Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PEMBAHASAN

1.1 PENGERTIAN TEORI KEAGENAN


Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu versi dari game theory
(Mursalim, 2005), yang membuat suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang
(pihak), dimana salah satu pihak disebut agent dan pihak yang lain disebut principal.
Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal
ini dapat pula dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk
melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah disepakati.
Wewenang dan tanggungjawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas
persetujuan bersama.
Scott (2000) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak,
misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman
antara perusahaan dengan krediturnya. Kontrak kerja yang dimaksud dalam penulisan
makalah ini adalah kontrak kerja antara pemilik modal dengan manajer perusahaan.
Dimana antara agent dan principal ingin memaksimumkan utility masing-masing
dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi, agent memiliki informasi yang lebih
banyak (full information) dibanding dengan principal di sisi lain, sehingga menimbulkan
adanya asimetry information.
Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu untuk
melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk
memaksimumkan utilitynya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan
sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena
hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang kebijakan-
kebijakan tertentu yang dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan
pihak pemilik modal atau investor.
1.2 PENGERTIAN ASIMETRI INFORMASI
Asimetri informasi adalah suatu kondisi dimana satu pihak mempunyai
informasi yang lebih daripada pihak lain sehingga salah satu pihak akan dapat
mengambil manfaat dari pihak yang lain. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih
banyak mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Sinyal
yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti
laporan keuangan.
Laporan keuangan dimaksudkan untuk digunakan oleh berbagai pihak,
termasuk manajemen perusahaan itu sendiri. Namun yang paling berkepentingan dengan
laporan keuangan sebenarnya adalah para pengguna eksternal (diluar manajemen).
Laporan keuangan tersebut penting bagi para pengguna eksternal terutama sekali karena
kelompok ini berada dalam kondisi yang paling besar ketidakpastiannya (Ali, 2002).
Para pengguna internal (para manajemen) memiliki kontak langsung dengan entitas atau
perusahannya dan mengetahui peristiwaperistiwa signifikan yang terjadi, sehingga
tingkat ketergantungannya terhadap informasi akuntansi tidak sebesar para pengguna
eksternal.
Situasi ini akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai
asimetri informasi (information asymmetry). Yaitu suatu kondisi di mana ada
ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia
informasi (prepaper) dengan pihak pemegang saham dan stakeholder pada umumnya
sebagai pengguna informasi (user). Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri
informasi yaitu:
1. Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan
dibandingkan investor pihak luar. Dan fakta yang mungkin dapat mempengaruhi
keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham tersebut tidak disampaikan
informasinya kepada pemegang saham.
2. Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak
seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman. Sehingga
manajer dapat melakukan tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang
melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak
dilakukan.

Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi antara


principal dan agent untuk saling mencoba memanfatkan pihak lain untuk kepentingan
sendiri. Eisenhardt (1989) mengemukakan tiga asumsi sifat dasar manusia yaitu: (1)
manusia pada umunya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3)
manusia selalu menghindari resiko (risk adverse). Berdasarkan asumsi sifat dasar
manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi yang dihasilkan manusia untuk
manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya dan dapat dipercaya tidaknya informasi
yang disampaikan.

