharjo, E. (2007). Teori Agendi dan Teori Stewardship. Fokus Ekonomi, 2(1), 37-46.

Anda mungkin juga menyukai