1.3 KAITAN ANTARA TEORI AGEN DENGAN ASIMETRI INFORMASI


Teori keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri
informasi antara manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang
saham) sebagai prinsipal. Asimetri informasi muncul ketika manajer lebih mengetahui
informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang dibandingkan
pemegang saham dan stakeholder. Kondisi tersebut memberikan kesempatan kepada
pihak manajemen untuk menggunakan informasi yang di ketahui untuk memanipulasi
keuangan perusahaan guna memaksimalkan kemakmurannya. Semakin banyak
informasi perusahaan yang dimiliki oleh manajer daripada pemegang saham maka
manajer akan lebih banyak mempunyai kesempatan untuk melakukan manajemen laba.
Fleksibelitas manajemen untuk mengelola manajemen laba dapat dikurangi dengan
menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar (Richardson, 1998 dalam
Arief dan Bambang, 2007). Agency Theory memiliki asumsi bahwa individu-individu
bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan
adanya asimetris informasi yang dimilikinya untuk menyembunyikan beberapa
informasi yang tidak diketahui principal. Asimetris informasi dan konflik kepentingan
yang terjadi antara principal dan agent mendorong agent untuk menyajikan informasi
yang tidak sebenarnya kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan
dengan pengukuran kinerja agent. Asimetri informasi antara manajemen (agent) dengan
pemilik (principal) dapat memberikan kesempatan kepada manajer untuk melakukan
manajemen laba (earnings management) dalam rangka menyesatkan pemilik (pemegang
saham) mengenai kinerja ekonomi perusahaan (Dewi, 2012).
1.4 PENGUKURAN ASIMETRI INFORMASI
Dalam melakukan pengukuran terhadap asimetri informasi menggunakan
proksi bid-ask spread. Bid-ask spread adalah selisih dari harga bid dan ask sehingga
disebut bid-ask spread. Estimasi asimetri dapat dilakukan berdasarkan 3 kategori utama,
yaitu:
1. Berdasarkan analyst forecast. Metode ini dikembangkan berdasarkan pemikiran dari
Blackwell dan Dubins. Proxy yang digunakan adalah keakuratan analis dalam
melakukan prediksi atas earning per share (EPS) dan diprediksi para analis sebagai
ukuran asimetri informasi. Masalah yang sering timbul dari perhitungan ini adalah
para analis seringkali bersikap over-reacting terhadap informasi positif dan bersikap
under-reacting terhadap informasi negatif.
2. Berdasarkan kesempatan berinvestasi. Bahwa perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan tinggi mempunyai kemampuan lebih baik untuk memprediksi arus kas
pada periode mendatang, prediksi tersebut berdasarkan aset perusahaan. Beberapa
proksi yang banyak digunakan adalah rasio market value to book value dari ekuitas,
market to book value dari asset, price earning ratio. Alasan penggunaan rasio
tersebut adalah:
- Rasio market to book value dari ekuitas dan asset, selain mencerminkan kinerja
perusahaan, juga mencerminkan potensi pertumbuhan perusahaan dengan aset
yang dimilikinya.
- Price earning ratio mencerminkan risiko dari pertumbuhan earning yang
dihadapi perusahaan.
3. Berdasarkan teori market microstructure. Yang menjadi perhatian luas dari teori ini
adalah bagaimana harga dan volume perdagangan dapat terbentuk. Untuk melihat
kedua faktor tersebut terbentuk melalui bid-ask spread yang menyatakan bahwa
terdapat suatu komponen spread yang turut memberikan kontribusi kerugian yang
dialami dealer (perusahaan) ketika melakukan transaksi dengan pedagang
terinformasi (informed traders). Bid-ask spread merupakan selisih harga beli
tertinggi dimana trader (pedagang saham) bersedia membeli suatu saham dengan
harga jual terendah dimana trader bersedia menjual saham tersebut.
1.5 ARTIKEL TERKAIT PERISTIWA YANG DIPICU ASIMETRI INFORMASI
DALAM KONTEKS TEORI KEAGENAN
1.5.1 MANAJEMEN LABA (EARNINGS MANAGEMENT)

Menurut Schipper (1989) manajemen laba merupakan suatu intervensi dengan


tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan eksternal, untuk memperoleh
keuntungan yang privat. Wasilah (2005) mengartikan manajemen laba merupakan
fenomena yang timbul dari pelaporan keuangan, sebagai akibat diizinkannya
manajemen untuk memilih berbagai metode akuntansi sehingga ada kecenderungan
melakukan manipulasi earnings untuk keuntungan diri dan perusahaan. Atau dengan
kata lain Earning Management lebih merupakan proses yang dilakukan secara sadar oleh
manajemen namun masih dalam batasan yang diizinkan oleh Standar Akuntansi
Keuangan, untuk melaporkan laba pada suatu tingkatan tertentu yang diinginkan.

Dalam positif accounting theory terdapat tiga hipotesis yang melatarbelakangi


tejadinya manajemen laba (Watt dan Zimmerman, 1986), yaitu:

1. Bonus plan Hypotesis: manajemen akan memilih metode akuntansi yang


memaksimalkan utilitasnya yaitu bonus yang tinggi. Manajer perusahaan yang
memberikan bonus besar berdasarkan earning lebih banyak menggunakan metode
akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan.
2. Debt Covenant Hypotesis: manajer perusahaan yang melakukan pelanggaran
perjanjian kredit cenderung memilih metode akuntansi yang memiliki dampak
meningkatkan laba, hal ini untuk menjaga reputasi mereka dalam pandangan pihak
eksternal.
3. Political Cost Hypotesis: semakin besar perusahaan, semakin besar pula
kemungkinan perusahaan tersebut memilih metode akuntansi yang menurunkan
laba. Hal tersebut dikarenakan dengan laba yang tinggi pemerintah akan segera
mengambil tindakan, misalnya: mengenakan peraturan antitrust, menaikkan pajak
pendapatan perusahaan, dan lain sebagainya.

Adapun yang menjadi motivasi dalam manajemen laba ini adalah (scott, 2003:379),
yaitu:

1. Other Contractual motivation, Manajemen laba muncul karena adanya motivasi


kontraktual lain yang diprediksi oleh bonus plan hypotesis dan debt covenant
Hypotesis dari teori akuntansi positif.
2. Political Motivation, manajemen laba digunakan untuk mengurangi laba yang
dilaporkan perusahaan publik. Perusahaan cenderung mengurangi laba yang
dilaporkan karena adanya tekanan publik yang mengakibatkan pemerintah
menetapkan peraturan yang lebih ketat.
3. Taxation Motivation, motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen
laba yang paling nyata. Berbagai metode akuntansi digunakan dengan tujuan
penghematan pajak pendapatan.
4. Changes of CEO, CEO yang mendekati masa pensiun akan cenderung menaikkan
pendapatan untuk meningkatkan bonus mereka.
5. Initial Public Offering (IPO), perusahaan yang akan go public belum memiliki nilai
pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan yang akan go public melakukan
manajemen laba dalam propektus mereka dengan harapan dapat menaikkan harga
saham perusahaan.
6. To Communicate Information to Investor, informasi mengenai kinerja perusahaan
harus disampaikan kepada investor sehingga pelaporan laba perlu disajikan agar
investor tetap menilai bahwa perusahaan tersebut dalam kinerja yang baik.
Teknik dan pola manajemen laba menurut Setiawati dan Na’im (2000) dapat
dilakukan dengan tiga teknik, yaitu memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi
akuntansi, mengubah metode akuntansi, dan mengeser biaya atau pendapatan.
Sedangkan pola manajemen laba dapat dilakukan dengan cara (Scott, 2003;383):
1. Taking a Bath, pola ini terjadi pada saat reorganisasi termasuk pengangkatan CEO
baru dengan melaporkan kerugian dalam jumlah besar. Tindakan ini diharapkan
dapat meningkatkan laba di masa datang.
2. Income Minimization, pola ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami tingkat
profitabilitas yang tinggi sehingga jika laba pada periode mendatang diperkirakan
turun drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
3. Income Maximization, pola ini dilakukan pada saat laba menurun. Tindakan atas
income maximization bertujuan untuk melaporkan net income yang tinggi untuk
tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini dilakukan oleh perusahaan yang melakukan
pelanggaran perjanjian hutang.
4. Income Smoothing, pola ini dilakukan perusahaan dengan cara meratakan laba yang
dilaporkan sehingga dapat mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada
umumnya investor lebih menyukai laba yang relatif stabil.

Dalam penyusunan laporan keuangan, dasar akrual dipilih karena lebih rasional
dan adil dalam mencerminkan kondisi keuangan perusahaan secara riil, namun disisi lain
penggunaan dasar akrual dapat memberikan keleluasan kepada pihak manajemen dalam
memilih metode akuntansi selama tidak menyimpang dari Standar Akuntansi Keuangan
yang berlaku. Pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen
untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba. Banyak hal yang
memotivasi manajer untuk melakukan manajemen laba. Manajer termotivasi mengelola
laba untuk mencapai target kinerja dan kompensasi bonus, meminimalkan kemungkinan
pelanggaran perjanjian utang, dan meminimalkan biaya politik karena intervensi
pemerintah dan parlemen, namun fleksibilitas manajemen untuk mengelola laba dapat
dikurangi dengan menyediakan informasi yang lebih berkualitas bagi pihak luar. Kualitas
laporan keuangan akan mencerminkan tingkat manajemen laba dari perusahaan itu
sendiri.
Asimetri informasi timbul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal dan
prospek perusahaan di masa depan dibandingkan dengan pemegang saham dan
stakeholder lainnya. Informasi yang lebih banyak dimiliki manajer dapat memicu untuk
melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan manajer dan kepentingan untuk
memaksimumkan utility-nya. Adanya asimetri informasi akan mendorong manajer untuk
menyajikan informasi yang tidak sebenarnya, terutama jika informasi tersebut berkaitan
dengan pengukuran kinerja manajer. Oleh karena itu sebagai pengelola, manajer
berkewajiban memberikan report mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik. Report
yang diberikan dapat dilakukan melalui pengungkapan informasi akuntansi seperti
laporan keuangan. Beberapa peneliti telah menemukan bahwa asimetri informasi dapat
mempengaruhi manajemen laba. Teori Keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan
adanya asimetri informasi antara manajer untuk melakukan manajemen laba yang
bertujuan untuk bertindak opportunistic yaitu memaksimalkan keuntungan pribadi. Dari
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa adanya hubungan antara manajemen laba
dengan asimetri informasi. Ketika asimetri informasi tinggi, stakeholder tidak memiliki
sumber daya yang cukup atas informasi yang relevan dalam memonitor tindakan manajer
sehingga akan memunculkan praktik manajemen laba. Akibatnya akan memotivasi
manajer untuk melakukan manajemen laba dan mendorong manajer untuk tidak
menyajikan informasi selengkapnya.
1.5.2 GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Menurut Finance Committee on Corporate Gorvenance (FCGG), pengertian
Corporate Gorvenance adalah proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan
dan mengelola bisnis serta aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis
dan akuntabilitas perusahaan. Bank Dunia (World Bank) dalam Effendi (2009:1),
mendefinisikan Good Corporate Gorvenance sebagai kumpulan hukum, peraturan, dan
kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber untuk
berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekomoni jangka panjang yang
bersinambung bagi para pemegang saham maupun masyarat sekitar secara keseluruhan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Good Corporate Gorvenance adalah suatu sistem
pengendalian internal yang terdiri dari proses serta struktur perusahaan dengan tujuan
pengamanan aset dan meningkatkan nilai investasi jangka panjang serta aktivitas
perusahaan ke arah pertumbuhan bisnis.
Pemegang saham tidak mempunyai informasi yang cukup untuk mengetahui
apakah laporan keuangan, khususnya laba telah dimanipulasi dalam keadaan asimetri
informasi yang tinggi. Teori market microstructure mengatakan bahwa salah satu
masalah adverse selection yang dihadapi pengambil keputusan adalah adanya
kemungkinan informasi firm specific yang material tidak diungkapkan ke publik.
Regulator pasar modal dapat mengurangi asimetri informasi ini dengan membuat
ketentuan minimal alas pengungkapan yang perlu dilakukan oleh perusahaan yang
terdaftar dibursa saham. Tingkat pengungkapan Good Corporate Governance dalam
laporan keuangan akan membantu pengguna laporan keuangan untuk memahami isi dan
angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan. Diamond dan Verrecchia (1991) serta
Kim dan Verrecchia (2001) seperti dikutip oleh Febryan (2008) menjelaskan bahwa jika
perusahaan memiliki tingkat pengungkapan Good Corporate Governance yang tinggi,
maka investor relatif percaya bahwa setiap transaksi terjadi pada tingkat harga yang wajar
dengan demikian bid-ask spread menjadi kecil dan selanjutnya likuiditas saham di pasar
juga meningkat. Hasil yang sama juga didapat oleh Welker (1995) seperti dikutip Febryan
(2008) yang mengatakan bahwa asimetri informasi, yang diukur melalui perbedaan harga
penawaran dan pembelian (bid-ask spread) akan berkurang dan likuiditas pasar
meningkat sejalan dengan peningkatan tingkat pengungkapan Good Corporate
Governance. Kesimpulannya adalah bila tingkat pengungkapan Good Corporate
Governance meningkat maka asimetri informasi semakin mengecil. Berdasarkan analisis
diatas, maka penulis menemukan bahwa pengungkapan Good Corporate Governance
memiliki pengaruh pada asimetri informasi perusahaan.
BAB II

PENUTUP

2.1 KESIMPULAN
Teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara pemilik (principal) dan
manajer (agent). Masalah yang mendasari teori keagenan (agencytheory) adalah
konflik kepentingan antara pemilik dan manajer. Asimetri informasi adalah suatu
kondisi dimana satu pihak mempunyai informasi yang lebih daripada pihak lain
sehingga salah satu pihak akan dapat mengambil manfaat dari pihak yang lain. Teori
keagenan (Agency Theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara
manajer sebagai agen dan pemilik (dalam hal ini adalah pemegang saham) sebagai
prinsipal. Estimasi asimetri dapat dilakukan berdasarkan 3 kategori utama yaitu
berdasarkan analyst forecast, kesempatan berinvestasi, dan teori market
microstructure. Peristiwa yang dipicu oleh asimetri informasi dalam konteks teori
keagenan umumnya adalah manajemen laba dan good corporate govarment.
2.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, maka dari itu penulis berharap kritik dan saran dari para pembaca
agar makalah selanjutnya akan lebih baik lagi. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
para pembaca untuk menambah wawasan.
DAFTAR PUSTAKA

Mahawyarti, Putu Tiya dan I Gusti Ayu Nyoman Budiasih. Asimetri Informasi, Leverage,
dan Ukuran Perusahaan pada Manajemen Laba. 2016. Jurnal Ilmiah Akuntansi
dan Bisnis, Vol. 11, No. 2.

Lisa, Oyong. Asimetri Informasi dan Manajemen Laba: Suatu Tinjauan dalam Hubungan
Keagenan. 2012. Jurnal WIGA Vol. 2, No 1.

Muuna, Adellya Nihayatul, dkk. Asimetri Informasi dan Teori Keagenan pada
Pengungkapan Laporan Keuangan. 2023. Jurnal Akuntansi dan Pajak, 23 (02),
Hal 1-8.

Anda mungkin juga menyukai